Anda di halaman 1dari 24

DISKUSI KELOMPOK 1

SISTEM PERNAFASAN
BLOK 12

Muhammad Irfan F
4111191158

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
TAHUN AJARAN 2020/2021
SKENARIO 1:
Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun tahun datang dibawa berobat ke tempat praktek
saudara dengan keluhan odinofagia sejak 3 hari yang lalu.
SKENARIO 2:
Keluhan disertai dengan sore throat, batuk berdahak kuning, mengganjal di tenggorokan, dan
otalgia telinga kanan.
Keluhan disertai tidur mengorok, mulutnya terbuka saat tidur, dan seperti berhenti nafas
beberapa kali saat tidur. Pasien mengeluh ada demam pada hari pertama sakit, hilang setelah
diberi ibuprofen.
Keluhan tidak disertai gangguan penciuman, gangguan pengecapan, diare, myalgia, nausea,
malaise, dan sakit kepala.
Tidak ada keluhan bernafas lewat mulut dan perubahan bentuk muka.
Keluhan tidak disertai rinore, disfagia, hoarseness, dan benjolan/bengkak di leher.
Keluhan juga tidak disertai trismus, air liur menetes, dan halitosis.
Keluhan tidak didahului tertusuk duri ikan.
Keluhan tidak disertai nyeri sendi yang berpindah-pindah, air kencing berdarah, dan bengkak
tungkai.
Keluhan otalgia tidak disertai keluar cairan dari telinga dan penurunan pendengaran.
Keluhan seperti ini sudah sering dirasakan penderita sejak masuk sekolah dasar, timbul apabila
terlalu sering makan es dan lupa gosok gigi. Keluhan makin sering timbul sejak 2 tahun yang
lalu, hampir setiap bulan dibawa berobat ke dokter dengan keluhan sama. 7 hari yang lalu pasien
dibawa berobat ke dokter umum di klinik dekat rumah dengan keluhan yang sama, diberi
Amoksisilin syrup forte 3xcth 1 dan ibuprofen syrup forte 2xcth 1, obat hanya diminum selama 3
hari karena sudah tidak sakit menelan. Pasien juga sudah dirujuk ke dokter THT untuk dilakukan
operasi pengangkatan amandel, tapi orang tua pasien masih takut ke rumah sakit karena
sedang pandemi COVID-19 dan khawatir daya tahan tubuh anaknya akan menurun setelah
amandel diangkat.
Riwayat sering pilek dan bersin-bersin saat pagi hari atau terkena debu tidak ada. Riwayat alergi
obat-obatan tertentu tidak ada.
Skenario tambahan
(diberikan setelah mahasiswa menjawab pertanyaan/ sasaran belajar nomer 1 dan 2)

Keadaan umum: komposmentis, kesan sakit sedang. Tanda vital: dalam batas normal.
Statusgeneralis: dalam batas normal.
Status lokalis:
Pemeriksaan otoskopi: KAE tenang/tenang, sekret-/-, serumen-/-, membran timpani intak/intak,
refleks cahaya +/+
Pemeriksaan rinoskopi anterior: mukosa tenang/tenang, sekret-/-, konka eutrofi/eutrofi,
septumdeviasi (-), pasase udara + /+
Pemeriksaan cavum oris: trismus(-), mukosa bukal tenang, lidah basah tidak deviasi,
massa(-),ulserasi(-), palatum durum tenang, gigi geligi tidak ada karies
Pemeriksaan orofaring: Tonsil T3/T4 hiperemis/hiperemis, kripta melebar/melebar,
detritus+/+,dinding faring posterior sulit dinilai
Pemeriksaan Orofaring

Pemeriksaan Maksilofasial: tidak terdapat gambaran Adenoid Facies


Tugas
1. Identifikasilah penyakit yang dapat memiliki keluhan utama pada skenario kasus! Uraikan
masing-masing ciri khas penyakit tersebut.
CONGENITAL
INFEKSI Tonsilitis
tonsillitis adalah peradangan tonsil paltina yang merupakan
bagian dari cincin waldayer. cincin waldeyer terdiri atas
susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut
yaitu: tonsil, faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial),
tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba esutachius
(lateral bened dinding faring / Gerlach,s ronsil). penyebaran
infeksi melalui Udara ( air bone droplate's), tangan dan ciuman.
dapat terjadi pada semua umur terutama pada anak.

Faringitis
peradangan dinding faring yang disebabkan virus (paling
sering), bakteri, alergi, trauma, ataupun penyabab lainnya
seperti refluks gastroesofaheal
tanda dan gejala
- nyeri tenggorokan
- konjungtivitis
- rinorea
- batuk
- suara serak
- demam subfebris
faringitis vital pada anak dapat muncul gejala atipikal seperti:
- muntah
- nyeri perut
- bernapas lewat mulut
- diare
pada pemeriksaan faring dan tonsil tampak hiperemis atau lesi
ulseratif intra-otal yang tersebar disekret

Tonsilofaringitis akut
Odinofagia disertai sore throat, peradangan pada mukosa
tonsil dan faring

Esophagitis
Esofagitis adalah peradangan pada lapisan kerongkongan.
Esofagus atau kerongkongan merupakan organ berbentuk pipa
yang menyalurkan makanan dari mulut ke lambung. Esofagitis
dapat menimbulkan rasa sakit dan kesulitan saat menelan, serta
rasa perih di dada.
tanda dan gejala
- sakit saat menelan
- sesak nafas
- disfagia
- odinofagia
- mual dan muntah
NEOPLASMA - Tumor tonsil
- Tumor parafaring
- Tumor palatum mole
TRAUMA Benda asing ( duri ikan,logam)
ANOTHER Hipertropi adenoid
adalah membesarnya ukuran jaringan adenoid secara fisiologi
sebagai respons aktivitas imunologi pada awal kehidupan
Tanda dan gejala
- mendegkur, OSA
- rinorea dan gejala rhinitis laiinya
- gangguan bicara hiponasal
- kesulitan menelan
- bernapas melalui mulut

Sumber:
- Kapita Selekta Jilid II Ed.V
- Buku ajar THT UI Ed. VI
Tugas
2. Analisis data pada anamnesis yang diberikan. Rencanakan pemeriksaan fisik yang perlu
dilakukan pada kasus beserta kemungkinan hasilnya!

Data Pasien Keterangan

Laki-laki, 10 tahun Insidensi (anak-anak) → karena tonsil hanya


berfungsi sampai usia 7 tahun dan setelahnya
akan mengecil dan menghilang pada usia
pubertas

KU : Odinofagia DD/:
C:-
Sejak 3 hari yang lalu I : Tonsilitis, faringitis, tonsilofaringitis,
laryngitis akut, laryngitis TB, esophagitis,
abses peritonsilar
N : Tumor tonsil, tumor parafaring, tumor
palatum mole
T : Benda asing (duri ikan, logam), NGT
A : Hipertropi adenoid

Onset : akut

Keluhan disertai dengan sore throat, batuk Gejala inflamasi pada orofaring
berdahak kuning, mengganjal di Batuk berdahak kekuningan → menandakan
tenggorokan, dan otalgia telinga kanan. infeksi bakteri

Otalgia → reffered pain melalui N.


glosifaringeus cabang N.IX

Keluhan disertai tidur mengorok, mulutnya Gejala obstructive Sleep Apnea Syndrome,
terbuka saat tidur, dan seperti berhenti nafas akibat disfungsi dari tonsil ataupun adenoid
beberapa kali saat tidur.

Pasien mengeluh ada demam pada hari Demam → tanda inflamasi akut
pertama sakit, hilang setelah diberi ibuprofen. Golongan NSAID : Ibuprofen (antipiretik)
Keluhan tidak disertai gangguan penciuman,
gangguan pengecapan, diare, myalgia, nausea,
malaise, dan sakit kepala.

Tidak ada keluhan bernafas lewat mulut dan Menandakan tidak ada sumbatan pada
perubahan bentuk muka. hidung/koana akibat hipertrofi konka/adenoid

Keluhan tidak disertai


- Rinore - Menyangkal etiologi virus, alergi
- Disfagia - Menyangkal DD/ esophagitis,
obstruksi orofaring
- Hoarseness - Menyangkal DD/ Laringofaringitis
- Benjolan/bengkak di leher - Menyangkal DD/ tumor orofaring,
tonsillitis kronis

Keluhan juga tidak disertai trismus, air liur Menyangkal diagnosis banding dan
menetes, dan halitosis. komplikasi abses peritonsilar

Keluhan tidak didahului tertusuk duri ikan. Menyingkirkan DD/ trauma akibat benda
asing

Keluhan tidak disertai:


- Nyeri sendi yang berpindah-pindah - Menyangkal adanya komplikasi
rheumatic fever akibat toksin S. beta
haemolyticus
- Air kencing berdarah, dan bengkak - Menyangkal adanya komplikasi
tungkai. glomerulonephritis akut

Keluhan otalgia tidak disertai keluar cairan dari Belum ada komplikasi otitis media
telinga dan penurunan pendengaran.

- Keluhan seperti ini sudah sering - Kronis, rekuren


dirasakan penderita sejak masuk
sekolah dasar
- Timbul apabila terlalu sering makan es - Faktor resiko tonsilitis dan faringitis
dan lupa gosok gigi.

Keluhan makin sering timbul sejak 2 tahun Rekuren


yang lalu, hampir setiap bulan dibawa berobat Makin memberat → tanda eksaserbasi
ke dokter dengan keluhan sama.

7 hari yang lalu pasien dibawa berobat ke Amoxisisilin → antibiotic spectrum luas
dokter umum di klinik dekat rumah dengan Ibuprofen → golongan NSAID,sebagai
keluhan yang sama, diberi Amoksisilin syrup antipiretik
forte 3xcth 1 dan ibuprofen syrup forte 2xcth
1, obat hanya diminum selama 3 hari karena ➔ Pengobatan tidak adekuat, pemberian
sudah tidak sakit menelan. amoksisilin seharusnya diberikan
selama 7-10 hari walaupun keluhan
sudah berkurang

Pasien juga sudah dirujuk ke dokter THT untuk - Factor risiko keluhan berulang/kronik
dilakukan operasi pengangkatan amandel, tapi - Isu Etik
orang tua pasien masih takut ke rumah sakit
karena sedang pandemi COVID-19 dan
khawatir daya tahan tubuh anaknya akan
menurun setelah amandel diangkat.

Riwayat sering pilek dan bersin-bersin saat Menyingkirkan DD/ Rhinitis alergi
pagi hari atau terkena debu tidak ada.

Riwayat alergi obat-obatan tertentu tidak ada. Tidak ada riwayat alergi

DD/
Tonsilitis
Faringitis
Tonsilofaringitis
Rencana Pemeriksaan Fisik :
• Menilai status generalis, kesan sakit, tanda vital
• Pemeriksaan otoskopi → ada keluhan otalgia
• Pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior
• Penilaian pasase udara
• Menilai cavum oris dan orofaring

Tugas lanjutan :
3. Berdasarkan data yang diperoleh, rumuskanlah diagnosis pada kasus ini!

Data Pasien Keterangan

Keadaan umum: komposmentis, kesan sakit Dalam batas normal, pasien sadar sepenuhnya
sedang.
Tanda vital: dalam batas normal.
Status generalis: dalam batas normal.

Pemeriksaan otoskopi:
- KAE tenang/tenang → dalam batas normal, menyangkal adanya
- sekret-/-, komplikasi otitis media
- serumen-/-,
- membran timpani intak/intak,
- refleks cahaya +/+
Pemeriksaan rinoskopi anterior:
- mukosa tenang/tenang - normal
- sekret-/-, - normal → menyangkal DD/ rhinitis,
nasofaringitis/adenoiditis
- konka eutrofi/eutrofi - normal → tidak ada hipertrofi konka
- septum deviasi (-), - normal
- pasase udara + /+ - normal → tidak ada hipertrofi
konka/adenoid

➔ cavum nasi tidak ada kelainan

Pemeriksaan cavum oris:


- trismus(-) - mulut sulit dibuka (-) → menyangkal
DD/ abses peritonsilar
- mukosa bukal tenang - normal
- lidah basah tidak deviasi - normal → menyangkal adanya parese
CN. XII
- massa(-) - normal
- ulserasi(-) - normal
- palatum durum tenang - normal
- gigi geligi tidak ada karies - normal

➔ cavum oris tidak ada kelainan

Pemeriksaan orofaring:
- Tonsil T3/T4 - terdapat pembesaran tonsil → tanda
tonsillitis
- hiperemis/hiperemis - tanda tonsillitis
- kripta melebar/melebar - tanda tonsillitis
- detritus+/+ - tanda tonsillitis
- dinding faring posterior sulit dinilai - akibat tertutup oleh tonsil yang
membesar

➔ pada gambar terlihat adanya gray furry


tongue → tanda tonsillitis
Pemeriksaan Maksilofasial: Tidak terjadi hipertrofi adenoid
tidak terdapat gambaran Adenoid Facies

DD/: DK/: Tonsilitis kronis eksaserbasi akut ec


Tonsilitis kronis eksaserbasi akut ec bakteri suspek bakteri
Tonsilitis akut rekuren

4. Jelaskan mekanisme terjadinya tanda dan gejala pada kasus berdasarkan patofisiologi
kasus dengan mengintegrasikan ilmu kedokteran dasar terkait!
Anatomi
1) Pharynx
Merupakan separuh tabung musculofascial yang menghubungkan cavitas
oris dan cavitas nasi di dalam regio capitis yang menuju larynx dan
esophagus di dalam regio cervicalis. Cavitas pharyngis merupakan jalur
bersama untuk udara dan makanan.
Pharynx melekat di atas pada basis cranii dan melanjutkan ke bawah, kurang
lebih setinggi vertebra CVI, dengan puncak esophagus. Dinding-dinding
pharynx melekat di anterior pada batas-batas cavitas nasi, cavitas oris. dan
larynx. Berdasarkan hubungan anterior tersebut, pharynx dibagi menjadi 3
regio--pars nasalis pharyngis/nasopharynx, pars oralis pharyngis/
oropharynx. dan pars laryngea pharyngis/ laryngopharynx:
- Apertura posterior (choanae) dari cavitas nasi membuka ke dalam
nasopharynx
- Celah posterior cavitas oris (isthmus faucium/oropharyngeal) membuka
ke dalam oropharynx.
- Aditus laryngis (laryngeal inlet) membuka ke dalam laryngopharynx
Lebih lanjut tentang celah tersebut, catas pharyngis berhubungan di anterior
dengan 1/3 posterior lingua dan aspectus posterior larynx. Tuba auditiva
membuka pada dinding lateral nasopharynx.
Tonsilla lingualis, tonsilla pharyngealis, dan tonsilla palatina berada di
permukaan profundus dinding cavitas pharyngis.
Pharynx terpisah dari posterior yang ditempati columna vertebralis oleh
spatium retropharyngeum yang tipts yang mengandung jaringan ikat kendor.
Walaupun palatum molle merupakan bagian yang secara umum sebagai
bagian atap cavitas oris, struktur tersebut juga berhubungan dengan pharynx.
Palatum molle meleoropharyngeumsterior palatum durum dan merupakan
jenis "katup getar" yang dapat:
- Mengayun ke atas (mengelevasi) untuk menutup isthmus oropharyngeum
dan memisahkan nasopharynx dari oropharynx:
- Mengayun ke bawah (mendepresi) untuk menutup isthmus
oropharyngeum dan memisahkan cavitas oris dari oropharynx.
a) Pars nasalis pharyngis/Nasopharynx
Nasopharynx terletak di belakang apertura posterior (choanae) dari
cavitas nasi dan di atas level palatum molle. Atapnya dibentuk oleh
kemiringan basis cranii dan terdiri dari bagian posterior corpus tulang
sphenoidale dan pars basilaris tulang occipitale. Atap dan xding lateral
nasopharynx membentuk sebuah kubah pada puncak xvitas pharyngis
yang selalu terbuka.
Cavitas nasopharynx/parsumalis pharyngis berlanjut ke bawah menjadi
cavitas oropharynx/pars oralis pharyngis pada isthmus pharyngeum.
Posisi isthmus pharyngealis di- tandai pada dinding cavitas pharyngis
oleh suatu Iipatan mucosa yang disebabkan oleh sphincter
palatopharyngealis di bawahnya, yang merupakan bagian dari
muscuumconstrictor pharyngis superior.
Peninggian palatum molle dan konstriksi sphincter palatophary- ngealis
menutup isthmus pharyngeum selama menelan dan misah- kan
nasopharynx dari oropharynx, Terdapat sekumpulan besar jaringan
lymphoid (tonsilia pharyngealis) di dalam mucosa yang menutupi atap
nasopharynx. Pembesaran tonsilla tersebut. diketahui sebagai adenoidea,
yang dapat menutup/oklust nasopharynx sehingga pernaFasan hanya
dimungkinkan melalui cavitas oris. Struktur yang paling menonjol pada
tiap sisi dinding lateral nasopharynx adalah:
- Ostium pharyngeum tuba auditoniae, dan
- Peninggian mucosa dan lipatan mucosa menutup akhiran tuba
auditiva dan musculi yang berdekatan.
Ostium pharyngeum tuba auditoniae terletak di posterior dan sedikit di
atas level palatum durum. dan lateral dari puncak palatum molle.
Karex tuba auditiva berada di dalam nasopharynx dari arah
postreolateral. tepi posteriornya, peninggian atau penonjolan pada
dinding cavitas pharynx. Posterior dari penonjolan tubal tersebut (torus
tubarius) terdapat cekungan yang dalam (recessus pharyngeus)
Lipatan mucosa yang berhubungan dengan tuba auditiva termasuk:
- plica salpingopharyngea yang kecil dan verticalis, yang berjalan
turun dari peninggian tuba dan berada di atas musculus salpingo-
pharyngeus: dan
- sebuah lipatan yang luas atau peninggian (torus levatorius) yang
tampak keluar di bawah ostium pharyngeum tuba auditivae berianjut
ke medial menuju permukaan atas palatum molle, dan berada di atas
musculus tensor veli palatini.
b) Pars oralis pharyngis/Oropharynx
Oropharynx terletak di posterior dari cavitas oris, inferior dari palatum
molle, dan superior dari tepi atas epiglottis. Plica palatoglossus (arcus
palatoglossus), satu pada tiap sisi, yang menutup musculus
palumlossus, menandai batas di antara cavitas oris dan oropharynx.
Arcus yang membuka di antara 2 plicae adalah isthmus
faucium/oropharyngeum. Tepat di postertor dan medial dari plica
tersebut terdapat sepasang plicae lainnya (arcus), plica
palatopharyngeus, satu pada tiap sisi, yang berada di atas musumus
palatopharyngeus.
Dinding anterior oropharynx berada di inferior dari isthmus
oropharyngeum dibentuk oleh bagian atas 1/3 posterior atau bagian
pharyngealis lingua. Ketika menahan cairan atau benda padat di dalam
cavitas oris, isthmus oropharyngeum tertutup oleh cekungan palatum
molle, peninggian dorsum lingua, dan pergerakan menuju garis tengah
plica palatoglossus dan plica palatopharyngeus. Hal ini memungkinkan
seseorang untuk bernafas saat mengunyah atau memanipulasi bahan di
dalam cavitas oris.
Saat menelan, isthmus oropharyngeum terbuka, palatum terelevasi,
cavitas laryngis tertutup, dan makanan atau cairan mengarah ke
esophagus. Seseorang tidak dapat bernafas dan menelan pada saat yang
bersamaan karena saluran nafas tertutup pada 2 sisi, isthmus
pharyngeum dan larynx.
c) Pars laryngea pharyngis/Laryngopharnx
Laryngopharynx meluas dari marga superior epiglottis menuju puncak
esophagus pada vertebra setinggi CVI.
Aditus laryngis/laryngeaxlet membuka pada dinding anterior
laryngopharynx. Inferior dari aditus laryngis, dinding anterior terdiri
dari aspectus posterior larynx.
Cavitas laryngopharynx terhubung di anterior dengan sepasang
kantung mucosa
(vallecula epiglottica), pada tiap sisi garis tengah, di antara basis
lingua dan epiglottis. Vallecula epiglottica merupakan cekungan yang
dibentrecessus antara lipatan mucosa pada garis tengah dan 2 lipatan
lateral yang menghubungkan lingua dengan epiglotis.
Terdapat sepasaRecessus kungan mucosa lainnya (recessus
piriformis) di antara bagian centralis larynx dan yang lebih lateral
yaitu lamina cartilago thyroidea. Recessus piriformis membentuk
saluran yang mengarahkan benda padat dan cairan dari cavitas oris di
sekitar aditus laryngis yang terangkat dan menuju esophagus.
• Pembuluh-pembuluh darah
- Suplai arterial
Arteriae yang menyuplai bagian atas pharynx termasuk:
- arteria palatina ascendens,
- arteria palatina ascendens dan ramus tonsillaris arteriafacialis dan -
sejumlah cabang arteria maxillaris dan arteria lingualis.
Semua pembuluh darah tersebut berasal dari arteria carotis externa.
Arteriae yang menyuplai bagian bawah pharynx termasuk rami
pharyngeales dari arteria thyroidea inferior, berasal dari truncus
thyrocervicalis arteria subclavia. Suplai darah arterial utama menuju
tonsilla palatina berasal dari ramus tonsillaris arteria facialis, yang
menembus musculus constrictor pharyngis superior.
- Drainase vena
Venae pharyngealis membentuk plexus, yang bermuara di superior pada
plexus pterygoideus pada fossa infratemporalis dan di inferior menuju
vena facialis dan vena jugularis interna.
- Drainase lymphatici
Pembuluh-pembuluh lymphatici dari pharynx bermuara ke dalam nodi
lymphatici cervicales profundi dan termasuk nodi lymphatici
retropharyngeales (di antara nasopharynx dan columna vertebralis),
nodi lymphatici paratracheales, dan nodi lymphatiei Infrahyaidei.
• Persarafan
Persarafan motorium dan hampir semua sensorium (kecuali daerah nasalis)
pharynx terutama melalui cabang-cabang nervus vagus [X] dan nervus
giossopharyngeus [IX], yang membentuk plexus di dalam fascia luar dinding
cavitas pharyngis Plexus nervorum pharyngeus dibentuk oleh:
- rami pharyngei nervus vagus [X],
- ramus externus dari nervus laryngeus superior dari nervus vagus [X] , dan
- rami pharyngei nervus glossopharyngeus [IX].
setiap subdivisi pharynx mempunyai persarafan sensorium yang berbeda:
- Nasopharynx dipersarafi oleh ramus pharyngeus nervus maxillaris [V2]
yang berasal dari dalam fossa pterygopalatina dan berjalan melalui canalis
palatovaginalis di dalam tulang sphenoidale untuk mencapai atap pharynx
- Oropharynx dipersarafi oleh nervus glossopharyngeus [IX] melalui plexus
pharyngeus.
- Laryngopharynx dipersarafi oleh nervus vagus [X] melalui ramus internus
arteria laryngea superior.
2) Tonsilla
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikal dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu
tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual, yang ketiganya
membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer.
Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil.
Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intra tonsil yang
merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya
melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka
ragam dan mempunyai celah yang disebut
kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah
epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus.
Di dalam kriptus biasanya ditemukan
leukosit, limfosit, epitel yang terlepas,
bakteri dan sisa makanan Permukaan lateral
tonsil melekat pada fasia faring yang sering
juga disebut kapsul tonsil Kapsul ini tidak
melekat erat pada otot faring, sehingga
mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.
Tonsil mendapat darah dari :
1. A. palatine minor
2. A. palatina ascendens
3. Cabang tonsil A. maksila eksterna
4. A. faring ascenden
5. A. lingualis dorsal
• Histologi
• Nasofaring : Epitel silindris semu
bertingkat bersilia
• Orofaring : Epitel gepeng berlapis
• Laryngofaring : Epitel gepeng
berlapis
• Tonsil faringeal :
• Epitel silindris semu bertingkat
bersilia
• Ada jaringan limfoid difus dan
nodus limfaticus
• Tidak ada kripta • Tonsil palatine :
• Epitel gepeng berlapis
tidak berkeratin
• Ada 10-20 kripta
• Jaringan limfoid disertai centrum
germinativum
• Tonsil lingual :
• Epitel gepeng berlapis
• Hanya ada 1 kripta

• Fisiologi
FUNGSI TONSIL
Bertindak sebagai penjaga untuk menjaga dari penyusup asing seperti virus,
bakteri, dan antigen lain yang masuk kontak melalui inhalasi dan konsumsi. Ada
dua mekanisme:
1. Memberikan kekebalan lokal
Tonsil dan adenoid dilapisi oleh epitel skuamosa, luas permukaannya
semakin meningkat oleh beberapa kripta amandel dan lipatan adenoid.Epitel
ini terspesialisasi dan mengandung sel M, sel pemroses antigen, dan mikro
pori. Melalui mereka bahan antigenik dibawa ke dalam kontak dengan
folikel limfoid terletak subepitel. Folikel memiliki pusat germinal yang
kaya akan sel-B dan zona mantel yang kaya akan limfosit besar. Sel-B
ketika dirangsang berubah menjadi sel plasma dan menghasilkan antibodi.
Bakteri dan virus juga difagositosis oleh makrofag dan dihancurkan.
Antigen dosis rendah dan infeksi kronis ditangani dengan cara ini.
2. Menyediakan mekanisme pengawasan agar seluruh tubuh siap untuk
pertahanan. Kedua mekanisme ini dioperasikan melalui humoral dan imunitas
seluler.
Ini mengidentifikasi mikroorganisme dan memperingatkan tubuh untuk
respons yang lebih luas. Jika dosis antigen tinggi, sel B dari pusat germinal
berproliferasi dan mengalami hiperplasia dan juga memasuki aliran darah.
Sistem kekebalan yang kompleks ikut bermain dengan sel pemrosesan
antigen, sel memori, sel dendritik, makrofag, T-helper dan T-supressor sel.
Antibodi yang diproduksi oleh sel plasma disiapkan plasma antigen yang
akan difagositosis oleh neutrofil dan fagosit lainnya. Antibodi juga melekat
pada makrofag dan memberi mereka peningkatan kemampuan untuk
menangkap antigen. Amandel paling aktif dari usia 4 hingga 10 tahun.
Involusi dimulai setelah pubertas yang mengakibatkan penurunan produksi
sel B dan peningkatan relatif rasio T terhadap sel B. Ada anggapan umum
bahwa penghapusan amandel dan kelenjar gondok akan merusak integritas
kekebalan tubuh sistem dan membuat pasien rentan terhadap virus polio
atau meningkatkan kejadian penyakit Hodgkin di dalamnya. Ini belum
dibuktikan oleh pengamatan klinis dan epidemiologis. Pengangkatan tonsil
dan adenoid juga tidak mempengaruhi fungsi pengawasan kekebalan umum.
Tonsil dan adenoid, bagaimanapun, hanya boleh diangkat pada indikasi
tertentu.

• Mikrobiologi
Streptococcus beta hemolyticus group A
• Gram (+) ungu
• Bulat, formasi rantai
• Fakultatif anaerob
• Non motil
• Hemolysis sempurna • Tidak menghasilkan spora
• Daya tahan:
- Suhu kamar: mati 10-14 hari
- 55oC: 10 menit mati
- 60oC: 30-60 menit (mati semua)
• Transmisi: lewat udara yang tercemar
• Faktor virulensi
Faktor virulensi yang di miliki streptococcus
Streptococcus pyogenes mempunyai beberapa faktor virulensi yang
memungkinkannya berkaitan dengan jaringan inang, mengelakan respon
imun dan menyebar dan melakukan penetrasi ke jaringan inang.
1. Protein M (asam lipoteikoat) dan protein F
Perlekatan pada se inang, protein M juga menghambat opsonisasi
yang berkaitan fibrinogen dan komplemen
2. Kapsul hyaluronic acid inhibisi pagositosis oleh netrofil
3. Invasi streptokinase, streptodonase (dnase b) hyaluronidase dan
streptolysis
4. Eksotoksin pyogenik , toksin menyebabkan ruam di scarlet fever
5. Streptolisin O dan S toksin dasar sifat beta hemolisis
• Patofisiologi
Sumber:
- Netter page 81-83
- Gray’s anatomy page
- Junquiera basic histology page 277
- Guyton and Hall
- Jawetz microbiology

5. Ajukan pemeriksaan penunjang untuk kasus di atas!


• Pemeriksaan penunjang untuk menentukan etiologi:
- Pemeriksaan mikrobiologi, untuk mengetahui etiologi penyakit dan
menentukan antibiotik yang akan diberikan. Spesimen diambil dari apus
tenggorokan - Menggunakan sediaan langsung (pewarnaan Gram).
- Kultur bakteri dengan lempeng agar darah (LAD) selama 24 jam untuk
membedakan tipe hemolisis.
- Uji kimiawi bakteri dengan tes katalase
• Pemeriksaan penunjang
Kultur resistensi dari swab tenggorok (Mikrobiologi)
Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam tonsil.
Berdasarkan penelitian Kurien di India terhadap 40 penderita Tonsilitis Kronis
yang dilakukan tonsilektomi, didapatkan kesimpulan bahwa kultur yang
dilakukan dengan swab permukaan tonsil untuk menentukan diagnosis yang
akurat terhadap flora bakteri Tonsilitis Kronis tidak dapat dipercaya dan juga
valid.
Bakteri penyebab tonsilitis tersering adalah Grup A streptococcus B
hemolitikus. Daerah tenggorokan banyak mengandung flora normal. Permukaan
tonsil mengalami kontaminasi dengan flora normal di saluran nafas atas. Patogen
yang didapatkan dari daerah ini bisa jadi bukan merupakan bakteri yang
menginfeksi tonsil. Pemeriksaan kultur dari permukaan tonsil saja tidak selalu
menunjukkan bakteri patogen yang sebenarnya, sehingga pemeriksaan
bakteriologi dapat dilakukan dengan swab jaringan inti tonsil. Pemeriksaan
kultur dari inti tonsil dapat memberikan gambaran penyebab tonsilitis yang lebih
akurat. Pemeriksaan kultur dari inti tonsil ini dilakukan sesaat setelah
tonsilektomi atau dengan aspirasi jarum halus dengan pasien diberikan narkose
lokal terlebih dahulu.
Untuk pasca operasi : pemeriksaan jaringan histopatologi jaringan tonsil dan
atau adenoid (bila dicurigai keganasan)
Diagnosa Tonsilitis Kronis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi yaitu ditemukan ringan- sedang
infiltrasi limfosit, adanya Ugra’s abses dan infitrasi limfosit yang difus.
Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah temuan histopatologi lainnya dapat
dengan jelas menegakkan diagnosa Tonsilitis Kronis.
Rinofaringolaringoskopi (RFL), foto polos nasofaring lateral,
polisomnografi bila diperlukan
Sumber:
- PPK Perhati-KL 2015. hal 2-3
- simdos.unud.ac.id
6. Jelaskan rencana penatalaksanaan pada kasus sesuai dengan kompetensi dokter umum!
(termasuk dasar pemilihan obat dan penulisan resep)
a. Penatalaksanaan umum
• Menjaga higienitas mulut
• Menghindari faktor pencetus( minuman/ makan es dan makanan ringan
mengandung MSG)
• Mengatur pola makan
b. Penatalaksanaaa khusus
1) Antibiotika golongan penisilin + anti beta laktamase (amoksisilin + asam
klavulanat) dosis 30-50 mg/kgbb tiap 8 jam atau sefalosforin -> khusus
rekuren seringkali terjadi resistensi terhadap penisilin pada bakteri penghasil
beta laktamase amoxicillin sebagai drug of choice
2) Amoxicilin + Asam Klavunalat banyak kuman yang resisten terhadap
amoksisilin, khususnya penghasil B- Laktamase, dalam kasus ini perlu
kiranya memberikan antibiotika betalaktam. Hal ini untuk melindungi
amoksisilin dari pengahancuran enzim beta-laktamase untuk memperluas
spektrum amoksisilin. diberikan secara peroral mempunyai waktu paruh 8
jam. Indikasi: bakteri gram positif dan negatif yang menghasilkan beta-
laktamase dan kuman anaerob. Kontraindikasi: hipersensitifitas pada
penisilin, riwayat jaundice karena co amoksiklav atau jaundice karena
penisilin atau disfungsi hati.
3) Analgetik (parasetamol/asamefenamat /ibuprofen)
Asam mefenamat
MK: inhibisi prostaglandin dan inhibisi enzim cyclooxygenase (COX-1
& COX-2)
D: 1500 mg/hari
KI: usia < 14 tahun, hamil
ES: dispepsia, hipersensitivitas
S: 250 mg dan 500 mg
4) Mukolitik (ambroksol dan endostein) untuk memperbaiki mucociliary
clearence

RESEP

R/ amoksisilin + asam klavulanat No.XV


S 3 dd 1
___________________________________
R/ asam mefenamat 500 mg No.XV
S 3 dd 1

indikasi klinis untuk melakukan tonsilektomi adalah:


1. Indikasi Absolut
a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia
berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner.
b. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase
c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
d. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi
2. Indikasi Relatif
a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik
yang adekuat
b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi
medis
c. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik
dengan pemberian antibiotik β-laktamase resisten
menetapkan:
1) Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan
terapi yang adekuat.
2) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan orofasial.
3) Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan napas,
sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale.
4) Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil
hilang dengan pengobatan
5) Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
6) Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcus P
hemoliticus 7) Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
8) Otitis media efusa / otitis media supuratif.

Sumber:
- Buku Ajar THT FK UI
- Boies Buku Ajar Penyakit THT

7. Komplikasi apakah yang dapat terjadi bila tidak dilakukan penatalaksaan dengan benar?
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa
Faringitis
• Bronkhitis
• Sinusitis kronik
• Otitis media kronik Komplikasi tonsilitis :
c. Abses peritonsil (early)
Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan sekitarnya.
Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot-otot yang
mengelilingi faringeal bed. Hal ini paling sering terjadi pada penderita dengan
serangan berulang. Gejala penderita adalah malaise yang bermakna, odinofagi
yang berat dan trismus
d. Abses parafaring (early)
Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus
mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring sehingga
menonjol kearah medial. c) Abses intratonsilar
Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil. Biasanya diikuti
dengan penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular akut. Dijumpai nyeri lokal dan
disfagia yang bermakna. Tonsil terlihat membesar dan merah.
d) Tonsilolith (kalkulus tonsil).
Tonsililith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila kripta diblokade oleh
sisa-sisa dari debris. Garam inorganik kalsium dan magnesium kemudian
tersimpan yang memicu terbentuknya batu. Batu tersebut dapat membesar secara
bertahap dan kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil. Tonsilolith lebih sering
terjadi pada dewasa dan menambah rasa tidak nyaman lokal atau foreign body
sensation.
e) Kista tonsilar.
Disebabkan oleh blokade kripta tonsil dan terlihat sebagai pembesaran
kekuningan diatas tonsil. Sangat sering terjadi tanpa disertai gejala

Sumber:
- Buku Ajar THT FK UI
- Bluestone and stool’s pediatric otolaryongology

8. Bagaimana epidemiologi pada kasus ini? Jelaskan pula apikasi etika profesi pada kasus ini!
Epidemiologi
• Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di tujuh provinsi di Indonesia pada bulan
September tahun 2012, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut
yaitu sebesar 3,8%., prevalensi tonsillitis kronik sebesar 3,8% tertinggi kedua setelah
nasofaringitis akut (4,6%).
• Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar jumlah kunjungan baru dengan tonsillitis
kronik mulai Juni 2008–Mei 2009 sebanyak 63 orang. Apabila dibandingkan dengan
jumlah kunjungan baru pada periode yang sama, maka angka ini merupakan 4,7% dari
seluruh jumlah kunjungan baru.
• Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, namun jarang terjadi pada anakanak muda
dengan usia lebih dari 2 tahun. Tonsilitis yang disebabkan oleh spesies Streptococcus
biasanya terjadi pada anak usia 5-15 tahun, sedangkan tonsilitis virus lebih sering terjadi
pada anak-anak muda.2,
• Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit Tonsilitis Kronis merupakan penyakit
yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun dan dewasa muda usia 15-25 tahun.
• Dalam suatu penelitian prevalensi karier Group A Streptokokus yang asimptomatis yaitu:
10,9% pada usia kurang dari 14 tahun, 2,3% usia 15-44 tahun, dan 0,6 % usia 45 tahun
keatas. Menurut penelitian yang dilakukan di Skotlandia, usia tersering penderita
Tonsilitis Kronis adalah kelompok umur 14-29 tahun, yakni sebesar 50 % . Sedangkan
Kisve pada penelitiannya memperoleh data penderita Tonsilitis Kronis terbanyak sebesar
294 (62 %) pada kelompok usia 5-14 tahun
BHP
• Beneficence
Menerapkan golden rule of principle
Dokter mampu melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
sehingga mampu menegakan diagnosis dari penyakit pasien dengan tepat
• Non maleficence
Mengobati secara proporsional
Melakukan kasus dengan merencanakan rujukan untuk tonsilektomi atas dasar indikasi
obstruksi gangguan nafas dan rekurensi bakterial setelah penanganan awal edukasi dan
farmakologi dan non farmakologi
• Autonomy
Informed consent
Dokter dalam memberikan setiap Tindakan pada pasien perlu dilakukan persetujuan antara
pihak pasien dengan dokter. Dokter harus menjawab semua pertanyaan pasien mengnai
penyakit yang diderita
• Justice
Menghargai hak sehat pasien
Dokter perlu memberikan perawatan kapada pasien hingga pasien sembuh agar dapat
berkativitas seperti sedia kala

Anda mungkin juga menyukai