Anda di halaman 1dari 10

Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 1

9
DIVISI
NEUROLOGI
Dr. Renny Bagus, SpA, Dr. Abdul Rohim,SpA,
Dr. Retno HMA, SpA, Dr. Marito Logor, SpA

1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Kejang Demam
4. Hidrosefalus

Divisi Neurologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 2

1. MENINGITIS
I. BATASAN

Meningitis adalah suatu keradangan yang mengenai satu atau semua lapisan selaput otak dan
sumsum tulang belakang yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa, disebabkan
oleh bakteri (baik spesifik maupun non spesifik) atau virus.

II. ETIOLOGI

 Bakteri non spesifik : Pneumokokus, Hemofilus influenza, Stafilokokus, Streptokokus,


Meningokokus, E. coli dan Salmonella.
 Bakteri spesifik : Mycobacterium tuberculosis
 Virus : Enterovirus, Echovirus, Virus mumps, Virus herpes simpleks/ zoster, Virus varisela,
Arbovirus, Virus hepatitis dan Adenovirus

III. GEJALA KLINIS DAN PEMERIKSAAN

1. Gejala infeksi akut : Anak tampak malas, lemah, tidak mau minum, anoreksia, rasa
mual, panas, mudah terangsang (iritabel), pada anak besar mungkin didapatkan keluhan
sakit kepala.
2. Gejala tekanan intrakranial meningkat : Anak sering muntah dan nyeri kepala (pada
anak besar), moaning cry (tangis merintih, pada neonatus), high pitched cry (tangis
melengking, pada bayi), ubun-ubun besar menonjol dan tegang, pernapasan tidak teratur
(Cheyne Stokes), kesadaran menurun dari apatis sampai koma, kejang (umum, fokal atau
twitching ), kadang-kadang didapatkan paresis dan strabismus, Crack pot sign dan pada
anak besar dapat ditemukan hipertensi papilla nervus optikus.
3. Gejala rangsangan meningeal : Terdapat kaku kuduk (dapat terjadi rigiditas
umum), tanda Kernig, Brudzinsky I dan II. Pada anak besar sering didahului keluhan sakit
di daerah leher dan punggung.

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM/ PENUNJANG DIAGNOSIS

 Pemeriksaan cairan serebrospinal (dari pungsi lumbal)


 Pemeriksaan darah : LED, lekosit, hitung jenis, biakan darah
 Pemeriksaan urine : biakan urine
 Pemeriksaan X-foto dada
 Uji Tuberkulin (Mantoux test)
 Biakan cairan lambung

V. DIAGNOSIS

 Diagnosis meningitis dibuat berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan cairan
serebrospinal, disokong oleh hasil pemeriksaan penunjang untuk mengetahui
penyebabnya.
 Perbedaan jenis meningitis berdasarkan hasil pemeriksaan cairan serebrospinal :

Pemeriksaan cairan Meningitis Meningitis Meningitis virus


serebrospinal Bakterial Tuberkulosa (serosa) (aseptik)
(purulenta)

Warna cairan Keruh Jernih, opalesen atau jernih

Divisi Neurologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 3

kekuningan (xantokrom)
Reaksi Nonne Pandy Positif kuat Positif lemah Negatif
Jumlah sel Ribuan/mm3, Ratusan/mm3 Negatif s/d
Dominan PMN Dominan MN (limfosit) puluhan/mm3 dg
dominan limfosit
Kadar protein Meningkat Meningkat Normal
Kadar glukosa Menurun Sangat menurun Normal

 Meningitis perlu dibedakan dengan Meningismus, abses otak dan tumor otak

VI. KOMPLIKASI

 Hidrosefalus
 Edema otak
 Cairan subdural
 Abses otak
 Renjatan septik
 Pneumonia aspirasi

VII. PENATALAKSANAAN

 Obat anti infeksi :


1. Meningitis Bakterial, umur < 2 bulan :
- Sefalosporin generasi ke-3 atau
- Ampisilin 200 mg/kg BB/24 jam IV, 4 kali sehari dan Kloramfenikol 50 mg/kg
BB/24 jam IV, 4 kali sehari
2. Meningitis Bakterial, umur > 2 bulan :
- Ampisilin 200 mg/kg BB/24 jam IV, 4 kali sehari dan Kloramfenikol 100 mg/kg
BB/24 jam IV, 4 kali sehari atau
- Sefalosporin generasi ke-3
3. Meningitis Tuberkulosa :
- Isoniazid 10-20 mg/kg BB/24 jam, oral, selama 18 bulan
- Rifampisin 10-15 mg/kg BB/24 jam, oral, selama 12-18 bulan
- Streptomisin 20-40 mg/kg BB/24 jam, IM, selama 3 bulan

 Pengobatan simtomatis :
- Diazepam IV 0,3 mg/kg BB/dosis, atau rectal 0,5 mg/kg BB/dosis
- Kemudian dilanjutkan dengan Fenitoin 5 mg/kg BB/24 jam, 3 kali sehari atau
Fenobarbital 5-7 mg/kg BB/24 jam, 3 kali sehari
- Turunkan panas : Parasetamol atau salisilat 10 mg/kg BB/dosis dan kompres dengan air.

 Pengobatan suportif : cairan intravena dan oksigen


 Perawatan :
1. Pada waktu kejang :
- Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka
- Hisap lendir
- Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi
- Hindari penderita dari rudapaksa, misalnya jatuh
2. Bila penderita tidak sadar :
- Beri makanan melalui sonde
- Merubah posisi penderita sesering mungkin untuk mencegah dekubitus dan
pneumonia ortostatik
Divisi Neurologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 4

- Cegah kekeringan kornea dengan boorwater atau salep antibiotika


3. Pada inkontinensia urine lakukan kateterisasi
4. Pada inkontinensia alvi lakukan lavemen
5. Pemantauan ketat :
- Tekanan darah
- Pernafasan
- Nadi
- Produksi air kemih

 Penanganan penyulit
 Fisioterapi dan rehabilitasi

VIII. PROGNOSIS

Penderita meningitis dapat sembuh, sembuh dengan cacat motorik/ mental atau meninggal,
tergantung pada :
 Umur penderita
 Jenis kuman penyebab
 Berat ringan infeksi
 Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
 Kepekaan kuman terhadap antibiotika yang diberikan
 Adanya penyulit dan penanganannya.

Divisi Neurologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 5

2. ENSEFALITIS
I. BATASAN

Adalah infeksi jaringan otak yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang non
purulen.

II. ETIOLOGI

Penyebab yang terpenting dan tersering adalah virus (terutama virus herpes simpleks dan
arbovirus). Penyebab lain adalah bakteri, protozoa, jamur, cacing dan spirokaeta. Ensefalitis
bisa terjadi setelah infeksi (misalnya campak, influensa dan varisela).

III. GEJALA KLINIS

 Gejala klinis tidak spesifik, tergantung dari penyebab dan luas daerah yang terkena. Bisa
bersifat akut atau perlahan-lahan.
 Pada umumnya didapatkan suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia.
Kesadaran dengan cepat menurun. Pada anak besar sebelumnya sering mengeluh nyeri
kepala, fotofobia dan muntah. Anak tampak iritabel, lethargy dan gelisah. Kadang-kadang
disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.
 Kejang dapat bersifat umum atau fokal atau hanya twitching saja dan dapat berlangsung
berjam-jam.
 Dapat disertai gangguan penglihatan, pendengaran dan bicara, paresis, paralisis, afasia
dan sebagainya.

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM/ PENUNJANG DIAGNOSIS

 Pemeriksaan cairan serebrospinal : dalam batas normal, kadang-kadang ditemukan sedikit


peningkatan jumlah sel dengan dominansi limfosit atau peningkatan kadar protein.
 Pemeriksaan biakan darah, feses dan cairan serebrospinal untuk mencari penyebab.
 Pemeriksaan virus : ditemukan virus pada CNS dan didapatkan kenaikan titer antibodi
yang spesifik terhadap virus penyebab.
 Elektroensefalografi (EEG) : proses inflamasi difuse bilateral dengan aktivitas listrik rendah
sesuai dengan kesadaran yang menurun.

V. DIAGNOSIS

 Diagnosis ensefalitis dibuat berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.


 Diagnosis banding : Meningitis serosa, ensefalopati.

VI. KOMPLIKASI

 Komplikasi akut : Edema otak, status konvulsi


 Komplikasi kronik : Cerebral palsy, epilepsi, gangguan visus dan pendengaran.

VII. PENATALAKSANAAN

 Pengobatan suportif yang bertujuan untuk mempertahankan fungsi tubuh, diantaranya


adalah :
1. Mempertahankan ABC (airway, breathing, circulation) dengan sebaik-baiknya.

Divisi Neurologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 6

2. Pemberian nutrisi yang adekuat dengan memperhatikan jumlah kalori, protein,


keseimbangan cairan- elektrolit dan vitamin.
3. Mengatasi hiperpireksia :
- Pemberian antipiretika : parasetamol 10 mg/kgBB/ dosis.
- Kompres dingin (surface cooling) pada permukaan tubuh yang mempunyai
pembuluh darah besar (misalnya kanan dan kiri leher, aksila, selangkangan,
proksimal betis dan daerah kepala).
4. Mengatasi kejang :
- Diazepam 0,3 mg/ kgBB/ dosis intravena (perlahan-lahan) atau diazepam 0,5 mg/
kgBB/ dosis per rektal, diikuti dengan pemberian
- Fenitoin (dilantin) 10 mg/ kgBB/ hari, dibagi 2 dosis untuk rumatan
5. Mengatasi edema otak :
- Steroid : Deksametason (intravena), dosis awal 0,5 mg/kgBB, dilanjutkan dengan 0,1
mg/ kgBB/ dosis tiap 6 jam.
- Osmotik diuretik : Manitol 1-2 gram/kgBB drip selama 15-30 menit, diulangi 8-12 jam
bila diperlukan.
- Glukosa 40 % 0,5-1 cc/ kgBB/ kali, intravena (diencerkan), 1-3 kali sehari.

 Pengobatan penyebab :
- Antiviral, misalnya Adenosin arabinose 15 mg/kgBB/ hari selama 5 hari untuk herpes
encephalitis.
- Antibiotika bila penyebabnya bakteri.

 Perawatan :
- Mencegah exposure keratitis dengan BWC atau salep antibiotika pada mata.
- Mencegah dekubitus dengan merubah posisi penderita tiap 2 jam
- Untuk penderita dengan gangguan menelan dan penumpukan sekret lakukan drainase
postural dan aspirasi mekanis.

VIII. PROGNOSIS

Angka kematian ensefalitis masih relatif tinggi. Dari penderita yang hidup, 20-40%
mempunyai gejala sisa berupa paresis/ paralisis, gangguan penglihatan, pergerakan
koreoatetoid atau kelainan neurologis lain. Sedangkan penderita yang sembuh tanpa kelainan
neurologis yang nyata dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin menderita retardasi
mental, masalah tingkah laku dan epilepsi.

Divisi Neurologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 7

3. KEJANG DEMAM

I. BATASAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat suhu meningkat yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

II. ETIOLOGI

Etiologi dan patofisiologi terjadinya kejang demam masih belum jelas. Faktor hereditas diduga
mempunyai peranan. Terjadinya bangkitan kejang demam tergantung kepada umur, tinggi
serta cepatnya suhu meningkat. Tiap anak mempunyai nilai ambang kejang yang berbeda
terhadap kenaikan suhu.

III. GEJALA KLINIS

Ada dua bentuk kejang demam, yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam komplikata.
 Kejang demam sederhana : kejang demam yang memenuhi modifikasi kriteria
Livingstone, yaitu :
1. Usia 6 bulan hingga 4 tahun.
2. Lama kejang berlangsung kurang dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum (general)
4. Kejang terjadi dalam waktu 16 jam setelah timbulnya demam.
5. Tidak ada kelainan neurologis baik klinis maupun laboratoris.
6. Hasil pemeriksaan EEG normal 1 minggu setelah bangkitan kejang.

 Kejang demam komplikata : diluar modifikasi kriteria Livingstone.

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM/ PENUNJANG DIAGNOSIS

 Pemeriksaan darah rutin, kadar glukosa darah, elektrolit serum.


 Pemeriksaan transiluminasi kepala dan funduskopi.
 Pemeriksaan pungsi lumbal.
 Pemeriksaan EEG 1 minggu setelah bangkitan kejang.

V. DIAGNOSIS

 Diagnosis kejang demam dibuat berdasarkan anamnesis kejang dan pemeriksaan neurologis
yang dalam batas normal.
 Diagnosis banding kejang demam adalah :
- Meningitis
- Ensefalitis
- Abses otak

VI. KOMPLIKASI

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) bisa disertai
apnea, hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat, hipotensi arterial, suhu tubuh yang makin
meningkat yang kesemuanya dapat menyebabkan terjadinya edema otak dan kerusakan sel
neuron otak yang dikemudian hari dapat menyebabkan epilepsi.
Divisi Neurologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 8

VII. PENATALAKSANAAN

 Mengatasi kejang : Diazepam 0,3 mg/ kgBB/ dosis intravena (perlahan-lahan) atau
diazepam 0,5 mg/ kgBB/ dosis per rektal. Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan
dosis yang sama setelah 20 menit.
 Menurunkan panas :
- Pemberian antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kgBB/ dosis.
- Kompres dingin (surface cooling).
 Pengobatan terhadap penyebab demam.
 Penanganan suportif :
- Bebaskan jalan nafas
- Berikan oksigen
- Jaga keseimbangan cairan dan elekltrolit
- Pertahankan tekanan darah.
 Pencegahan :
1. Pencegahan berkala (intermittent) untuk kejang demam sederhana. Diberikan diazepam
(0,1 mg/ kgBB/ dosis peroral) dan antipiretika (parasetamol atau salisilat 10 mg/kgBB/
dosis) pada penyakit-penyakit yang disertai kejang.
2. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata. Dapat digunakan obat :
- Fenitoin 2-8 mg/ kgBB/ 24 jam dibagi 2-3 dosis
- Fenobarbital 5-7 mg/ kgBB/ 24 jam dibagi 3 dosis
Diberikan sampai 2 tahun bebas kejang atau sampai umur 6 tahun.

VIII. PROGNOSIS

Pada penderita kejang demam dapat terjadi :


 Kejang berulang
 Epilepsi
 Kelainan motorik
 Gangguan mental dan belajar.

Divisi Neurologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 9

4. HIDROSEFALUS

I. BATASAN

Hidrosefalus adalah keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan


serebrospinalis dengan atau pernah disertai tekanan intrakranial yang meningkat sehingga
terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat aliran cairan serebrospinalis.

II. ETIOLOGI

Hidrosefalus terjadi karena gangguan absorpsi, obstruksi dan/ atau produksi cairan
serebrospinalis yang berlebihan. Penyakit yang sering menyebabkan obstruksi aliran cairan
serebrospinalis pada bayi dan anak meliputi :
 Kelainan bawaan : Stenosis akuaduktus Silvii, Spina/ trkranium bifida, Sindrom Dandy-
Walker, kista araknoid, anomali pembuluh darah.
 Infeksi : meningitis.
 Neoplasma : glioma serebelum, kraniofaringioma
 Perdarahan daerah serebelum.

III. GEJALA KLINIS

1. Hidrosefalus pada bayi (sutura kranialis belum menutup)


 Ukuran kepala makin membesar.
 Vena-vena kepala prominen.
 Ubun-ubun besar melebar dan tegang.
 Sutura melebar.
 Cracked pot sign (bunyi seperti pot bunga yang retak pada perkusi kepala).
 Sunset phenomena (bola mata terdorong kebawah oleh tekanan dan penipisan tulang
supraorbita, sklera tampak diatas iris, sehinggi iris seperti matahari yang akan
terbenam).
 Perkembangan motorik terlambat.
 Perkembangan mental terlambat.
 Tonus otot meningkat, hiperrefleksi.
 Cerebral cry (tangis pendek, bernada tinggi dan bergetar).
 Nistagmus horizontal.

2. Hidrosefalus pada anak (sutura kranialis sudah menutup, terjadi tanda-tanda kenaikan
tekanan intrakranial).
 Muntah proyektil.
 Nyeri kepala.
 Edema papil saraf otak II pada funduskopi (choked disk).
 Kerusakan saraf yang memberi gejala kelainan neurologis, diantaranya berupa
penurunan kesadaran, gangguan motorik, kejang, kadang-kadang gangguan pusat vital,
tergantung kepada kemampuan kepala untuk membesar dan mengatasi tekanan
intrakranial yang meningkat.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSIS

 Pengukuran lingkaran kepala secara berkala, penting untuk melihat pembesaran kepala
yang progresif atau lebih dari normal.
 Transiluminasi kepala.

Divisi Neurologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 10

 X-foto kepala dan CT scan.


 Ultrasonografi (USG) kepala.

V. DIAGNOSIS

 Diagnosis hidrosefalus dibuat secara klinis dibantu dengan pemeriksaan penunjang.


 Diagnosis banding hidrosefalus meliputi megaensefali, hidroensefali, tumor otak, cairan
subdural, bayi sehat atau merupakan ciri keluarga (familial feature).

VI. PENATALAKSANAAN

 Pada sebagian penderita pembesaran kepala dapat berhenti sendiri ( arrested


hydrocephalus), mungkin oleh rekanalisasi ruang subaraknoid atau kompensasi
pembentukan cairan serebrospinalis yang berkurang.

 Ada tiga prinsip pengobatan hidrosefalus :


1. Mengurangi produksi cairan serebrospinalis :
- Merusak sebagian pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi (pembedahan) atau
koagulasi, akan tetapi hasilnya kurang memuaskan.
- Asetazolamid (Diamox) 10 mg/kgBB/24 jam peroral, 3-4 kali sehari dikatakan
mempunyai khasiat inhibisi pembentukan cairan serebrospinalis.
- Bila dipakai furosemid 1 mg/ kgBB/24 jam peroral, 3-4 kali sehari, sebaiknya disertai
pemberian preparat kalium.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorpsi, yakni
menghubungkan ventrikel dengan subaraknoid (pembedahan). Misalnya
ventrikulosisternostomi Torkildsen pada stenosis akuaduktus. Pada anak hasilnya kurang
memuaskan karena sudah ada insufisiensi fungsi absorpsi.
3. Pengeluaran cairan serebrospinalis kedalam organ ekstrakranial (pembedahan) :
- Drainase ventrikulo-peritoneal (VP-shunt).
- Drainase ventrikulo-pleural.
- Drainase ventrikulo-ureterostomi.
- Drainase kedalam antrum mastoid.
- Drainase kedalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil
(Holter valve) yang memungkinkan pengaliran cairan serebrospinalis ke satu arah.
Kelemahan cara ini adalah bahwa kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan
anak, sedangkan hasilnya belum memuaskan karena masih sering terjadi infeksi
sekunder dan sepsis.

Demam Dengue Bila ada tanda-tanda infeksi, Demam


berikan antibiotika sesuai dengan kuman penyebab.
Berdarah Dengue
Gejala Klinis
(DD) (DBD)
++ Nyeri kepala +
+++ Muntah ++
+ Mual +
++ Nyeri otot +
++ Ruam kulit +
++ Diare +
+ Batuk +
+ Pilek +
++ Limfadenopati +
+ Kejang +
0 Kesadaran menurun ++
Divisi Neurologi
0 Obstipasi +
+ Uji tourniquet positif ++

Anda mungkin juga menyukai