Anda di halaman 1dari 7

Nama: Dystiana Firman Salatsa

NIM: 201810110311340
A. Pengertian Konstitusi
Konstitusi menurut makna katanya berarti dasar susunan suatu badan politik yang disebut
negara. Konstitusi menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu
berupa kumpulan peraturan untuk membentuk, mengatur, atau memerintah negara. Peraturan-
peraturan tersebut ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang, dan ada yang
tidak tertulis berupa konvensi.
Istilah konstitusi sering di identikkan dengan suatu kodifikasi atas dokumen yang tertulis
padahal konstitusi di Inggris misalnya tidak dalam bentuk kodifikasi akan tetapi berdasarkan
pada yurisprudensi dalam ketatanegaraan negara Inggris.
Istilah konstitusi berasal dari bahasa Inggris yaitu “constitution” dan berasal dari bahasa
Belanda “constitue” dalam bahasa Latin (contitutio, constituere) dalam bahasa Perancis yaitu
“constiture” dalam bahasa Jerman “vertassung” yang dalam ketatanegaraan Republik
Indonesia diartikan sama dengan Undang-undang dasar.
Istilah konstitusi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sebagai:
1) Segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan;
2) Undang-undang Dasar suatu negara. Berdasarkan pengertian tersebut, konstitusi
merupakan tonggak atau awal terbentuknya suatu negara dan menjadi dasar utama bagi
penyelenggara negara. Oleh sebab itu, konstitusi menempati posisi penting dan strategis
dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara. Konstitusi juga menjadi tolok ukur kehidupan
berbangsa dan bernegara yang sarat dengan bukti sejarah perjuangan para pendahulu
sekaligus memuat ide-ide dasar yang digariskan oleh pendiri negara ( the founding fathers ).
Konstitusi memberikan arahan kepada generasi penerus bangsa dalam mengemudikan negara
menuju tujuannya.
Pendapat para ahli mengenai konstitusi adalah sebagai berikut:
1. CF. Strong
CF. Strong mengemukakan pengertian konstitusi yang berkaitan dengan pemerintah. Beliau
menyatakan konstitusi merupakan kumpulan asas-asas yang mengatur kekuasaan dan hak
pemerintah.
2. Lord James Brice
Lord James Brice dalam mengemukakan pendapatnya tentang kontitusi, lebih menekankan
pada fungsi dan hak politik. Konstitusi menurut Lord James Brice merupakan suatu kerangka
masyarakat politik yang diatur melalui hukum, hukum tersebut telah menetapkan lembaga-
lembaga yang mempunyai fungsi-fungsi dan hak-hak tertentu yang diakui.
3. K.C. Wheare
Ketatanegaraan merupakan hal yang tekankan oleh K.C. Wheare dalam menjelaskan tentang
konstitusi. keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara, berupa kumpulan peraturan-
peraturan yang membentuk dan mengatur pemerintahan suatu negara disebut dengan
konstitusi.
4. Richard S. Kay
Menurut Richard S. Kay, pengertian konstitusi adalah pelaksanaan dari aturan-aturan hukum
atau rule of law dalam hubungan masa masyarakat dengan pemerintahan. Konstitualisme
menciptakan situasi yang dapat memupuk rasa aman sebab adanya batasan pada wewenang
pemerintah yang sudah diharuskan lebih awal.
5. Herman Heller
Menurut Herman Heller, arti konstitusi lebih luas daripada Undang-Undang Dasar (UUD).
Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis tetapi juga sosiologis dan politis.
6. E. C. Wade
Menurut E.C. Wade, pengertian konstitusi adalah suatu naskah yang memaparkan rangka dan
tugas pokok dari badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja
badan tersebut.
7. Miriam Budiarjo
Menurut Miriam Budiarjo, pengertian konstitusi adalah keseluruhan peraturan, baik yang
tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu
pemerintah diselenggarakan dalam suatu masyarakat.
8. Chairul Anwar
Menurut Choirul Anwar, arti konstitusi adalah fundamental law tentang pemerintahan suatu
negara dan nilai-nilai fundamentalnya.
B. Motif Timbulnya Konstitusi
Menurut Lord Bryce, terdapat empat motif timbulnya konstitusi :
1. Adanya keinginan anggota warga negara untuk menjamin hak-haknya yang mungkin
terancam dan sekaligus membatasi tindakan-tindakan penguasa;
2. Adanya keinginan dari pihak yang diperintah atau yang memerintah dengan harapan
untuk menjamin rakyatnya dengan menentukan bentuk suatu sistem ketatanegaraan tertentu;
3. Adanya keinginan dari pembentuk negara yang baru untuk menjamin tata cara
penyelenggaraan ketatanegaraan;
4. Adanya keinginan untuk menjamin kerja sama yang efektif antar negara bagian.
C. Tujuan Konstitusi
1.Membuat batasan kekuasaan bagi penyelenggara negara agar tidak bertindak sewenang-
wenang. Dalam hal ini, konstitusi membatasi kekuasaan penguasa sehingga tidak melakukan
tindakan yang merugikan masyarakat banyak.
2.Konstitusi juga bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia
(HAM). Dengan adanya konstitusi maka setiap penguasa dan masyarakat wajib menghormati
HAM dan berhak mendapatkan perlindungan dalam melakukan haknya.
3.Konstitusi juga bertujuan untuk memberikan pedoman bagi penyelenggara negara agar
negara dapat berdiri dengan kokoh.
D. Fungsi Konstitusi
1.Sebagai sumber hukum tertinggi.
2.Sebagai alat untuk membatasi kekuasaan penyelenggaran negara.
3.Sebagai pelindung hak asasi manusia dan kebebasan rakyat di dalam suatu negara.
4.Sebagai piagam lahirnya suatu negara.
5.Sebagai sarana untuk mengendalikan masyarakat.
6.Sebagai simbol persatuan rakyat suatu negara.
7.Sebagai rujukan identitas dan lambang negara.
E. Pentingnya Konstitusi dalam negara
Konsekuensi logis dari kenyataan bahwa tanpa konstitusi negara tidak mungkin terbentuk,
maka konstitusi menempati posisi yang sangat krusial (penting) dalam kehidupan
ketatanegaraan suatu negara. Negara dan konstitusi merupakan lembaga yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain. Eksistensi suatu negara, baru riel ada jika telah memenuhi
empat unsur, yaitu:
1) Memenuhi unsur pemerintahan yang berdaulat,
2) Wilayah Tertentu
3) Rakyat yang hidup teratur sebagai suatu bangsa (nation), dan
4) Pengakuan dari negara-negara lain.
F. Nilai-nilai Konstitusi
1. Nilai Normatif, yaitu suatu konstitusi yang resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi
mereka konstitusi itu tidak hanya berlaku dalam arti hukum (legal), tetapi juga nyata berlaku
dalam masyarakat dalam arti berlaku efektif dan dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
2. Nilai Nominal, yaitu suatu konstitusi yang menurut hukum berlaku, tetapi tidak sempurna.
Ketidaksempurnaan itu disebabkan pasal-pasal tertentu tidak berlaku / tidak seluruh pasal-
pasal yang terdapat dalam UUD itu berlaku bagi seluruh wilayah negara.
3. Nilai Semantik, yaitu suatu konstitusi yang berlaku hanya untuk kepentingan penguasa
saja. Dalam memobilisasi kekuasaan, penguasa menggunakan konstitusi sebagai alat untuk
melaksanakan kekuasaan politik.
G. Sifat atau Macam Konstitusi
Sifat Konstitusi
Ada dua sifat utama dari konstitusi atau Undang-Undang Dasar, yaitu Luwes (flexible) dan
Kaku (rigid). Berikut penjelasang singkat mengenai kedua sifat konstitusi:
1.Konstitusi Bersifat Luwes (flexible); dalam hal ini konstitusi dapat berubah melalui
prosedur seperti membuat Undang-Undang dan disesuaikan dengan perkembangan jaman.
2.Konstitusi Bersifat Kaku (rigid); yaitu Undang-Undang yang sulit atau tidak bisa diubah
sampai kapanpun, atau hanya dapat diubah melalui prosedur yang berbeda dengan prosedur
membuat Undang-Undang.
Macam Konstitusi
Menurut C. F. Strong, konstitusi dapat dibagi menjadi dua jenis. Adapun macam-macam
konstitusi adalah sebagai berikut:
1.Konstitusi Tertulis, yaitu suatu naskah atau dokumen yang di dalamnya terdapat penjelasan
kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintah serta menentukan bagaimana
cara kerja badan pemerintahan tersebut. Konstitusi tertulis ini disebut juga dengan Undang-
Undang Dasar.
2.Konstitusi Tidak Tertulis, yaitu suatu aturan atau norma yang tidak tertulis yang telah ada
dan dilaksanakan oleh penyelenggaran negara. Konstitusi ini disebut juga dengan istilah
konvensi.
H. Muatan Konstitusi
Konstitusi sebagai hukum dasar memuat aturan-aturan dasar atau pokok-pokok
penyelenggaraan bernegara, yang masih bersifat umum atau bersifat garis besar dan perlu
dijabarkan lebih lanjut kedalam norma hukum dibawahnya.
I. Unsur-Unsur Konstitusi
1. Jaminan terhadap Hak Asasi Manusia dan Hak Warga Negara.
2. Susunan ketatanegaraan yang bersifat fundamental (mendasar).
3. Pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan.
4. Cara perubahan konstitusi.
5. Larangan perubahan konstitusi (hal-hal yang dilarang untuk diubah dalam sebuah
konstitusi).
J. Kedudukan Konstitusi
-Sebagai hukum dasar.
-Sebagai hukum yang tertinggi (supremasi hukum).
K. Cara Perubahan Konstitusi
1. Secara Revolusi, pemerintahan baru terbentuk sebagai hasil revolusi yang membuat
konstitusi yang kemudian mendapat persetujuan dari rakyat.
2. Secara Evolusi, konstitusi berubah secara berangsur-angsur.
L. Hubungan antara dasar negara dengan Konstitusi
Keterkaitan antara dasar negara dengan konstitusi nampak pada gagasan dasar, cita-cita dan
tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan konstitusi suatu negara. Dasar negara sebagai
pedoman penyelenggaraan negara secara tertulis termuat dalam konstitusi suatu negara.
M. Konstitusi di Indonesia
1. Sejarah Lahirnya Konstitusi Di Indonesia
Dalam sejarahnya, Undang-Undang Dasar 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni
1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau
Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai dalam bahasa Jepang yang beranggotakan 21 orang, diketuai
Ir.Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil dengan 19 orang anggota yang terdiri dari 11
orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, dan masing-masing 1 wakil dari Kalimantan,
Maluku, dan Sunda kecil. BPUPKI ditetapkan berdasarkan Maklumat Gunseikan Nomor 23
bersamaan dengan ultah Tenno Heika pada tanggal 29 April 1945.
BPUPKI menentukan tim khusus yang bertugas menyusun konstitusi bagi Indonesia merdeka
yang dikenal dengan nama UUD 1945. Tokoh-tokoh perumusnya antara lain Dr. Rajiman
Widiodiningrat, Ki Bagus Hadi Koesemo, Oto Iskandardinata, Pangeran purboyo, Pangeran
Soerjohamindjojo dan lain-lain.
UUD 1945 dibentuk untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia di kemudian
hari. Setelah kemerdekaan diraih, kebutuhan akan sebuah konstitusi resmi nampaknya tidak
bisa ditawar-tawar lagi, dan segera harus dirumuskan sehingga lengkaplah Indonesia menjadi
sebuah Negara yang berdaulat. Pada tanggal 18 Agustus 1945 atau sehari setelah ikrar
kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidangnya yang
pertama kali dan menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut :
1. Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 yang bahannya diambil dari
rancangan Undang – Undang yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22 Juni 1945.
2. Menetapkan dan mengesahkan UUD 1945 yang bahannya hampir seluruhnya diambil dari
RUU yang disusun oleh panitia perancang UUD tanggal 16 Juni 1945.
3. Memilih ketua persiapan Kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno sebagai presiden dan wakil
ketua Drs. Muhammad Hatta sebagai wakil presiden.
4. Pekerjaan presiden untuk sementara waktu dibantu oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (Komite Nasional).
Maka secara formal Indonesia sempurna menjadi sebuah Negara, sebab syarat – syarat yang
lazim diperlukan oleh setiap Negara telah ada, yaitu adanya:
1. Rakyat .
2. Wilayah.
3. Kedaulatan.
4. Pemerintahan
5. Tujuan Negara.
6. Bentuk Negara
2. Perubahan Konstitusi Di Negara Indonesia
Dalam UUD 1945 menyediakan satu pasal yang berkenaan dengan cara perubahan UUD,
yaitu pasal 37 yang menyebutkan:
-Untuk mengubah UUD sekurang-kuranngnya 2/3 daripada anggota MPR harus hadir;
-Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 jumlah angggota yang hadir.
Pasal 37 tersebut mengandung tiga norma, yaitu:
-Bahwa wewenang untuk mengubah UUD ada pada MPR sebagai lembaga tertinggi negara;
-Bahwa untuk mengubah UUD, kuorum yang dipenuhi sekurang-kurangnya adalh 2/3 dari
sejumlah anggota MPR;
-Bahwa putusan tentang perubahan UUD adalah sah apabila disetujui oleh sekurang-
kurangnya 2/3 dari anggota MPR yang hadir.
Menurut KC. Wheare, tingkat kesulitan perubahan-perubahan konstitusi memilki motif-motif
tersendiri yaitu:
1. Agar perubahan konstitusi dilakukan dengan pertimbangan yang masak, tidak secara
serampangan dan dengan sadar (dikehendaki);
2. Agar rakyat mendapat kesempatan untuk menyampaikan pandangannya sebelum
perubahan dilakukan;
3. Agar hak-hak perseorangan atau kelompok seperti kelompok minoritas agama atau
kebudayaanya mendapat jaminan.
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, Konstitusi atau Undang-undang Dasar 1945 yang
diberlakukan di Indonesia, telah mengalami perubahan-perubahan dan masa berlakunya di
Indonesia, yakni dengan rincian sebagai berikut:
1. Undang-undang dasar 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949);
2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949-17 Agustus 1950);
3. Undang-undang Dasar Semntara Rrepublik Indonesia 1950 (17 Agustus 1950 – 5Juli
1959);
4. Undang-undang Dasar 1945 (5 Juli 1959-19 Oktober 1999);
5. Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I (19 Oktober 1999-18 Agustus 2000);
6. Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I dan II (18 Agustus 2000-9 Nopember 2001);
7. Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I, II, dan III (9 Nopember 2001 – 10 Agustus
2002);
8. Undang_undang Dasar 1945 dan perubahan I,II, III dan IV (10 Agustus 2002).
Sebelum perubahan UUD, Indonesia menganut supremasi hukum (oleh) MPR. Dalam sejarah
ketatanegaraan Republik Indonesia, mekanisme penyelesaian sengketa kewenangan antar
lembaga negara baru ada setelah perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945. Sebelum adanya perubahaan tersebut, MPR sebagai lembaga tertinggi
negara memegang kekuasaan untuk mengatasi sengketa itu. Setelah adanya perubahan UUD,
MPR tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara dan menjadi lembaga tinggi
negara yang sederajat dengan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya. Masing-masing
lembaga negara sederajat, saling mengontrol dan mengimbangi satu sama lain (check and
balance) sehingga MPR tidak lagi berwenang untuk mengatasi sengketa kewenangan antar
lembaga negara. Karena demikian, maka perlulah dibentuk Mahkamah Konstitusi.
Dalam kaitan dengan ajaran pemisahaan kekuasaan, maka diberikannya kewenangan pada
mahkamah konstitusi dalam memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 adalah sebagai konsekuensi restrukturasi terhadap
kelembagaan negara dalam upaya purifikasi terhadap ajaran pemisahaan kekuasaan, di mana
majelis permusyawaratan rakyat tidak lagi sebagai simbol penjelmaaan dari kedaulatan
rakyat, sehingga implikasinya masing-masing organ/lembaga negara pada posisi yang sejajar.
Sehingga dengan keadaan yang demikian terbuka peluang bagi organ/lembaga negara untuk
bersengketa terkait dengan kewenangan yang bersumber pada UUD.

Anda mungkin juga menyukai