Anda di halaman 1dari 7

Suatu hari Khalifah Harun al-Rasyid ingin mengetahui kondisi

Masyarakat, Harun al-Rasyid keluar dengan menterinya yaitu

“ja’far” dan pelayannya “masrur”

Khalifah Harun al-Rasyid, jafar, dan masrur memakai pakaian para

pedagang agar orang-orang tidak mengenal mereka, Harun alRasyid, Jafar, dan Masrur mereka
berjalan samapai ke sungai

“Tigris”.

Lalu Mereka melihat seorang nelayan sedang duduk di

bawah pohon, dan disebelahnya ada jala tanpa ikan. Nelayan itu

sangat sedih.

Kemudian Khalifah Harun al-Rasyid bertanya kepada

nelayan: “ kenapa anda bersedih, nelayan?”

Nelayan berkata: “Jalaku belum menjaring seekorpun ikan

seperti yang engkau lihat”. Aku nelayan miskin dengan keluarga

besar, aku dan keluargaku belum makan semenjak dua hari.

Aku membiarkan istri dan anakku menangis karena

kelaparan. Mereka memintaku untuk membawa makanan tetapi

aku tidak mendapatkan sesuatu, apa yang harus aku lakukan?”.

Khalifah berkata: “Wahai Nelayan lemparkan jala anda, aku akan

membeli dari apa yang anda tangkap seharga 100 dinar”.

Nelayan itu senang apa yang ia dengar, Nelayan itu

melemparkan jalanya dan membawa keluar peti besar yang

terkunci. Khalifah senang dengan peti itu, Khalifah memberikan

kepada nelayan 100 dinar yang telah dijanjikan olehnya, Khalifah

memerintahkan untuk membawa peti itu ke istana.

Khalifah Harun al-Rasyid memerintahkan untuk membuka peti itu.

“Apa di dalam peti? Sesuatu yang aneh! Astagfirullah! Seorsang

mayat perempuan cantik”.

Khalifah terkejut melihatnya, Khalifah ingin tahu siapa

yang membunuh gadis itu dan Khalifah memerintahkan dengan

menghadirkan komandan polisi dengan segera, lalu Komandan


polisi pun hadir.

Khalifah Harun al-Rasyid memerintah komandan polisi

untuk mencari tentang pembunuh gadis itu.

Khalifah berkata: “kamu harus menghadirkan pembunuh gadis itu

sebelum lewat jam 04.20, jika tidak mampu menghadirkan

sipembunuh maka kamu yang akan dibunuh”.

Kemudian waktu yang dijanjikan pun berakhir hingga Jam 04.20

lewat. Komandan polisi tidak mampu mengetahui si pembunuh.

Tiang eksekusi disediakan di depan istana kerajaanan, Algojo

menyiapkan tali tiang gantung untuk menghukum mati komandan

polisi. Orang-orang berdiri menyaksikan di sekitar tiang Eksekusi

dengan keadaan bersedih hati. Algojo meletakan tali gantung di

leher komandan polisi.

Betapa heranya! Seorang pemuda yang pemberani

bergegas ke tempat tiang eksekusi dan menyeru dengan lantang:

“berhati-hatilah kalian menggantung orang yang tidak bersalah ini.

Akulah pembunuhnya, janganlah kalian gantung selain diriku”.

Komandan polisi senang atas keselamatannya dan bersedih

karena algojo akan menghukum gantung pemuda perkasa itu.

Algojo menaruh tali gantung ke dalam leher pemuda pemberani

itu.

Betapa heranya! Orang tua lanjut usia itu berjalan bergegas

menuju tali gantung seraya bekata. “Tidak seorang pun yang

membunuh gadis tersebut selain aku, pemuda pemberani tersebut

tidak bersalah maka jangan kalian gantung, percayalah dengan ku

dan jangan percaya pemuda itu.”

Perdana menteri heran terhadap apa yang ia dengar dan ia

lihat, perdana menteri menceritakan apa yang terjadi kepada

Khalifah. Khalifah sangat terkejut. Lalu Khalifah bertanya kepada

pemuda dan orang tua itu: “ mana diantara kalian berdua yang
membunuh gadis itu?”

Pemuda itu berkata: “ tidak seorangpun yang mebunuh gadis itu

selain aku.”

Orantua itu berkata “tidak seorangpun yang mebunuh gadis itu

selain aku.”

Pemuda itu memohon kepada Khalifah, ia berkata “ wahai

Khalifah percayalah padaku apa yang aku katakan itu, akulah

pembunuh sembenarnya. Gadis yang saya bunuh itu adalah istriku

dan orangtua itu orang tua dari gadis itu sedangkan dia mertua

saya, orang tua ini menuduh dirinya supaya menyelamatkanku.

Khalifah kagum apa ia dengar. Khalifah bertanya kepada

pemuda tersebut tentang cerita sebenarnya.

Pemuda tersebut bercerita: “ waktu itu istriku sakit diawal

bulan ini dan istriku meminta buah apel padaku. Maka akupun

mencari buah apel yang diminta istriku, setiap toko maka aku pun

belum mendapatkannya. Kemudian aku mencari apel di setiap

kebun, lalu akupun tidak mendapatkannya.

Kemudia aku bertemu salah satu sahabatku dan bertanya “

dimana aku bisa mendapatkan buah apel?”

dia memberitahuku bahwasannya dia melihat di salah satu

kebun-kebun keKhalifahan yang amat jauh.

Setelah sahabatku memberitahuku aku berjalan jauh

hingga tiga hari tiga malam sampai ke kebun yang digambarkan

oleh sahabatku. Aku membelinya dari kebun itu tiga apel dengan

tiga dinar.

Aku pulang berjalan kaki dan aku gembira dengan apa

yang diperoleh dari keberhasilanku.

Sesampai dirumah aku memanggil istriku tapi ia tidak

menjawabnya aku merasaka dengan ketakutan dan kecemasan.

Aku bergegas ke kamarnya untuk memeriksanya. Dan aku


memberikan tiga apel kepadanya. Maka aku mengangap ia tertidur

sangat lelap karena Penyakit begitu parah pada dirinya sehingga

mengalihkan perhatiannya dari apel lalu aku pergi ke toko.

Aku melihat seorang pria menghampiri toko saya sambil

memainkan apel dengan tangannya.

lalu Aku bertanya: “siapa yang memberimu apel ini?”.

Pria itu berkata sambil tertawa: “ sahabat saya sedang sakit

. dia menginginkan apel. Suaminya membawakannya tiga buah

apel, dari kebun amiril muminin seharga tiga dinar.

Aku menutup toko lalu bergegas ke rumah untuk

menghitung kembali apelnya tetapi aku hanya menemukan dua

buah apel.

“dimana apel ketiganya?”

Aku mencarinya tetapi tidak menemukannya. Aku bertanya

kepada istriku tentang hal itu Istriku terdiam ia tidak tahu apa-apa

tentang apel ketiga itu.

Lalu aku mempertanyakan kembali : “ kemana apel ketiga?”

Istriku tidak menjawabnya.

Aku sangat marah kemudian aku mendorong istriku

dengan tangan dan ia jatuh lalu mati.

Saya menyesal atas perbuatanku. Aku berdiri dengan

kebingungan dan tidak tau harus berbuat apa. Aku menyadari

keburukan dari apa yang telah kulakukan, aku takut akibatnya.

Aku melihat peti besar. Saya menaruh tubuhnya dalam peti.

Lalu saya menutup peti itu, aku merencanakan untuk melemparkan

istriku ke sungai “Ciujung” sehingga tidak ada yang mengetahui

satupun orang apa yang aku telah perbuat.

Aku melihat kudaku lalu ku taruh peti itu pada kudaku.

Setelah aku mempererat ikatannya aku berjalan dengan sangat


ketakutan. aku takut dari polisi mengetahui atau orang lain

menyadari terhadap kejahatanku.

Aku membuang peti itu di sungai “Ciujung”. pikirku

kejahatanku tidak akan diketahui siapa pun setelah hari itu.

Aku berjalan pulang ke rumah dengan sedih menyesal. Aku

sangat kejam meninggalkan istriku, aku mendekati rumah dan

melihat anak pertama menangis.

Aku heran dia kenapa menangis? Apakah ia melihatnya

kembali ke rumah tetapi mamahnya tidak ada di sana?

Aku memanggil putra pertamaku untuk menanyakan

mengapa ia menangis. Putra pertamaku tidak berhenti dari

kesedihannya. Aku bertanya untuk menanyakan mengapa ia

menangis dan ia tidak menjawabnya.

“Aduh kasian! Apakah dia melihatnya sadar akan kematian

ibunya? Saya bersabar dengannya sampai ia tenang sehingga ia

menceritakan kejadian apa sehingga ia menjadi bersedih?” (dalam

hatiku).

Betapa menakutkannya! Putraku berkata: “aku

menemukan tiga apel di rumah, aku ingin mengambil apel itu lalu

aku pergi ke ibu untuk meminta izin tetapi ia sedang tertidur dan

aku pergi kamar ayah tidak ada juga”.

Aku berkata pada diriku: “ ayahku pergi dari rumah dan ibuku

masih tidur”.

Aku mengambil apel itu dan berniat pergi menemui ayah

untuk memberi tau apa yang saya perbuat.

Aku bertemu dengan laki-laki yang kuat (Rayhan). Lakilaki itu bertanya kepadaku: “siapa yang
memberi apel ini?”

Aku menjawabnya “ibuku sakit, Ibuku meminta ayahku

untuk mencari apel yang ibuku minta. Ayaku berhari-hari berjalan

ke salah satu kebun Khalifah yang jauh, dan membelinya tiga apel
seharga tiga dinar”.

Laki-laki itu merampas apel dan lari dan aku lari

mengikutinya sambil menangis. Laki-laki itu menjadi sangat

marah sehingga dia menamparku kemudian kabur. Aku sangat

sedih karena kehilangan apel.

Dua saudara laki-laki ku sedang bermain lalu aku menemui

mereka di jalan, jadi aku ikut bermain dengan mereka karena aku

takut ibu akan tahu apa yang telah terjadi dan penyakitnya akan

menjadi lebih buruk.

Aku duduk memikirkan apa yang aku telah dengar tentang

anak pertamaku. Kesedihan hampir membunuhku. Anak

perempuanku masih polos.

Alangkah kasihannya! Bagai mana saya berani melakukan

keburukan yang keji ini. Penyesalan semakin meningkat atas apa

yang aku lakukan. Aku mengalah untuk menangis

Tidak lama ayah mertuaku datang lalu bertanya tentang

sebab aku menangis dan menjelaskan kisahnya.

aku mendengar orang-orang berbicara bahwa komandan polisi

akan dibunuh oleh kesalahanku.

Aku tidak akan menjadi penyebab membunuh dua orang

yang tidak bersalah

Khalifah marah besar setelah mendengar cerita. Khalifah

berbicara untuk komandan polisi:

“Tentu pembunuhnya harus dihukum karena kejahatannya.

Carilah laki-laki itu disetiap tempat. Jika tidak mampu

menghadirkan orang yang merampas apel itu. Saya perintahkan

untuk membunuh mu.”

Komandan polisi dibingungkan dia tidak tahu harus

berbuat apa. Komanan polisi kembali ke rumah dengan putus asa


dan sedih

Dikejutkan apa yang dia lihat. Sebuah apel ada di tangan

gadis kecilnya.

Komandan polisi bertanya pada gadis itu: “siapa yang

memeberimu apel ini?”

Gadis itu menjawab: “Rayhan yang memberi apel ini.”

Komandan polisi memanggil Rayhan. Komandan polisi itu

bertanya pada Rayhan: “ Dari mana mendapatkan apel?”

Rayhan tidak bisa menyangkal. Rayhan takut dituduh mencuri

apel dari kebun amiril muminin oleh komandan polisi.

Akhirnya Rayhan menjelaskan dengan sebenarnya.

Setelah mendengarkan cerita dari Rayhan akhirnya Komandan

polisi pergi dengan Rayhan ke kekeKhalifahan.

Tak lama dari itu semua orang Senang. Apa yang terjadi,

lihat?

Gadis itu belum meninggal! Gadis itu sehat! Gadis itu ketakutan!

Khalifah tahu apa yang telah terjadi. Khalifah senang dengan ini.

Akhir yang menyenangkan.

Komandan polisi itu senang ketika dia tahu bahwa istrinya

sembuh setelah dia bangun dari komanya.

Komandan polisi menceritakan kisah Rayhan kepada

Khalifah. Raihan memohon penyesalan kepada Khalifah.

Khalifah itu berkata: “Kebohongan Anda hampir berakhir dengan

pembunuhan dua orang yang tidak bersalah, seandainya bukan

karena kebaikan Allah. Anda mengakui dosa Anda dan bertobat.

Allah menginginkan yang baik untukmu, maka menyelamatkan

istrinya . Aku memaafkanmu karena Allah. Jangan kembali seperti

itu.

Anda mungkin juga menyukai