Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan tugas mata kuliah
keperawtan gawat darurat
OLEH:
ELSA NOVRIANTI 181211476 3.C
Dosen Pengampu :
Ns. YULDANITA, S.Kep
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MERCUBAKTIJAYA PADANG 2021 Cedera servikal merupakan cedera tulang belakang yang paling sering menimbulkan kecacatan dan kematian. Pasien dengan cidera cervikal (fraktur dislokasi cervical) beberapa akan mengalami cidera spina tidak stabil dapat memberikan resiko tinggi injury pada korda sehingga menimbulkan masalah aktual atau resiko pola nafas tidak efektif. Sesak napas yang dialami pasien akan menimbulkan terjadinya gangguan pola napas. Gejalanya yaitu perubahan ekskursi dada, penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi, napas cuping hidung, pernapasan bibir mencucu, penggunaan otot bantu pernapasan Pasien dengan cidera cervikal (fraktur dislokasi cervical) beberapa akan mengalami cidera spina tidak stabil dapat memberikan resiko tinggi injury pada korda sehingga menimbulkan masalah aktual atau resiko pola nafas tidak efektif dan penurunan curah jantung akibat hilangnya kontrol organ visera (Muttaqin, 2011). Menurut jurnal Arifin & Jefri (2013) Cedera servikal merupakan cedera tulang belakang yang paling sering menimbulkan kecacatan dan kematian, dari beberapa penelitian terdapat korelasi antara tingkat cedera servikal dengan morbiditas dan mortalitas, yaitu semakin tinggi tingkat cedera servikal maka semakin tinggi pula morbiditas dan mortalitasnya.Patah tulang leher atau fraktur servikal adalah kondisi ketika satu dari tujuh tulang yang berada di leher mengalami patah atau retak. Tujuh tulang leher itu sendiri merupakan bagian teratas dari tulang belakang, yang berfungsi untuk menopang kepala dan menghubungkannya dengan bahu dan tubuh. Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu.( Black dan Hawks, 2014). Pasien dengan penurunan kesadaran yang dikirim ke Instalasi Gawat Darurat akibat kecelakaan lalu lintas sekitar 10% selalu menderita cedera servikal, baik cedera pada tulang servikal, jaringan penunjang, maupun cedera pada cervical spine. Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh adalah penyebab sebagian besar fraktur tulang servikal. Trauma pada servikal subaksis (C3–7) lebih umum terjadi dibanding servikal C1 dan C2. Trauma servikal sering terjadi pada pasien dengan riwayat kecelakaan kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi, trauma pada wajah dan kepala, terdapat defsit neurologis, nyeri pada leher, dan trauma multiple (Arifin & Jefri, 2013). Cidera servikal adalah suatu keadaan cidera pada tulang belakang cervical, diantaranya dislokasi cervical adalah lepasnya salah satu struktur dari tulang cervical, serta fraktur cervical ialah terputusnya hubungan dari badan tulang vertebra cervicalis (Helmi, 2011). Fraktur C3 jarang terjadi, barangkali disebabkan letaknya pada tulang servikal terletak diantara daerah yang lebih rentan dan lebih mobile C5-C6 yang merupakan tempat fleksi dan ekstensi terbesar pada leher. Pada pasien dengan cedera ini biasanya didapatkan fraktur korpus vertebra dengan atau tanpa subluksasi, subluksasi proses susartikularis(meliputi terkunvinya faset –locked facet- unilateral atau bilateral), dan fraktur lamina, prosessusspinosus, pedikel, atau lateral mass. Yang jarang terjadi juga adalah terjadinya ruptur ligamen tanpa disertai fraktur atau dislokasi faset. Insidensi terjadinya gangguan neurologis meningkat secara dramatis dengan adanya dislokasi faset. Dengan adanya dislokasi faset unilateral, 80% pasien mengalami gangguan neurologis, kira-kira 30% hanya mengalami gangguan radikuler, 40% cedera medullaspinalis inkomplit, dan 30% mengalami cedera medullaspinalis komplit. Pada dislokasi faset bilateral morbiditas lebih buruk. Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma toraks dapat ringan sampai berat tergantung pada besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma. Kerusakan anatomi yang ringan pada dinding toraks berupa fraktur kosta simpel. Sedangkan kerusakan anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta multipel dengan komplikasi pneumotoraks, hematotoraks dan kontusiopulmonum. Trauma yang lebih berat menyebakan robekan pembuluh darah besar dan trauma langsung pada jantung (Saaiqetal., 2010; Lugo, etal., 2015 ). Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya dapat mengganggu fungsi fisiologis dari sistem respirasi dan kardiovaskuler. Gangguan sistem respirasi dan kardiovaskuler dapat ringan sampai berat tergantung kerusakan anatominya. Gangguan faal respirasi dapat berupa gangguan fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi, dan gangguan mekanik alat pernafasan. Salah satu penyebab kematian pada trauma toraks adalah gangguan faal jantung dan pembuluh darah.