Aliran Sesat
Aliran sesat adalah aliran yang menyimpang dari norma keagamaan itu sendiri, meskipun
mereka menganggap semua hal yang mereka yakini itu adalah suatu kebenaran, tapi pada
kenyataannya mereka tetaplah salah. Mereka tidak mengakui Tuhan sebagai pencipta dari
segala yang ada di jagad semesta ini, melainkan mereka mentuhankan hal-hal yang tidak
masuk diakal seperti patung, pohon, benda-benda antik dan sebagainya. Tapi diantara
beberapa aliran sesat tersebut ada yang mengakui Tuhan itu ada, tapi pelaksanaannya tidak
sesuai dengan tata cara agama yang telah ada sebelumnya, sehingga meskipun mengakui
adanya Sang Maha Pencipta, namun tetap saja pelaksanaannya salah dan dapat dikategorikan
menyimpang. Hal itulah yang memicu banyaknya penyimpangan sosial lain, baik berupa
tindak anarkis ataupun asusila. Hal ini dikarenakan dalam beberapa ajarannya, aliran sesat ini
biasanya membebaskan para pengikutnya untuk berbuat sesuatu yang melebihi norma dan
kewajaran, seperti pemerkosaan, perampokan, pembunuhan, penganiayaan, dan lain
sebagainya.
Hal Yang Mendasari Terjadinya Aliran Sesat
Dengan makin berkembangnya teknologi komunikasi selain berdampak positif hal ini serta-
merta membawa dampak negatif juga, yaitu mudah masuknya hal-hal yang menyimpang dari
negara lain yang kemudian masuk kenegara kita dengan leluasa. Meskipun pemerintah negara
kita telah berupaya memfilter hal negatif ini, namun hal negatif ini terlalu besar jumlahnya
dan filter pemerintah tersebut hanya bisa menyaring sebagian, TIDAK SELURUHNYA. Hal
inilah yang kemudian menjadi penyebab utama maraknya hal-hal negatif dinegara kita ini,
terutama aliran sesat sendiri. Selain melalui teknologi yang canggih, kecenderungan aliran
sesat ini juga timbul akibat dampak langsung dari era globalilsasi yang semakin bergejolak
dinegara berkembang ini. Berbagai macam budaya masuk, dan budaya yang masuk melalui
berbagai cara itu pun tanpa difiltrasi ulang oleh setiap orang kemudian diadopsi dan dijadikan
sebuah gaya hidup dan kebutuhan. Terlebih anak muda, yang biasanya jika ada hal baru
selalu tidak pernah mau ketinggalan. Itu mengapa aliran sesat ini mayoritasnya menjangkit
kaum-kaum muda bangsa ini.
Cara MengatasinyaAliran sesat ini mudah sekali menyerang kaum muda, terutama yang
imannya selalu goyah. Maka dari itu hal yang paling pertama adalah dengan meningkatkan
iman dan ketakwaan kepada Tuhan, di Indonesia ini ada 5 agama yang telah diakui
kebenarannya Katolik,Islam, Hindu, Budha, dan Kristen, ke-5 agama itu baik, agama tersebut
yang menjadi simbol iman kita terhadap Sang Pencipta maka agama dan iman itu yang akan
membentengi kita dari hal-hal menyimpang dan sesat, maka rajin lah untuk berdoa atas
keyakinanmu, pahami dan perdalam ilmu keagamaanmu itu. Selain dari iman dan diri sendiri,
peran orang tua dan lingkungan terdekat adalah hal yang ampuh untuk membentengi
seseorang dari penyimpangan dan kesesatan. Kita harus bisa menjaga lingkungan sekitar kita
agar tidak terjerumus kedalam kesesatan dan penyimpangan, kita harus bisa saling
bertoleransi dan mengingatkan satu dengan yang lain, meskipun misalnya kita berbeda
keyakinan. Tapi untuk saling mengingatkan tidak pernah ada yang namanya perbedaan.
Orang tua juga harus selalu mengawasi dan membimbing anaknya agar dia menyadari mana
hal baik dan buruk agar tidak tersesat dijalur yang salah.
MASALAH 2
Dalam setiap masalah atau kasus yang terjadi di masyarakat pada umumnya disebabakan
adanya ketidakseimbangan perhatian atau pembinaan terhadap kedua aspek yang ada di
dalam diri manusia, yakni aspek jasmani (raga) dan aspek rohani (jiwa). Keseimbanagn
kedua aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap setiap perilaku individu ketika
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam berinteraksi dengan masyarakatnya.
Terkait hal di atas dapat dicontohkan dalam kasus sebagai berikut: seorang remaja yang
berusia 13 tahun yang sedang duduk di bangku SMA memiliki sifat introvert. Lingkungan
yang keras dan minimnya pengetahuan tentang keagamaan telah membesarkannya menjadi
orang yang mudah terpengaruh pada situasi dan kondisi di lingkungan sekitarnya.
Selain dari lingkunagn sekitarnya, kasus yang terjadi pada anak ini juga dilatarbelakangi oleh
keadaan keluarganya yang broken home sehingga mengakibatkan pengaruh-pengaruh yang
buruk dari lingkungan keluarga juga dengan mudah memasuki kehidupannya. Hampir tiap
malam anak ini bergaul dengan teman di lingkungannya yang sering berjudi dan mabuk-
mabnukan sehingga proses pendidikannya terganggu.
Studi pada kasus diatas memberikan ilustrasi bahwa betapa besarnya penagruh
lingkungan terhadap perilaku individu dalam kelompok sosial. Psikologi Sosial dalam hal ini
membantu memberikan pemecahan persoalannya denagn upaya pendidikan keagamaan.
Perangsang sosial yang berupa pendidikan keagamaan dan lingkungan sosial yang penuh
dengan kekeluargaan diharapkan mampu merubah perilaku individu menjadi lebih baik,
sehingga secara bertahap persoalan mendasar dari pengaruh buruk lingkungan akan terkikis
dan tergantikan denagn pengaruh yang baik dari pendidikan keagamaan.
MASALAH 3
Kenakalan remaja disebabkan oleh beberapa hal antara lain kesalahan sistem pengajaran di
sekolah yang kurang menanamkan sistem nilai, transisi kultural, kurangnya perhatian orang
tua, dan kurangnya kepedulian masyarakat pada masalah remaja. Untuk mengatasi
permasalahan remaja tersebut perlu dilakukan secara sistemik dan komprehensip melalui
lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan melalui kebijakan pemerintah. Hal ini dapat
dapat dikaji dan dilakukan melalui berbagai disiplin ilmu (interdisipliner) yaitu agama, moral
(PPKn), olahraga kesehatan, biologi, Psikologi, sosial, hukum, dan politik.
MASALAH 4
Anak jalanan adalah fenomena nyata bagian dari kehidupan yang menimbulkan
permasalahan sosial yang komplek. Keberadaan anak jalanan diabaikan dan tidak dianggap
ada oleh sebagian besar masyarakat, terutama masyarakat awam. Jumlah anak jalanan
dipercaya semakin tahun semakin meningkat.
Hidup menjadi anak jalanan bukan merupakan pilihan yang menyenangkan. Beberapa
permasalahan yang mengancam anak jalanan antara lain adalah kekerasan yang dilakukan
oleh anak jalanan lain, komunitas dewasa, satpol PP, bahkan kekerasan seksual seperti
penggunaan pil, alkohol, rokok dan juga penyakit-penyakit menular seperti HIV/AIDS. Anak
jalanan berada dalam kondisi yang tidak memiliki masa depan cerah dan tidak jarang menjadi
masalah bagi banyak pihak seperti keluarga, masyarakat dan negara. Realisasi pemberian
bantuan belum menimbulkan banyak perubahan, mengacu pada data jumlah anak jalanan
yang meningkat dari tahun ke tahun. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dan
lembaga-lembaga masyarakat yang peduli pada anak jalanan, belum memberikan solusi
terbaik bagi permasalahan anak jalanan.
Dalam mewujudkan kebutuhan sehari-hari negara wajib melindungi fakir miskin
sebagaimana disebut pada pasal 34 UUD 1945, fakir miskin dan anak terlantar dipelihara
oleh negara. Hak-hak asas anak terlantar sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya,
seperti tercantum dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Keputusan
Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang pengesahan Convention on the Right of the Child
(konvensi tentang hak-hak anak). Anak perlu mendapatkan hak-haknya secara normal
sebagaimana layaknya, yaitu hak sipil dan kemerdekaan (civil right and freedoms),
lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan (family envionment and alternative care),
kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic health and welfare), pendidikan, rekreasi dan
budaya (education, laisure and culture activites), dan perlindungan khusus (special
protection) (Harja Saputra, 9 April 2007). Hak-hak yang seharusnya diterima oleh anak
tersebut belum dapat terpenuhi sehingga anak memilih uuntuk hidup dijalanan.
Anak terlantar adalah anak karena suatu sebab orang tuanya melalaikan
kewajibannya, orang tua tidak dapat menjalankan perannya misalnya mencukupi kebutuhan
anak dan seringkali tidak dpat melindungi anak dari bahaya jalanan sehingga anak tersebut
menjadi terlantar. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan rohani yaitu penanaman ilmu
agama terhadap anak, kebutuhan jasmani seperti kesehatan anak, sandang, pangan, dan
papan, serta kebutuhan sosial yang merupakan pengetahuan bersosialisasi terhadap msyarakat
dan lingkungan. Anak terlantar adalah anak yang tinggal dikeluarga miskin usia sampai
dengan 18 tahun. Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak
sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak
mampu memamfaatkan tenaga mental, maupun fisik dalam kelompok tesebut. Namun tidak
semua keluarga miskin melalaikan kewajibanya karena pada dasarnya setiap orang tua
menginginkan anak-anak mereka untuk mendapatkan hak-haknya, seperti pendidikan. Pada
dasarya tidak semua anak jalanan bekerja atas dorongan orang tua, sebagian besar dari
mereka juga memiliki kesadaran diri untuk turut bekerja membantu penghasilan orang tua.
MASALAH 5
Salah satu penyebab masalah sosial adalah faktor psikologis misalnya penyakit syaraf dan
aliran sesat. Mengapa penyakit syaraf dijadikan salah satu penyebab masalah sosial? Seperti
pengertiannya masalah sosial itu ialah sebuah kondisi yang tidak diharapkan dan dianggap
dapat merugikan kehidupan sosial serta bertentangan dengan standar sosial yang telah
disepakati.
Skizofrenia merupakan salah satu penyakit syaraf. Penyakit ini mengacu pada pada
tergannggunya keseimbangan emosi dan pikiran. Seseorang yang mederita penyakit ini akan
melakukan hal-hal yang tidak biasanya dilakukan oleh orang normal lainnya seperti berbicara
sendiri, tidak bisa meluapkan emosinya bahkan dengan memukuli dirinya sendiri, bertingkah
tidak teratur, menjauh dari lingkungan sosial.
Dilihat dari kondisi diatas penyakit syaraf ini memang menjadi penyebab masalah sosial. Kita
lihat seseorang yang menderita penyakit ini akan sulit bersosialisasi dengan orang lain dan
parahnya orang-orang yang tidak mengerti akan menjauhi si penderita karena merasa kurang
nyaman jika berada didekat si penderita. Sehingga dalam hidup penderita tidak akan dapat
melakukan hubungan sosial yang baik layaknya orang normal lainnya. Belom lagi dari pihak
keluarga yang tidak bisa menerima keadaan penderita ini, mungkin keluarga tersebut bisa
melakukan tindakan yang kasar bahkan bisa masuk ke ranah hukum jika tidak bisa sabar
dalam merawat dan menjaga penderita karena merasa malu dengan sikap dan tingkah laku
penderita skizofrenia ini.
Beberapa yang mungkin menjadi sebab penyakit ini muncul yakni :
- Kondisi hidup yang penuh stres
- Sering mengkonsumsi obat psikoaktif selama masa remaja dan dewasa muda
- Sering terkena paparan virus, racun, atau kekurangan gizi selama masa kehamilan,
khususnya pada trimester pertama dan kedua
Tidak ada cara pasti untuk mencegah penyakit ini, namun pengobatan dini dapat membantu
mencegah kekambuhan dan memburuknya gejala yang timbul akibat dari penyakit ini.
Beberapa jenis tes seperti : Tes Laboratorium, Tes pencitraan dengan menggunakan magnetic
resonance imaging (MRI) dan computed tomography (CT) scan, Evaluasi psikologis.
MASALAH 6
Bocah SD Bakar Temannya, Psikolog: Penyebabnya Sinetron TV dan Salah Asuhan
KRIMINALITAS.COM, Medan – Dua pelajar sekolah dasar di Lima Puluh, Kabupaten
Batubara, Johanes Carlo Sitorus dan Martin Pangaribuan yang terluka akibat dibakar
rekannya sendiri merupakan akibat kenakalan remaja yang dipengaruhi beberapa faktor.
Psikolog Irma Minauli dari Universitas Medan Area mengatakan, saat ini intensitas dan
tingkat kenakalan pada anak sudah semakin meningkat baik dari segi kuantitas maupun
kualitasnya.
“Kenakalan remaja (juvenile delinquence) biasanya disematkan pada perilaku anak yang
melakukan tindak kejahatan yang jika dilakukan oleh orang dewasa akan mendapatkan
hukuman yan berat. Akan tetapi berhubung anak masih di bawah umur sehingga dianggap
belum mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya, maka dianggap sebagai kenakalan,”
tutur Irma Minauli, Kamis (8/10) siang.
Akan tetapi, sambung dia, kasus terhadap Johanes dan Martin yang menjadi korban
kenakalan rekannya sendiri adalah kenakalan yang luar biasa dan di luar kewajaran.
“Perilaku yang semakin agresif dan sistematis dalam melakukan kejahatan dianggap sebagai
proses belajar yang salah selama ini. Ini juga disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya
acara sinetron televisi yang saya anggap kurang edukatif. Begitu juga dengan pola asuh orang
tua yang keliru,” tandas Minauli.
http://kriminalitas.com/bocah-sd-bakar-temannya-psikolog-penyebabnya-sinetron-tv-dan-
salah-asuhan/
MASALAH 7
Kasus-kasus kenakalan anak dan remaja sering menimbulkan pro dan kontra di antara pihak
penegak hukum dan pemerhati dunia anak. Lihat saja kasus penusukan teman sebaya yang
dilakukan oleh seorang siswa SD berinisal Amn. Kasus ini mendapat perhatian dari banyak
pihak karena termasuk “sadis” untuk dikategorikan sebagai kenakalan remaja (usia biologis
Amn adalah 13 tahun). Berdasarkan keterangan yang dihimpun Kepolisian dari pihak-pihak
yang terkait dengan kasus ini, Amn sebelumnya ternyata mencuri ponsel milik korban. Hasil
penjualan ponsel tersebut dibagi-bagi kepada dua orang teman Amn berinisial Gb dan Kf. Kf
yang mendapatkan “uang jatah” paling kecil dan merasa pembagian itu tidak adil, akhirnya
melaporkan pencurian tersebut kepada korban. Korban meminta agar Amn mengembalikan
ponsel miliknya, namun Amn menolak. Penusukan itu terjadi ketika Amn dan korban
berangkat sekolah bersama-sama (KOMPAS, 19 Februari 2012). Dalam kacamata hukum,
bukti-bukti dan keterangan dari saksi yang memberatkan Amn adalah pintu menuju hukuman.
Tapi Amn masih dikategorikan sebagai anak di bawah umur yang seharusnya mendapatkan
pembinaan, bukan hukuman penjara. Pertanyaannya adalah: Bagaimana Amn yang baru
berusia 13 tahun bisa melakukan tindakan yang keji bahkan untuk ukuran orang dewasa
sekalipun? Jika dilihat dari perspektif psikologi perkembangan, penyimpangan perilaku yang
terjadi pada anak-anak di bawah umur dan remaja seharusnya dikategorikan pada kenakalan
remaja (juvenile delinquency). Kenakalan remaja ini adalah perilaku-perilaku yang secara
umum tidak dibenarkan oleh normal sosial, seperti tindak pelanggaran di rumah ataupun
sekolah hingga ke ranah kriminal. Lalu apa bedanya jika tindakan yang melanggar norma
sosial (termasuk tindak kriminal) tersebut dilakukan oleh orang dewasa? Orang dewasa
dianggap sadar sepenuhnya terhadap setiap tindakan yang ia lakukan (meskipun tidak
semuanya seperti ini). Sementara Amn adalah siswa SD berusia 13 tahun, yang artinya ia
masih dikategorikan sebagai remaja (lebih spesifik lagi fase remaja awal). Secara umum,
indikator perkembangan pada fase usia tersebut adalah kebingungan terhadap identitas.
Remaja membentuk identitas dari apa yang ia lihat (imitasi). Amn tinggal bersama kakaknya
di sebuah rumah petak. Tidak ada lahan bermain disana. Sementara kakaknya bekerja dari
pagi hingga sore. Kemungkinan besar, Amn tidak mendapatkan perhatian dari keluarga yang
seharusnya melindunginya. Lingkungan berperan penting dalam pembentukan karakter
seseorang, apalagi jika ia masih remaja. Pada masa-masa usia remaja awal, apapun situasi
tidak menyenangkan yang dihadapi oleh si remaja, pasti akan ditanggapi dengan berlebihan
(bahasa gaulnya: lebay). Misalnya ketika ada remaja yang diejek oleh temannya gara-gara
warna pakaiannya dianggap norak. Yakinlah, hari itu pasti akan menjadi bad day bagi si
remaja. Dia bisa saja ia menjadi malas keluar kamar dan malas makan. Oleh karena itu, figur
orang dewasa (terutama orangtua dan keluarga) sangat diperlukan oleh remaja agar ia dapat
berkeluh kesah tentang kegalauannya. Tekanan sekecil apa pun, bagi remaja akan dianggap
sebagai sebuah petaka besar. Kasus Amn ini bermula dari pencurian ponsel. Mengapa Amn
berani mencuri ponsel kemudian menjualnya? Kemungkinan besar, Amn pernah melakukan
perilaku mencuri “kecil-kecilan” sebelum akhirnya berani mencuri ponsel. Apakah Amn
memang membutuhkan uang sehingga harus menjual ponsel? Kita tidak tahu. Satu hal yang
pasti, ada kerancuan identitas sehingga Amn akhirnya melakukan perilaku mencuri. Bisa jadi
ia kurang mendapatkan perhatian dari keluarga dan lingkungannya. Perilaku ini berlanjut ke
penusukan dengan menggunakan senjata tajam. Bagaimana Amn bisa setega itu dan
mencampakkan korban ke dalam got (korban ditemukan bersimbah darah di dalam got)?
Menurut saya, Amn melakukan imitasi perilaku dari media massa (koran ataupun televisi).
Jika kita perhatikan, nyaris semua korban pembunuhan yang diberitakan oleh media massa
ditemukan di selokan, semak-semak, atau tempat tersembunyi lainnya. Amn merasa tertekan
karena pencuriannya diketahui oleh korban. Ia kemudian menusuk korban dengan senjata
tajam dan mencampakkan korban ke got sebagai cara untuk menghilangkan jejak
perbuatannya. Korban sudah ada, lalu bagaimana hukuman yang pantas untuk kenakalan
remaja (bahkan yang masuk kategori sadis seperti kasus Amn ini)? Penjara bukanlah tempat
pembinaan yang tepat karena seringkali dari penjaralah anak-anak belajar tentang kejahatan
yang lain. Amn seharusnya diberikan pembinaan dari profesional seperti psikolog atau
konselor. Berani menyakiti orang lain dengan senjata tajam menunjukkan bahwa Amn
banyak belajar tentang norma sosial yang dilanggar. Misalnya, norma sosial mengatakan
bahwa berbohong adalah perilaku yang salah. Tapi ketika pada realitanya kita melihat semua
orang pernah berbohong, masihkah kita teguh untuk tidak melakukan kebohongan? Kasus ini
adalah refleksi dari gagalnya lingkungan dan orangtua membentuk karakter positif dari
seorang anak. Amn kemungkinan pernah menyaksikan begitu banyak normal sosial yang
dilanggar (mulai dari yang sepele hingga yang berat seperti pencurian misalnya). Anak
hanyalah korban dari kegagalan pendidikan tersebut. Kegalauan yang terlihat berlebihan pada
remaja saat ini sebenarnya merupakan refleksi dari kebutuhan yang besar agar mereka
diperhatikan. Artinya, remaja-remaja di perkotaan banyak yang kurang mendapatkan
perhatian dari lingkungan terdekat mereka. Jika remaja bisa menemukan saluran positif bagi
energinya yang begitu besar, yakinlah mereka akan menjadi manusia kreatif. Mari kita
selamatkan generasi muda bangsa ini dari kenakalan-kenakalan yang dapat menghancurkan
masa depan mereka. Generasi muda yang hancur adalah kerugian besar bagi sebuah negara.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/yudikurniawan/perilaku-menyimpang-pada-
remaja-kriminal-atau-hanya-kenakalan-remaja_550dfbe7a33311bb2dba7df1
Kepala Bidang SMA Dinas Pendidikan DKI Jakarta Fathurin Zen mengaku sangat
menyayangkan insiden bullying yang dilakukan oleh sejumlah siswi SMAN 3 Setiabudi,
Jakarta Selatan. Melihat aksi mereka yang tersebar di video, para pelajar tersebut dianggap
layak mendapatkan sanksi berat.
"Ada rapat kelulusan oleh dewan guru," ujar Fathurin di Jakarta, Selasa malam 3 Mei 2016.
Menurut Fathurin, melihat para pelaku bullying duduk di kelas XII dan telah mengikuti Ujian
Nasional (UN), kelulusan mereka pun bisa saja terancam. Keputusan itu berangkat dari
penilaian terhadap perilaku kolektif oknum pelajar tersebut sejak duduk di bangku
SMA."Terhadap kasus yang terjadi, dilihat kronologis dari kelas I, II, III bagaimana perilaku
mereka. Itu jadi syarat kelulusan atau tidak diluluskan. Ketika dalam rapat dewan guru para
pelaku diputuskan tidak lulus, ya tidak lulus," tutur dia.
Dia menjelaskan, sanksi yang diberikan untuk para pelajar yang melanggar pun beragam.
Apabila oknum pelajar yang ada di dalam video bullying tersebut hanya ikut-ikutan dan tidak
melakukan kekerasan fisik, bisa saja hanya diberikan teguran keras.
"Tapi kalau sudah keterlaluan kayak kekerasan fisik dan kriminal, bisa dikeluarkan atau tidak
diluluskan," tegas Fathurin.
Kemarin, kata Fathurin, korban dan pelaku bullying beserta keluarga mereka sudah
dipertemukan. Permasalah ini diselesaikan secara internal. Meski demikian, perlu sanksi bagi
para pelaku bullying agar tradisi intimidasi di kalangan pelajar ini tidak turun temurun,
sekaligus memberi efek jera pada pelaku.
"Tadi pagi sudah dibikin berita acara, satu dengan yang lain, tetap saja yang bersalah harus
diberikan sanksi. Kepala sekolah sudah memberikan satu statement yang ditandatangani
orangtua pelaku. Kalau sudah diputuskan, ijazah ditahan sementara sampai kasus ini tuntas,"
pungkas Fathurin.
Hal senada juga disampaikan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Sopan Adrianto. Setiap
tahun pihaknya selalu mengeluarkan surat edaran dan imbauan agar para pelajar pasca-UN
tidak melakukan tawuran, coret-coret seragam, konvoi, dan hal lain yang mengganggu
ketertiban umum.
"Yang pasti keputusan penuh ada di pihak sekolah. Kalau memang sudah sampai ke ranah
hukum ya tentunya kita serahlan ke polisi. Tapi kalau jadi damai, ya kita tetap akan tunggu
hasilnya nanti pengumuman tanggal 7 Mei, apakah diluluskan atau tidak," ucap Sopan.
Secara pribadi, Sopan mendukung agar para pelaku bullying mendapatkan sanksi berat.
Kendati, dia tidak mau mengintervensi dan tetap menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada
pihak sekolah.
"Ketika ada murid-murid yang demikian ya kalau saya perlu ada sanksi, karena masa sih ada
orang yang begitu mudahnya melakukan kekerasan tapi tidak mendapat sanksi," tutur dia.
Apalagi berdasarkan tata tertib sekolah, pelajar yang terlibat aksi tawuran, kekerasan,
bullying, dan tindak pidana lain, maka anak didik itu harus dikembalikan kepada
orangtuanya.
"Nah, makna dari dikembalikan ke orangtuanya itu kan terserah. Kita bisa mengeluarkan, kita
bisa buat rekomendasi pindah ke sekolah lain, tapi tata tertib umumnya bunyinya seperti itu,"
pungkas Sopan.
Dewasa ini kita semakin sering disajikan informasi terkait penindasan atau yang kerap kita
dengar dengan istilah bullying, pada anak kecil dan juga remaja. Kasus bullying tidak hanya
marak di negara Barat saja, contohnya, Amerika Serikat. Namun juga sudah menjadi
peristiwa umum yang mana jumlah laporan kasusnya sekaligus tingkat kekerasannya semakin
membuat para orangtua dan juga otoritas cemas dan ketar-ketir.
Pemerintah Indonesia tentunya tidak tinggal diam melihat peningkatan drastis pada jumlah
laporan terkait kasus bullying. Sejumlah peraturan baru kini telah diterapkan untuk
mengajarkan semua anak dan remaja agar tidak terlibat dalam kasus bullying, baik sebagai
pelaku maupun korban.
Meski peran pemerintah begitu besar dan banyak dari kasus akhirnya terselesaikan sebelum
menjadi terlalu parah, tidak bisa dipungkiri bahwa mereka yang dulu sudah pernah menjadi
korban cenderung terganggu mentalnya saat mereka dewasa nanti.
Ini dibuktikan oleh sejumlah ilmuwan asal Finlandia melalui hasil riset mereka yang
bertujuan untuk menganalisis kejiwaan sebanyak 5.000 pasien dari usia 16 hingga 29 tahun,
setelah sempat tercatat menjadi korban kasus penindasan atau bullying ketika masih kecil.
Seperti dilansir dari Live Science, Senin (29/8/2016), data pasien diambil dari sejumlah
rumah sakit yang tersebar di negara tersebut. Riset mereka mengungkap, mereka yang pernah
dan sering menjadi korban bullying saat umur delapan tahun lebih rentan terserang gangguan
kejiwaan saat mereka dewasa.
Riset tersebut juga mengungkap fakta bahwa gangguan jiwa pada sebagian besar dari 5000
korban bullying ini dinilai cukup akut sehingga banyak dari mereka membutuhkan perawatan
medis sekaligus pelatihan mental khusus dalam upaya penyembuhannya.Selain itu, mereka
yang ditindas saat usia 8 tahun juga sangat rentan terserang depresi ketika proses beranjak
dewasa.
Kepala SMAN 3 Jakarta Ratna Budiarti langsung mengumpulkan sejumlah siswi dan wali murid pasca-
video bullying yang diduga dilakukan oleh anak didiknya tersebar di publik.
Para siswi yang terlibat dalam video itu, berikut orangtuanya dikumpulkan secara tertutup di
sekolah. Mereka berembuk berupaya menyelesaikan kasus bullying secara kekeluargaan.
"Alhamdulillah masalah ini sudah beres. Semua bisa memahami dan ini jadi pembelajaran
bagi orangtua dan kami," ujar Ratna usai menggelar pertemuan tertutup di SMAN 3,
Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (3/5/2016).
Ratna mengakui, kejadian Kamis 28 April lalu itu membuat pihaknya kaget. Sebab selama
setahun terakhir sudah tidak ada lagi tindakan bullying di sekolahnya. Kasus tersebut pun
menjadi tamparan keras bagi pihak sekolah.
"Padahal selama ini kami sudah berupaya maksimal meniadakan bullying di sekolah," tutur
dia.Kasus tersebut, kata Ratna, sudah selesai secara kekeluargaan. Kedua belah pihak, baik
pelaku maupun korban telah bersepakat damai. Para pelaku bahkan telah membuat surat
permohonan maaf kepada korban dan berjanji tidak akan mengulangi tindakan yang sama.
"Kami sudah memberikan arahan kepada semuanya, baik orangtua maupun siswa terkait hal
ini. Mereka sudah saling memaafkan satu sama lain," beber Ratna.
Namun pihak sekolah tak berhenti begitu saja. Menurut Ratna, pihaknya tetap memberikan
sanksi terhadap para pelaku yang diketahui sebagai siswi kelas XII dengan menahan ijazah
mereka. Sanksi tersebut berlaku hingga tak ada lagi tuntutan dari pihak korban.
"Sanksinya berupa penahanan ijazah sampai tidak adanya lagi tuntutan terkait masalah ini
dari pihak manapun," jelas dia.
Wali Murid Membantah
Ada pernyataan menarik dari salah satu wali murid yang anaknya berada di dalam video
berdurasi sekitar 37 detik itu. Reza, nama wali murid itu, mengakui bahwa pihak sekolah
telah memberikan solusi terbaik.
Namun pria berusia sekitar 40 tahun itu membantah jika terjadi kesepakatan damai dalam
kasus ini.
"Enggak ada istilah damai, jujur enggak ada istilah damai. Yang ada hanyalah solusi dari
semua pihak, dari kepala sekolah, guru-guru dan semua pihak orangtua serta anak-anak,"
ucap Reza di lokasi.
Reza juga membantah jika ada kesepakatan dari para pelaku untuk menerima sanksi berupa
penahanan ijazah. "Semua adalah kebaikan buat anak-anak. Tidak ada penahanan ijazah dan
sanksi. Tidak ada kesepakatan," tegas dia.
Dirinya juga tidak mau menyalahkan pihak manapun dalam kasus bullying ini. Menurut dia,
kasus tersebut merupakan pembelajaran bagi orangtua dan anak agar tidak diulangi kembali.
"Apa yang terjadi di SMAN 3 itu bukan aib, tapi pembelajaran. Hikmah yang baik buat kita
semua khususnya, kami sebagai orangtua," pungkas Reza.