Anda di halaman 1dari 3

Jerman 

berseru kepada duta besar seluruh negara di Asia
Tenggara untuk turut mengecam tindakan keras yang mematikan oleh junta militer me
lawan pengunjung rasa di Myanmar. 
Junta militer dengan keras menahan massa yang turun di jalanan menuntut dihentikanny
a kudeta militer dandilepaskannya pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi,
yang ditahan bersama dengan para sekutunya sejak Februari.
Polisi dan tentara berusaha untuk menghentikan kampanyepara pembangkang sipil terha
dap kudeta melalui tembakanmematikan yang membunuh 18 orang warga.
Mengutuk kekerasan itu,
Seibert mengatakan pemerintahJerman mendesak junta militer untuk mengakhiri tinda
kankerasnya dan "menahan diri sepenuhnya”. Berlin jugameminta rezim militer untuk 
kembali ke proses demokrasimelalui dialog dan membebaskan Suu Kyi.
 

Setelah kudeta pada 1 Februari silam, militer Myanmar diyakini telah menewaskan sedik
itnya 845 orang,
yang sebagian besar adalah warga sipil yang berpartisipasi dalamprotes pro-demokrasi 
nasional.
Kudeta juga telah meningkatkan tensi pemberontakan tujuhdekade di negara itu, dengan 
beberapa kelompok milisi etnissekarang bekerja sama untuk melawan junta. Pemerint
ahPersatuan Nasional
(NUG), sebuah pemerintahan bayanganyang terdiri dari penentang junta militer, terma
suk anggotaparlemen yang digulingkan, juga baru-baru inimengumumkan pembentuk
an milisi mereka sendiri, AngkatanPertahanan Rakyat (PDF).
Ketika ketegangan terus meningkat, mayoritas kekuatan asing, termasuk UE, secara terb
uka mendukung blok PerhimpunanBangsa-Bangsa Asia Tenggara
(ASEAN) dalam memimpinuntuk menengahi resolusi konflik.
Kekerasan dan penindasan yang terus dilakukan junta bertentangan dengan konsensus li
ma poin yang disepakatidengan ASEAN pada bulan April lalu. Gerakan pro-
demokrasi Myanmar kini juga mengatakan telah kehilangankepercayaan kepada upay
a ASEAN dalam menengahi krisisdi Myanmar.
Terlebih lagi, muncul tuduhan bahwa sanksi Uni Eropa kerapdijatuhkan kepada pejabat 
Myanmar yang sama,
yang dinilaiakan mendapatkan legitimasi dari ASEAN, jika resolusiASEAN memung
kinkan junta Myanmar berkuasa hinggapemilu ulang dilaksanakan.
Sejauh ini desakan dijatuhkannya sanksi terhadap Myanmar Oil and Gas Enterprise
(MOGE), sebuah perusahaan miliknegara yang memiliki hubungan dekat dengan aset 
bisnismiliter menjadi salah satu yang
paling disorot. Total danChevron merupakan pemilik mayoritas Perusahaan Transport
asi Gas Moattama, perusahaan pipa yang mentransportasikan gas tersebut.
MOGE tercatat memiliki15% saham di sana.
Maung juga meminta UE untuk mendorong embargo senjataglobal terhadap Myanmar.
UE telah membekukan penjualandan transfer senjata ke negara itu, sementara PBB se
belumnyamemperkenalkan resolusi yang tidak mengikat untuk embargo senjata. Nam
un, blok ASEAN menentang resolusi PBB tersebut.
Nabila Massrali, Juru Bicara Uni Eropa untuk Urusan LuarNegeri dan Kebijakan Keama
nan, menggambarkan langkah-langkah yang diambil UE sebagai "pendekatan yang ko
mprehensif dan seimbang." Pada awal Mei, sebuah studiyang dilakukan oleh 10 kama
r dagang asing di
Myanmar menunjukkan bahwa 13% perusahaan yang disurvei telahmenghentikan akti
vitas bisnis di negara itu sejak kudeta, dansepertiga melaporkan setidaknya telah men
gurangi 75% aktivitas bisnis mereka
Hal-hal lain
yang juga membingungkan adalah UE meningkatkan sanksinya terhadap junta
Myanmar, tetapi di saat yang bersamaan, mempercayai blok ASEAN untukmencari so
lusi. Padahal ASEAN dinilai mungkin akanmemberikan legitimasi pada orang
yang sama dengan yang ditargetkan Brussel pada akhirnya.
Thailand, yang
mana partai dan perdana menterinya yang berkuasa melalui kudeta militer pada tahun 
2014 silam, mengatakan bahwa mereka khawatir junta
Myanmar tidakberpegang pada konsensus lima poin yang disepakati denganASEAN p
ada April lalu. Akhir pekan lalu, pengunjuk rasa pro-demokrasi di
Mandalay, kota terbesar kedua di
Myanmar, membakar bendera ASEAN untuk menunjukkan kemarahanmereka pada pr
oses mediasi yang sedang berlangsung denganjunta.
Jika Brussel mengikuti keputusan ASEAN
yang pada dasarnyamenerima junta sebagai pemerintah sah Myanmar, maka UE mung
kin harus mengakhiri sanksinya. Jika tidak, dan sanksitetap ada,
Brussel akan dianggap tidak setuju dengan resolusiASEAN.
 

Menteri Luar Negeri Jerman , Heiko Maas mengatakan, jumlah kematian demonstran di
Myanmar benar-benar sudahmelewati batas. Oleh karena itu, Uni Eropa (UE) akanme
njatuhkan sanksi baru yang lebih keras kepada junta militer.
Kelompok aktivis mengatakan, setidaknya 234
orang telahterbunuh sejak kudeta 1 Februari dimulai dan ribuan lainnyatelah ditahan.
Mass menuturkan, sanksi UE terhadap Myanmar akanmenargetkan orang-orang
yang bertanggung jawab ataskekerasan di jalanan dan tidak dimaksudkan untukmengh
ukum rakyat Myanmar. Sementara itu, KepalaKebijakan Luar Negeri UE, Kosep Borr
ell menuturkan, pihaknya akan menjatuhkan sanksi kepada 11 orang
yang terkait dengan kudeta 1 Februari.

Anda mungkin juga menyukai