Pendidikan Dan Pembangunan
Pendidikan Dan Pembangunan
i
ii Pengantar Pendidikan
PENGANTAR PENDIDIKAN
viii, 186 hlm, Tab, 16 cm
ISBN : 978-979-796-360-6
d. Anggaran Pendidikan
Anggaran pendidikan yang ditetapkan dengan ukuran minimal
20% baik untuk APBN maupun APBD pada hakekatnya berpotensi
bagi tingkat kelancaran penyelenggaraan pendidikan. Dana yang
dialokasikan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi relatif
tinggi, jika dikaitkan dengan kewenangan yang diberikan. Sebaliknya
dana yang dialokasikan oleh pemerintah kabupaten/kota relatif sedikit
jika dikaitkan dengan kewenangan tanggung jawab yang harus dipikul,
terutama sebagai penyelenggara pendidikan dasar dan menengah. Hal
ini cenderung dan rentan menimbulkan masalah. Seharusnya daerah
mengalokasikan dana lebih besar untuk pendidikan, karena Laporan
Bank Dunia pada tahun 2013 menunjukkan keterkaitan antara
keberpihakan kepemimpinan lokal dengan kinerja pendidikan.
Temuannya adalah bahwa daerah yang memprioritaskan pendidikan
dan menyisihkan anggaran lebih besar cenderung mendapatkan hasil
kinerja pendidikan yang lebih baik (Baswedan, 2014). Keterbatasan
anggaran karena kemampuan pemerintah yang terbatas dan rendahnya
partisipasi masyarakat termasuk permasalahan efisiensi pendidikan
(Sauri, 2009).
Sementara itu menurut Marzuki (2010) kebijakan pendidikan
berupa praktik pelaksanaan wajib belajar yang kemudian memunculkan
jargon “Sekolah Gratis” belum semuanya ditanggapi dengan baik dan
diterima secara penuh oleh semua warga sekolah. Masih ada pihak-
pihak yang merasa dirugikan dengan adanya kebijakan ini, sehingga
melakukan hal-hal yang merugikan sekolah, yang akhirnya merugikan
siswa dan orang tua siswa. Ketika terjadi pengetatan dana dengan
dalih kebijakan “sekolah gratis”, program-program yang sudah berjalan
dengan baik mulai sedikit demi sedikit terabaikan. Sebagai konsekuensi
adanya “sekolah gratis” bagi sekolah negeri menjadikan sebagian dari
sekolah-sekolah yang dikelola oleh swasta menjadi “mati”.
Sistem Pendidikan Nasional, Pembaharuan dan Inovasi
151
Pendidikan di Indonesia
e. Fasilitas
Keterbatasan dalam hal sarana, prasarana, aksesibilitas, tenaga guru,
dan fasilitas pendidikan lainnya merupakan permasalahan terkait aspek
pemerataan pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan yang tersedia
masih belum mencukupi, terlebih-lebih untuk sekolah dasar yang
sebagian besarnya merupakan bangunan inpres (Instruksi Presiden).
Banyak sekolah yang bagunannya sudah tidak layak pakai dan rusak.
Demikian pula sarana-prasarana sekolah yang ada di daerah pedesaan,
apalagi sekolah-sekolah yang tersedia di pedesaan jauh lebih banyak.
Kalau sekiranya sudah tersedia, masih dijumpai cukup banyak yang
belum diptimalkan penggunaannya.
Sarana dan prasarana pendidikan yang jauh memadai dari ukuran
standar secara potensial dapat menghambat proses pendidikan, apalagi
jika dikaitkan dengan dinamika masyarakat dan kemajuan IPTEKS
dewasa ini. Fasilitas untuk akses informasi melalui teknologi informasi
dan komunikasi yang sudah mendesak tidak dapat dihindarkan. Jika
kondisi ini tidak segera dapat diwujudkan, sangat mungkin
ketertinggalan bangsa Indonesia dalam mencapai pendidikan bermutu
menjadi problem yang serius.
Kondisi sekolah yang tidak mendukung ini dibuktikan dengan data
bahwa 75% sekolah di Indonesia tidak memenuhi standar layanan
minimal pendidikan. Hal ini berdasarkan pemetaan oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan terhadap 40.000 sekolah pada tahun 2012
(Baswedan, 2014).
f. Standardisasi Pendidikan
Kebijakan adanya standardisasi pendidikan juga menyisakan
beberapa problem, terutama bagi sekolah-sekolah swasta. Tidak banyak
sekolah swasta yang mampu membenahi kelembagaannya sehingga
dapat mewujudkan sekolah yang berstandar nasional. Kebijakan ini
memang menjadi tantangan tersendiri bagi para pengelola sekolah,
sebab jika tidak bisa mewujudkan sekolah yang berstandar akan berakibat
berkurangnya minat masyarakat bersekolah di sekolah tersebut. Jika hal
ini terjadi akan mengurangi pemasukan dana yang menjadi tulang
punggung sekolah untuk menjalankan program-program sekolahnya.
g. Evaluasi Pendidikan
Sistem evaluasi pendidikan yang digunakan belum komprehensif.
Sistem evaluasi pendidikan lebih cenderung mengandalkan penilaian
152 Pengantar Pendidikan
i. Arus Globalisasi
Globalisasi memungkinkan adanya akses yang terbuka terutama
dalam kehidupan ekonomi, dengan begitu transaksi ekonomi tidak ada
pembatasan yang mutlak, sejak terhitung saat konvensi telah disepakati.
Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran
paradigma tentang keunggulan suatu Negara, dari keunggulan
komparatif (comperative adventage) kepada keunggulan kompetitif
(competitive advantage). Keunggulam komparatif bertumpu pada kekayaan
sumber daya alam, sementara keunggulan kompetitif bertumpu pada
pemilikan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Ketidaksiapan
setiap warga negara Indonesia dalam berkompetisi dapat menyebabkan
bangsa Indonesia akan menjadi tamu di negara sendiri.
Sistem Pendidikan Nasional, Pembaharuan dan Inovasi
153
Pendidikan di Indonesia
k. Persoalan Karakter
Menurut DITNAGA-DIKTI (2010) di kalangan pelajar dan
mahasiswa dekadensi moral ini tidak kalah memprihatinkan. Perilaku
menabrak etika, moral dan hukum dari yang ringan sampai yang berat
masih kerap diperlihatkan oleh pelajar dan mahasiswa. Kebiasaan
“mencontek” pada saat ulangan atau ujian masih dilakukan. Keinginan
lulus dengan cara mudah dan tanpa kerja keras pada saat ujian nasional
menyebabkan mereka berusaha mencari jawaban dengan cara tidak
beretika. Mereka mencari bocoran jawaban dari berbagai sumber yang
tidak jelas. Apalagi jika keinginan lulus dengan mudah ini bersifat
institusional karena direkayasa atau dikondisikan oleh pimpinan sekolah
dan guru secara sistemik. Pada mereka yang tidak lulus, ada di antaranya
yang melakukan tindakan nekat dengan menyakiti diri atau bahkan
bunuh diri. Perilaku tidak beretika juga ditunjukkan oleh mahasiswa.
Plagiarisme atau penjiplakan karya ilmiah di kalangan mahasiswa juga
masih bersifat massif. Bahkan ada yang dilakukan oleh mahasiswa
program doktor. Semuanya ini menunjukkan kerapuhan karakter di
kalangan pelajar dan mahasiswa.
154 Pengantar Pendidikan