Anda di halaman 1dari 15

REFARAT

TERAPI KOGNITIF PERILAKU UNTUK MENGATASI GANGGUAN


KECEMASAN SOSIAL

Disusun Sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Madya pada SMF
Psikiatri

Disusun oleh:

Jefry Irianto Tame, S.Ked


2019086016302
Pembimbing:

dr.Elisabeth Meyni Marpaung, Sp KJ

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABEPURA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA-PAPUA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Kecemasan sosial adalah tipe gangguan yang banyak terjadi, tetapi diagnosis jarang
ditegakkan, sehingga terapi pun jarang diberikan. Individu yang mengalami kecemasan memiliki
pemikiran negatif akan evaluasi orang lain, yang akibatnya menimbulkan kecemasan, sensasi
fisik seperti gemetar atau keringat dingin dan perilaku menghindar atau perilaku aman. Salah
satu terapi yang telah terbukti efektivitasnya untuk mengatasi kecemasan sosial adalah Terapi
Kognitif Perilaku (CBT).

Manusia hidup tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi, tidak terkecuali
permasalahan yang berpengaruh pada kesehatan psikologisnya. Respon manusia untuk bereaksi
ketika menghadapi permasalahan atau situasi yang tidak menyenangkan bermacam-macam, dua
yang sering dialami manusia yaitu stress dan cemas. Dua respon ini yang paling banyak dialami
dan bisa menganggu kehidupan sehari-hari. Kecemasan banyak jenisnya, ada kecemasan sosial,
kecemasan menyeluruh, kecemasan secara umum, phobia, dan sebagainya. Salah satu kecemasan
yang sering dijumpai adalah kecemasan sosial.

Kecemasan sosial adalah tipe gangguan yang paling banyak terjadi pada penduduk
Amerika, menduduki peringkat ke tiga setelah penyalahgunaan zat dan depresi (Kessler et al.,
dalam Hofman. Meskipun demikian, gangguan kecemasan sosial jarang sekali ditegakkan,
sehingga terapi pun jarang diberikan. Hasil studi terhadap lebih dari 8000 subjek
mengindikasikan bahwa kira-kira 25% dilaporkan mengalami simtom yang dapat dikategorikan
gangguan kecemasan. Gangguan kecemasan sosial paling banyak dilaporkan (13%), diikuti oleh
fobia spesifik (11%), dan gangguan kecemasan lainnya 3 sampai 5% (Kesler, et al., dalam
Holmes.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kecemasan adalah respon yang tepat terhadap ancaman, tetapi kecemasan dapat
menjadi abnormal bila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi ancaman, atau bila
datang tanpa ada penyebabnya. Kecemasan melibatkan perasaan, perilaku, dan respon-
respon fisiologis. Kecemasan akan menjadi sesuatu hal yang tidak normal jika kadarnya
berlebihan, menimbulkan sebuah ketidaknyamanan, mengganggu fungsi kehidupan
sehari-hari, menimbulkan distres, atau menghindari situasi sosial yang menimbulkan
stres bagi individu tersebut. Menghadapi kecemasan yang luar biasa saat akan
menghadapi ujian, presentasi, atau ketika bertemu dangan orang baru, jika menimbulkan
distres bagi individu, mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari dan adanya perilaku
aman atau menghindar.

2.2 Epidemiologi

Prevalensi gangguan kecemasan sosial lebih banyak terjadi pada perempuan dari
pada laki-laki. Perempuan lebih banyak mengalami gangguan ini lebih dikarenakan
adanya tekanan sosial yang diletakkan di pundak mereka untuk lebih menyenangkan
orang lain, dan hal ini mendapatkan persetujuan mereka. Pada laki-laki lebih sedikit
karena laki-laki lebih sering mencari bantuan, mengingat gangguan ini berkaitan dengan
karier mereka . Onset gangguan kecemasan sosial adalah masa remaja saat kesadaran
sosial dan interaksi dengan orang lain menjadi sangat penting pada usia ini dan
cenderung lebih menonjol pada pertengahan usia 18-29 tahun yang berdasarkan usia
perkembangan masuk pada masa dewasa .Meskipun Nevid menjelaskan kemungkinan
onset gangguan ini pada masa anak-anak, tetapi hal ini mungkin masih dapat
dikategorikan sebagai rasa malu secara umum yang dapat hilang seiring bertambahnya
usia mereka (Davison, Neale, & Kring).
2.3 Teori

Pengertian Kecemasan Pada dasarnya, kecemasan merupakan hal wajar yang


pernah dialami oleh setiap manusia. Kecemasan sudah dianggap sebagai bagian dari
kehidupan sehari-hari. Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana
seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal
maupun wujudnya. Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada
waktu tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap
situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang. Kecemasan bisa muncul sendiri atau
bergabung dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi. Menurut Kaplan,
Sadock, dan Grebb kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam,
dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan,
pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas
diri dan arti hidup. Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas
yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan akan menghambat fungsi
seseorang dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif
mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari
ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan
yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan
menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis. Namora Lumongga Lubis
menjelaskan bahwa kecemasan adalah tanggapan dari sebuah ancaman nyata ataupun
khayal. Individu mengalami kecemasan karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang.
Kecemasan dialami ketika berfikir tentang sesuatu tidak menyenangkan yang akan
terjadi. Sedangkan Siti Sundari memahami kecemasan sebagai suatu keadaan yang
menggoncangkan karena adanya ancaman terhadap kesehatan. Nevid Jeffrey S, Rathus
Spencer A, & Greene Beverly memberikan pengertian tentang kecemasan sebagai suatu
keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang
tidak menyenangkan, dan kekhawatiran bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.
Kecemasan adalah rasa khawatir , takut yang tidak jelas sebabnya. Kecemasan juga
merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku, baik tingkah laku
yang menyimpang ataupun yang terganggu. Keduaduanya merupakan pernyataan,
penampilan, penjelmaan dari pertahanan terhadap kecemasan tersebut. Kesimpulan yang
dapat diambil dari beberapa pendapat diatas bahwa kecemasan adalah rasa takut atau
khawatir pada situasi tertentu yang sangat mengancam yang dapat menyebabkan
kegelisahan karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang serta ketakutan bahwa
sesuatu yang buruk akan terjadi.

 Gejala-gejala Kecemasan

Kecemasan adalah suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya ancaman


terhadap kesehatan. Individu-individu yang tergolong normal kadang kala mengalami
kecemasan yang menampak, sehingga dapat disaksikan pada penampilan yang berupa
gejala-gejala fisik maupun mental. Gejala tersebut lebih jelas pada individu yang
mengalami gangguan mental. Lebih jelas lagi bagi individu yang mengidap penyakit
mental yang parah. Gejala-gejala yang bersifat fisik diantaranya adalah : jari tangan
dingin, jari tangan dingin, berkeringat dingin, kepala pusing, nafsu makan
berkurang, tidur tidak nyenyak, dada sesak.Gejala yang bersifat mental adalah : ketakutan
merasa akan ditimpa bahaya, tidak dapat memusatkan perhatian, tidak tenteram, ingin lari
dari kenyataan. Kecemasan juga memiliki karakteristik berupa munculnya perasaan takut
dan kehati-hatian atau kewaspadaan yang tidak jelas dantidak menyenangkan. Gejala-
gejala kecemasan yang muncul dapat berbeda pada masing-masing orang. Kaplan,
Sadock, & Grebb menyebutkan bahwa takut dan cemas merupakan dua emosi yang
berfungsi sebagai tanda akan adanya suatu bahaya. Rasa takut muncul jika terdapat
ancaman yang jelas atau nyata, berasal dari lingkungan, dan tidak menimbulkan konflik
bagi individu. Sedangkan kecemasan muncul jika bahaya berasal dari dalam diri, tidak
jelas, atau menyebabkan konflik bagi individu. Kecemasan berasal dari perasaan tidak
sadar yang berada didalam kepribadian sendiri, dan tidak berhubungan dengan objek
yang nyata atau keadaan yang benar-benar ada. Kholil Lur Rochman, mengemukakan
beberapa gejala-gejala dari kecemasan antara lain : a. Ada saja hal-hal yang sangat
mencemaskan hati, hampir setiap kejadian menimbulkan rasa takut dan cemas.
Kecemasan tersebut merupakan bentuk ketidakberanian terhadap hal-hal yang tidak jelas.
b. Adanya emosi-emosi yang kuat dan sangat tidak stabil. Suka marah dan sering dalam
keadaan exited (heboh) yang memuncak, sangat irritable, akan tetapi sering juga
dihinggapi depresi. c. Diikuti oleh bermacam-macam fantasi, delusi, ilusi, dan delusion of
persecution (delusi yang dikejar-kejar). d. Sering merasa mual dan muntah-muntah,
badan terasa sangat lelah, banyak berkeringat, gemetar, dan seringkali menderita diare. e.
Muncul ketegangan dan ketakutan yang kronis yang menyebabkan tekanan jantung
menjadi sangat cepat atau tekanan darah tinggi. Nevid Jeffrey S, Spencer A, & Greene
Beverly mengklasifikasikan gejala-gejala kecemasan dalam tiga jenis gejala, diantaranya
yaitu : a. Gejala fisik dari kecemasan yaitu : kegelisahan, anggota tubuh bergetar, banyak
berkeringat, sulit bernafas, jantung berdetak kencang, merasa lemas, panas dingin, mudah
marah atau tersinggung. 14 b. Gejala behavioral dari kecemasan yaitu : berperilaku
menghindar, terguncang, melekat dan dependen c. Gejala kognitif dari kecemasan yaitu :
khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan terhadap sesuatu yang t
erjadi dimasa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang menakutkan akan segera terjadi,
ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, pikiran terasa bercampur
aduk atau kebingungan, sulit berkonsentrasi.

 Faktor-faktor Penyebab Kecemasan

Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian besar
tergantungan pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwaperistiwa atau situasi
khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan. Menurut Savitri Ramaiah
ada beberapa faktor yang menunujukkan reaksi kecemasan, diantaranya yaitu : a.
Lingkungan Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir individu
tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya pengalaman
yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan
kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya. b. Emosi
yang ditekan Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan keluar
untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama jika dirinya menekan
rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat lama. c. Sebab-sebab fisik
Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya
kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya kehamilan, semasa remaja dan
sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-
perubahan perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.
Zakiah Daradjat mengemukakan beberapa penyebab dari kecemasan yaitu : a. Rasa
cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang mengancam dirinya. Kecemasan
ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya terlihat jelas didalam pikiran b.
Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal yang berlawanan
dengan keyakinan atau hati nurani. Kecemasan ini sering pula menyertai gejala-gejala
gangguan mental, yang kadang-kadang terlihat dalam bentuk yang umum. c. Kecemasan
yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk. Kecemasan ini disebabkan
oleh hal yang tidak jelas dan tidak berhubungan dengan apapun yang terkadang disertai
dengan perasaan takut yang mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderitanya.
Kecemasan hadir karena adanya suatu emosi yang berlebihan. Selain itu, keduanya
mampu hadir karena lingkungan yang menyertainya, baik lingkungan keluarga, sekolah,
maupun penyebabnya. Musfir Az-Zahrani menyebutkan faktor yang memepengaruhi
adanya kecemasan yaitu a. Lingkungan keluarga Keadaan rumah dengan kondisi yang
penuh dengan pertengkaran atau penuh dengan kesalahpahaman serta adanya
ketidakpedulian orangtua terhadap anak-anaknya, dapat menyebabkan ketidaknyamanan
serta kecemasan pada anak saat berada didalam rumah b. Lingkungan Sosial Lingkungan
sosial adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan individu. Jika
individu tersebut berada pada lingkungan yang tidak baik, dan individu tersebut
menimbulkan suatu perilaku yang buruk, maka akan menimbulkan adanya berbagai
penilaian buruk dimata masyarakat. Sehingga dapat menyebabkan munculnya
kecemasan. Kecemasan timbul karena adanya ancaman atau bahaya yang tidak nyata dan
sewaktu-waktu terjadi pada diri individu serta adanya penolakan dari masyarakat
menyebabkan kecemasan berada di lingkungan yang baru dihadapi. Sedangkan Page
menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah : a. Faktor fisik
Kelemahan fisik dapat melemahkan kondisi mental individu sehingga memudahkan
timbulnya kecemasan, b. Trauma atau konflik Munculnya gejala kecemasan sangat
bergantung pada kondisi individu, dalam arti bahwa pengalaman-pengalaman emosional
atau konflik mental yang terjadi pada individu akan memudahkan timbulnya gejala-gejala
kecemasan. c. Lingkungan awal yang tidak baik. Lingkungan adalah faktor-faktor utama
yang dapat mempengaruhi kecemasan individu, jika faktor tersebut kurang baik maka
akan menghalangi pembentukan kepribadian sehingga muncul gejala-gejala kecemasan.
 Jenis-jenis Kecemasan

Kecemasan merupakan suatu perubahan suasana hati, perubahan didalam dirinya


sendiri yang timbul dari dalam tanpa adanya rangsangan dari luar. Mustamir Pedak
membagi kecemasan menjadi tiga jenis kecemasan yaitu : a. Kecemasan Rasional
Merupakan suatu ketakutan akibat adanya objek yang memang mengancam, misalnya
ketika menunggu hasil ujian.Ketakutan ini dianggap sebagai suatu unsur pokok normal
dari mekanisme pertahanan dasariah kita. b. Kecemasan Irrasional Yang berarti bahwa
mereka mengalami emosi ini dibawah keadaankeadaan spesifik yang biasanya tidak
dipandang mengancam, c. Kecemasan Fundamental Kecemasan fundamental merupakan
suatu pertanyaan tentang siapa dirinya, untuk apa hidupnya, dan akan kemanakah kelak
hidupnya berlanjut. Kecemasan ini disebut sebagai kecemasan eksistensial yang
mempunyai peran fundamental bagi kehidupan manusia. Sedangkan Kartono Kartini
membagi kecemasan menjadi dua jenis kecemasan, yaitu : a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan dibagi menjadi dua kategori yaitu ringan sebentar dan ringan
lama.Kecemasan ini sangat bermanfaat bagi perkembangan kepribadian seseorang,
karenakecemasan ini dapat menjadi suatu tantangan bagi seorang individu untuk
mengatasinya.Kecemasan ringan yang muncul sebentar adalah suatu kecemasan yang
wajar terjadi padaindividu akibat situasi-situasi yang mengancam dan individu tersebut
tidak dapat mengatasinya, sehingga timbul kecemasan. Kecemasan ini akan bermanfaat
bagi individu untuk lebihberhati-hati dalam menghadapi situasi-situasi yang sama di
kemudian hari.Kecemasan ringan yang lama adalah kecemasan yang dapat diatasi tetapi
karena individu tersebut tidak segera mengatasi penyebab munculnya kecemasan, maka
kecemasan tersebutakan mengendap lama dalam diri individu. b. Kecemasan Berat
Kecemasan berat adalah kecemasan yang terlalu berat dan berakar secara mendalam
dalam diriseseorang. Apabila seseorang mengalami kecemasan semacam ini maka
biasanya ia tidakdapat mengatasinya. Kecemasan ini mempunyai akibat menghambat
atau merugikanperkembangan kepribadian seseorang. Kecemasan ini dibagi menjadi dua
yaitu kecemasanberat yang sebentar dan lama.Kecemasan yang berat tetapi munculnya
sebentar dapat menimbulkan traumatis padaindividu jika menghadapi situasi yang sama
dengan situasi penyebab munculnya kecemasan.Sedangakan kecemasan yang berat tetapi
munculnya lama akan merusak kepribadian individu. Halini akan berlangsung terus
menerus bertahun-tahun dan dapat meruak proses kognisiindividu. Kecemasan yang berat
dan lama akan menimbulkan berbagai macam penyakitseperti darah tinggi, tachycardia.

 Gangguan Kecemasan

Gangguan kecemasan merupakan suatu gangguan yang memiliki ciri kecemasan


atau ketakutan yang tidak realistik, juga irrasional, dan tidak dapat secara intensif
ditampilkan dalam cara-cara yang jelas. Fitri Fauziah & Julianty Widuri membagi
gangguan kecemasan dalam beberapa jenis, yaitu : a. Fobia Spesifik Yaitu suatu
ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran atau antisipasi terhadap obyek atau
situasi yang spesifik. b. Fobia Sosial Merupakan suatu ketakutan yang tidak rasional dan
menetap, biasanya berhubungan dengan kehadiran orang lain. Individu menghindari
situasi dimana dirinya dievaluasi atau dikritik, yang membuatnya merasa terhina atau
dipermalukan, dan menunjukkan tanda-tanda kecemasan atau menampilkan perilaku lain
yang memalukan. c. Gangguan Panik Gangguan panik memiliki karakteristik terjadinya
serangan panik yang spontan dan tidak terduga. Beberapa simtom yang dapat muncul
pada gangguan panik antara lain ; sulit bernafas, jantung berdetak kencang, mual, rasa
sakit didada, berkeringat dingin, dan gemetar. Hal lain yang penting dalam diagnosa
gangguan panik adalah bahwa individu merasa setiap serangan panik merupakan pertanda
datangnya kematian atau kecacatan. d. Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized
Anxiety Disorder) Generalized Anxiety Disorder (GAD) adalah kekhawatiran yang
berlebihan dan bersifat pervasif, disertai dengan berbagai simtom somatik, yang
menyebabkan gangguan signifikan dalam kehidupan sosial atau pekerjaan pada penderita,
atau menimbulkan stres yang nyata. Sedangkan Sutardjo Wiramihardja membagi
gangguan kecemasan yang terdiri dari : a. Panic Disorder Panic Disorder ditandai dengan
munculnya satu atau dua serangan panik yang tidak diharapkan, yang tidak dipicu oleh
hal-hal yang bagi orang lain bukan merupakan masalah luar biasa. Ada beberapa simtom
yang menandakan kondisi panik tersebut, yaitu nafas yang pendek, palpilasi (mulut yang
kering) atau justru kerongkongan tidak bisa menelan, ketakutan akan mati, atau bahkan
takut gila, b. Agrophobia Yaitu suatu ketakutan berada dalam suatu tempat atau situasi
dimana ia merasa bahwa ia tidak dapat atau sukar menjadi baik secara fisik maupun
psikologis untuk melepaskan diri. Orang-orang yang memiliki agrophobia takut pada
kerumunan dan tempat-tempat ramai.

Perspektif Biologis menjelaskan bahwa seseorang yang mengalami kecemasan


sosial dapat dikarenakan mewarisi kerentanan biologis menyeluruh untuk
mengembangkan kecemasan dan kecenderungan biologis untuk menjadi sangat terhambat
secara sosial. Secara fisik, individu yang mengalami kecemasan mengaktifkan sistem
saraf simpatetis yang termanifestasi dalam simtom fisik seperti meningkatnya denyut
jantung, dada berdebar-debar, berkeringat, otot menegang, tangan gemetar, atau telapak
tangan dan kaki menjadi dingin. Pendekatan biologis berfokus pada penggunaan obat-
obatan anti cemas untuk mengatasi kecemasannya. Psikoanalisa menjelaskan gangguan
ini sebagai akibat terlalu banyaknya seseorang melakukan represi sebagai mekanisme
pertahanan dirinya, sehingga upaya yang tepat untuk mengatasi gangguan ini adalah
dengan mengungkap ke kesadaran konflik-konflik alam bawah sadarnya. Hampir sama
dengan Psikoanalisa, para teoritikus Humanistik melihat gangguan kecemasan ini terjadi
karena adanya represi sosial. Kecemasan terjadi bila terjadi ketidakselarasan antara inner
self seseorang yang sesungguhnya dan tuntutan sosial yang seharusnya ia jalani.
Seseorang tersebut merasakan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi, tetapi tidak
mampu mengatakan apa itu karena bagian diri yang tidak diakui secara langsung tetapi
direpresi ke alam bawah sadarnya. Oleh karena itu, terapisterapis Humanistik bertujuan
membantu individu untuk memahami dan mengekspresikan bakat-bakat serta perasaan-
perasaan mereka yang sesungguhnya. Akibatnya, klien menjadi bebas untuk menemukan
dan menerima diri mereka yang sesungguhnya dan tidak bereaksi dengan kecemasan bila
perasaan-perasaan mereka yang sesungguhnya dan kebutuhan-kebutuhan mereka mulai
muncul ke permukaan. Menurut perspektif Kognitif terdapat dua tipe keyakinan (beliefs)
yang menimbulkan kecemasan sosial. Pertama adalah keyakinan akan situasi, seperti
“rasanya tidak nyaman dan gugup ketika saya berada di kelas itu”. Ke dua adalah
keyakinan akan kemampuan untuk melakukan koping ketika menghadapi situasi di atas.
Misalnya, “saya akan panik jika berada di kelas itu”. Kecemasan sosial dibedakan dengan
gangguan kecemasan lainnya karena adanya tampilan kognitif yang difokuskan pada
perasaan takut merasa malu dan takut dievaluasi negatif oleh orang lain. Menurut
perspektif Belajar, kecemasan diperoleh melalui proses belajar, terutama melalui
conditioning dan belajar observasional. Semua pesan yang diterima seseorang selama
proses tumbuh kembang, idealnya penuh dengan bantuan untuk membuat mereka merasa
diterima dan mendapatkan kasih sayang. Anak dibantu tentang bagaimana cara menjalin
relasi dengan orang lain yang sesuai dengan harapannya, sehingga beberapa
ketidaksesuaian atau masalah sosial yang nantinya akan timbul, tidak akan terjadi.
Sebaliknya, jika seseorang mendapatkan suatu hal yang tidak positif dan tidak membantu,
tinggal dalam sebuah lingkungan yang penuh dengan ketidakpastian, yang menyebabkan
ketidak yakinan akan kemampuannya untuk berhubungan dengan orang lain, tidak yakin
tentang penerimaan atau cinta dari orang lain, atau bagaimana orang akan bereaksi
terhadap dirinya, tentu saja membuat kecemasan menjadi berkembang

 Terapi Kognitif Perilaku.

Terapi Kognitif Perilaku digunakan karena dari berbagai temuan yang ada
terbukti adanya komponen kognitif yang kuat dalam fobia sosial. Umumnya,
individu yang menderita fobia sosial mempersepsikan ketidakmampuan diri mereka
secara lebih negatif daripada orang lain. Dari sisi behavioral, keberadaan situasi yang
ditakuti menjadi suatu reinforcement negatif pada fobia sosial. Secara umum, Antony dan
Swinson menyimpulkan bahwa Terapi Kognitif Perilaku untuk mengatasi kecemasan sosial
terdiri dari tiga strategi utama, yakni memasukkan di dalamnya terapi kognitif, exposure atau
menghadapi langsung situasi yang menakutkannya, dan ditambahkan dengan pelatihan
keterampilan sosial. Butler menyatakan bahwa untuk mengatasi kecemasan sosial ini
dilakukan dengan cara mematahkan “lingkaran setan” atau jika tidak, maka permasalahan
tetap akan berkelanjutan. Ada empat metode utama yang diterapkan oleh Butler, yakni:

1. Mengubah Pola Pikir

2. Melakukan Sesuatu yang Berbeda

3. Mereduksi Self-Conciousness

4. Membangun Kepercayaan Diri.


Berdasarkan beberapa penelitian di muka, dapat disimpulkan bahwa komponen
Terapi Kognitif Perilaku yang digunakan untuk mengatasi kecemasan sosial adalah : 1.
Psikoedukasi, 2. Restrukturisasi Kognitif, 3. Relaksasi; Role Play, 4. Exposure. 5. Tugas
rumah dan self monitoring. Beberapa teknik terapi di atas merupakan serangkaian Terapi
Kognitif Perilaku yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengatasi kecemasan
sosial. Meskipun demikian, terapi kognitif perilaku tidaklah selalu sempurna. Beberapa
penelitian dalam Westra dan Phoenix menyebutkan kegagalan subjek dalam merespon
teknik terapi ini. Oleh karenanya, Westra dan Phoenix menggunakan Motivational
Enhancement Therapy untuk mengatasi hal tersebut. Motivationa Enhancement Therapy
dilakukan dengan menerapkan tiga teknik terapi, yakni mengubah tujuan, bermain peran
dan menuliskan surat. Teknik Motivational Enhancement Therapy yang digunakan dalam
penelitian ini hanyalah menulis surat, sebab klien masih dapat merespon Terapi Kognitif
Perilaku yang diberikan kepadanya dan hanya sebagai teknik tembahan untuk lebih
memotivasi subjek dalam menyelesaikan seluruh sesi terapi.
BAB III

KESIMPULAN

Terapi Kognitif Perilaku berhasil menurunkan tingkat kecemasan dengan


mengubah pemikiran negatif menjadi alternatif pemikiran yang lebih positif dan rasional.
Pemikiran positif dan rasional dapat membuat subjek merasa lebih nyaman dan tidak
cemas, akibatnya tidak lagi melakukan perilaku negatif atau perilaku aman. Menjadi
lebih berani dan percaya diri ketika menghadapi berbagai situasi sosial yang selama ini
mereka cemaskan. Beberapa teknik terapi yang telah diterapkan seperti restrukturisasi
kogntif, exposure dan relaksasi, dirasakan sebagai hal yang sangat membantumereka
mengatasi kecemasannya. Relaksasi sebagai teknik yang kurang diminati, namun dapat
membantu dalam mengurangi sensasi fisik yang dirasakan. Restrukturisasi kognitif
dan exposure merupakan hal yang dirasa sangat membantu mereka berpikir positif
agar tidak muncul kecemasannya dan berani menghadapi situasi sosial yang
sesungguhnya.
Daftar Pustaka

1. Abramowits, J. S., Taylor, S., & McKay, D. (2005). Potential and limitation of cognitive
treatments for obsesive-compulsive disorder. Journal of Cognitive Behavior Therapy, 34,
(3), 140-147.
2. Taylor & Francis ISSN. Abramowits, J. S., & Zoellner, L. A. (2008). Cognitive behavior
therapy as an adjunct to medication for obsesive-compulsive disorder. The International
Institute for the Advanced Studies Applied Mental Health.
3. Allen, L. A., Woolfolk, R. L., Escobar, J. I., Gara, M. A., & Hamer, R. M. (2006). Cognitive
behavior therapy for somatization disorder. Journal of American Medical Association,
166, 1512-1518.
4. Anderson, K. G. (2004). Cognitive behavioral therapy for generalized anxiety in a 6- Year-
Old. Journal of Clinical Case Studies, 3, (3), 216-233.
5. Antony, M. M., & Swinson, R. P. (2000). Shynes & social anxiety workbook. Canada New
Harbinger Publication, Inc. Barker, C., Pistrang, H., & Elliot, R. (1996). Research methods
in clinical and counselling psychology. England: John Wiley & Sons, Ltd. Beck, A. T.
(1979). Cognitive therapy and the emotional disorder. Boston : Meridian, Penguin
Books, Ltd. Book, S. W., & Randall, C. L. (2002). Social anxiety disorder and alcohol use.
Journal of Alcohol Research and Health, 26, (2). ISSN: 2301-8267 Vol. 03, No.01 Januari
2015 105 Butler, G. (1999).
6. Overcoming social anxiety and shyness. London: Constable & Robinson, Ltd. Davison, G.
C., Neale, J. M., & Kring, A. M. (2006). Psikologi abnormal. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder. Fourth Edition (2000).
Washington, DC : American Psychiatric Association. Duran, V. M., & Barlow, D. H. (2006).
Psikologi abnormal. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Emery, R. E., & Oltmanns, T. F. (2000).
7. Essential of abnormal psychology. New Jersey: Prentice-Hall, Inc Erickson, D. H., Janeck,
A. S., Tallman, K. (2007). A cognitive-behavioral group for patients with various anxiety
disorders. Psychiatric Sercices, 58, (9), 1205-1211. Fausiah, F., & Widuri, J. (2005).
8. Psikologi abnormal klinis dewasa. Jakarta : UI Press. Feeney, S. L. (2004). The cognitive
behavioral treatment of social phobia. Journal of Clinical Case Studies, 3, (2), 124-146.
Ferriter, M., Kaltenthaler, E., Parry, G., & Beverley, C. (2008). Computerised cognitive
behaviour therapy for phobias and panic disorder: a systematic review. Mental Health
Review Journal, 13. Pavilion Journals, Broghton. Goldfried, M. R., & Davison, G. C.
(1976). Clinical behavior therapy. New York: Holt, Rinehart and Winston. Greeven, A.,
Balkom, A. J. L. M., Visser, S., Merkelbach, J. W., Rood, Y. R., Dyck, R., et al. (2007).
9. Cognitive-behavior therapy and paroxetine in the treatment of hypochondriasis: a
randomized controlled trial. American Journal Psychiatry : 164, 91-99. Halford, W.K.,
Doolan, S. B., & Eadie, K. (2002).
10. Schemata as moderators of clinical effectivenes of comprehensive cognitive behavioral
program for patients with depression or anxiety disorder. Journal of Behavior
Modivication, 26, (5), 571- 593. Hawton, K., Salkovskis, P. M., Kirk, J., & Clark, D. M.
(1993). Cognitive behaviour therapy for psychiatric problems. New York: Oxford
University Press. Hurlock, E. B. (1991).
11. Third Edition. New York: Addison Wesley Educational Publisher Inc. ISSN: 2301-8267 Vol.
03, No.01 Januari 2015 106 Karp, J., & Dugas, M. J. (2003). Stuck behind a wall of fear
(how cognitive behavior therapy helped women with social phobia). Journal of Clinical
Case Studies, 2, (3), 171-187. Kazdin, A. E. (1998). Metodological issues & strategies in
clinical research. Washington DC: American Psychological Association. Lind, N. A., &
Cigrang, J. A. (2004).
12. Biofeedback-assisted relaxation, exposure, and cognitive-behavioral treatment of
gastric bypass surgery related anxiety. Journal of Clinical Case Studies, 3, (2), 171-187.
Martin, G., & Pear, J. (2003). Behavior modification what it is and how to do it.
13. Seventh Edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc. McClanahan, T.M., & Antonuccio, D.O.
Cognitive-behavioral treatment of panic attacks. Journal of Clinical Case Studies, 1, (3),
211-223. National Institute of Mental Health (2002). Anxiety disorder. Maryland : NIH
Publication. Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Green, E. B
14. . Cognitive behavioral group therapy for depression in adolescent with diabets:a pilot
study. Interamerican Journal of Psychology, 4, (2), 219-226. Shaughnessy, J. J.,
Zechmeister, E. B., & Zechmeister, J. S. (2007).

Anda mungkin juga menyukai