Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan yang


menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu di rumah sakit. Hal tersebut
diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang
menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang termasuk
ke dalam sistem pelayanan kesehatan rumah sakit dengan berorientasi kepada
pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi
klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Rusli 2016).
Instalasi Farmasi Rumah Sakit merupakan bagian yang bertanggung jawab
terhadap pengelolaan perbekalan farmasi pada rumah sakit, sedangkan Komite
Farmasi dan Terapi adalah bagian yang bertanggung jawab dalam penetapan
formularium rumah sakit. Tenaga profesional atau apoteker sangat diperlukan
agar pengelolaan perbekalan farmasi dan penyusunan formularium di rumah sakit
dapat sesuai dengan aturan yang berlaku. Pelayanan kefarmasian memiliki peran
penting sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan dalam mewujudkan
pelayanan kesehatan yang bermutu. Pelayanan Kefarmasian meliputi kegiatan
mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat. Menurut
PERMENKES No. 72 Tahun 2016, Apoteker bertanggung jawab terhadap
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di
Rumah Sakit yang menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan ketentuan
yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya. Apoteker
sebagai bagian dari tenaga kesehatan juga bertanggung jawab dalam mewujudkan
pelayanan kefarmasian yang berkualitas.
Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan
Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang
berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang
berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian
(pharmaceutical care) (Kawahe et al. 2015). Tidak hanya pada bidang kedokteran
umum maupun kedokteran gigi, perkembangan tersebut juga terjadi di bidang
kedokteran hewan yang ditandai dengan adanya usaha peningkatan mutu
pelayanan kefarmasian pada tempat-tempat pelaksanaan jasa medik veteriner.
Peningkatan mutu tersebut salah satunya adalah dengan pembentukan
formularium untuk menentukkan obat mana saja yang disepakati untuk digunakan
oleh staf medis misalnya pada kasus pengobatan terhadap anjing yang sedang
bunting. Oleh karena itu, sangat penting bagi mahasiswa Program Pendidikan
Profesi Dokter Hewan untuk memahami dan mengaplikasikan Ilmu Reseptir dan
Aplikasi Obat sehingga peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di bidang
kedokteran hewan dapat tercapai.

Tujuan

Penulisan makalah ini bertujuan mengetahui dan mempelajari sistem


pelayanan kefarmasian di tempat pelayanan jasa medik veteriner serta mengetahui
dan mempelajari perbedaan nutrisi diet pakan kasus gangguan ginjal pada anjing
dan kucing.

Manfaat

Penulisan makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan


dalam bidang jasa pelayanan medik veteriner terutama terhadap sistem pelayanan
kefarmasian di tempat pelayanan jasa medik veteriner serta memberikan informasi
mengenai perbedaan nutrisi diet pakan kasus gangguan ginjal pada anjing dan
kucing.
BAB II
TINJAUAN UMUM

Pelayanan Jasa Medik Veteriner

Menurut Permentan No.02/Permentan/OT.140/1/2010 tentang Pedoman


Pelayanan Jasa Medik Veteriner, pelayanan jasa medik veteriner adalah kegiatan
pelayanan jasa yang berkaitan dengan kompetensi dokter hewan yang diberikan
kepada masyarakat dalam rangka penyelenggaraan praktik kedokteran hewan.
Sementara itu, dokter hewan adalah orang yang memiliki profesi di bidang
kedokteran hewan, sertifikat kompetensi, dan kewenangan medik veteriner dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan hewan. Pelayanan kesehatan hewan adalah
serangkaian kegiatan yang meliputi pelayanan jasa laboratorium veteriner, jasa
pemeriksaan dan pengujian veteriner, jasa medik veteriner, dan/atau jasa di pusat
kesehatan hewan/pos kesehatan hewan.

Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang sekaligus revenue


center bagi rumah sakit, karena lebih dari 90% pelayanan kesehatan menggunakan
perbekalan farmasi dan 50% dari seluruh pemasukan rumah sakit berasal dari
perbekalan farmasi (Tjahjani 2004). Standar Pelayanan Kefarmasian merupakan
tolak ukur yang digunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian (PMK No.58 2014/Keputusan Menteri
Kesehatan sebelumnya adalah No.1197 Tahun 2004). Praktek pelayanan
kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan meliputi tindakan
mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah obat, serta masalah yang
berhubungan dengan kesehatan. Standar Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit
bertujuan untuk:
1. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit harus menjamin ketersediaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, serta Bahan Medis Habis Pakai yang aman,
bermutu, bermanfaat, dan terjangkau. Untuk menjamin mutu Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit, pelayanan kefarmasian perlu melakukan
Pengendalian Mutu Pelayananan Kefarmasian yang meliputi monitoring dan
evaluasi.
Praktik Kefarmasian merupakan kegiatan yang dilakukan oleh tenaga
farmasi dalam menjalankan pelayanan farmasi yang meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat
serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi
2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan
pelayanan farmasi klinik berkaitan secara langsung dengan penderita. Pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab pelayanan kefarmasian di rumah sakit harus memiliki
standar yang berfungsi sebagai tolak ukur yang digunakan untuk pedoman bagi
tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian di rumah
sakit. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan
peralatan (Rusli 2016).

Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Definisi dan Struktur Organisasi


Instalasi Farmasi Rumah Sakit merupakan bagian di suatu rumah sakit yang
berguna sebagai tempat penyelenggaraan kegiataan kefarmasiaan yang ditujukan
untuk keperluaan rumah sakit. Kegiatan kefarmasian meliputi perencanaan,
pengadaan, penyimpanan perbekalan farmasi, pengeluaran obat berdasarkan resep
bagi pasien rawat inap dan rawat jalan, pengendalian mutu, pengendalian
distribusi pelayanan umum dan spesialis, pelayanan langsung pada pasien serta
pelayanan klinis yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan
(Siregar dan Amalia 2004). Instalasi Farmasi rumah sakit berfungsi sebagai
tempat pengelolaan pembekalan farmasi serta memberikan pelayanan kefarmasian
dalam penggunaan obat dan alat kesehatan. Pelayanan farmasi di rumah sakit
minimal terdiri dari kepala instalasi farmasi rumah sakit, administrasi farmasi,
pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik, dan manajemen mutu
(Kemenkes 2004).

Pengelolaan Pembekalan Farmasi


Menurut Kepmenkes No.1197/Menkes/SK/X/2004, pengelolaan
pembekalan farmasi terdiri atas:

1. Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan
harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk
menghindari kekosongan persediaan obat. Pedoman perencanaan instalasi farmasi
meliputi daftar obat esensial nasional (DOEN), formularium rumah sakit hewan,
standar terapi rumah sakit hewan, ketentuan yang berlaku pada rumah sakit
hewan, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan skala prioritas,
siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode sebelumnya, serta
rencana pengembangan. Tahapan perencanaan kebutuhan pembekalan farmasi
yaitu pemilihan, komplikasi, dan perhitungan kebutuhan (Depkes 2006).

2. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merelisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi atau pembuatan sediaan
farmasi, sumbangan (drooping atau hibah). Pembelian dengan penawaran yang
kompetitif (tender) merupakan suatu metode yang penting untuk mencapai
keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga. Jika ada dua atau lebih pemasok,
apoteker harus mendasarkan pada kriteria yaitu mutu produk, reputasi produsen,
harga, syarat kelegalan produk, ketepatan waktu pengiriman, mutu pelayanan
pemasok, tingkat kepercayaan, kebijakan tentang barang yang dikembalikan, dan
pengemasan. Tujuan pengadaaan adalah mendapatkan perbekalan farmasi dengan
harga yang terjangkau, mutu yang baik, pengiriman barang terjamin, dan tepat
waktu. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pengadaan, yaitu pengadaan
dilakukan secara teliti untuk menghindari harga yang lebih tinggi, penyusunan
dan persyaratan kontrak kerja, dan order dilakukan sesuai barang, waktu, dan
tempat.

3. Pembelian
Pembelian merupakan proses pengadaan untuk mendapatkan pembekalan
farmasi. Ada empat metode pada proses pembelian yaitu tender terbuka, tender
terbatas, pengembalian dengan tawar-menawar, dan pembelian langsung. Tender
terbuka, berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar dan sesuai dengan kriteria
yang telah ditentukan. Tender terbatas atau sering disebut lelang tertutup hanya
dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dengan riwayat yang baik.
Pembelian dengan tawar-menawar, dilakukan bila item tidak penting, tidak
banyak, dan biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk item tertentu.
Pembelian langsung biasanya untuk pembelian dalam jumlah kecil, perlu segera
tersedia dengan harga tertentu sehingga relatif lebih mahal.

4. Penyimpanan
Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan dan memelihara perbekalan
farmasi yang diterima pada tempat yang aman dan terhindar dari gangguan yang
dapat menyebabkan kerusakan. Penyimpanan bertujuan untuk memelihara mutu
sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab,
menjaga ketersediaan, dan memudahkan pencarian serta pengawasan. Metode
penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut bentuk sediaan,
dan abjad dengan menerapkan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired
first out (FEFO), serta sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan
perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Penyimpana perbekalan farmasi biasanya
diletakan di gudang penyimpanan. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
merancang bangunan gudang adalah kemudahan bergerak, memiliki sirkulasi
udara yang baik, tempat penyimpanan obat, kondisi penyimpanan khusus untuk
sediaan obat psikotropika dan vaksin, serta dilengkapi dengan alat pencegah
kebakaran. Pengaturan penyimpanan obat digudang dapat dikelompokkan menjadi
7 berdasarkan kelompok farmakologi terapeutik, indikasi klinik, kelompok
alphabetis, tingkat penggunaan, bentuk sediaan, random bin, maupun kode
barang. Selain itu, penyimpanan harus dalam temperatur yang sesuai dan sediaan
obat disimpan dalam keadaan yang mudah terambil sehingga tetap terlindung dari
kerusakan (Siregar dan Amalia 2003).

5. Distribusi
Distribusi merupakan kegiatan penyebarluasan perbekalan farmasi di rumah
sakit untuk pelayanan proses terapi pengobatan pasien rawat inap maupun rawat
jalan. Tujuan pendistribusian adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit
pelayanan secara tepat waktu, jenis, dan jumlah sediaan obat. Jenis sistem
distribusi meliputi resep perorangan, persediaan lengkap di ruangan instalasi
rumah sakit, dan sistem distribusi dosis di setiap unit satelit instalasi farmasi yang
ada di rumah sakit.

Pengelolaan Pelayanan Resep


Pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan sarana bagi masyarakat
dalam memperoleh sediaan obat. Hal ini merupakan salah satu unsur pelayanan di
rumah sakit yang saat ini tengah berkembang. Pelayanan sebelumnya berorientasi
pada produk kemudian berubah menjadi memberikan pelayanan termasuk
pelayanan farmasi klinik yang terjangkau kepada pasien dalam memperoleh dan
menggunakan obat dengan tepat (Depkes RI 2014).
Pasien yang melakukan pemeriksaan di RSHP FKH IPB dikategorikan
berdasarkan keparahan serta kebutuhan tindakan medis. Hewan yang
dikategorikan ke dalam penyakit ringan serta tidak membutuhkan pelayanan
medis yang intensif akan menjadi pasien rawat jalan. Apabila hewan
membutuhkan pelayanan medis yang intensif, maka akan dilakukan rawat inap
pada pasien. Salah satu contoh distribusi obat rawat inap yaitu untuk Rumah Sakit
Hewan Pendidikan (RSHP) FKH IPB diawali dengan dilakukan pemeriksaan,
kemudian pengobatan oleh dokter hewan.

1. Rawat Inap
Pasien rawat inap merupakan pasien yang tinggal di rumah sakit paling
sedikit menginap satu hari berdasarkan rujukan dari pelaksana pelayanan
kesehatan tempat pasien melakukan chek up atau rujukan dari rumah sakit lain.
a. Distribusi Rawat Inap
Pelayanan resep untuk pasien rawat inap sama seperti pasien
rawat jalan. Setelah pemeriksaan, dokter akan memberikan resep
pengobatan untuk pasien selama rawat inap. Resep didistribusikan ke
layanan farmasi, yaitu apotek di RSHP, lalu dilakukan pemeriksaan
untuk melihat kelengkapan resep dan ketersediaan, serta harga obat di
layanan farmasi. Setelah itu, dilakukan peracikan obat sesuai dengan
resep. Distribusi obat untuk pasien rawat inap didistribusikan setiap
waktu pemberian obat ke penanggungjawab pasien rawat inap yang ada
di RSHP, sehingga tidak didistribusikan secara menyeluruh. Petugas
farmasi setiap jam pemberian obat akan memberikan obat setiap pasien
ke masing-masing penanggunjawab pasien tersebut. Penanggungjawab
pasien yang akan memberikan obat yang sudah dibuat oleh petugas
farmasi kepada pasien.
b. Penyimpanan
Penyimpanan obat untuk pasien rawat inap dilakukan di apotek
RSHP. Semua obat untuk pasien rawat jalan berada dalam tanggung
jawab apoteker. Ketika jam pemberian obat, maka petugas farmasi akan
mengantar ke poli rawat inap dan memberikan kepada
penanggungjawab pasien. Obat disimpan di dalam plastik beretiket dan
diletakkan secara rapi sesuai jam pemberian obat.

2. Rawat jalan
Rawat jalan adalah pelayanan medis pada pasien dengan tujuan observasi
diagnosa, pengobatan, rehabilitasi medik, dan pelayanan kesehatan lainnya, tanpa
mengharuskan pasien untuk dirawat inap. Pasien yang melakukan perawatan
kesehatan di rumah tanpa pengawasan dokter atau perawat, sepenuhnya tanggung
jawab ada pada penanggung jawab pasien.
a. Pelayanan Non Resep
Pelayanaan obat non Resep merupakan pelayanaan pada pasien
yang ingin melakukan pengobataan sendiri atau swamedikasi.
Obat- obat yang dapat digunakan tanpa resep yaitu obat yang wajib dari
apotek, obat bebas terbatas, dan obat bebas. Rumah sakit Hewan
memberikan pelayanan non resep jika stok obat yang di butuhkan tidak
tersedia di apotek, maka pemilik hewan akan membeli obat-obat yang
di butuhkan di apotek lain dengan resep yang sudah di tuliskan oleh
dokter hewan. Selain itu pelayanan non resep dilakukan jika dokter
hewan memutuskan untuk memberikan terapi tanpa melibatkan obat.

b. Pelayanan Resep
Pelayanan resep bagi pasien rawat jalan didapat dengan adanya
resep dari dokter hewan setelah dilakukan pemeriksaan. Dokter hewan
akan memberikan resep jika dibutuhkan pengobatan untuk pasien.
Resep kemudian diberikan ke layanan farmasi untuk diracik. Sebelum
proses peracikan, petugas farmasi akan skrining resep dan
mempersiapkan obat-obatan yang dibutuhkan dan melihat daftar harga
obat tersebut. Obat-obatan yang sudah diracik, diberikan ke bagian
administrasi untuk dilakukan pendataan dan setelah itu obat diberikan
ke pemilik hewan.

Pengelolaan Sistem Informasi


Salah satu contoh pengelolaan sistem informasi, Instalasi Farmasi RSHP
FKH IPB diawali dengan masuknya resep ke layanan farmasi. Resep yang masuk
ke layanan farmasi akan dicek oleh petugas farmasi. Apabila ada yang belum
jelas, petugas farmasi akan menghubungi dokter hewan yang memberikan resep
tersebut. Resep yang sudah lengkap dan jelas akan langsung dikerjakan yaitu
dengan meracik obat-obat yang dibutuhkan. Obat yang telah diracik diberi etiket
atau label, kemudian diberikan ke pemilik hewan setelah admisnistrasi selesai.

BAB III
PEMBAHASAN
TUGAS KHUSUS: NUTRISI DIET PAKAN
PADA KASUS GANGGUAN GINJAL
Gangguan Ginjal pada Hewan

Ginjal merupakan salah satu organ yang memegang peranan penting dalam
metabolisme tubuh hewan. Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk
mengatur cairan, elektrolit, dan keseimbangan asam-basa, serta ekskresi limbah
metabolisme (Eldridge dan Edman 2004). Fungsi utama ginjal yaitu menyaring
(filtrasi) sisa hasil metabolisme dan toksin dari darah serta mempertahankan
homeostatis cairan dan elektrolit yang dieksresikan melalui urin. Pembentukan
urin adalah fungsi ginjal yang paling esensial dalam mempertahankan homeostatis
tubuh. Selain itu, ginjal juga berperan terhadap fungsi endokrin, eritropoiesis,
produksi 1,25-dihidroksi vitamin D3, dan sintesis glukosa (Vasudevan et al.
2017).
Seperti manusia, hewan berpotensi memiliki penyakit ginjal (renal
disease/renal failure) (Maryam 2013). Kelainan pada ginjal atau gagal ginjal
dapat disebabkan oleh cacat bawaan, infeksi (bakteri, virus, jamur), racun, obat-
obatan, trauma, batu ginjal, tumor, dan cedera ginjal sebelumnya (Sheri dan Ross
2012). Beberapa faktor risiko terjadinya kelainan pada ginjal yaitu usia lanjut,
breed yang spesifik, dan ukuran tubuh (O’Neill et al. 2013). Penyakit ginjal dapat
menyebabkan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible. Kondisi ini
membuat ginjal gagal mempertahankan fungsi metabolisme serta keseimbangan
cairan dan elektrolit. Fungsi ginjal untuk filtrasi zat-zat yang tidak digunakan
tubuh akan terganggu dan menyebabkan akumulasi produk limbah di aliran darah.
Gejala klinis yang muncul bervariasi seperti poliuri, polidipsi, anoreksia, muntah,
turunnya berat badan, membrana mukosa pucat, ulserasi mulut, halitosis, dan
kebutaan akut.

Penyakit Ginjal Kronis


Penyakit ginjal kronis atau CKD (Chronic kidney disease) sering
didefinisikan sebagai gangguan struktural atau fungsional dari satu atau kedua
ginjal. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan sehingga diperlukan manajemen
pengobatan dan diet yang tepat untuk dapat memperbaiki kualitas hidup dan
memperpanjang hidup hewan (Yanuartono et al. 2017). Penyakit ginjal kronis
biasanya disebabkan oleh diabetes, hipertensi, atau glomerulonefritis (Vaden
2005). Faktor predisposisi penyakit ginjal kronis pada anjing dan kucing meliputi
umur, ras, diet, dan penyakit periodontal (O’Neill et al. 2013). Selain itu, pakan
dengan kandungan tertentu juga dapat menyebabkan terjadinya penyakit ginjal
seperti mengandung protein tinggi dan bersifat asam akan menekan kalium
sehingga mengakibatkan hipokalemia. Hipokalemia tersebut akan mengakibatkan
gagal ginjal kronis.

Nutrisi Diet pada Penyakit Ginjal

Nutrisi dan diet tepat menjadi faktor penting untuk mengatasi gejala
penyakit ginjal. Pengaturan nutrisi dan diet dapat membantu kinerja ginjal yang
rusak dalam metabolisme. Prescription diet adalah produk pakan komersil yang
dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan pasien dengan spesifik penyakit.
Pakan diet untuk penyakit ginjal memiliki formulasi dengan jumlah protein lebih
rendah, kandungan fosfor rendah, asam lemak omega-3, serta mengandung
antioksidan dan vitamin (Moats 2019). Berikut merupakan contoh produk pakan
komersil untuk diet ginjal pada anjing dan kucing:

a. UR Urinary® Ox/St™ Canine Formula (Purina b)


Bentuk: Dry Food
Deskripsi: Produk ini diformulasikan secara khusus untuk membantu
mengurangi risiko pembentukan batu saluran kemih pada anjing,
dibuat bekerja sama dengan ahli gizi, peneliti, dan dokter hewan.
Makanan ini cocok untuk semua ras anjing dalam semua umur
dan dikembangkan untuk membantu melarutkan batu struvit steril
yang ada dan mencegah pembentukan batu dan kristal kalsium
oksalat yang akan terbentuk di masa yang akan datang.
Komposisi: Ayam, beras, produk samping daging, hati, selulosa bubuk, guar
gum, karagenan, magnesium sulfat, kalium klorida, kalium sitrat,
perasa alami, pewarna, kalsium sulfat, suplemen vitamin E, seng
sulfat, tiamin mononitrate, mono dan dikalsium fosfat, ferrous
sulfate, niacin, copper sulfate, calcium pantothenate, manganese
sulfate, pyridoxine hydrochloride, suplemen vitamin B-12,
suplemen riboflavin, suplemen vitamin A, asam folat, suplemen
vitamin D-3, biotin, kalium iodida, sodium selenite.

Gambar 2 Produk UR Urinary® Ox/St™ Canine Formula

Kandungan nutrisi:
Protein kasar : 21.0%
Lemak kasar : 9.0%
Serat kasar : 6.5%
Kadar air : 12.0%
Abu kasar : 8.5%
Kalsium : 0.9%
Fosfor : 0.7%

b. Purina ONE® Urinary Tract Health Formula Cat Food (Purina a)


Bentuk: Dry Food
Deskripsi: Produk ini dibuat dari daging ayam asli serta bahan-bahan yang
berkualitas tinggi kami dan memiliki fungsi tertentu. Produk ini
memiliki rasa yang disukai kucing, memberikan nutrisi yang
bermanfaat untuk kesehatan kucing, dan telah direkomendasikan
oleh dokter hewan.
Komposisi: Tepung jagung, jagung giling, ayam, brewers rice, tepung terigu,
lemak hewani yang diawetkan dengan campuran tokoferol, telur
kering, asam fosfat, kalsium karbonat, kalium klorida, animal
digest, natrium kaseinat, L-Lisin monohidroklorida, whey kering,
kolin klorida, defluorinasi fosfat, garam, taurin, seng sulfat, sulfat
besi, suplemen vitamin E, niasin, mangan sulfat, asam sitrat,
suplemen vitamin A, kalsium pantotenat, tiamin mononitrat,
tembaga sulfat, suplemen riboflavin, suplemen vitamin B-12 ,
piridoksin hidroklorida, asam folat, suplemen vitamin D-3,
kalsium iodat, biotin, kompleks menadione natrium bisulfit
(sumber aktivitas vitamin K), natrium selenit, P-4158.

Gambar 3 Produk Purina ONE® Urinary Tract Health Formula Cat Food

Kandungan nutrisi:
Protein kasar : 31.0%
Lemak kasar : 12.5%
Serat kasar : 2.0%
Kadar air : 10.0%
Abu kasar : 6.2%
Asam linoleat : 1.4%
Kalsium : 0.8%
Fosfor : 0.7%
Magnesium : 0.08%
Taurin : 0.15%
Asam lemak Omega-3 : 1.6%

Manfaat:
- Membantu menjaga kesehatan saluran kemih dengan mengurangi pH
urin dan memberikan magnesium yang rendah,
- Omega-6 berfungsi membuat rambut kucing menjadi bercahaya dan
kulit sehat,
- Kibble (sereal atau olahan pakan hewan yang kering dalam potongan
seragam kecil) yang renyah membantu mengurangi penumpukan plak
dan memutihkan gigi, dan
- Vitamin dan mineral untuk memperkuat tulang dan persendian.

BAB IV
PENUTUP

Simpulan

Penyakit ginjal tidak dapat disembuhkan sehingga asupan nutrisi dengan


memberikan pakan diet ginjal merupakan faktor penting selain terapi supportif
dengan obat-obatan. Nutrisi dengan kandungan rendah protein dan mineral
merupakan formulasi utama dalam pakan diet ginjal.

Saran

Penggunaan pakan diet pada hewan normal tidak disarankan karena dapat
menyebabkan malnutrisi. Penggunaan pakan diet ginjal dengan jangka yang
melebihi ketentuan harus berdasarkan rekomendasi dokter hewan.
DAFTAR PUSTAKA

[Depkes RI] Departemen Kesehatan RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI


Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan RI. 2006. Kebijakan Obat Nasional.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Rumah Sakit.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Rumah Sakit.
[KEMENTAN] Kementerian Pertanian RI. 2010. Peraturan Menteri Pertanian RI
Nomor 01 02/Permentan/OT.140/1/2010 tentang Pedoman Pelayanan Jasa
Medik Veteriner.
Bartges JW. 2012. Chronic kidney disease in dogs and cats. Vet Clin Small
Anim.42 (1): 669–692
Beaulieu MC, Curtis BM, Levin A. 2010. The role of the chronic kidney disease
clinic. In: Himmelfarb J, Sayegh MH. Chronic Kidney Disease, Dialysis,
and Transplantation. 3rd Ed. Philadelphia (US): Elsevier. hlm 75-86.
Kawahe M, Mandagi CK, Kawatu PA. 2015. Hubungan antara mutu pelayanan
kefarmasian dengan kepuasan pasien rawat jalan di Puskesmas Teling Atas
Kota Manado. Pharmacon. 4(4):261-269.
Levey AS, Coresh J. 2012. Chronic kidney disease. Lancet. 379 (9811): 165-180.
Moats B. 2019.Chronic kidney disease [Internet]. [Diunduh 2020 Okt 17].
Tersedia pada: https://cvm.ncsu.edu/wp-content/uploads/2019/01/Cats-
Chronic-Kidney-Disease-v2-1.pdf.
O’Neill DG, Elliott J, Church DB, McGreevy PD, Thomson PC, Brodbelt DC.
2013. Chronic kidney disease in dogs in UK veterinary practices:
prevalence, risk factors, and survival. J Vet Intern Med. 27(4):814–821.
Primarizky H, Novanto N, Ikawati A. 2012. Laporan Kasus: Polycystic Kidney
Disease (PKD) pada Kucing. Veteriner Medika Jurnal Klinik Veteriner. 1
(1): 39-43.
RSHP IPB.2019. Profil rumah sakit hewan institut pertanian bogor [Internet].
[Diunduh 2020 Okt 17]. Tersedia pada: http://rshpfkh. ipb.ac.id/ profil/.
Rusli. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi: Farmasi Rumah Sakit dan Klinik.
Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Siregar CJ, Amalia L. 2003. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta
(ID): Kedokteran EGC.
Siregar CJ, Amalia L. 2004. Farmasi Rumah Sakit: Teori & Penerapan. Jakarta
(ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tjahjani R. 2004. Analisis komparasi daftar obat yang berkaitan dengan
pelayanan farmasi rumah sakit dalam upaya penentuan daftar obat standar
(Studi Kasus Manajemen Logistik Farmasi di Rumah Sakit Gatoel
Mojokerto). Jurnal Administrasi Kebijakan Kesehatan. 2(3): 70-77.
Vaden SL. 2005. Glomerular disease. In: Textbook of Veterinary Internal
Medicine 6th Edition. Missouri (US): Saunders Elsevier.
Yanuartono, Nururrozi A, Indarjulianto S. 2017. Penyakit ginjal kronis pada
anjing dan kucing: manajemen terapi dan diet. Jurnal Sain Vet. 35(1): 17-
34.

Anda mungkin juga menyukai