Anda di halaman 1dari 15

16 Highlight Balitsereal 2009

INOVASI TEKNOLOGI PRODUKSI JAGUNG


Peningkatan Produksi Jagung dengan Penerapan Indeks Pertanaman
(IP)400

Dalam periode 4 tahun terakhir (2005 – 2008), peningkatan produksi jagung


Indonesia berlangsung cukup cepat sehingga swasembada jagung dapat tercapai pada
2008. Dari sisi luas areal panen, terjadi peningkatan sekitar 10,364 % yaitu dari 3.625.987
ha menjadi 4.001.784 ha, namun peningkatan produksi hanya sekitar 10,0 % yaitu dari
12.523.894 ton menjadi 16.317.252 ton. Data tersebut mengindikasikan bahwa
peningkatan produksi yang telah dicapai akibat adanya peningkatan produktivitas seiring
dengan penerapan teknologi yang efisien dan membaiknya pelayanan kepada masyarakat
dalam sistem produksi jagung. Selain itu juga menunjukkan bahwa upaya perluasan areal
tanam (ekstensifikasi) jagung secara horizontal sudah semakin sulit dilakukan karena
adanya kepentingan dari berbagai pihak baik untuk komoditas lain maupun bangunan fisik.
Perluasan areal tanam melalui peningkatan indeks pertanaman jagung sudah mulai
diterapkan petani, namun baru mencapai 1 – 2 kali tanam (IP100 – IP200) pada lahan
sawah setelah pertanaman padi maupun pada lahan kering/tegalan. Untuk lebih
meningkatkan pemanfaatan sumber daya yang ada dan peningkatkan produksi jagung per
tahun, Balitsereal telah mulai melakukan pengujian budi daya jagung dengan menerapkan
IP400 pada lahan kering.
Peningkatan produksi jagung melalui penerapan IP400 atau 4 kali tanam selama
satu tahun (365 hari) dapat dilakukan dengan cara tanam sisip (relay planting) sebelum
panen pertanaman I. Varietas jagung yang ditanam dapat dari jenis komposit maupun
hibrida yang berumur sekitar 100 hari, dengan cara tanam sisip dapat menghemat siklus
waktu yang diperlukan yaitu hanya sekitar 340 – 355 hari (Gambar 11).

Gambar 11. Cara tanam sisip 15 hari sebelum pertanaman I dipanen (kiri),
dan cara tanam legowo untuk memudahkan saat tanam sisip (kanan).
Highlight Balitsereal 2009 17

Dalam penerapan IP400, penanaman dilakukan 4 kali dan panen dilakukan 4 kali,
jika menggunakan varietas yang berumur >100 hari berarti waktu yang diperlukan lebih
dari 400 hari, sementara dalam satu tahun hanya 365 hari, sehingga penerapan hanya
dapat dilakukan dengan cara tanam sisip 15 hari sebelum pertanaman I dipanen, sehingga
diperlukan waktu berkisar antara 340 - 350 hari selama setahun.
Penerapan IP400 jagung menghemat biaya produksi karena pengolahan tanah
hanya dilakukan 1 kali saat pertanaman I, selanjutnya untuk pertanaman II, III, dan IV
tidak perlu dilakukan pengolahan tanah. Demikian seterusnya untuk pertanaman I tahun
ke dua. Penyiangan gulma juga dapat dihemat karena sebagian brangkasan tanaman saat
panen ditinggalkan di dalam baris tanaman sebagai mulsa sehingga dapat menekan
pertumbuhan gulma.
Budi daya jagung dengan penerapan IP400 dilakukan dengan pengaturan tanam
cara legowo, yaitu penanaman dengan jarak tanam sempit (50 cm) untuk setiap 2 baris
tanaman dan diikuti dengan jarak tanam lebar (100 cm) untuk barisan tanaman
berikutnya (Gambar 11, kanan). Sedangkan untuk jarak tanam dalam barisan 20 cm, satu
tanaman per lubang yang ditempatkan di antara dua tanaman sebelumnya. Penanaman
dengan cara demikian, populasi tanaman yang diperoleh sama dengan penanaman
menggunakan jarak tanam tetap/normal (75 cm x 20 cm, 1 tanaman per lubang), yaitu
populasinya sekitar 66.666 tanaman/ha. Pengaturan tanam cara legowo ini dimaksudkan
untuk memudahkan penanaman cara sisip untuk pertanaman II, mengingat pada saat
tanaman ke II pertanaman I belum dipanen. Selain itu, juga memudahkan pengendalian
gulma dengan menggunakan herbisida saat pertanaman I.
Pada pertanaman II, setelah benih tumbuh sekitar 7–10 hari setelah tanam, daun
tanaman dari pertanaman I dipangkas pada bagian di atas tongkolnya, untuk
mempercepat pengeringan tongkol disamping memberikan peluang pertanaman II yang
baru tumbuh mendapatkan sinar matahari penuh. Hasil brangkasan tanaman tersebut
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan sebagian digunakan untuk mulsa penutup
tanah. Pemupukan I dilakukan sesaat setelah pemangkasan daun di bagian atas tongkol
tersebut. Pemupukan II dilakukan setelah tanaman berumur antara 30 – 35 hari setelah
tanam. Setelah pertanaman II berumur 15 hari dan pertanaman I menunjukkan
kelobotnya telah mengering, maka segera dilakukan panen dan pemangkasan batang
(Gambar 11, kiri).
18 Highlight Balitsereal 2009

Pada daerah-daerah yang mempunyai curah hujan tinggi pada saat musim hujan,
dan berpeluang tergenang maka perlu dibuatkan saluran drainase di antara baris tanaman
yang berjarak tanam lebar (Gambar 12).

Gambar 12. Saluran drainase dalam


bentuk parit yang dibuat di
antara baris tanaman pada
saat musim hujan di daerah
yang curah hujannya tinggi

Kelebihan usahatani jagung dengan penerapan IP400 pada lahan kering, antara
lain; (1) produktivitas lahan secara kumulatif per tahun meningkat, dengan tingkat
produktivitas + 7 t/ha untuk jagung komposit (umur 90 hari) dan + 10 t/ha untuk jagung
hibirida (umur 100 hari) maka total produksi dapat mencapai > 40 t/ha/tahun, dengan
menggunakan jagung hibrida, (2) pengolahan tanah dilakukan cukup sekali pada saat
sebelum tanam untuk pertanaman I, selanjutnya tidak diperlukan pengolahan tanah
sehingga menghemat biaya produksi, (3) barangkasan hasil pemangkasan daun di bagian
atas tongkol dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan mulsa penutup tanah,
usahakan mulsa sampai membusuk sehingga bermanfaat sebagai pupuk organik, (4)
adanya mulsa penutup tanah dapat mengurangi penguapan permukaan tanah dan
mengurangi frekuensi pemberian air saat musim kemarau sehingga mengurangi biaya
pemberian air, dan (5) adanya mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma yang semakin
lama semakin berkurang sehingga biaya pengendalian gulma/penyiangan dapat
berkurang.
Permasalahan yang perlu diantisipasi dalam usahatani jagung dengan penerapan
IP400 pada lahan kering, antara lain; (1) panen saat musim hujan sehingga perlu adanya
pengering untuk prosesing hasil panen karena biji mudah berjamur dan bahkan tumbuh
jika tidak secepatnya dikeringkan, (2) tenaga kerja harus cukup tersedia untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkesinambungan dan tidak dapat ditunda, (3)
penyakit busuk batang saat musim hujan perlu diwaspadai, perlu drainase yang memadai
dan jangan sampai daun bagian bawah menyentuh permukaan tanah, untuk itu perlu
dilakukan penghilangan daun yang sudah mulai tua, dan (4) pemupukan pada daerah yang
mempunyai curah hujan tinggi perlu pemberian yang tepat waktu, dalam arti pemberian
pupuk dilakukan saat cuaca cerah agar pupuk yang diberikan tidak terlarut oleh air hujan
sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh akar tanaman.
Highlight Balitsereal 2009 19

Berdasarkan hasil pengujian tersebut, inovasi teknologi IP400 jagung berpeluang


dapat diterapkan oleh petani di berbagai daerah, dengan beberapa hal yang perlu
dipenuhi, antara lain:
1. Lokasi untuk penerapan IP400 jagung harus tersedia cukup air setiap saat
diperlukan, terutama saat musim kemarau.
2. Lahan tidak mudah tergenang saat musim hujan, jika tergenang air harus mudah
diatuskan.
3. Tenaga kerja cukup tersedia dan tidak menjadi masalah.
4. Varietas jagung yang ditanam berumur + 100 hari.
Jika persyaratan tersebut dapat dipenuhi maka peluang keberhasilan usahatani
jagung dengan penerapan IP400 sangat besar, dan peningkatan produktivitas lahan akan
meningkat.

Perbaikan kualitas biji jagung

Upaya perbaikan proses pengeringan pada musim hujan di wilayah basah adalah
dengan melakukan pengeringan tongkol jagung segera setelah panen menggunakan
mesin pengering. Metode pengeringan yang diterapkan adalah jagung dibuka dan
dibiarkan 7 hari di lapang panen pengeringan dengan alat pengering sampai kadar air
14% pipil. Metode pengeringan ini memberikan mutu hasil yang baik dengan biji untuk
90,25%, biji rusak 8,13%, biji pecah 1,05%, dan kotoran 0,08%. Penggunaan mesin
pengering jagung dapat menekan infeksi jamur/cendawan sampai 10 ppb. Biaya
pengeringan dan pemipilan masing-masing Rp 71/kg dan Rp. 89/kg.
Pada wilayah beriklim kering, perbaikan proses pengeringan dapat dilakukan
dengan cara memotong batang 10 cm di atas tongkol dan membuka kelobot setelah 7-10
hari setelah masak fisiologis pada saat cuaca tidak hujan dan kemudian di angin-
anginkan.Gambaran proses pengeringan disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13. Pengeringan dengan menggunakan mesin pengering tipe flat bed
di Kabupaten Bulukumba, Sulsel 2007/2008
20 Highlight Balitsereal 2009

Perbaikan Pascapanen Jagung untuk Konsumsi dan Benih


Penggunaan mesin pengering jagung untuk benih mutlak diperlukan terutama jika
kondisi matahari tidak memungkinkan. Pada pengeringan benih jagung diperlukan
pengaturan suhu udara pengering yang dapat diatur, yaitu suhu udara pengering
maksimum 38º C, jika kadar air benih jagung yang sedang dikeringkan > 20 %. Kemudian
benih jagung dalam bentuk tongkol diangin-anginkan dulu dan kemudian dilakukan
pemipilan pada saat kadar air benih jagung telah mencapai kisaran 15-17%. Benih jagung
dalam bentuk jagung pipilan dikeringkan lagi, sampai kadar air benih aman untuk
disimpan, yaitu berkisar 9-11% (tergantung berapa lama benih akan disimpan). Mesin
pengering model PTP-4K-Balisereal dengan kapasitas 2 ton jagung bertongkol sekali
proses dapat menghemat tenaga sebesar 45 HOK dan biaya pengeringan Rp 125.000 per
ton.

Gambar 14. Mesin pengering model PTP-4K-Balitsereal(a), dan Mesin pipil jagung
PJM5-Balitsereal (b).

Mesin pemipil model PJM5-Balitsereal telah teruji untuk memproses benih jagung
dan hasil pipilannya untuk konsumsi memenuhi standar SNI dan kapasitas pemipilannya
dapat mencapai1,3 ton per jam, jauh lebih produktif dibanding mesin pemipil sejenis di
Kabupaten Bulukumba, yaitu hanya kurang dari 1 ton per ton (Gambar 14 a).
Namun demikian ada beberapa masalah seperti petani jagung mengeringkan
jagung sekedarnya, karena pedagang pengumpul mau menerima untuk dibeli. Petani
belum mengetahui untungnya jika dikeringkan menjadi mutu I (14%), namun
berdasarkan informasi pedagang pengmpul jagung petani sawah tadah hujan di
Kabupaten Pangkep bahwa jagung dengan kadar air biji 14% ada tambahan harga Rp 50
per kilogram. Selain itu pembersihan biji jagung setelah dipipil, bisa dianjurkan ke petani
jika mesin pemipil yang digunakan belum teruji oleh yang berwewenang dan jagung hasil
pipilanya belum memenuhi SNI, khususnya pada klasifikasi kadar kotoran (Gambar 14 b).
Highlight Balitsereal 2009 21

Gambar 15. Mesin pembersih benih (seed cleaner)(a) dan Mesin sortasi benih
berdasarkan bobot biji (b).

Selain itu modifikasi mesin sortasi benih kinerjanya menunjukkan bahwa benih
jagung yang keluar dari pengeluaran (outlet) benih l dan 2 , daya berkecambahnya bisa
100 % sedangkan benih yang keluar dari pengeluaran 3 hanya 98 % pada periode
simpan 1 bulan. Parameter lainnya menunjukkan bahwa benih yang telah disortir dan
keluar melaui lobang 2 lebih paling baik. Mesin sortasi benih jagung ini masih perlu
diuji lagi sebelum dianjurkan untuk mendukung sotasi benih dalam perbenihan
jagung.

Karakterisasi Pati Jagung Varietas Unggul Nasional


Untuk pemanfaatan jagung oleh pengguna (industri, eksport dll) diperlukan
informasi karakteristik pati jagung termasuk sifat fisikokimia, fungsional untuk dapat
memilih varietas sesuai kebutuhannya, selain dapat menunjang IPTEK. Berkaitan hal ini
telah dilakukan evaluasi pada beberapa varietas unggul dan jagung lokal terhadap patinya,
menunjukkan beberapa karakteristik antara lain: bentuk dan ukuran granula, sifat
amilograf, kadar amilosa, DSA, DSM, dan DP yang dijelaskan pada Tabel 8.

Tabel 8. Ukuran granula, kadar amilosa, DP, DSA, DSM, amilograf pati jagung

Uk uran Viskositas Suhu awal


Amilosa DP DSA DSM
Varietas granula puncak gelatinisas
(%bb) (%) (%) (%)
pati (µm) (BU) i (oC)

Anoman-1 7,3-14,2 23,26 81,91 11,88 5,12 460,0 76,50


Srik andi Putih-1 6,3-17,6 22,40 80,88 13,98 5,44 430,0 76,50
Srik andi Kuning-1 5,5-15,6 24,97 62,16 12,25 5,89 430,0 78,00
Suk maraga 5,3-17,8 30,77 60,72 11,88 6,05 480,0 84,00
Lok al Pulut Jeneponto 8,3-14,0 6,96 89,85 10,73 6,12 410,0 70,00
Lok al Jeneponto 7,3-14,7 27,12 81,76 13,12 5,95 460,0 78,00

Keterangan : DSA = Daya Serap Air DSM = Daya Serap Minyak DP = Derajat Putih
22 Highlight Balitsereal 2009

Varietas lokal sebagai bahan pangan substitusi beras dengan kadar amilosa
27,12% lebih tinggi dibanding Srikandi Putih-1, Anoman-1, Srikandi Kuning-1 (22,40 –
24,97%), yang menunjukkan bahwa varietas unggul jagung tersebut layak untuk
pangan, kecuali Sukmaraga karena kadar amilosanya 30,77 %. Suhu awal
gelatinisasi, viskositas puncak memberi petunjuk penghematan energi dalam
pengolahan karena waktu masak lebih cepat. Khusus Lokal Pulut berkadar amilosa
rendah (6,96%), suhu awal gelatinisasinya hanya 70,0°C, viskositas puncak (410 BU)
relatif lebih rendah dibanding varietas lainnya, sehingga dapat mensubstitusi baik
dalam bentuk pati, tepung, dan beras jagung (grits). Dari segi warna pati, varietas
Srikandi Kuning-1 dan Sukmaraga relatif rendah mutunya, sehingga sesuai untuk
olahan meja (jagung rebus) dan bahan pakan. Bentuk granula pati jagung keenam
varietas adalah poligonal, bulat tidak beraturan dengan permukaan yang licin. Keenam
pati jagung menunjukkan bentuk dan ukuran pati yang beragam. Ukuran pati masih
termasuk sempit kisaran 5,3 – 17,8µm dengan rata-rata 10,67 – 11,36µm.
Harapan mengangkat jagung bukan hanya sebagai bahan pangan alternatif,
tetapi sebagai pangan nusantara sangat memungkinkan. Secara ilmiah dapat
diperoleh dari informasi karakteristik sifat fisik, fisikokimia dan fungsional pati
beberapa varietas unggul. Komposisi amilosa dan amilopektin pati setiap varietas
memberikan kontribusi pada uji rasa produk akhir. Khusus jagung pulut Lokal Sulawesi
(Gorontalo dan Takalar) dan calon pulut Harapan Balitsereal menunjukkan kadar
amilosa relatif rendah dengan kisaran 3,99 - 4,86%, artinya kandungan
amilopektinnya yang tinggi dan sebagai bahan pangan berkorelasi dengan daya cerna
(metode enzimatik). Secara teori enzim -amilase agak lambat untuk memecah bahan
yang mengandung amilopektin tinggi. Pada penelitian ini, terbukti bahwa pati jagung
varietas pulut lokal dan calon varietas Pulut Harapan menunjukkan daya cernanya
lebih rendah dibanding varietas non Pulut. Hal tersebut sangat membantu bagi
penderita diabetes yang memerlukan pemenuhan pangan karbohidrat yang tidak
tercerna sempurna menjadi glukosa. Berbeda dengan penderita penyakit lambung,
tidak dianjurkan mengonsumsi bahan yang mengandung amilopektin tinggi termasuk
beras pulut dan jagung pulut. Jagung varietas pulut dapat digunakan untuk produk
olahan marning, emping dan substitusi terhadap bahan pangan yang beramilosa
tinggi.
Kandungan amilosa calon jagung hibrida varietas non pulut MR 4Q x Mr 14Q,
MSQ.K1CQ.14-4-2-1 x Mr 14Q, dan CML 161 x CML 165 dengan kisaran 21,57 – 22,24%
termasuk kriteria amilosa sedang. Hal tersebut memberikan petunjuk sesuai untuk pangan
dalam artian pengolahan apabila dijadikan beras jagung memberi rasa pulen. Jagung
varietas lokal non pulut Sulawesi pada umumnya mengandung amilosa kriteria sedang.
Highlight Balitsereal 2009 23

Bentuk granula pati jagung kesembilan calon/varietas secara umum adalah


poligonal, bulat tidak beraturan dengan permukaan yang licin, walaupun dari foto
menunjukkan bentuk dan ukuran pati relatif beragam. Ukuran pati masih termasuk sempit
kisaran 7,14-14,25µm–9,75-18,86µm, dengan rata-rata 11,42–14,04 µm. Kondisi sifat
fungsional varietas Lokal memberikan petunjuk dapat digunakan untuk industri pangan
dengan ukuran granula pati 7,14-14,25 µm, 7,52-14,78m dan calon varietas Pulut 7,99-
15,05 µm (Tabel 9).

Tabel 9. Analisis gula reduksi, amilosa, pati, daya cerna pati jagung dari beberapa
varietas/calon varietas . Mros, 2009.
______________________________________________________________________________________
Varietas/ Gula Amilosa Pati Daya cerna Ukuran granula
calon varietas pereduksi (%) (%) (%) pati µm
______________________________________________________________________________________
Calon varietas pulut 0,038 4,28 78,86 40,34 7,99-15,05
MR 4Q x Mr 14Q 0,045 21,57 75,89 50,69 9,75-18,86
MSQ.K1CQ.14-4-2-1 x 0,052 22,18 76,91 46,67 9,38-17,88
Mr 14Q
CML 161 x CML 165 0,046 22,24 77,45 43,22 8,50-16,63
Pulut Takalar 0,039 3,99 81,24 37,77 7,52-14,78
Pulut Gorontalo 0,037 4,86 79,12 31,15 7,14-14,25
Lamuru 0,027 33,09 77,35 52,41 8,25-19,25
______________________________________________________________________________________

Jagung varietas beramilosa sedang dapat diolah menjadi beras jagung, terutama
dapat dijadikan tepung dan pati. Tepung jagung tersebut dapat digunakan sebagai bahan
substitusi terigu dalam berbagai produk olahan. Dari hasil penelitian menunjukkan pada
produk kue kering (cookies) dan sejenisnya dapat mensubstitusi hingga 70-80%, pada
produk kue basah (cake) dapat mensubstitusi hingga 30-40%, dan pada produk rerotian
dan sejenisnya 15-20%. Pati jagung varietas Lamuru dapat dimanfaatkan pada industri
tertentu sesuai kebutuhannya.
24 Highlight Balitsereal 2009

Distribusi Benih Penjenis (BS) Jagung, Sorgum dan Gandum

Dalam periode 5 (lima) tahun terakhir yaitu tahun 2005-2009, Unit Produksi Benih
Sumber (UPBS) Balitsereal telah mendistribusikan benih sumber kelas benih penjenis BS)
ke seluruh tanah air di Indonesia.Volume benih penjenis (BS) jagung yang telah
didistribusikan keberbagai propinsi adalah sejumlah 12.807,75 kg (Tabel 10). Varietas
yang terbanyak diminati petani yaitu Lamuru, dan selama 5 tahun terakhir telah mencapai
volume 3.655 kg, menyusul Sukmaraga sejumlah 3.499 kg, Bisma sejumlah 2.134,75 kg,
Srikandi Kuning 2.038 kg, dan menyusul Srikandi Putih 710 kg (Tabel 10). Distribusi
volume benih terbesar adalah pada propinsi Sulsel sejumlah 3.240 kg, menyusul
Gorontalo 925 kg, Jawa Timur 875,2 kg, Sulteng 701 kg dan NTT sejumlah 595 kg (Tabel
10).

Dalam periode 2005-2009, BS sorgum juga telah didistribusikan ke beberapa


propinsi dengan total volume sebesar 844 kg, dan volume distribusi terbesar berada di
Propinsi Papua Selatan (kabupaten Merauke) sebesar 350 kg, dan Kaltim sejumlah 180 kg
(Tabel 11). Benih gandum juga telah didistribusikan ke beberapa propinsi sejumlah
1.422 kg dan wilayah yang banyak memesan adalah Papua Selatan (kab.Merauke)
sejumlah 925 kg, Sulsel sejumlah 241 kg dan Jawa Timur sejumlah 201 kg (Tabel 12).
Highlight Balitsereal 2009 25

Tabel 10. Distribusi benih kelas BS (Breeder Seed) untuk varietas jagung di
beberapa propinsi di Indonesia, Tahun 2005 - 2009
Jenis Varietas (klas BS)
No Provinsi
Lm Suk Bis S. K S. P Anom Arj Gu Kres Jumlah
1 NAD 2 2 2 102 2 110
2 Sumut 15 20 75,25 10 10 130,25
3 Sumbar 5 269 69 10 353
4 Sumsel 32 12 20 12 12 10 10 6 114
5 Riau 45 120 5 15 15 5 205
6 Babel 5 280 5 5 295
7 Jambi 5 60 5 70
8 Bengkulu 15 50 20 85
9 Lampung 62 60 105 1 228
10 DKI Jakarta 55 5 8 28 25 15 5 141
11 Banten 75 75
12 Jawa Barat 135 122 140 120 65 30 1 10 623
13 Jawa Tengah 40 55 170 148,5 68,5 75 557
14 D.I. Y 40 155 30 6 231
15 Jawa Timur 80 70 460 60,5 40 160 5 875,5
16 Bali 10 15 25
17 Kaliteng 10 15 45 20 5 95
18 Kalbar 41 275 32 56 21 10 5 10 450
19 Kaltim 50 85 25 5 5 5 5 180
20 Kalsel 35 487 5 5 5 537
21 Sulawesi Utara 20 40 210 81 21 21 393
22 Gorontalo 232 436 11 231 16 1 1 928
23 Sulteng 170 270 41 180 20 10 10 701
24 Sulsel 1527 606 302,5 445 111,5 110 45 86 7 3240
25 Sultra 50 30 40 20 20 160
26 Sulbar 50 45 5 5 5 110
27 Bali 5 15 15 26 41 5 5 112
28 NTB 244 15 81 25 365
29 NTT 415 10 145 25 595
Maluku 40 10 50
30 Maluku Utara 180 45 75 105 405
31 Maluku Selatan 0
32 Papua 35 15 9 37 7 16 15 10 144
33 Papua Barat 60 25 85
Papua Selatan /
34 Merauke 30 30 20 30 20 10 140
Jumlah (Kg) 3.655 3.499 2.134,75 2.038 710 355 236 168 12 12.807,75
____________________________________________________________________
Catatan: Lm= Lamuru ; SUK =Sukmaraga; Bis = Bisma; Anom = Anoman; SK= Srikandi Kuning;
SP=Srikandi Putih; Gu= Gumarang; Kres=Kresna; Arj= Arjuna
26 Highlight Balitsereal 2009

Tabel 11. Distribusi benih kelas BS (Breeder Seed) untuk varietas Sorgum di
beberapa propinsi di Indonesia, Tahun 2005 - 2009

Jenis Varietas (kelas BS)


Provinsi
Numbu Kawali UPCA-S1 1090 4-183 Jumlah
Nangroe Aceh Darussalam
Sumatera Utara
Sumatera Barat 5 5
Sumatera Selatan
Riau
Bangka Belitung
Jambi
Bengkulu 20 20
Lampung 5 5 10
DKI Jakarta 5 5 10
Banten 5 5
Jawa Barat 26 11 1 1 1 40
Jawa Tengah 5 5 10
D.I. Yogyakarta 40 10 50
Jawa Timur 50 50
Bali 5 5
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Kalimantan Timur 180 180
Kalimantan Selatan
Sulawesi Utar a
Go rontalo 5 10 15
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan 15 57 2 74
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Barat
Bali 5 5
NTB
NTT 15 15
Maluku
Maluku Utara
Maluku Selatan
Papua
Papua Barat
Papua Selatan / Merauke 325 25 350
Jumlah (Kg) 626 213 3 1 1 844
__________________________________________________________________
Highlight Balitsereal 2009 27

Tabel 12. Distribusi benih kelas BS (Breeder Seed) untuk varietas gandum
di beberapa propinsi di Indonesia, Tahun 2005 - 2009
Jenis Varietas (kelas BS)
Provinsi Jumlah
Dewata Nias Selayar
Nangroe Aceh Darussalam - - - -
Sumatera Utara - - - -
Sumatera Barat - - - -
Sumatera Selatan - - - -
Riau - - - -
Bangka Belitung - - - -
Jambi - - - -
Bengkulu 5 - - 5
Lampung - - - -
DKI Jakarta - - - -
Banten - - - -
Jawa Barat - 50 - 50
Jawa Tengah - - - -
D.I. Yogyakarta - - - -
Jawa Timur 101 100 - 201
Bali - - - -
Kalimantan Tengah - - - -
Kalimantan Barat - - - -
Kalimantan Timur - - - -
Kalimantan Selatan - - - -
Sulawesi Utara - - - -
Gor ontalo - - - -
Sulawesi Tengah - - - -
Sulawesi Selatan 121 67 53 241
Sulawesi Tenggara - - - -
Sulawesi Barat - - - -
Bali - - - -
NTB - - - -
NTT - - - -
Maluku - - - -
Maluku Utara - - - -
Maluku Selatan - - - -
Papua - - - -
Papua Barat - - - -
Papua Selatan / Merauke 530 395 925
Jumlah (Kg) 757 612 53 1.422
28 Highlight Balitsereal 2009

Distribusi Varietas Unggul Jagung


Data distribusi varietas jagung yang diperoleh dari Direktorat Perbenihan
menunjukkan bahwa pada MT 2008/2009 pertanaman jagung di Indonesia telah
didominasi jagung hibrida sejumlah 57,43%, komposit 16,78% dan 25,80% jagung
lokal. Penanaman jagung hibrida terluas di Indonesia pada tahun 2008/09 berada di
Jawa Timur yaitu 231.669 hektar, menyusul Jawa Tengah 50.047 hektar, Barat 31.870
hektar, Sumbar 18.499 hektar , Sulsel 17.360, NTT 13.733 hektar, dan Gorontalo 9.348
hektar dan Sumut 8.428 hektar. Selain itu penanaman jagung komposit terluas diperoleh
di propinsi NTT yaitu seluas 72.104 (67,79%) dari pertanaman jagung yang ada, 19.434
hektar di Jabar (32.05%) dan 17.388 hektar di Jawa Tengah (25.01%) (Direktorat
Perbenihan, 2009). Jawa Timur tercatat sebagai wilayah penanaman Jagung hibrida di
Indonesia, juga masih menanam jagung lokal, antara lain di wilayah Madura, selain untuk
kebutuhan pangan juga untuk dijual dengan harga yang mahal sebagai pakan burung.
Bagi wilayah yang masih banyak menanam jagung lokal terkait dengan kebutuhan
konsumsi pangan, hendaknya dapat diperkenalkan jagung komposit yang memiliki
spesifikasi dari segi rasa, nutrisi, umur tanaman serta kelebihan-kelebihan lain yang
dibutuhkan konsumen jagung baik sebagai pangan langsung ataupun sebagai industri
pangan di NTT misalnya, tingkat penutupan tongkol juga diperlukan agar tidak terserang
kumbang bubuk, karena itu Kalingga masih dipertahankan di NTT terutama di kabupaten
Sikka.
Kasus di provinsi NTT, adopsi jagung unggul komposit didominasi oleh varietas
Lamuru, dan berkembang cukup pesat di hampir seluruh kabupaten di provinsi NTT. Sejak
tahun 2005 sampai 2008, Balai Benih Induk di provinsi NTT telah memproduksi dan
menyalurkan benih sumber Lamuru baik kelas benih Dasar (BD) sejumlah 3.995 kg, benih
pokok (BP) 41.047 kg dan benih sebar (BR) 22.821 kg seperti yang tercantum pada Tabel
13. Benih Dasar dan Benih Pokok telah di-reproduksi dan didistribusikan ke seluruh
penangkar benih jagung yang ada di propinsi NTT. Benih sebar tersebut belum termasuk
benih sebar yang dihasilkan para penangkar benih tingkat desa yang ada di propinsi NTT.
Balai Benih Induk ( BBI) NTT hanya memproduksi varietas Lamuru, karena Lamuru
memang sangat sesuai di NTT baik pada musim hujan ataupun musim kemarau, dengan
produktivitas mencapai 5-7 ton per hektar, tergantung musim penanaman. Karena itu
tampak pada hasil inventarisasi distribusi varietas yang telah dilaksanakan oleh Direktorat
Perbenihan di NTT adalah 12,91% hibrida, 19,30% komposit dan 67,79% jagung lokal
(Direktorat Perbenihan 2008).
Highlight Balitsereal 2009 29

Tabel 13. Penyaluran Benih Jagung Komposit Lamuru Tahun Anggaran 2005-2009
di Propinsi NTT.
_____________________________________________________
Tahun produksi Benih Dasaar Benih Pokok Benih Seba (BR)
dan distribusi (BP) (BD) (kg)
___________________________________________________________________
2005 750 18.800 2.600
2006 2.327 7.286 6.526
2007 140 5.772 6.145
2008 778 6.189 7.750
2009 - 3.000 -
___________________________________________________________________
Jumlah 3.995 14.047 22.821
___________________________________________________________________

Penampilan jagung Lamuru yang ditanam di NNI NTT Tarus kabupaten Kuang pada
musim kemarau ke II tahun 2009 dalam kondisi air terbatas (Gambar 16), masih bisa
berproduksi normal.

Gambar 16. Penampilan varietas Lamuru di BBI Tarus propinsi NTT


Oktober tahun 2009

Kasus di Sulawesi Tengah luas panen jagung hibrida meningkat dari tahun ke tahun
mulai tahun 2005. Pada tahun 2005 luas panen jagung hibrida di Sulteng hanya 6.606
hektar, meningkat menjadi 20.001 hektar pada tahun 2008. Penanaman jagung hibrida
terluas berada di kabupaten Tojo Una-Una yaitu mencapai 14.671 hektar ( 73,4 %) dari
luas panen jagung hibrida di Sulteng pada tahun 2008. Demikian pula jagung lokal yang
pada tahun 2005 tercatat hanya seluas 10.627 hektar juga meningkat mencapai 14. 671
hektar pada tahun 2008. Sebaliknya luas panen jagung komposit yang semula 9.536
hektar pada tahun 2005, turun menjadi 7.031 hektar pada tahun 2008 (Tabel 14), namun
varietas lokal yang produktivitasnya rendah masih cukup tinggi, karena jagung lokal
sebagian untuk bahan pangan dan untuk jagung muda.
30 Highlight Balitsereal 2009

Tabel 14. Distribusi varietas jagung di Sulteng tahun 2005-2008


No. Jenis Luas pertanaman (ha) dan persentase janis jagung dari total
Jagung luas tanam di setiap tahun
2005 2006 2007 2008
1. Hibrida 6.606(24,7%) 7.636((29,8%) 17.961(44,5%) 20.001(52,35%)
2. Komposit 9.536(35,6%) 8.156(31,9%) 9.674(24,0%) 7.031(18,40%)
3. Lokal 10.627(39,7%) 9.795(38,3) 12.722(31,5%) 11.177(29,25)
Jumlah 26.769(100%) 25.587(100) 40.357(100%) 38.209 (100%)

Kualitas Benih

Kualitas benih yang dihasilkan oleh penangkar benih berbasis komunitas dan para
penangkar benih lainnya juga dievaluasi kualitas benihnya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengujian mutu benih dari benih jagung komposit yang telah disimpan selama 5
tahun di ruang AC (suhu 210C) daya berkecambahnya masih mencapai 92% untuk varietas
Bisma dan Lamuru, dan telah drop menjadi 78% untuk Sukmaraga dan 83% untuk Sikandi
Kuning. Selanjutnya benih yang dihasilkan oleh berbagai penangkar benih di NTT, daya
berkecambah dan kecepatan tumbuh tampak tinggi nilainya pada penyimpanan dengan
kadar air sekitar 10-11%. Benih yang telah lama disimpan selama 3-5 tahun di ruang AC
walaupun daya berkecambahnya masih tinggi, setelah ditanam rendemen bjinya lebih
rendah (54-57%), sedangkan benih yang disimpan hanya 1-2 tahun, rendemen bijinya
masih mencapai 60-67%, sehingga terjadi perbedaan produktivitas. Hasil pengujian mutu
benih yang disimpan pada suhu kamar dari berbagai tingkat kadar air menunjukkan bahwa
pada kadar air 8,2 %, daya berkecambah masih bertahan cukup tinggi (lebih dari 80%)
pada penyimpanan 18 bulan di suhu kamar, dan pada kadar air 10% hanya dapat
bertahan sampai 14 bulan, pada kadar air 12% sekitar 12 bulan dan pada kadar 14% hanya
bertahan 6 bulan. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang telah
dilaksanakan pada tahun 1997 sampa 1999, dimana pada kadar air 8% benih jagung dapat
disimpan lebih lama. Pengaruh kadar air benih pada penyimpanan suhu kamar terhadap
daya berkecambah benih dapat dilihat pada Gambar 17.

120

100
Gambar 17. Kurva daya berkecambah benih
Daya berkecambah (%)

80
dari berbagai kadar air yang di-
Kadar air 8,2 %
Kadar air 10,3% simpan pada suhu kamar di
Kadar air 12,2%
60 Kadar air 14,2% Maros selama 18 bulan di Maros,
2
Yka 8,2% = (99.99 - 4.65x)/(1- 0.04x) R = 0,96 2009.
2
40 Yka 10,3%=(102.65 - 4.99x)/(1- 0.04x) R = 0.89

2
Yka 12,2%=(-0.05 + 0.01x)/(1 - 0.0004x) R = 0.91

2
Yka 14,2%=(-17.50 - 0.16x)/(1 + 0.006x) R = 0.87
20

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Periode simpan (bulan)

Anda mungkin juga menyukai