Anda di halaman 1dari 38

CASE REPORT SESSION (CRS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A217116/ September 2018


**Pembimbing dr. N.P. Fitriani Siregar, Sp.PD

HIPERTIROID

Tanissa Rizky Alya, S.Ked*


dr. N.P. Fitriani Siregar, Sp.PD**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
LEMBAR PENGESAHAN

CASE REPORT SESSION (CRS)


“HIPERTIROID”

Oleh :
Tanissa Rizky Alya, S.ked
G1A217116

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018

Jambi, September 2018


Pembimbing

dr. N. P. Fitriani Siregar, Sp.PD

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report Session
(CRS) yang berjudul “Hipertiroid”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada dr. N. P. Fitriani Siregar, Sp.PD selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan ilmu selama tahap pendidikan Program Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi.
Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan, sehingga
diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang
membacanya. Semoga tugas ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.

Jambi, September 2018

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

Tirotoksikosis adalah keadaan klinik dengan berbagai etiologi, manifestasi dan


cara pengobatan, sebagai akibat tingginya kadar hormone tiroid yang beredar dan
efeknya terhadap jaringan. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang terjadi akibat
peningkatan sintesis hormon tiroid, pelepasan berlebihan hormon tiroid yang terbentuk
sebelumnya, atau sumber ekstrathyroidal endogen atau eksogen. Grave’s Disease adalah
salah satu bentuk penyakit hipertiroid yang berdasarkan suatu proses autoimun.
Hipertiroidisme dapat diobati dengan obat antitiroid (methimazole dan propylthiouracil),
ablasi yodium radioaktif kelenjar tiroid, atau bedah tiroidektomi. Pilihan pengobatan
tergantung pada diagnosis yang mendasari, kehadiran kontraindikasi untuk modalitas
pengobatan tertentu, tingkat keparahan hipertiroidisme, dan preferensi pasien.1
Di Amerika Serikat, penyakit Graves adalah bentuk paling umum dari hipertiroid.
Sekitar 60-80% kasus tirotoksikosis akibat penyakit Graves. Kejadian tahunan penyakit
Graves ditemukan menjadi 0,5 kasus per 1000 orang selama periode 20-tahun, dengan
terjadinya puncak pada orang berusia 20-40 tahun. Gondok multinodular (15-20% dari
tirotoksikosis) lebih banyak terjadi di daerah defisiensi yodium. Kebanyakan orang di
Amerika Serikat menerima yodium cukup, dan kejadian gondok multinodular kurang
dari kejadian di wilayah dunia dengan defisiensi yodium. Adenoma toksik merupakan
penyebab 3-5% kasus tirotoksikosis2
Prevalensi penyakit hipertiroid pada wanita adalah 0,5 – 2,0 % dan 10 kali lebih
sering pada wanita dibanding pria. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar RI tahun 2012
prevelensi penyakit hipertiroid di Indonesia adalah 0,6% pada wanita dan 0,2% pada
pria, dengan rincian pada usia 0,4% usia 15-24 tahun, 0,3% usia 25-34 tahun, dan 0,5%
usia diatas 35 tahun.3

4
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. Lilis Riani
Umur : 24 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : RT 01 Desa Teluk Raya
Pekerjaan : IRT
MRS : 1 September 2018
Pemeriksaan : 10 September 2018

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Dada berdebar-debar sejak 1 minggu SMRS memberat 3 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
 Pasien hari rawatan ke 9 di RSUD Raden Mattaher, datang dengan keluhan dada
berdebar-debar sejak 1 minggu SMRS. Keluhan semakin memberat sejak 3 hari
SMRS yang dirasakan terus menerus sepanjang hari. Keluhan disertai nyeri dada,
sesak nafas dan pasien mengeluh tangan sering gemetaran dan juga telapak tangan
sering berkeringat, susah tidur dan pasien lebih suka ditempat dingin. Selain itu
pasien mengeluh adanya lemas. Lemas dirasakan sepanjang hari serhingga pasien
hanya berbaring dan tidak melakukan aktivitasnya sehari-hari. Pasien juga
mengeluhkan adanya benjolan di leher yang semakin membesar. Disamping itu
nafsu makan pasien juga meningkat tetapi merasakan bajunya makin longgar dan
pasien sering merasa cemas.
 Pasien juga mengeluhkan BAB hitam (+) 3 hari SMRS. BAB hitam bergumpal.
Pasien mengeluhkan mual dan muntah (+). Muntah 1x sebanyak 1 sendok makan

5
berisi makanan berwarna kemerahan. Pasien juga mengeluhkan demam sejak 3
hari SMRS.
 Pasien sebelumnya pernah di diagnosis mengidap hipertiroid sekitar 1 tahun yll
dan mengkonsumsi obat PTU
 Setelah dirawat selama 9 hari di RS pasien telah mengalami perbaikan kondisi dan
dibolehkan pulang.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat keluhan serupa (+)


- Riwayat HT (-) DM (-)
- Pasien mengkonsumsi obat PTU sejak 1 tahun yll

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riwayat keluhan serupa (+) adik pasien juga mengalami hipertiroid


- Riwayat HT (-) DM (-)

Riwayat Pekerjaan dan Sosial :


- Pasien telah menikah dan memiliki 1 orang anak
- Pasien tidak bekerja dan sehari-hari beraktivitas sebagai IRT
- Sosial ekonomi rendah, pasien berobat menggunakan SKTM

2.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, GCS: 15
Vital Sign
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
HR : 72 x/menit, reguler, isi cukup
RR : 22 x/menit, Reguler
Suhu : 37,3 oC
SpO2: 96 %

6
Status Gizi
BB : 48 Kg TB : 152 cm
IMT : BB(kg)/TB2 (m)
: 20,8 kg/m2 (normoweight)
Kepala dan Leher
 Rambut : warna hitam, lurus, tidak mudah dicabut, distribusi merata
 Kepala : bentuk simetris, normocephal, deformitas (-)
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), edema palpebral (-/-),
pupil isokor, reflex cahaya (+/+), Exopthalmus (+/+)
 Hidung : deviasi septum (-), epistaksis (-), sekret (-)
 Mulut : bentuk normal, sianosis (-), bibir kering (-), pucat (-)
 Tenggorokan : faring dan tonsil hiperemis (-), Tonsil T1-T1
 Telinga : sekret minimal, liang telinga hiperemis (-/-), nyeri tekan tragus
(-/-) pendengaran dbn
 Leher : deviasi trakea (-) pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar
thyroid (+), tampak benjolan di thyroid bilateral, permukaan rata, konsistensi keras,
uk 3cm. bruit tiroid (+/+), JVP 5+2cmH2O
Thorax
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Teraba di ICS VI di linea axillaris anterior sinistra, luas 2 jari kuat angkat
Perkusi :
Batas Atas : ICS II Linea parasternal sinistra
Batas Kiri : ICS VI Linea axilaris anterior sinistra
Batas Kanan : ICS IV Linea parasternal dextra
Pinggang jantung : ICS III Linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I/II Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Pulmo

7
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, spider nevi (-), bekas
operasi (-), retraksi dinding dada (-),
Palpasi : Nyeri tekan (-), Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan dan kiri di semua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-) , Wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, Simetris, spider nervi (-), sikatriks (-), caput medusa (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar lien dan ginjal tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising Usus (+) normal

Punggung
Inspeksi : Simetris, bekas luka (-), massa (-)
Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, fremitus taktil kiri dan kanan
sama
Perkusi : Sonor kanan, kiri redup
Auskutasi : Vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Ekstremitas
Superior :
Dextra : akral hangat, CRT <2 Detik, edema (-/-), eritem (-), sianosis (-), jari tabuh (-),
tremor (-)
Sinistra : akral hangat, CRT <2 Detik, edema (-/-), eritem (-), sianosis (-), jari tabuh (-),
tremor (-)
Inferior :
Dextra : akral hangat, CRT <2 Detik, edem (-), eritem (-), nyeri tekan gastrocnemius
(-)
Sinistra: akral hangat, CRT <2 Detik, edem (-), eritem (-), nyeri tekan gastrocnemius
(-)

8
2.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Rutin

Jenis 1/9/ 5/9/ 6/9/ 10/9 Normal


Pemeriksaan 2018 2018 2018 2018
WBC 6,41 3,03 2,25 5,41 (4-10,0 103/mm3)
RBC 0,88 2,57 2,34 4,18 (3,5-5,5 106/mm3)
HGB 1,9 6,6 6 11,6 (11,0-16 g/dl)
HCT 6,3 19,5 17,7 33,3 (35,0-50,0 %)
PLT 9 44 32 48 (100-300 103/mm3)
MCV 72,1 75,7 75,5 79,6 (80-100 fl)
MCH 21,6 25,7 25,6 27,8 (27-34 pg)
MCHC 302 338 339 348 (320-360g/dl)

b. Elektrolit

Parameter 2/8/2018 Harga Normal


Natrium (Na) 140,02 (135-148)
Kalium (K) 3,78 (3.5-5.3)
Chlorida (Cl) 104,15 (98-110)
Calcium (Ca+) 1,25 (1.19-1.23)
c. Kimia Darah
Parameter 1/9/ 3/9/ Harga Normal
2018 2018
FAAL HATI
SGOT 64 <40
SGPT 82 <41
Protein total 6,4 – 8,4
Albumin 2,6 3,5 – 5,0
Globulin 3,0 – 3,6
FAAL GINJAL
Ureum 45 15-39 mg/dl
Kreatinin 0,7 L: 0,9-1.3; P: 0,6-1,1 mg/dl

9
d. Gula darah sewaktu (1/9/1018) : 139 mg/dl
e. RO Thorax: Kesan “Cardiomegali + Bronkopneumonia”
f. USG abdomen: Kesan “Hepatomegali”
g. ECHO: LVH konsentrik, Good LV & RV systolic function

2.5 Diagnosis Kerja


- Primer : Hipertiroid (perbaikan)
- Sekunder : Bisitopenia e.c anemia aplastik
2.6 Diagnosis Differential
- Grave’s Disease
- Struma nodosa toksik
2.7 Tatalaksana
Non-farmakologis
- Tirah baring
- Edukasi pasien
Farmakologis
- IVFD RL 10 gtt
- O2 2-3 L
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Inj. Metilprednison 125mg/12 jam
- Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam
- Transfusi Trombosit 10 kantong
- Transfusi PRC sampai hb> 10 g/dl (premed: inj. Lasix ½ amp, inj. Dexa)
- Propanolol 3x10 mg
- PTU 3x100
2.8 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Kelenjar Tiroid


3.1.1. Anatomi
Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan fascia
prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh darah
besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga
sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada
permukaan belakang.4
Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin
trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea
sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah
kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di
leher berhubungan dengan kelenjar tyroid atau tidak.4

Kelenjar tiroid terdiri dari folikel-folikel tertutup yang berisi koloid. Koloid ini
memiliki diameter antar 100-300 mikrometer yang dipenuhi oleh bahan sektretorik dan
dibatasi oleh epitel kuboid berguna untuk mengeluarkan hormonnya ke bagian folikel
tersebut. Unsur utama dari koloid adalah glikoprotein tiroglobulin besar, yang
mengandung hormon tiroid di dalam molekul-molekulnya. Begitu hormon yang

11
disekresikan sudah masuk ke dalam folikel, hormon tersebut harus diabsorbsi kembali
melalui epitel folikel ke dalam darah sebelum dapat berfungsi dalam tubuh.5
Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. Tiroidea Superior (cabang dari a.
Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel lymfoid
diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal
dari pleksus perifolikular.1 Terdapat dua macam saraf yang mensarafi laring dengan pita
suara (plica vocalis) yaitu nervus rekurens dan cabang dari nervus laringeus superior.4
Nodus Lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis yang
kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nl. Pretrakhealis dan
nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung
ke duktus thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan.2

3.1.2 Fisiologi
Sel folikel menghasilkan dua hormone yang mengandung iodium yang berasal dari
asam amino tirosin, yaitu tetraiodotironin (T4 atau tiroksin) dan triiodotironin (T3).
Kedua hormone, yang secara kolektif disebut hormone tiroid, adalah regulator penting
laju metabolic basal (BMR) keseluruhan.6
Iodium nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon
tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang
sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan
disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan
dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian
mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin
pengikat tiroid Thyroid Binding Globulin (TBG) atau prealbumin pengikat albumin
Thyroxine Binding Prealbumine (TBPA). Hormon stimulator tiroid Thyroid Stimulating
Hormone (TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar
tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai
umpan balik negatif sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi.
Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikular yang menghasilkan kalsitonin
yang berfungsi untuk mengatur metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium
serum terhadap tulang.4
12
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid yaitu
Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior hipofisis.
Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktifitasnya oleh kadar hormon tiroid
dalam sirkulasi yang bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap lobus anterior
hipofisis dan terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin yaitu Thyrotropin Releasing
Hormone (TRH) dari hipotalamus.5

Fisiologi pembentukan hormon tiroid


Bahan dasar untuk sintesis hormone tiroid adalah tirosin dan iodium. Tirosin, suatu
asam amino, dibentuk dalam jumlah memadai oleh tubuh sehingga bukan zat essensial
dalam makanan. Sebaliknya, iodium yang dibutuhkan untuk sintesis hormone tiroid harus
diperoleh dari makanan. Pembentukan, penyempitan, dan sekresi hormone tiroid
melibatkan langkah-langkah tersebut:5

Gambar 3.1 Sintesis hormone tiroid

13
 Semua tahap pembentukan hormone tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin di
dalam koloid. Tiroglobulin diproduksi oleh kompleks golgi / reticulum endoplasma sel
folikel tiroid. Asam amino tirosin masuk ke dalam molekul tiroglobulin. Setelah
terbentuk, tiroglobulin yang sudah mengandung tirosin di ekspor dari sel folikel ke
dalam koloid melalui proses eksositosis.
 Tiroid smenangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam koloid melalui
pompa iodium. Hampir semua iodium di tubuh dipindahkan melawan gradien
konsentrasi untuk disimpan di tiroid untuk membentuk hormone tiroid. Iodium tidak
memiliki fungsi lain di tubuh.
 Di dalam koloid, iodium cepat dilekatkan ke tirosin di dalam molekul tiroglobulin.
Perlekatan satu iodium ke tirosin menghasilkan monoiodotirosin (MIT). Perlekatan
dua iodium ke tirosin menghasilkan diiodotirosin (DIT).
 Kemudian, terjadi proses penggabungan antara molekul-molekul tirosin yang telah
beriodium untuk membentuk hormone tiroid. Penggabungan MIT dengan satu DIT
akan menghasilkan triiodotironin (T3). Penggabungan dua DIT menghasilkan
tetraiodotironin (T4 atau tiroksin). Antara dua molekul MIT tidak terjadi
penggabungan.

Semua produk ini tetap melekat ke tiroglobulin. Hormone tiroid tetap tersimpan
dalam bentuk ini di koloid sampai terurai dan disekresikan. Jumlah hormone tiroid yang
tersimpan umumnya dapat memenuhi kebutuhan tubuh untuk beberapa bulan.
Pada perangsangan yang sesuai, sel folikel tiroid menelan sebagian dari koloid yang
mengandung tiroglobulin melalui proses fagositosis. Lisosom menyerang vesikel yang
ditelah tersebut dan memisahkan produk-produk beriodium tiroglobulin. Hormone tiroid
karena sangat lipofilik, mudah melewati membrane luar sel folikel dan masuk ke dalam
sirkulasi. MIT dan DIT mengalami deiodinasi, dan iodium yang bebas didaur ulang untuk
membentuk hormone baru. Setelah hormone tiroid dikeluarkan ke dalam sirkulasi,
molekul-molekul hormone tiroid yang sangat lipofilik berikatan dengan protein plasma.
Sebagian besar T3 dan T4 diangkut oleh thyroxine-binding globulin, yang secara selektif
berikatan hanya dengan hormone tiroid. Kurang dari 0.1% T4 dan kurang dari 1% T3

14
tetap berada dalam bentuk bebas (tak terikat). Hanya bentuk bebas dari keseluruhan
hormone tiroid yang memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan menimbulkan efek.6

3.1.3 Pengaturan sekresi hormon tiroid


Untuk menjaga agar tingkat aktivitas metabolisme dalam tubuh tetap normal,
maka hormon tiroid harus disekresikan dengan tepat pada setiap saat. Agar hal ini dapat
tercapai ada mekanisme umpan balik spesifik yang bekerja melalui hipotalamus dan
kelenjar hipofisis anterior untuk mengatur kecepatan sekresi tiroid. Mekanismenya
sebagai berikut:

Gambar 3.2 Mekanisme regulasi hormon tiroid

15
TSH atau dikenal sebagai tirotropin yang merupakan hormon kelenjar hipofisis
anterior adalah suatu glikoprotein yang berguna untuk meningkatkan sekresi tiroksin dan
triiodotironin oleh kelenjar tiroid. Efeknya pada kelenjar tiroid antara lain:
meningkatkan proteolisis tiroglobulin, meningkatkan aktivitas pompa iodium,
meningkatkan iodinasi tirosin, meningkatkan ukuran dan aktivitas sekretorik sel-sel
tiroid serta meningkatkan jumlah sel-sel tiroid.5
Sekresi TSH oleh hipofisis antreior diatur oleh satu hormon hipotalamus yakni
Hormon Pelepas Tirotropin (TRH). TRH secara langsung mempengaruhi sel-sel kelenjar
hipofisi anterior untuk meningkatkan pengeluaran TSH. Bila darah sistem porta yang
dimulai dari hipotalamus ke kelenjar hipofisis anterior seluruhnya dihambat, maka
kecepatan sekresi TSH oleh kelenjar hipofisis anterior akan sangat menurun namun tidak
sampai nol.5
Meningkatnya hormon tiroid di dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi TSH
oleh hipofisis anterior. Mekanisme umpan balik ini dipakai untuk menjaga agar
konsentrasi hormon tiroid bebas dalam sirkulasi darah tetap berada pada konsentrasi
yang hampir normal.5
Satu-satunya faktor yang diketahui yang meningkatkan sekresi TRH (dan,
karenanya, TSH dan sekresi hormon tiroid) adalah paparan dingin pada bayi baru lahir,
mekanisme yang sangat adaptif. Peningkatan dramatis dalam sekresi hormon tiroid yang
menghasilkan panas membantu menjaga suhu tubuh selama penurunan tiba-tiba suhu di
sekitarnya saat bayi melewati tubuh hangat ibu ke udara lingkungan yang lebih dingin.
Respon TSH akut yang sama terhadap paparan dingin tidak terjadi pada orang dewasa.
Berbagai jenis stres, termasuk stres fisik, kelaparan, dan infeksi, menghambat TSH
dan sekresi hormon tiroid, mungkin melalui pengaruh saraf pada hipotalamus5,6

3.1.4 Efek hormon tiroid pada tubuh


 Hormon tiroid meningkatkan transkripsi sejumlah besar gen, efek yang umum dari
hormon ini adalah untuk mengaktifkan transkripsi inti sejumlah besar gen. Oleh
karena itu sesungguhnya di semua sel tubuh, sejumlah besar enzim protein, protein
struktural, protein transpor, dan zat lainnya akan disintesis. Hasil akhirnya adalah
peningkatan menyeluruh aktivitas fungsional diseluruh tubuh.5
16
 Hormon tiroid meingkatkan aktivitas metabolik selular hampir diseluruh jaringan
tubuh. Kecepatan metabolisme basal meningkat sampai setinggi 60 sampai 100
persen diatas nilai normal. Kecepatan penggunaan makanan sebagai energi juga
sangat meningkat. Pada orang muda kecepatan pertumbuhan sangat dipercepat.
Proses mental menjadi tereksitasi dan aktivitas kelenjar endokrin lainnya ikut
meningkat.5
 Efek pada mekanisme tubuh yang spesifik, antara lain sebagai berikut:

Gambar 3.3 Efek hormone tiroid pada jaringan tubuh

3.2 Hipertiroid
3.2.1 Definisi
Hipertiroidisme ditandai dengan tingginya kadar serum tiroksin (T4), tingkat
serum triiodothyronine (T3) yang tinggi, atau keduanya, dan rendahnya tingkat hormon
perangsang tiroid (TSH, juga dikenal sebagai tirotropin). Hipertiroidisme subklinis

17
ditandai oleh penurunan kadar TSH (kurang dari 0,1 mU / L) tetapi dengan tingkat T4
dan T3 dalam kisaran normal (total T4: 60-140 nmol / L; total T3: 1,0-2,5 nmol / L,
tergantung pada jenis pengujian). Istilah hipertiroidisme dan tirotoksikosis sering
digunakan secara sinonim; Namun, mereka merujuk pada kondisi yang sedikit berbeda.
Hipertiroidisme mengacu pada aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan yang
menyebabkan produksi berlebihan hormon tiroid. Tirotoksikosis merujuk pada efek
klinis hormon tiroid yang tidak terikat, apakah kelenjar tiroid merupakan sumber utama
atau tidak. Hipertiroidisme dapat disebabkan oleh penyakit Graves (kelenjar tiroid yang
membesar secara difus pada palpasi, ophthalmopathy, dan dermopathy), goitre
multinodular toksik (tirotoksikosis dan peningkatan serapan radioiodine dengan goitre
multinodular pada palpasi), atau adenoma beracun (neoplasma tiroid hyperfunctioning
jinak yang muncul sebagai soliter nodul tiroid).7
Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidisme.
Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis kelebihan hormone tiroid yang beredar dalam
sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang disebabkan oleh kelenjar tiroid
yang hiperaktif. Namun manifestasinya sama, hal ini disebabkan oleh ikatan T3 dengan
reseptor T3-inti semakin penuh.8
Selain itu, penting juga untuk mengetahui definisi krisis hipertiroid. Krisis
hipertiroid adalah tirotoksikosis yang amat membahayakan. Pada keadaan ini dijumpai
dekompensasi satu atau lebih system organ.9

3.2.2 Epidemiologi
Prevalensi hipertiroidisme yang nyata berkisar dari 0,2% hingga 1,3% pada daerah
yang mengonsumsi cukup yodium di dunia. Pada tahun 1977, studi Whickham Inggris
melaporkan bahwa kejadian hipertiroidisme diperkirakan antara 100 dan 200 kasus per
100.000 per tahun dengan prevalensi 2,7% pada wanita dan 0,23% pada pria, mengambil
memperhitungkan kasus yang sudah mapan dan mungkin. Angka-angka ini jauh lebih
tinggi daripada data retrospektif sebelumnya dari Amerika Serikat, yang melaporkan
kejadian 30 kasus per 100.000 per tahun untuk penyakit Graves pada periode 1935–
1967. Follow-up 20 tahun dari kelompok Whickham menunjukkan insiden 80 kasus
yang terus-menerus per 100.000 wanita per tahun. National Health and Nutrition

18
Examination Survey (NHANES III) 2002 di Amerika Serikat, hipertiroidisme yang nyata
terdeteksi pada 0,5% populasi umum sementara 0,7% populasi umum mengalami
hipertiroidisme subklinis dengan prevalensi keseluruhan 1,3%. Studi dari beberapa
negara lain, termasuk Swedia, Denmark, Norwegia dan Jepang, semuanya telah
melaporkan kejadian yang sebanding dan tingkat prevalensi. Studi meta analisis Eropa
memperkirakan tingkat prevalensi rata-rata 0,75% untuk pria dan wanita digabungkan
dan tingkat kejadian 51 kasus per 100.000 per tahun.10
Penyakit Graves (GD) menetap sebagai etiologi hipertiroidisme yang paling sering
ditemui yang menyebabkan sekitar 60-80% dari semua kasus tirotoksikosis di seluruh
dunia. Hal ini juga lebih sering ditemukan pada wanita dengan rasio perempuan-laki-laki
8: 1 dan tampaknya bermanifestasi pada dekade ketiga dan keempat kehidupan.3

3.2.3 Etiologi
Hipertiroidisme ditandai oleh tingginya kadar serum tiroksin dan triiodothyronine,
dan rendahnya kadar TSH. Tirotoksikosis adalah efek klinis kadar hormon tiroid yang
tinggi, apakah kelenjar tiroid merupakan sumber utama atau tidak. Penyebab utama
hipertiroidisme adalah penyakit Graves, goitre multinodular beracun, dan adenoma
beracun. Sekitar 20 kali lebih banyak wanita daripada pria memiliki hipertiroidisme.7
Penyebab endogen yang umum dari hipertiroidisme adalah penyakit Graves, goiter
multinodular beracun, adenoma beracun, dan tiroiditis yang tidak nyeri. Penyakit
Graves, penyebab paling umum hipertiroidisme di Amerika Serikat, adalah gangguan
autoimun di mana antibodi menstimulasi tiroid mengaktivasi reseptor thyroid
stimulating hormone (TSH), yang memicu sintesis hormon tiroid. Faktor risiko untuk
penyakit Graves termasuk jenis kelamin perempuan dan riwayat pribadi atau keluarga
dari gangguan autoimun.1

19
Gambar 3.4 Etiologi dan patogenesis dari hipertiroid

3.2.4 Patofisiologi
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada
kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali
dari ukuran normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel
folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali
dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan
sekresinya beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal.5
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang
“menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang
disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor

20
membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan – bahan tersebut
merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme.
Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi
TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar
tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu
jam. Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga
menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.5
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga
diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid
membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk
akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme
tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini,
terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan
sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini
menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik,
sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi atau
diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler.
Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah
jaringan periorbital dan otot-otot  ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar.5

21
Gambar 3.5 Patofisiologi hipertiroid
3.2.5 Manifestasi klinis
Tanda-tanda dan gejala hipertiroidisme beragam dan sebagian besar ditentukan
oleh usia subjek dan adanya gangguan organ sebelumnya. Pasien muda biasanya
mengeluhkan gejala saraf simpatik yang berlebihan, seperti kecemasan, hiperaktif, dan
tremor, sedangkan lansia umumnya mengeluhkan gejala kardiovaskular (kardiomiopati,
aritmia) dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan.1

22
Gambar 3.6 Tanda dan gejala hipertiroid

Tanda-tanda yang bersifat patognomonik untuk penyakit Graves termasuk


orbitopathy, myxedema pretibial (tiroid tiroid), dan acropachy thyroid, yang terjadi pada
25%, 1,5%, dan 0,3% pasien, masing-masing. Goiters yang berkembang pada penyakit
Graves biasanya halus dan mungkin memiliki sensasi pada palpasi atau bruit pada
auskultasi. Nodul tunggal atau multipel pada palpasi meningkatkan kecurigaan untuk
adenoma beracun atau gondok multinodular beracun, meskipun nodul tiroid yang tidak
berfungsi dapat hidup berdampingan dengan gondok pada penyakit Graves.1
Graves orbitopathy bermanifestasi sebagai exophthalmos atau edema periorbital,
dan dapat memicu fotofobia, lakrimasi yang berlebihan, peningkatan sensitivitas mata

23
terhadap angin atau asap, atau sensasi benda asing di mata. Dalam kasus yang parah,
penglihatan kabur, diplopia, atau persepsi warna yang berkurang dapat berkembang. 16
Merokok meningkatkan risiko mengembangkan orbitopathy Graves.
Myxedema pretibial, temuan yang kurang umum, berkembang dari aktivasi
fibroblast dan bermanifestasi sebagai pembengkakan atas tibia dengan kulit dengan
asumsi peau d'orange (kulit jeruk) appearance.18 acropachy tiroid, tanda yang tidak
umum, adalah clubbing jari tangan dan kaki dengan pembengkakan jaringan lunak pada
tangan dan kaki. Manifestasi kulit lain dari penyakit Graves termasuk hiperpigmentasi
tambal sulam dan vitiligo.1

3.2.6 Diagnosis
Diagnosis hipertiroidisme ditegakkan oleh peningkatan serum total atau kadar
hormon T4 atau T3 bebas, penurunan kadar TSH, dan serapan radioiodin yang tinggi di
kelenjar tiroid bersama dengan fitur tirotoksikosis. Gejala yang umum adalah iritabilitas,
intoleransi panas dan keringat berlebih, palpitasi, penurunan berat badan dengan
peningkatan nafsu makan, peningkatan frekuensi usus, dan oligomenorrhoea. Orang
dengan hipertiroidisme juga sering memiliki takikardia, tremor halus, kulit hangat dan
lembab, kelemahan otot, dan kelopak mata atau kelambanan kelopak mata.7
Kecurigaan klinis hipertiroidisme harus segera dilakukan pengujian laboratorium.
Beberapa dokter terlebih dahulu memesan tes TSH, yang memiliki sensitivitas dan
spesifisitas tertinggi untuk hipertiroidisme, dan kemudian memperoleh kadar tiroksin
bebas (T4) dan total triiodothyronine (T3) (tes T3 bebas tidak divalidasi dengan baik)
jika tingkat TSH rendah. Yang lain lebih suka memesan ketiga tes jika hipertiroidisme
dicurigai membuat diagnosis lebih efisien. Banyak laboratorium melakukan pengujian
T4 bebas refleks jika TSH ditekan. Tabel 3 daftar pola tes fungsi tiroid di
hipertiroidisme. Tingkat serum imunoglobulin menstimulasi tiroid atau antibodi reseptor
TSH membantu membedakan penyakit Graves dari penyebab lain hipertiroidisme pada
pasien yang tidak memiliki tanda patognomonik penyakit Graves dan memiliki
kontraindikasi terhadap pengambilan dan pemindaian iodin radioaktif.1

24
Gambar 3.7 Alur diagnosis pasien hipertiroid10
Bila tak dapat menentukan TSHs, dapat dengan indeks wayne/new castle.
Tabel 3.1 Indeks Wayne

No Gejala yang timbul dan atau bertambah Nilai


berat
1 Sesak nafas saat aktivitas +1
2 Berdebar +2
3 Mudah lelah +2
4 Senang hawa panas -5
5 Senang hawa dingin +5
6 Keringat berlebihan +3
7 Gugup +2
25
8 Nafsu makan meningkat +3
9 Nafsu makan menurun -3
10 Berat badan naik -3
11 Berat badan menurun +3
No Tanda Ada Tidak
1 Kelenjar tiroid teraba +3 -3
2 Bising kelenjar tiroid +2 -2
3 Exoptalmus +2 -
4 Kelopak mata ketinggalan gerak +1 -
5 Hiperkinetik +4 -2
6 Tremor pada jari +1 -
7 Telapak tangan panas +2 -2
8 Telapak tangan basah +1 -1
9 Atrial fibrilasi +4 -
10 Nadi teratur
<80 x/i - -3
80-90 x/i - -
>90x/i +3 -
Interpretasi Indeks Wayne :
 < 11= eutiroid
 11-18 = normal
 >19 = hipertiroid
Tabel 3.2 New Castle Index
Item Grade Score

Age of onset (year) 15-24 0

25-34 +4

35-44 +8

45-54 +12

>55 +16

Psychological precipitant Present -5

Absent 0

Frequent cheking Present -3

Absent 0

26
Severe anticipatory anxiety Present -3

Absent 0

Increased appetite Present +5

Absent 0

Goiter Present +3

Absent 0

Thyroid bruit Present +18

Absent 0

Exophthalmos Present +9

Absent 0

Lid retraction Present +2

Absent 0

Hyperkinesis Present +4

Absent 0

Fine finger tremor Present +7

Absent 0

Pulse rate > 90/min +16


80-90 > +8
min 0
< 80/min

3.2.7 Tatalaksana2,3,12
Manajemen hipertiroidisme melibatkan 3 aspek yang saling terkait:
1. Penghambatan sintesis hormon tiroid dan sekresi (ATD)
2. Penghancuran atau pengurangan massa jaringan tiroid (terapi yodium radioaktif
atau operasi)
3. Meminimalkan efek hormon tiroid pada jaringan perifer (terapi beta-blocker)
Blokade beta-adrenergik direkomendasikan pada semua pasien dengan
tirotoksikosis simtomatik, terutama pasien usia lanjut dan pasien tirotoksik
dengan denyut jantung istirahat lebih dari 90 denyut per menit atau disertai
penyakit kardiovaskular.

27
Pengambilan keputusan yang bijaksana dalam memilih terapi yang paling sesuai
tergantung pada beberapa faktor, seperti tingkat keparahan hipertiroidisme, usia, ukuran
struma dan adanya komorbiditas.
Manajemen spesifik untuk Penyakit Graves Ada 3 modalitas pengobatan yang
dapat digunakan: obat antitiroid (ATD), terapi yodium radioaktif dan tiroidektomi.
Terapi ATD disarankan pada pasien GD dengan kondisi sebagai berikut:
a. Pasien dengan kemungkinan remisi tinggi (pasien, terutama wanita, dengan
penyakit ringan, gondok kecil, dan TRAb titer negatif atau rendah)
b. Lansia atau orang lain dengan komorbiditas meningkatkan risiko bedah atau
dengan harapan hidup yang terbatas
c. Individu di panti jompo atau fasilitas perawatan lain yang mungkin memiliki
umur panjang terbatas dan tidak dapat mengikuti peraturan keselamatan radiasi
d. Pasien dengan leher yang sebelumnya dioperasi atau diradiasi
e. Ophthalmopathy Graves moderat-ke-berat aktif (GO)
Terapi radioaktif yodium sangat disarankan pada pasien GD dengan kondisi klinis
sebagai berikut:
a. Wanita yang merencanakan kehamilan di masa depan (dalam lebih dari 4-6
bulan setelah terapi radioiodine, asalkan kadar hormon tiroid normal),
b. Individu dengan komorbiditas meningkatkan risiko bedah
c. Pasien dengan leher yang sebelumnya diiradiasi atau diiradiasi secara eksternal,
atau kurangnya akses ke dokter bedah tiroid volume tinggi d. Kontraindikasi
penggunaan ATD.
Prosedur bedah direkomendasikan pada pasien dengan GD dengan kondisi sebagai
berikut:
a. Kompresi simtomatik atau gondok besar (≥80 g)
b. Penggunaan yodium radioaktif yang relatif rendah
c. Ketika keganasan tiroid didokumentasikan atau dicurigai (misalnya, sitologi
yang mencurigakan atau tidak tentu);
d. Nodul nonfungsi, photopenic atau hypofunctioning yang besar
e. Coexisting hyperparathyroidism yang membutuhkan pembedahan

28
f. Wanita yang merencanakan kehamilan dalam waktu <4-6 bulan (yaitu, sebelum
kadar hormon tiroid akan normal jika yodium radioaktif dipilih sebagai terapi),
terutama jika kadar TRAb sangat tinggi g. Pasien dengan GO aktif sedang
hingga berat
1. Beta blocker
 Mekanisme kerjanya adalah dengan menginhibisi efek adrenergic.
 Indikasi penggunaan ialah untuk mengontrol symptoms, merupakan terapi pilihan
pada tiroiditis, merupakan 1st line terapi sebelum tindakan pembedahan, iodine
radioaktif, dan obat anti tiroid, serta dapat digunakan sebagai terapi jangka pendek
dalam kehamilan.
 Kontraindikasi dan komplikasi: amati penggunaan pada pasien lansia dan pasien
dengan riwayat penyakit jantung, PPOK, atau asma.
Tabel 3.3 Pilihan obat beta-blocker untuk pasien hipertiroid

2. Obat anti tiroid / Anti-Thyroid Drug ATD


Ada 2 kelas ATD yang tersedia: thiouracil (propylthiouracil (PTU)) dan imidazole
(methimazole (MMI), carbimazole dan thiamazole).
Dosis awal PTU tinggi, dimulai dengan 100-200 mg tiga kali sehari, tergantung
pada tingkat keparahan hipertiroidisme. Ketika temuan klinis dan tes fungsi tiroid

29
kembali normal, pengurangan ke dosis PTU perawatan 50 mg dua atau tiga kali sehari,
bahkan sekali sehari biasanya dimungkinkan sebagai dosis pemeliharaan.
Seperti PTU, pada awal terapi MMI, dosis yang lebih tinggi disarankan (10-20 mg
setiap hari) untuk mengembalikan euthyroidism, setelah itu dosis dapat dititrasi ke
tingkat pemeliharaan (umumnya 5-10 mg setiap hari). MMI memiliki manfaat
administrasi satu hari dan mengurangi risiko efek samping utama dibandingkan dengan
PTU.
Penilaian serum T4 bebas harus diperoleh sekitar 4 minggu setelah memulai terapi,
sampai tingkat euthyroid dicapai dengan dosis minimal obat. Setelah pasien
mengalami eutiroid, pengujian biokimia dan evaluasi klinis dapat dilakukan dengan
interval 2–3 bulan
3. Terapi yodium radioaktif
Pasien dengan GD yang berisiko tinggi mengalami komplikasi karena
perburukan hipertiroidisme (yaitu, mereka yang sangat simtomatik atau memiliki
perkiraan T4 bebas 2-3 kali dari batas atas normal) harus diobati dengan blokade beta-
adrenergik dan / atau ATD sebelum terapi yodium radioaktif.
Jika diberikan sebagai pretreatment, MMI harus dihentikan 3-5 hari sebelum
pemberian yodium radioaktif, dimulai kembali 3-7 hari kemudian, dapat di tapering off
selama 4-6 minggu saat fungsi tiroid normal.
Tindak lanjut dalam 1-3 bulan pertama setelah terapi yodium radioaktif untuk GD
harus mencakup penilaian T4 bebas dan total T3. Jika setelah 3 bulan follow-up,
pasien tetap tirotoksik, dosis kedua terapi iodin radioaktif harus dipertimbangkan.
Hipotiroidisme transien mengikuti terapi yodium radioaktif jarang dapat terjadi selama
6 bulan setelah terapi yodium, dengan pemulihan fungsi tiroid yang lengkap
berikutnya. Oleh karena itu, hipotiroidisme yang terjadi selama 6 bulan pertama tidak
memerlukan terapi pengganti hormon tiroid.
4. Terapi pembedahan
Kapanpun memungkinkan, pasien dengan GD menjalani tiroidektomi harus dalam
keadaan euthyroid. Dalam keadaan, tertentu, ketika tidak mungkin untuk membuat
pasien dengan GD euthyroid sebelum tiroidektomi, kebutuhan untuk tiroidektomi
sangat mendesak, atau ketika pasien alergi terhadap obat antitiroid, pasien harus
30
diberikan terapi secara adekuat dengan beta-blokade dan kalium iodida. Pada periode
pra operasi.
Komplikasi bedah setelah tiroidektomi pada pasien GD relatif langka, yaitu,
hipoparatiroidisme dan kelumpuhan pita suara. Peningkatan hasil pasien, khususnya
tingkat komplikasi, telah terbukti secara independen terkait dengan volume bedah
tiroidektomi yang tinggi.
Tabel 3.4 Perbandingan cara pengobatan penyakit hipertiroid

3.2.8 Prognosis
Tingkat remisi di kalangan orang dewasa lebih tinggi daripada anak-anak. ATD
dapat menyebabkan remisi permanen dalam 30-50% kasus. Jika kambuh terjadi pada
pasien GD yang diobati dengan ATD, maka terapi destruktif lebih mungkin menjadi
pilihan yang lebih tepat. Setelah 12-18 bulan pemberian ATD, sekitar lebih dari 50%
pasien akan mengalami kekambuhan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa tingkat
TSH-R Ab yang tinggi sebelum penghentian terapi diduga terkait dengan tingkat relaps
yang tinggi.
Rasio T3 / T4 lebih dari 20 terkait dengan lebih dari 80% risiko kambuh. Tingkat
TSH rendah 4 minggu setelah penghentian ATD telah berkorelasi dengan kejadian

31
kekambuhan pada 70% kasus. Ada korelasi antara volume tiroid dan aliran darah, di
mana temuan ini memperkuat korelasi yang diketahui sebelumnya antara struma besar
dan risiko tinggi untuk kambuh. Aliran darah arteri tiroid superior juga telah dikenal
sebagai salah satu prediktor risiko kambuh.
Semua pasien harus dipantau secara ketat untuk kejadian kambuh setelah
penghentian ATD. Sekitar 75% kejadian kambuh terjadi dalam 3 bulan pertama setelah
penghentian. Jika kambuh terjadi, administrasi ATDs lebih lanjut dalam jangka waktu
yang lebih lama harus diresepkan atau terapi destruktif kemungkinan akan
dipertimbangkan.

3.2.9 Hipertiroid pada kehamilan


Hipertiroidisme pada kehamilan Pasien dengan GD memerlukan pengobatan yang
cepat dengan ATD dan harus sering memantau tanda-tanda hiper dan hipotiroidisme
janin dan ibu. ATD sekarang dianggap sebagai terapi utama untuk hipertiroid selama
kehamilan untuk membantu mencegah komplikasi perinatal.
Diagnosis
Gambaran klinis yang mungkin menunjukkan adanya hipertiroidisme yang
signifikan adalah tidak adanya penambahan berat badan, intoleransi jantung, keringat
berlebih, dan takikardia, di luar itu biasanya terkait dengan kehamilan. Oleh karena itu,
indeks diagnosis klinis seperti indeks Wayne tidak tepat untuk digunakan untuk
mendiagnosis hipertiroidisme pada kehamilan. Kita harus menyadari tirotoksikosis pada
kehamilan molar ketika denyut nadi> 100 bpm dan / atau ketika fundus uterus lebih
besar dari 20 minggu kehamilan
Diagnosis hipertiroidisme pada kehamilan harus dilakukan dengan menggunakan
nilai TSH serum, dan total T4 dan T3 (dengan kisaran total T4 dan T3 yang disesuaikan
pada 1,5 kali dari rentang tidak hamil) atau T4 bebas dan estimasi T3 bebas (dengan
referensi normal trimester-spesifik rentang).

Dalam trimester pertama serum TSH mungkin tersupresi secara sementara (<0,2
μU / L), pada saat tingkat puncak hCG dan ini harus dipertimbangkan dalam membuat
diagnosis. T4 bebas adalah parameter yang paling erat hubungannya dengan outcome

32
fetal yang baik. TSH serum masih dapat tersupresi pada pasien ini dan tidak boleh
digunakan sebagai panduan tunggal dalam pengobatan, meskipun normalisasi TSH ibu
selama terapi ATD mungkin menunjukkan kebutuhan untuk mengurangi dosis ATD.
Komplikasi
Pasien dengan gangguan ini harus dirawat di pusat dengan keahlian khusus di area
ini. Komplikasi maternal adalah keguguran, hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan,
kelahiran prematur, gagal jantung kongestif, badai tiroid dan abrupsi plasenta.
Komplikasi janin adalah berat lahir rendah, prematuritas, kecil untuk usia kehamilan,
pembatasan pertumbuhan intrauterin, lahir mati dan disfungsi tiroid.
Pengelolaan
Perawatan hipertiroid yang efektif selama kehamilan diperlukan untuk mencegah
komplikasi ibu, janin, dan neonatal. ATDs tetap merupakan pilihan perawatan untuk
hipertiroid selama kehamilan. Tujuannya adalah untuk menggunakan dosis terendah
obat antitiroid yang diperlukan untuk mempertahankan T4 bebas di tingkat sepertiga atas
rentang referensi atau tepat di atas kisaran normal. Supresi thyrotropin sementara yang
dimediasi hCG pada awal kehamilan tidak boleh diobati dengan terapi obat antitiroid.
Terapi obat antitiroid
Propylthiouracyl dan methimazole harus digunakan untuk hipertiroidisme karena
GD yang membutuhkan perawatan selama kehamilan. Propylthiouracil harus digunakan
ketika terapi obat antithyroid dimulai selama trimester pertama. Methimazole harus
digunakan ketika terapi obat antitiroid dimulai setelah trimester pertama.
Dosis awal PTU yang direkomendasikan adalah 100 hingga 450 mg setiap hari,
tergantung pada gejala dan hasil tes fungsi tiroid. Total dosis dibagi menjadi 3 dosis
harian. Methimazole dapat dimulai pada 10 hingga 20 mg sehari dalam 1 dosis.
Dosis ATD harus dijaga serendah mungkin. Terapi block-replacement yang terdiri
dari ATD plus levothyroxine tidak boleh digunakan dalam kehamilan. Jika seorang
wanita yang menerima terapi tersebut menjadi hamil, terapi harus diubah menjadi ATD
saja.
ß-Adrenergic blocker, seperti propranolol, 10 hingga 40 mg setiap 4 hingga 6 jam,
atau atenolol, 25 hingga 50 mg setiap hari, juga direkomendasikan untuk pengobatan

33
gejala hiperadrenergik yang ada pada hipertiroidisme, tetapi harus dihentikan setelah
gejala hilang atau dalam beberapa minggu pertama pengobatan.
Pemantauan
Pada awal terapi, wanita harus dipantau setiap 2 minggu untuk titrasi dosis obat
antythyroid; dosis harus dikurangi dengan perbaikan gejala dan tanda (misalnya, berat
badan dan normalisasi denyut nadi) dan T4 bebas. Setelah target T4 bebas tercapai, tes
tiroid dapat diulang setiap 2 sampai 4 minggu untuk menjaga T4 bebas pasien dalam
rentang referensi atas dengan dosis obat antitiroid terendah yang mungkin. Adanya TSH
terdeteksi adalah indikasi untuk mengurangi dosis obat antitiroid.
Pasien yang mencapai euthyroidism dengan dosis minimal ATD dan memiliki
durasi singkat dari gejala, titer TRAb yang tidak terdeteksi atau rendah, dan goiter kecil,
dapat menghentikan ATD selama 4 hingga 8 minggu kehamilan. Menghentikan
pengobatan sebelum usia kehamilan 32 minggu tidak dianjurkan karena kemungkinan
hipertiroid dapat kambuh.
Alternatif manajemen lainnya
Terapi yodium radioaktif merupakan kontraindikasi pada kehamilan. Tes
kehamilan adalah hal wajib untuk setiap wanita usia subur yang menerima dosis
diagnostik atau terapeutik radioaktif yodium.
Ketika tiroidektomi diperlukan untuk pengobatan hipertiroid selama kehamilan,
operasi harus dilakukan jika mungkin selama trimester kedua. Meskipun itu adalah
waktu yang paling aman, namun bukan tanpa risiko (4,5% -5,5% risiko persalinan
prematur).

34
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien perempuan usia 24 tahun masuk dengan keluhan dada berdebar-debar. Pasien
juga merasakan tangan yang terus begetar walaupun tidak sedang melakukan aktivitas dan
telapak tangan berkeringat serta sering merasa cemas. Pasien juga lebih senang bila hawa
dingin. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri dada dan sesak Pasien mengatakan baju yang
biasa dikenakan semakin longgar. Pasien juga mengeluhkan adanya benjolan di leher yang
semakin membesar. Pasien juga lebih suka berada di tempat yang dingin Pasien juga
merasakan lemas sehingga tak dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Dari hasil anamnesis
tersebut sesuai dengan tanda dan gejala hipertiroid, yang mana kemudian dihitung dengan
indeks wayne. 3 hari SMRS pasien mengatakan terdapat BAB hitam (+) dan juga muntah
berwarna kemerahan (+). Pasien ini 1 tahun yll pernah didiagnosa dengan penyakit hipertiroid
dan mengonsumsi obat PTU.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid, bising tiroid (+)
tremor pada kedua tangan serta panas dan basah pada telapak tangan. Nadi teraba 72
kali/menit, reguler.

No Gejala yang timbul dan atau bertambah Nilai


berat
1 Sesak nafas saat aktivitas +1
2 Berdebar +2
3 Mudah lelah +2
4 Senang hawa panas -5
5 Senang hawa dingin +5
6 Keringat berlebihan +3
7 Gugup +2
8 Nafsu makan meningkat +3
9 Nafsu makan menurun -3
10 Berat badan naik -3
11 Berat badan menurun +3

35
No Tanda Ada Tidak
1 Kelenjar tiroid teraba +3 -3
2 Bising kelenjar tiroid +2 -2
3 Exoptalmus +2 -
4 Kelopak mata ketinggalan gerak +1 -
5 Hiperkinetik +4 -2
6 Tremor pada jari +1 -
7 Telapak tangan panas +2 -2
8 Telapak tangan basah +1 -1
9 Atrial fibrilasi +4 -
10 Nadi teratur
<80 x/i - -3
80-90 x/i - -
>90x/i +3 -

Dari pemeriksaan indeks wayne, pada pasien ini didapatkan skor 29, dimana skor >19
menunjukkan adanya hipertiroid.
Terapi pasien ini diberikan Propanolol 3x10 mg, PTU 3x 100 mg, Propanolol
merupakan golongan Beta blocker yang direkomendasikan diberikan pada pasien dengan heart
rate lebih dari 90 bpm dan juga direkomendasikan pada seluruh pasien dengan tirotoksikosis
simptomatis. Pemberian beta blocker pada pasien dapat menimbulkan penurunan heart rate,
penurunan tekanan darah sistolik, kelemahan otot, dan tremor.
PTU (propiltiourasil) merupakan obat anti tiroid. Tujuan pengobatan dengan
menggunakan obat anti tiroid adalah untuk membuat pasien berada dalam kondisi eutiroid.
Mekanisme kerja PTU dapat memblok konversi T4 menjadi T3 dalam jumlah besar di perifer.

36
37
DAFTAR PUSTAKA

1. Igor kravets, MD, Stony Brook University School of Medicine, Stony Brook, New
YorkAm Fam Physician. 2016 Mar 1;93(5):363-370.)
2. Ross D.S, Burch et all. 2016 American Thyroid Association Guidelines for Diagnosis
and Management of Hyperthyroidism and Other Causes of Thyrotoxicosis. Mary Ann
Liebert
Endocr Pract. 2016 May-Jun;17(3):456-520.
3. The Indonesian Society of Endocrinology Task Force on Thyroid Diseases. 2012.
Indonesian Clinical Practice Guidelines for Hyperthyroidism. JAFES. 2012 May:
27(1)
4. Sjamsuhidajat R, De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. Jakarta: EGC; 2010
5. Guyton&hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC
6. Sherwood, lauralee. 2009. Human physiology from cells to system 6th Ed. Jakarta :
EGC
7. Nygaard, B. 2008. Hyperthyroidism (primary). BMJ Clinical Evidence, 2008, 0611.
8. R. Djoko Moejianto. 2009. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III h.1993-2009. Jakarta : Interna
Publishing
9. Price,Syaliva A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Jakarta : EGC
10. Taylor, Peter N et all. Global epidemiology of hyperthyroidism and hypothyroidism.
Nature Reviews Endocrinology. 2018:p5029-5037
11. De Leo, S., Lee, S. Y., & Braverman, L. E. (2016). Hyperthyroidism. Lancet (London,
England), 388(10047), 906–918.
12. Kelompok Studi Tiroidologi Indonesia. 2017. Pedoman Pengelolaan Penyakit
Hipertiroid. Jakarta: PERKENI

38

Anda mungkin juga menyukai