Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN MORBILI,


VARICELA, DAN DEMAM TYPOID

Dosen Pengajar : NS. Adelia Utami, S.Kep

DISUSUN OLEH :

AINA MARDHIAH

18.023

AKADEMI KEPERAWATAN SRI BUNGA TANJUNG

T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya,sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Salawat beserta salam tidak lupa pula penulis ucapkan kepada
nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita kembali ke jalan Allah SWT.

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas


matakuliah “Keperawatan Anak” yang diberikan oleh dosen yang bersangkutan.
Dimana dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai “Asuhan
Keperawatan Anak dengan Morbili,Varicela dan Demam Typoid”.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya


sehingga dapat menambah pengetahuan kita semua.

Akhir kata penulis mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam makalah ini,
karena penulis masih dalam proses pembelajaran. Untuk itu penulis menerima
saran dan kritikan dari pembaca sebagai batu loncatan bagi penulis untuk
pembuatan makalah kedepannya.

DUMAI, 23 April 2020

PENULIS

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................................iii

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................

1.3 Tujuan............................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................

2.1 Asuhan Keperawatan Anak dengan Morbili..................................................................

2.2 Asuhan Keperawatan Anak dengan Varicela................................................................

2.3 Asuhan Keperawtan Anak dengan Demam Typoid......................................................

BAB III PENUTUP...........................................................................................................

3.1 Kesimpulan....................................................................................................................

3.2 Saran..............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak merupakan hal yang penting artinya bagi keluarga, selain sebagai penerus keturunan,
anak pada akhirnya sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua
yang menginginkan anaknya jatuh sakit. Dalam kebanyakan kasus dengan awal hari pembibitan atau
taman kanak-kanak ada akumulasi tiba-tiba dan banyak orang tua memiliki perasaan bahwa anak
mereka sakit permanen.
Sebagai peetugas kesehatan perawat wajib memberikan asuhan keperawatan pada klien anak-anak
dengan tidak hanya memperhatikan keadaan umum klien tetapi juga memperhatikan aspek tumbuh
kembang dari anak tersebut untuk mencapai kesajhteraan anak terwujud.

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan Asuhan Keperawatan Anak dengan Morbili!
2. Jelaskan Asuhan Keperawatan Anak dengan Varicela
3. Jelaskan Asuhan Keperawatan Anak dengan Demam Typoid
4.
1.3 Tujuan

5. Untuk memahami dan mengetahui Asuhan Keperawatan Anak dengan Morbili


6. Untuk mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan Anak dengan Varicela
7. Untuk mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan Anak dengan Demam Typoid

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Asuhan Keperawatan Anak dengan Morbili


A.                Definisi
Morbili ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium
yaitu : stadium inkubasi, stadium prodromal dan stadium erupsi
Campak adalah organisme yang sangat menular ditularkan melalui rute udara dari
seseorang yang terinfeksi pada orang lain yang rentan.

B.                 Etilogi
Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus yang tergolong dalam famili paramyxovirus
yaitu genus virus morbili. Virus ini sangat sensitif terhadap panas dan dingin, dan dapat
diinaktifkan pada suhu 30oC dan -20oC, sinar matahari, eter, tripsin, dan beta propiolakton.
Sedang formalin dapat memusnahkan daya infeksinya tetapi tidak mengganggu aktivitas
komplemen.
Penyebab morbili adalah virus morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah selama
masa prodromal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak, cara penularan dengan droplet dan
kontak .
Campak adalah suatu virus RNA, yang termasuk famili Paramiksoviridae, genus
Morbilivirus. Dikenal hanya 1 tipe antigen saja; yang strukturnya mirip dengan virus penyebab
parotitis epidemis dan parainfluenza. Virus tersebut ditemukan di dalam sekresi nasofaring,
darah dan air kemih, paling tidak selama periode prodromal dan untuk waktu singkat setelah
munculnya ruam kulit. Pada suhu ruangan, virus tersebut dapat tetap aktif selama 34 jam.

C.                Manesfestasi Klinik


Masa tunasnya adalah 10-20 hari, dan penyakit ini dibagi menjadi dalam 3 stadium yaitu:
1.                  Stadium Kataral ( Prodormal)
Berlangsung selama 4-5 hari dengan tanda gejala sebagai berikut:

5
a.                   Panas
b.                  Malaise
c.                   Batuk
d.                  Fotofobia
e.                   Konjungtivitis
f.                   Koriza
Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik
berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema tapi itu sangat jarang
dijumpai. Diagnosa perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak koplik dan penderita
pernah kotak dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.
2.                  Stadium Erupsi
Gejala klinik yang muncul pada stadium ini adalah:
a.                   Koriza dan Batuk bertambah
b.                  Kadang terlehat bercak koplik
c.                   Adanya eritema, makula, papula yang disertai kenaikan suhu badan
d.                  Terdapat pembesaran kelenjar getah bening
e.                   Splenomegali
f.                   Diare dan muntah
Variasi dari morbili disebut “Black Measles” yaitu morbili yang disertai pendarahan pada kulit,
mulut, hidung dan traktus digestivus.
3.                  Stadium konvalensensi
Erupsi mulai berkurang dengan meninggalkan bekas (hiperpigmentasi). Suhu menurun sampai
normal kecuali ada komplikasi.

D.                Patofisiologi
Gejala awal ditunjukkan dengan adanya kemerahan yang mulai timbul pada bagian
belakang telinga, dahi, dan menjalar ke wajah dan anggota badan. Selain itu, timbul gejala
seperti flu disertai mata berair dan kemerahan (konjungtivis). Setelah 3-4 hari, kemerahan mulai
hilang dan berubah menjadi kehitaman yang akan tampak bertambah dalam 1-2 minggu dan

6
apabila sembuh, kulit akan tampak seperti bersisik. Penularannya sangat efektif, dengan sedikit
virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang.
Penularan campak terjadi melalui droplet melalui udara, terjadi antara 1-2 hari sebelum
timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di tempat awal infeksi, penggadaan virus
sangat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk kedalam limfatik lokal, bebas
maupun berhubungan dengan sel mononuklear mencapai kelenjar getah bening lokal. Di tempat
ini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dari tempat ini mulailah penyebaran ke
sel jaringan limforetikular seperti limpa.
Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak
Sedangkan limfosit T meliputi klas penekanan dan penolong yang rentan terhadap infeksi, aktif
membelah. Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap,
tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, fokus infeksi terwujud yaitu ketika virus masuk kedalam
pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran napas, kulit,
kandung kemih, usus.Pada hari ke 9-10 fokus infeksi yang berada di epitel aluran nafas dan
konjungtiva, 1-2 lapisan mengalami nekrosis. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk
kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinik dari sistem saluran napas
diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah.
Respon imun yang terjadi adalah proses peradangan epitel pada sistem saluran
pernapasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan
ruam yang menyebar ke seluruh tubuh, tanpa suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut
bercak koplik. Muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat
itu antibody humoral dapat dideteksi. Selanjutnya daya tahan tubuh menurun, sebagai akibat
respon delayed hypersensitivity terhadap antigen virus terjadilah ruam pada kulit, kejadian ini
tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T. Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke
pembuluh darah. Vesikel tampak secara mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil
tumbuh di kulit. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernapasan memberikan
kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain-
lain. Dalam keadaan tertentu adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus
campak.

E.                 Pemeriksaan Penunjang

7
1.                  Pada pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan leukopeni
2.                  Dalam spuntum, sekresi nasal, sedimen urine dapat ditemukan adanya
multinucleated giant cells yang khas
3.                  Pada pemeriksaan serologis dengan cara hemagglutination inhibition test dan
complemen fixation test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1-3 hari setelah
timbulnya rash dan mencapai puncaknya pada 2-4 minggu kemudian. (Rampengan, 1997 : 94)
4.                  Pada pemeriksaan serologi dengan cara hemaglutination inhibition test dan
complement fiksatior test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1 – 3 hari setelah
timbulnya ras dan mencapai puncaknya pada 2 – 4 minggu kemudian.
F.                 Komplikasi
1.                  Pneumonia
Perluasan infeksi virus disertai dengan infeksi sekunder. Bakteri yang menimbulkan pneumoni
pada mobili adalah streptokok, pneumokok, stafilokok, hemofilus influensae dan kadang-kadang
dapat disebabkan oleh pseudomonas dan klebsiela.
2.                  Gastroenteritis
Komplikasi yang cukup banyak ditemukan dengan insiden berkisar 19,1 – 30,4%
3.                  Ensefalitis
Akibat invasi langsung virus morbili ke otak, aktivasi virus yang laten, atau ensefalomielitis tipe
alergi.
4.                  Otitis media
5.                  Mastoiditis

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN ANAK DENGAN MORBILI

A.                Pengkajian
1.                  Biodata

8
Terdiri dari biodata pasien dan biodata penanggung jawab.
2.                  Proses keperawatan
a.                   Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien dengan morbili yaitu demam terus-menerus berlangsung 2 – 4 hari.
b.                  Riwayat keperawatan sekarang
Anamnesa adanya demam terus-menerus berlangsung 2 – 4 hari, batuk, pilek, nyeri menelan,
mata merah, silau bila kena cahaya (fotofobia), diare, ruam kulit.
c.                   Riwayat keperawatan dahulu
Anamnesa pada pengkajian apakah klien pernah dirawat di Rumah Sakit atau pernah mengalami
operasi .
d.                  Riwayat Keluarga
Dapatkan data tentang hubungan kekeluargaan dan hubungan darah, apakah klien beresiko
terhadap penyakit yang bersifat genetik atau familial.
3.                  Pemeriksaan Fisik
Mata : terdapat konjungtivitis, fotophobia
Kepala : sakit kepala
Hidung : Banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza, perdarahan hidung ( pada stad
eripsi ).
Mulut & bibir : Mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa pahit.
Kulit : Permukaan kulit ( kering ), turgor kulit, rasa gatal, ruam makuler pada leher,muka, lengan
dan, evitema, panas (demam).
Pernafasan : Pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, renchi, sputum
Tumbuh Kembang : BB, TB, BB Lahir, Tumbuh kembang R/ imunisasi.
Pola Defekasi : BAK, BAB, Diare
Status Nutrisi : intake – output makanan, nafsu makanan

B.                 Diagnosa Keperawatan


Gangguan rasa nyaman peningkatan suhu tubuh bd proses inflamasi
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd anoreksia.
Resiko kurang volume cairan bd kehilangan sekunder terhadap demam.
Gangguan pola nafas bd inflamasi saluran nafas.

9
Gangguan persepsi sensori bd radang konjungtiva.
Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan proses penyakit morbili.
Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial dan
peningkatan produksi sputum.

C.                Intervensi
1.                  Gangguan rasa nyaman peningkatan suhu tubuh bd proses   inflamasi.
a.                   Tujuan : Diharapkan suhu badan pasien berkurang
b.                  Kriteria hasil :
Suhu tubuh 36,6 – 37,4 0 C.
Bibir lembab.
Nadi normal.
Kulit tidak terasa panas.
Tidak ada gangguan neurologis ( kejang ).
c.                   Intervensi :
Monitor perubahan suhu tubuh, denyutan nadi.
Memberikan kompres dingin / hangat.
Berikan pakaian tipis dalam memudahkan proses penguapan
Libatkan keluarga dalam perawatan serta ajari cara menurunkan      suhu dan mengevaluasi
perubahan suhu tubuh.
Kolaborasi medis untuk pemberian terapi antipiretik.

2.                  Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan anoreksia.
a.                   Tujuan : Diharapakan pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan
b.                  Kriteria hasil :
BB meningkat
Mual berkurang / hilang
Tidak ada muntah
Pasien menghabiskan makan 1 porsi
Nafsu makan meningkat

10
Pasien menyebutkan manfaat nutrisi
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
c.                   Intervensi :
Berikan sari buah yang banyak mengandung air.
Berikan susu atau makanan dalam keadaan hangat.
Berikan nutrisi bentuk lunak untuk membantu nafsu makan. 
Berikan diet TKTP atau nutrisi yang adekuat.
Monitor perubahan berat badan, adanya bising usus, dan status gizi.

3.                  Resiko kurang volume cairan b.d kehilangan sekunder terhadap demam.
a.                   Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh
b.                  Kriteria hasil :
Turgor baik
Kulit lembab
TTV dalam batas normal
Mukosa mulut lembab
Cairan masuk dan keluar seimbang 
Tidak pusing pada perubahan posisi 
Tidak haus
Hb, Ht, dalam batas normal. 
c.                   Intervensi :
Observasi penyebab kekurangan cairan : muntah, diare, kesulitan menelan, kekurangan darah
aktif, diuretic, depresi, kelelahan 
Observasi TNSR.
Observasi tanda – tanda dehidrasi. 
Observasi keadaan turgor kulit, kelembaban, membran mukosa.
Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan bila kekurangan cairan terjadi secara mendadak,
ukur produksi urine setiap jam, berat jenis dan observasi warna urine.
Catat dan ukur jumlah dan jenis cairan masuk dan keluar perparetal. Perhatikan : cairan yang
masuk, kecepatan tetesan untuk mencegah edema paru, dispneu, bila pasien terpasang infus.
Timbang BB setiap hari.

11
4.                  Gangguan pola nafas bd inflamasi saluran nafas.
a.                   Tujuan : Pasien menunjukkan Status Respirasi: Ventilasi: Pergerakan udara ke
dalam dan ke luar dari paru-paru yang normal
b.                  Kriteria hasil:
Menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan dengan status pernapasan yang tidak
berbahaya: ventulasi dan status tanda vital.
Menunjukkan status pernapasan: Ventilasi tidak terganggu, diotandai dengan indikator gangguan
sebagai berikut (dengan ketentuan 1-5L ekstrem, kuat, sedang, ringan , tidak).
Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas. Ekspansi dada simetris.
Tidak ada penggunaan itot bantu.
Bunyi napas tambahan tidak ada.
Napas pendek tidak ada.
c.                   Intervensi :
Pantau adanya pucat dan sianosis. Pantau efek obat pada status respirasi. Tentukan lokasi dan
luasnya krepitasi di tulang dada.
Kaji kebutuhan insersi jalan napas.
Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada pasien dengan ventilator.
4)                  Pemantauan Pernapasan : Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan suaha respirasi;
perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot-otot bantu, serta retraksi otot
suprakla vikular dan interkostal; pantau respirasi yang berbunyi, seperti mendengar.

5.                  Resiko tinggi kerusakan integritas kulit bd penggarukan pruritus.


a.                   Tujuan: kulit tetap utuh
b.                  Kriteria hasil :
1)                  Permukaan kulit utuh.
2)                  Tidak ada kemerahan dan luka.
c.                   Intervensi: 
1)                  Jaga agar kuku tetap pendek dan bersih.
2)                  Pakailah sarung tangan atau restrein siku.
3)                  Berikan pakaian tipis, longgar, dan tidak mengiritasi.

12
4)                  Tutup area yang sakit (lengan panjang, celana panjang, pakaian satu lapis).
5)                  Berikan sedkit lotion yang melembutkan pada luka terbuka.
6)                  Hindari pemajanan panas atau sinar matahari

6.                  Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan proses penyakit morbili.
a.                   Tujuan : Integritas kulit baik
b.                  Kriteria hasil :
Permukaan kulit utuh.
Tidak ada kemerahan dan luka.
c.                   Intervensi :
Observasi keadaan kulit selama masa perawatan.
Kaji pola nutrisi dan cairan anak.
Beri pakaian yang tipis dan menyerap keringat.
Ganti pakaian dan alat tenun bila basah. 
Jaga kulit agar tetap bersih dan kering.
Beri terapi sesuai program medik.

7.                  Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi


trakeobronkial dan peningkatan produksi sputum.
a.                   Tujuan :Bersihan jalan napas efektif
b.                  Kriteria hasil :
Tidak ada suara napas tambahan.
Anak bebas dari tanda hiperkapnea, hipexia. 
Bebas dari sianosis, penggunaan otot dada untuk bernapas.
c.                   Intervensi :
Observasi pola napas anak, suara napas dan usaha anak untuk bernapas.
Catat dan laporkan gejala takipnea, napas cuping hidung.
Observasi warna kulit dan selaput lendir.
Observasi sputum : warna, bau, sifat.
Ajarkan napas mulut, teknik relaksasi dan latihan napas.
Isap lendir bila perlu.

13
Beri posisi semi fowler.

D.                Evaluasi
1.                  Suhu tubuh 36,6 – 37,4 0 C.
2.                  Bibir lembab.
3.                  Nadi normal.
4.                  Kulit tidak terasa panas.
5.                  Tidak ada gangguan neurologis ( kejang )
6.                  BB meningkat
7.                  Mual berkurang / hilang
8.                  Tidak ada muntah
9.                  Pasien menghabiskan makan 1 porsi
10.              Nafsu makan meningkat
11.              Pasien menyebutkan manfaat nutrisi
12.              Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
13.              Turgor baik
14.              Kulit lembab
15.              TTV dalam batas normal
16.              Mukosa mulut lembab
17.              Cairan masuk dan keluar seimbang 
18.              Tidak pusing pada perubahan posisi 
19.              Tidak haus
20.              Menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan dengan status pernapasan yang
tidak berbahaya: ventulasi dan status tanda vital.
21.              Menunjukkan status pernapasan: Ventilasi tidak terganggu, diotandai dengan
indikator gangguan sebagai berikut (dengan ketentuan 1-5L ekstrem, kuat, sedang, ringan ,
tidak).
22.              Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas. Ekspansi dada simetris.
23.              Tidak ada penggunaan itot bantu.
24.              Bunyi napas tambahan tidak ada.
25.              Napas pendek tidak ada.

14
26.              Permukaan kulit utuh.
27.              Tidak ada kemerahan dan luka
28.              Tidak ada suara napas tambahan.
29.              Anak bebas dari tanda hiperkapnea, hipexia. 
30.              Bebas dari sianosis, penggunaan otot dada untuk bernapas.

2.2 Asuhan Keperawatan Anak dengan Varicela


1.       Definisi
Varisela berasal dari bahasa latin, Varicella. Di Indonesia penyakit ini dikenal
dengan istilah cacar air, sedangkan di luar negeri terkenal dengan nama Chicken – pox.
Varisela adalah Penyakit Infeksi Menular yang disebabkan oleh virus Varicella Zoster,
ditandai oleh erupsi yang khas pada kulit. Varisela atau cacar air merupakan penyakit
yang sangat menular yang disebabkan oleh virus Varicella Zoster dengan gejala-gejala
demam dan timbul bintik-bintik merah yang kemudian mengandung cairan.

2.       Etiologi
Virus Varicella Zoster, termasuk Famili Herpes Virus. Penyebab dari varisela adalah virus varisela-
zoster. Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan timbulnya penyakit
varisela, sedangkan reaktivasi (keadaan kambuh setelah sembuh dari varisela) menyebabkan herves zoster

3.       Patofisiologi 
Menyebar Hematogen.
Virus Varicella Zoster juga menginfeksi sel satelit di sekitar Neuron pada ganglion akar dorsal
Sumsum Tulang Belakang. Dari sini virus bisa kembali menimbulkan gejala dalam bentuk
Herpes Zoster.
Sekitar 250 – 500 benjolan akan timbul menyebar diseluruh bagian tubuh, tidak terkecuali pada
muka, kulit kepala, mulut bagian dalam, mata , termasuk bagian tubuh yang paling intim. Namun
dalam waktu kurang dari seminggu , lesi teresebut akan mengering dan bersamaan dengan itu
terasa gatal. Dalam waktu 1 – 3 minggu bekas pada kulit yang mengering akan terlepas.
Virus Varicella Zoster penyebab penyakit cacar air ini berpindah dari satu orang ke orang lain

15
melalui percikan ludah yang berasal dari batuk atau bersin penderita dan diterbangkan melalui
udara atau kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi.
Virus ini masuk ke tubuh manusia melalui paru-paru dan tersebar kebagian tubuh melalui
kelenjar getah bening.
Setelah melewati periode 14 hari virus ini akan menyebar dengan pesatnya ke jaringan kulit.
Memang sebaiknya penyakit ini dialami pada masa kanak-kanak dan pada kalau sudah dewasa.
Sebab seringkali orang tua membiarkan anak-anaknya terkena cacar air lebih dini.
Varicella pada umumnya menyerang anak-anak ; dinegara-negara bermusin empat, 90% kasus
varisela terjadi sebelum usia 15 tahun. Pada anak-anak , pada umumnya penyakit ini tidak begitu
berat.
Namun di negara-negara tropis, seperti di Indonesia, lebih banyak remaja dan orang dewasa yang
terserang Varisela. Lima puluh persen kasus varisela terjadi diatas usia 15 tahun. Dengan
demikian semakin bertambahnya usia pada remaja dan dewasa, gejala varisela semakin
bertambah berat.
4.       Sign / Symtoms
         Diawali dengan gejala melemahnya kondisi tubuh.
         Pusing.
         Demam dan kadang – kadang diiringi batuk.
         Dalam 24 jam timbul bintik-bintik yang berkembang menjadi lesi (mirip kulit yang
terangkat karena terbakar).
         Terakhir menjadi benjolan – benjolan kecil berisi cairan.

Sebelum munculnya erupsi pada kulit, penderita biasanya mengeluhkan adanya rasa tidak enak
badan, lesu, tidak nafsu makan dan sakit kepala. Satu atau dua hari kemudian, muncul erupsi
kulit yang khas.
Munculnya erupsi pada kulit diawali dengan bintik-bintik berwarna kemerahan (makula), yang
kemudian berubah menjadi papula (penonjolan kecil pada kulit), papula kemudian berubah
menjadi vesikel (gelembung kecil berisi cairan jernih) dan akhirnya cairan dalam gelembung
tersebut menjadi keruh (pustula). Bila tidak terjadi infeksi, biasanya pustel akan mengering tanpa
meninggalkan abses.

16
5.       Komplikasi
Komplikasi Tersering secara umum :
a. Pnemonia
b. Kelainan ginjal.
c. Ensefalitis.
d. Meningitis.
Komplikasi yang langka :
a. Radang sumsum tulang.
b. Kegagalan hati.
c. Hepatitis.
d. Sindrom Reye.
Komplikasi yang biasa terjadi pada anak-anak hanya berupa infeksi varisela pada kulit,
sedangkan pada orang dewasa kemungkinan terjadinya komplikasi berupa radang pari-paru atau
pnemonia 10 – 25 lebih tinggi dari pada anak-anak..

6.       Penatalaksanaan
Pengobatan bersifat simtomatik dengan antipiretik dan analgesik, untuk
menghilangkan rasa gatal dapat diberikan sedativ. Secara lokal diberikan bedak yang
ditambah dengan zat anti gatal (antipruritus) seperti menthol, kamfor dll, untuk mencegah
pecahnya vesikel secara dini serta menghilangkan rasa gatal. Jika timbul infeksi sekunder
dapat diberikan antibiotika berupa salep dan oral. Dapat pula diberikan obat-obat anti
virus seperti asiklovir dengan dosisi 5 x 400 mg sehari selama 7 hari dengan hasil yang
cukup baik. Selain itu dapat pula diberikan imunotimulator seperti isoprinosin. Satu tablet
500 mg. Dosisnya 50 mg/kg berat badan sehari, dengan dosisi maksimum 3000 mg
sehari. Umumnya dosis untuk orang dewasa 6 x 1 tablet atau 4 x 1 tablet sehari. Lama
pengobatan sampai penyakit membaik. Obat ini diberikan jika lama penyakitnya telah
lebih 3 hari.

17
B.      KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data subjektif : pasien merasa lemas, tidak enak badan, tidak nafsu makan dan sakit kepala.
Data Objektif :
a.       Integumen : kulit hangat, pucat.
 adanya bintik-bintik kemerahan pda kulit yang berisi cairan jernih.
b.      Metabolik : peningkatan suhu tubuh.
c.       Psikologis : menarik diri.
d.      GI : anoreksia.
e.      enyuluhan / pembelajaran : tentang perawatan luka varicela.
2. Diagnosis
Keperawatan
a. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan erupsi pada kulit.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dnegan kurangnya intake
makanan.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan luka pada kulit.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan.

3. Intervensi
DX 1
a.       Gunakan skort, sarung tangan, masker dan teknik aseptic, selama perawatan kulit.
Rasional : mencegah masuknya organisme infeksius.
b.      Awasi atau batasi pengunjung bila perlu.
Rasional : mencegah kontaminasi silang dari pengunjung.
c.       Cukur atau ikat rambut di sekitar daerah yang terdapat erupsi.
Rasional : rambut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
d.      Bersihkan jaringan nekrotik / yang lepas (termasuk pecahnya lepuh)
 Rasional : meningkatkan penyembuhan.
e.      Awasi tanda vital

18
Rasional : Indikator terjadinya infeksi.
DX 2
a.       Pertahankan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
Rasional : mengetahui keadaan integritas kulit.
b.      Berikan perawatan kulit
Rasional : menghindari gangguan integritas kulit.
        DX 3
a.       Berikan makanan sedikit tapi sering.
Rasional : membantu mencegah distensi gaster/ ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan.
b.      Pastikan makanan yang disukai/tidak disukai. Dorong orang terdekat untuk membawa
makanan dari rumah yang tepat.
Rasional : meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki pemasukan.
DX 4
a.       Bantu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki pasien saat ini.
Rasional : memanfaatkan kemampuan dapat menutupi kekurangan.
b.      Eksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan.
Rasional : memfasilitasi dengan memanfaatkan keletihan.

DX 5
a.       Diskusikan perawatan erupsi pada kulit.
Rasional : meningkatkan kemampuan perawatan diri dan menngkatkan kemandirian.

4.       Implementasi
Dx 1
a.       Menekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang
kontak dengan pasien.
b.      Menggunakan skort,masker, sarung tangan dan teknik aseptik selama perawatan luka.
c.       Mengawasi atau membatasi pengunjung bila perlu.
d.      Mencukur atau mengikat rambut disekitar daerah yang terdapat erupsi.
e.      Membersihkan jaringan mefrotik.yang lepas (termasuk pecahnya lepuh).
f.        Mengawasi tanda vital.

19
Dx 2
a.       Memperhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
b.      Memberikan perawatan kulit.

Dx 3
a.       Memberikan makanan sedikit tapi sering.
b.      Memastikan makanan yang disukai/tidak disukai , dorong orang terdekat untuk membawa
makanan dari rumah yang tepat.

Dx 4
a.       Membantu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki pasien saat ini.
b.      Mengeksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan.

Dx 5
a.       Mendiskusikan perawatan erupsi pada kulit.

5.       Evaluasi
Evaluasi disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam intervensi.

Asuhan Keperawatan Anak dengan Demam Typoid

1. DEFENISI 

Typoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella
Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi
oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella.

20
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik
yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi
secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.

2. ETOLOGI

Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua
sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien
dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus
mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

3. PATOFISIOLOGI

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi
kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat
akan hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang
tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan
yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai
jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke
aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini
kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia,
kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.

4. TANDA DAN GEJALA

Masa tunas typhoid 10 – 14 hari


Minggu 1

21
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan
gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare,
perasaan tidak enak di perut.
Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih,
kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa,
makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

 Pemeriksaan SGOT  dan SGPT


 SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.
 Pemeriksaan darah tepi : Leukopenia, Limfositosis, Aneosinofilia, Anemia,
Trombositopenia.
 Pemeriksaan sum-sum tulang : menunjukan gambaran hiperaktif sum-sum tulang.
 Biakan empedu : terdapat basil salmonella typhosa pada urin dan tinja. Jika pada
pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella typhosa
pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh.

22
6. PENATALAKSANAAN

 Perawatan
Istirahat dan perawatan professional; bertujuan mencegah komplikasi dan
mempercepat pertumbuhan. Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari
bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap sesuai
dengan pulihnay kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga hygiene
perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian dan peralatan yang dipakai oleh pasien.
Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya perlu diubah-ubah untuk mencegah
dekubitus dan pneumonia nipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan
karena kadang-kadang terjadi abstipasi dan retensi urin.

 Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.

 Diet

- Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.


- Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
- Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
- Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
- Vitamin dan mineral

7. Pengobatan

Pemberian antibiotic; untuk menghentikan dan memusnakan penyebaran kuman. Antibiotik yang
dapat digunakan :
 Klorampenikol
Kloramfenikoldosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x 500 mg, diberikan selama demam
dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 x 250 mg selama

23
5 hari kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk di RSUP Persahabatan), penggunaan
kloramfenikol masih memperlihatkan hasil penurunan suhu 4 hari, sama seperti obat-obat terbaru
dari jenis kuinolon.
 Tiampenikol
 Kotrimoxazol
Kotrimoksasol; 2 x 2 tablet (a tablet mengandung 400 mg sulfametoksasol 80 mg trimetoprim,
diberikan selama 2 minggu pula.
 Amoxilin dan ampicillin
Ampisilin / Amoksilin; dosis 50 – 150 mg / kg BB, diberikan selama 2 minggu
 Sefalosporin
Sefalosporin generasi II dan III. Di Sub bagian Penyakit Tropik dan Infeksi FKUI RSCM,
pemberian sefalosporin berhasil mengatasi demam tipoid dengan baik. Demam pada umumnya
mengalami reda pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4.
1.Pengkajian
Faktor Presipitasi dan Predisposisi Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh
makanan yang tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan
melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur.
Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak
mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah :
a. Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan muntah.
b. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.
c. Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi.
d. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik.
e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi atau informasi
yang tidak adekuat
3.Perencanaan
Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan keperawatan pada klien
dengan typhoid, adalah sebagai berikut :

24
Diagnosa 1
Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan hipertermia dan muntah.
Tujuan
Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal,tanda-tanda
dehidrasi tidak ada .
Intervensi

 Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan
suhu tubuh.
 Pantau intake dan output cairan dalam 24 jam.
 ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual,
muntah nyeri dan distorsi lambung.
 Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan
laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl).
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.
Diagnosa 2
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat
Tujuan
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi
Kriteria hasil
Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik
usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa
bibir tidak pucat.

Intervensi

 Kaji pola nutrisi klien.

25
 kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien.
 anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut.
 timbang berat badan tiap hari.
 Anjurkan klien makan sedikit tapi sering.
 catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung. kolaborasi
dengan ahli gizi untuk pemberian diet.
 kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik seperti (ranitidine).

Diagnosa 3
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
Tujuan
Hipertermi teratasi
Kriteria hasil
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi
komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.
Intervensi
Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri
kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi
panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat
seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.

Diagnosa 4
Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan
fisik
Tujuan
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Kriteria hasil
Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot.
Intervensi
Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari
klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan

26
barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.

Diagnosa 5
Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan
Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil
Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi
purulen/drainase serta febris.
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus,
monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.

Diagnosa 6
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau
informasi yang tidak adekuat
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil
Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut
serta dalam pengobatan.
Intervensinya
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri
pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga
untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien
menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya
jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga
dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien

Evaluasi

27
Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien
dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil,
kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia,
klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan
keluaga klien mengerti tentang penyakitnya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam ilmu pediatri dilema umum ini dikeruhkan oleh variabel kemampuan penderita, kadang-
kadang persaingan keinginan antara orang tua dan anak, dan tradisi lama yang memperlakukan
anak secara lebih paternalistik .Salah satu hal penting dalam praktik perawatan anak adalah
kewajiban kewajiban untuk mengatakan yang sesungguhnya.

3.2 Saran

Sebagai petugas kesehatan , perawat wajib memberikan asuhan keperawatan pada


klien anak-anak dengan tidak hanya memperhatikan keadaan umum klien tetapi juga
memperhatikan aspek tumbuh kembang dari anak supaya kesejahteraan anak terwujud.

28
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/37449468/LP_BRONKITIS_pada_ANAK_QEIS (diakses tanggal 31
Maret 2020, pukul 16:00 WIB )
https://www.scribd.com/doc/301981523/Laporan-Pendahuluan-Pneumonia-Pada-Anak (diakses
tanggal 31 Maret 2020, pukul 16:10 WIB)
https://www.scribd.com/doc/242841086/Lp-Pneumonia-Pada-Anak (diakses tanggal 23 Maret
2020, pukul 17:07)
https://varyaskep.files.wordpress.com/2009/02/b005-encephalitis.pdf
https://bayuajisismanto.blogspot.com/2017/01/lp-kejang-demam-laporan-pendahuluan.html
https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/... · PDF file
https://abdurrachmanramli.wordpress.com/2013/03/11/asuhan-keperawatan-askep-hidrosefalus/
https://sugengmedica.wordpress.com/2012/08/23/pencegahan-hydrocephalus/
https://www.academia.edu/36413487/Bronkitis_pada_Anak
https://asuhankeperawatankesehatan.blogspot.com/2013/02/askep-bronkhitis-pada-bayianak.html
https://doktersehat.com/gejala-dan-pengobatan-bronkitis-pada-anak-dan-bayi/
https://doktersehat.com/pneumonia-pada-anak/
https://www.researchgate.net/publication/324775721_Difteri_Pada_Anak/link/5ae1d57fa6fdcc91
399fb13d/download
repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789... · PDF file

29

Anda mungkin juga menyukai