Anda di halaman 1dari 63

PENGARUH GAYA PENGASUHAN IBU, KEKERASAN DI

RUMAH DAN PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH


TERHADAP SELF ESTEEM ANAK SEKOLAH DASAR

ANDRIANSYAH ADHA PRATAMA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Gaya Pengasuhan, Ibu,
Kekerasan di Rmah dan Perilaku Bullying di Sekolah terhadap Self Esteem Anak
Sekolah Dasar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Andriansyah Adha Pratama


NIM I251100041
RINGKASAN

ANDRIANSYAH ADHA PRATAMA. Pengaruh Gaya Pengasuhan Ibu, Kekerasan


di Rumah dan Perilaku Bullying Sekolah terhadap Self Esteem Anak Sekolah Dasar
Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI dan DWI HASTUTI

Self esteem merupakan salah satu kemampuan sosial emosional anak yang
perlu dikembangkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan
berkompeten. Lingkungan keluarga dan sekolah menjadi bagian yang penting
dalam pembentukan self esteem anak. Fenomena kekerasan di rumah dan bullying
di sekolah menjadi sebuah masalah yang harus segera diselesaikan, karena dapat
menghambat perkembangan anak.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya
pengasuhan ibu dan perilaku bullying di sekolah terhadap self esteem anak sekolah
dasar. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara
karakteristik anak dan keluarga, gaya pengasuhan ibu, kekerasan dirumah, perilaku
bullying di sekolah dan self esteem anak, serta menganalisis faktor-faktor
yangmempengaruhi self esteem anak.
Desain penelitian ini adalah cross sectional yang dilakukan pada bulan
April 2014 dan bertempat di 3 sekolah dasar negeri yang berada di Kecamatan
Ciracas, Jakarta Timur yang dipilih secara acak. Contoh dari penelitian ini adalah
siswa kelas 4 dan 5 yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin. Setelah itu
masing-masing kelompok dipilih secara acak sebanyak 50 siswa, sehingga total
contoh dalam penelitian ini adalah 100 siswa. Jenis data dalam penelitian ini adalah
data primer yang dikumpulkan menggunakan kuesioner dengan teknik pelaporan
diri (self report).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel gaya pengasuhan
authoritarian ibu dan variabel korban bullying di sekolah memberikan pengaruh
yang negatif dan signifikan terhadap self esteem anak. Ini berarti bahwa semakin
authoritarian ibu mengasuh anak dan semakin sering anak menjadi korban bullying,
maka self esteem anak akan semakin rendah.

Kata kunci : gaya pengasuhan, kekerasan di rumah, bullying di sekolah, korban


bullying, self esteem
SUMMARY

ANDRIANSYAH ADHA PRATAMA. Influence of Mother Parenting Style,


Domestic Violence and Bullying at School Againt Self Esteem of Child Elementary
School. Suvervised by DIAH KRISNATUTI and DWI HASTUTI

Self esteem is one of the emotional and social skills that children need to be
developed to produce qualified and competent human. Family environment and the
school became an important part in the formation of children's self esteem. The
phenomenon of domestic violence and bullying at school becomes an issue that
must be resolved, because it can inhibit the child's development.
In general the study is to analyze the influence of the style of parenting
mother and bullying behavior in school against self esteem the son of elementary
school.As for the special purpose of this research is analyzed the relationship
between characteristic of a child and family, a style of parenting mother, violence at
home, a bullying behavior in school children, and self esteem and analyzing factors
yangmempengaruhi self esteem child.
It was a cross sectional study design which was conducted in april 2014 and
takes place at 3 of public elementary school who was in ciracas sub-district, East
Jakarta and it’s randomly selected. Sample of this research is a student 4th and 5 th
grade and grouped based on gender. After that each of a group of randomly selected
as many as 50 students, so the total sample in this research is 100 students. The
kind of data in this research is the primary data collected using a questionnaire with
the technique of reporting self.
This research result indicates that variable authoritarian parenting style of
mother and the variables of bullying victim in school giving negative influence and
significantly to self esteem child. This means that the more authoritarian mother
nursing child and are increasingly frequent the son to be the victim of bullying, and
children will be more low self esteem.

Keywords : Parenting style, domestic violence, school bullying, victim bully, bully,
self esteem
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH GAYA PENGASUHAN IBU, KEKERASAN DI
RUMAH DAN PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH
TERHADAP SELF ESTEEM ANAK SEKOLAH DASAR

ANDRIANSYAH ADHA PRATAMA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister sains
pada
Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, MSi
Judul Tesis : Pengaruh Gaya Pengasuhan Ibu, Kekerasan di Rumah dan
Perilaku Bullying Sekolah terhadap Self Esteem Anak Sekolah
Dasar
Nama : Andriansyah Adha Pratama
NRP : I251100041
Program Studi : Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Diah K Pranadji, M.S. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc.
Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Ilmu Keluarga dan
Perkembangan Anak

Dr. Ir. Herien Puspitawati, MSc MSc Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian: 25 Agustus 2014 Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur atas kehadirat Allat SWT yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema
yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan pada bulan April 2014 ini adalah
self esteem, dengan judul Pengaruh Gaya Pengasuhan Ibu, Kekerasan di Rumah
dan Perilaku Bullying Sekolah terhadap Self Esteem Anak Sekolah Dasar.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Diah Krisnatuti, MS dan Ibu
Dr. Ir. Dwi Hastuti, MSc selaku pembimbing, Ibu Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, Msi
selaku penguji luar komisi dan Ibu Dr. Ir. Herien Puspitawati, MSc, MSc selaku
Ketua Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak yang telah
memberikan saran dan masukan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
semua pihak yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

Andriansyah Adha Pratama


DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Perumusan masalah 3
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 5
2 TINJAUAN PUSTAKA
Keluarga
Teori Keluarga Struktural Fungsional 6
Teori Ekologi 6
Gaya Pengasuhan 7
Bullying 8
Self Esteem 9
10
3 KERANGKA PEMIKIRAN
13
4 METODE PENELITIAN
Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian 13
Penarikan Sampel 13
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 14
Pengolahan dan Analisis Data 15
Definisi Operasional 16
5 DAMPAK GAYA PENGASUHAN IBU DAN PERILAKU BULLYING DI 18
SEKOLAH PADA SELF ESTEEM ANAK SEKOLAH DASAR
Abstrak 18
Abstract. 18
Pendahuluan 19
Tujuan Penelitian 20
Manfaat Penelitian 20
Metode Penelitian 21
Hasil 22
Pembahasan 27
Simpulan dan Saran 29
Daftar Pustaka 30
6 HUBUNGAN GAYA PENGASUHAN IBU, KEKERASAN DI RUMAH 31
DAN PERILAKU BULLYING PADA ANAK SEKOLAH DASAR
Abstrak 31
Abstract. 31
Pendahuluan 32
Tujuan Penelitian 33
Manfaat Penelitian 33
Metode Penelitian 33
Hasil 34
Pembahasan 40
Simpulan dan Saran 41

i
Daftar Pustaka 41
7 PEMBAHASAN UMUM 43
8 SIMPULAN DAN SARAN 45
Simpulan 45
Saran 45
DAFTAR PUSTAKA 46

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jenis dan cara pengumpulan data 14
2. Hasil uji reliabilitas kuesioner gaya pengasuhan, kekerasan di rumah, 14
bullying di sekolah dan self esteem
3 Rata-rata karakteristik keluarga berdasarkan jenis kelamin anak 22
4 Sebaran responden menurut status bekerja ibu berdasarkan jenis kelamin 23
responden
5 Rata-rata gaya pengasuhan ibu berdasarkan jenis kelamin responden 23
6 Sebaran gaya pengasuhan ibu berdasarkan jenis kelamin anak 23
7 Rata-rata skor perilaku bullying di sekolah 24
8 Sebaran anak berdasarkan jenis korban bullying di sekolah dan jenis 24
kelamin
9 Sebaran anak berdasarkan jenis pelaku bullying di sekolah dan jenis 25
kelamin
10 Sebaran anak menurut tingkat self esteem dan rata- rata skor self esteem 25
anak berdasarkan jenis kelamin
11 Koefisien korelasi antara gaya pengasuhan dengan self esteem anak 25
12. Koefisien korelasi antara perilaku bullying di sekolah dengan self 26
esteem anak
13. Hasil analisis regresi linear berganda faktor-faktor yang mempengaruhi 27
self esteem anak
14. Rata-rata karakteristik keluarga berdasarkan jenis kelamin anak 34
15. Sebaran responden menurut status bekerja ibu berdasarkan jenis kelamin 35
responden
16. Rata-rata gaya pengasuhan ibu berdasarkan jenis kelamin responden 35
17. Sebaran gaya pengasuhan ibu berdasarkan jenis kelamin anak 36
18. Rata-rata skor kekerasan di rumah berdasarkan jenis kelamin anak 36
19. Sebaran anak berdasarkan jenis kekerasan di rumah dan jenis kelamin 36
anak
20. Sebaran anak berdasarkan tingkat kekerasan di rumah dan jenis kelamin 37
anak
21. Rata-rata skor perilaku bullying di sekolah 37
22. Sebaran anak berdasarkan peran bullying di sekolah dan jenis kelamin 38
23. Sebaran anak berdasarkan tingkat peran bullying dan jenis kelamin 38
24. Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dengan kekerasan di 39
rumah berdasarkan jenis kelamin
25. Koefisien korelasi antara gaya pengasuhan ibu dengan kekerasan di 39

ii
rumah berdasarkan jenis kelamin
26. Koefisien korelasi antara kekerasan di rumah dengan korban bullying di 39
sekolah berdasarkan jenis kelamin

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Kerangka pemikiran penelitian pengaruh gaya pengasuhan, 12
kekerasan di rumah, dan perilaku bullying di sekolah terhadap self
esteem anak Sekolah Dasar
2 Teknik penarikan sampel 13

iii
1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Di abad 21 ini, bangsa Indonesia dihadapkan pada tantangan-tantangan yang
semakin lama semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena perkembangan di
berbagai bidang kehidupan semakin hari semakin pesat, sehingga kita dihadapkan
pada situasi yang dinamis dan penuh ketidakpastian. Selain itu persaingan di dalam
kehidupan juga terus meningkat yang disebabkan karena bertambahnya populasi
manusia secara signifikan. Untuk dapat bertahan di tengah-tengah tantangan
tersebut, maka bangsa Indonesia mutlak memiliki generasi penerus yang berkualitas
dan kompeten. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 tercatat bahwa 27,3
juta jiwa penduduk indonesia merupakan anak-anak usia sekolah dasar. Jumlah ini
tentu bukanlah jumlah yang sedikit, akan tetapi jumlah ini tidak akan berarti apa-
apa jika tidak berkualitas.
Goleman (1995) menekankan bahwa keberhasilan hidup seseorang lebih
ditentukan oleh kemampuan emosionalnya dibandingkan dengan kemampuan
intelektual. Dengan demikian pengembangan aspek kepribadian seorang anak
seharusnya menjadi prioritas utama dalam pembentukan generasi penerus yang
berkualitas dan kompeten. Salah satu kemampuan sosial emosional anak yang
perlu dikembangkan sehingga ia memiliki modal untuk menjadi manusia yang
berkualitas dan kompeten adalah self esteem.
Menurut Santrock (2007) self esteem merupakan penilaian umum terhadap
dirinya sendiri tentang penghargaan yang diekspresikan di dalam sikap individu
terhadap dirinya sendiri. Sementara itu Blascovic dan Tomaka dalam John dan
McArthur (2004) menambahkan bahwa self esteem tidak hanya sebatas bagaimana
individu menilai dirinya tetapi juga merupakan nilai-nilai individu, persetujuan,
penghargaan, hadiah atau rasa suka terhadap dirinya sendiri. Dengan demikian self
esteem merupakan penilaian diri mengenai dirinya sendiri baik secara positif
maupun negatif. Menurut Coopersmith (1967) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi self esteem, diantaranya : 1) penghargaan dan penerimaan dari
orang-orang yang signifikan; 2) kelas sosial dan kesuksesan; 3) nilai dan inspirasi
individu dalam menginterpretasi pengalaman. dan 4) cara individu dalam
menghadapi devaluasi. Dengan kata lain self esteem dalam perkembangannya
terbentuk dari interaksi individu dengan lingkungannya dan atas sejumlah
penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang lain terhadap dirinya.
Berdasarkan teori ekologi yang dikemukakan oleh Bronfenbrenner (1979),
setidaknya ada dua lingkungan mikrosistem yang sangat dekat dan berpengaruh
langsung terhadap anak di usia sekolah yaitu keluarga dan sekolah. Selanjutnya
Bronfenbrenner (1979) menjelaskan bahwa semakin bertambahnya jumlah
mikrosistem dalam kehidupan anak, maka akan meningkatkan interaksi timbal
balik. Keluarga adalah tempat yang pertama dan utama dalam mengasuh anak,
sehingga kualitas anak sangat tergantung dari pengasuhan orang tuanya. Baumrind
(1966) dalam Parrillo (2008) menyatakan bahwa gaya pengasuhan yang terbaik
yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah gaya pengasuhan authoritative, yaitu
orang tua memegang kendali atas anaknya namun dengan memperhatikan perasaan
dan keinginan anak, sehingga pendapat anak didengar dan menjadi masukan bagi
orang tuanya dalam menetapkan aturan. Sementara itu Chao dan Tseng (2002)
2

mengungkapkan bahwa umumnya orang tua di negara-negara Asia mengasuh


anaknya dengan gaya authoritarian/otoriter, dimana orang tua memegang kendali
atas anaknya dan anak adalah pihak yang harus taat terhadap semua perkataan
orang tua.
Menurut Baumrind (1966) dalam Parrillo (2008) dalam gaya pengasuhan
authoritarian, orang tua merupakan pihak yang benar dan tidak dapat dibantah.
Dengan demikian anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan authoritarian bisa
menjadi anak yang pemarah dan agresif. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Utami dan Mulyati (2009) menunjukkan bahwa perilaku bullying akan semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya pola asuh otoriter. Sementara itu terkait
hubungannya dengan self esteem, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Deshpande
dan Chhabriya (2013) menunjukkan bahwa orang tua yang mengasuh anaknya
dengan kasih sayang berhubungan positif dengan self esteem remaja. Hasil senada
juga ditunjukkan oleh penelitian Martinez, Garcia dan Yubero (2007) bahwa self
esteem remaja yang diasuh dengan gaya authoritative lebih tinggi daripada remaja
yang diasuh dengan gaya authoritarian and neglectful.
Selain keluarga, sekolah juga merupakan lingkungan mikrosistem bagi anak
usia sekolah. Menurut Papalia et al. (2004) bahwa pada tahun-tahun pertengahan
masa anak-anak (usia 6 – 11 tahun) merupakan titik penting perkembangan fisik,
kognitif dan psikososial karena anak pada usia tersebut memasuki masa sekolah
dan akan berinteraksi dengan kelompok teman sebaya yang akan memberikan
pengaruh terhadap perkembangan anak. Sementara itu menururt Erikson (1982)
masa sekolah merupakan masa yang penting dalam pembentukan kepercayaan diri.
Menurut Myers, Willise dan Villalba (2011) rasa percaya diri setiap individu dapat
bervariasi dalam lingkungan yang berbeda. Penilaian dari lingkungan sekitar saat
seseorang berinteraksi dengan lingkungannya akan mempengaruhi penilaian diri
orang tersebut, sehingga positif atau negatifnya penilaian diri seseorang sangat
tergantung penilaian dari lingkungan.
Centi (1995) menambahkan bahwa dukungan yang baik yang diterima dari
lingkungan akan memberi rasa nyaman. Dengan memiliki rasa nyaman tersebut,
maka anak secara otomatis akan memiliki pandangan yang positif terhadap dirinya
sendiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa anak yang memiliki self esteem
positif memiliki penerimaan dan penghormatan terhadap diri sendiri yang baik.
Dengan kondisi seperti ini tentunya anak akan mampu membina hubungan yang
baik dengan temannya dan menjaga hubungan tersebut agar tidak melukai perasaan
maupun fisik temannya. Sebaliknya anak dengan self esteem yang negatif akan
memandang dirinya sebagai orang yang tidak berguna, sehingga hal tersebut akan
membuat anak mengalami masalah dalam interaksi sosial, merasa tidak diterima
dan merasa memiliki kekurangan secara fisik. Hal ini akan mengakibatkan anak
mudah tersinggung dan marah. Dan pada akhirnya anak tersebut akan melakukan
perbuatan yang dapat menyakiti temannya baik secara fisik maupun psikis.
Sementara itu, saat ini kita dihadapkan oleh sebuah masalah serius, yaitu
bullying. Bullying merupakan perilaku yang menggunakan kekuasaan atau kekuatan
untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang, suatu perilaku mengancam,
menindas dan membuat perasaan orang lain tidak nyaman. Bullying dapat berupa
kontak fisik, verbal dan non verbal baik langsung maupun tak langsung. Dalam
sebuah penelitian di Amerika di dapat hasil bahwa 1 dari 3 orang responden
mengaku mengalami bullying (Santrock, 2006). Bahkan yang lebih
mengkhawatirkan lagi bahwa dalam berbagai hasil penelitian yang dilakukan di
3

beberapa negara tercatat bahwa bullying di tingkat sekolah dasar lebih tinggi dari
pada di tingkat sekolah menengah (Dake et al, 2003).
Di Indonesia hal serupa juga terjadi. Data KPAI (komisi Perlindungan Anak
Indonesia) menunjukkan bahwa pada tahun 2007 jumlah pelanggaran hak anak
yang terpantau sebanyak 40.398.625 kasus. Jumlah itu melonjak drastis jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 13.447.921 kasus.. Dari
seluruh prilaku bullying terhadap anak, presentase terbesar yaitu 18% terjadi di
rumah dan 11,3% dilakukan oleh guru di sekolah. Sementara itu data dari forum
Penanganan Korban Bullying Perempuan dan Anak (FPK2PA) Provinsi DIY di
tahun 2011 menunjukkan bahwa dari total 367 kasus, 140 kasus merupakan
perilaku bullying terhadap anak. Kondisi ini tentu meresahkan kita karena
korbannya adalah generasi muda. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Spade
(2007) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara
perilaku bullying dan self esteem. Artinya semakin tinggi perilaku bullying terhadap
anak, maka akan semakin rendah self esteem anak tersebut.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis bermakud untuk meneliti
lebih lanjut tentang pengaruh gaya pengasuhan terhadap perilaku bullying pada
anak dan self esteem anak.
Perumusan Masalah
Papalia et al. (2004) menyatakan bahwa pada tahun-tahun pertengahan masa
anak-anak (usia 6 – 11 tahun) merupakan titik penting perkembangan fisik, kognitif
dan psikososial. Menurut Bronfenbrenner (1979) keluarga dan sekolah merupakan
lingkungan mikrosistem yang langsung mempengaruhi anak. Oleh karena itu di
Indonesia diberlakukan UU RI no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Undang-undang ini mengatur tentang hak dan kewajiban bagi anak, sehingga
dengan adanya undang-undang ini harapannya anak-anak mendapatkan dukungan
yang baik dalam proses tumbuh dan berkembang. Adapun yang dimaksud dengan
anak dalam Undang-undang ini adalah seseorang yang berada dalam kandungan
sampai usia 18 tahun.
Keluarga adalah tempat yang pertama dan utama dalam mengasuh anak.
Sehingga kualitas anak sangat tergantung dari pengasuhan orang tuanya.
Berdasarkan Baumrind (1966) dalam Parrillo (2008) , gaya pengasuhan yang
terbaik yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah gaya pengasuhan authoritative,
yaitu orang tua memegang kendali atas anaknya namun dengan memperhatikan
perasaan dan keinginan anak, sehingga pendapat anak didengar dan menjadi
masukan bagi orang tuanya dalam menetapkan aturan. Sementara itu Chao dan
Tseng (2002) mengungkapkan bahwa umumnya orang tua di negara-negara Asia
mengasuh anaknya dengan gaya authoritarian/otoriter, dimana orang tua
memegang kendali atas anaknya dan anak adalah pihak yang harus taat terhadap
semua perkataan orang tua. Menurut Baumrind (1966) dalam Parrillo (2008)
menyatakan bahwa dalam gaya pengasuhan authoritarian, orang tua merupakan
pihak yang benar dan tidak dapat dibantah.
Di sisi lain sekolah merupakan salah satu lingkungan mikrosistem yang
langsung mempengaruhi anak selain lingkungan keluarga (Bronfenbrenner, 1979).
Di mana guru dan teman sebaya merupakan pihak yang berinteraksi langsung
dengan anak. Akan tetapi jika kita melihat data KPAI, maka jumlah bullying yang
terjadi setiap tahun menunjukkan grafik yang terus meningkat. Selain itu KPAI
4

mencatat bahwa sebagian besar pelaku bullying terhadap anak adalah orangtua,
guru dan teman sebaya. Menurut Coopersmith (1967) penghargaan dan penerimaan
dari orang-orang yang signifikan dapat meningkatkan self esteem anak. Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Widiharto, Sandjaja dan Eriany terhadap 73 siswa
laki-laki kelas 5 di SDN 03, 04 dan 05 Sendangmulyo yang pernah mendapatkan
tindakan bullying menunjukkan hasil bahwa ada hubungan yang negatif dan sangat
signifikan antara self esteem anak dan perilaku bullying terhadap anak. Sementara
itu salah satu kasus kematian akibat bullying verbal adalah kasus Fifi Kusrini (13)
pada tanggal 15 Juli 2005. Siswi SMP ini bunuh diri karena minder dan frustasi
akibat sering diejek sebagai anak tukang bubur oleh teman-temannya. Dalam kasus
ini terlihat jelas bahwa ia memiliki penilaian diri yang negatif tentang dirinya
sebagai dampak dari ejekan – ejekan yang dilontarkan teman – temannya. Menurut
Coopersmith (1967) wanita memiliki self esteem yang lebih rendah dari laki-laki,
seperti merasa kurang mampu dan merasa harus dilindungi.
Dukungan yang baik yang diterima dari lingkungan akan memberi rasa
nyaman pada anak (Centi, 1995). Sebaliknya, kondisi lingkungan yang tidak
menyenangkan dikarenakan adanya bullying terhadap anak dapat menimbulkan rasa
self esteem yang rendah. Berdasarkan uraian di atas, terdapat tiga pertanyaan yang
ingin ditemukan jawabannya melalui penelitian ini, yaitu : 1) Apakah gaya
pengasuhan orangtua mempengaruhi tingkat bullying terhadap anak berdasarkan
jenis kelamin?; 2) Apakah gaya pengasuhan orangtua mempengaruhi self esteem
anak berdasarkan jenis kelamin; dan 3) Apakah bullying terhadap anak akan
mempengaruhi self esteem anak berdasarkan jenis kelamin?

Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh gaya
pengasuhan ibu, kekerasan di rumah dan perilaku bullying di sekolah terhadap self
esteem anak sekolah dasar berdasarkan jenis kelamin. Sedangkan tujuan khusus
dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga dengan gaya pengasuhan
orang tua dan kekerasan di rumah
2. Menganalisis hubungan karakteristik anak dengan kekerasan di rumah dan
perilaku bullying sekolah
3. Menganalisis hubungan kekerasan di rumah dan perilaku bullying sekolah
4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi self esteem anak
berdasarkan jenis kelamin.
5

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak terkait,
yaitu orangtua dan guru. Bagi orang tua, penelitian ini dapat memberikan gambaran
mengenai gaya pengasuhan yang dapat meningkatkan self esteem anak. Gaya
pengasuhan orang tua saat ini dipengaruhi oleh gaya pengasuhan orang tuanya
terdahulu, sehingga jika ia mendapatkan gaya pengasuhan yang salah ia harus
merubahnya agar tidak melakukan kesalahan tersebut kembali. Bagi guru,
penelitian ini dapat memberikan gambaran bagaimana menjadi seorang pendidik
yang baik, yang mampu meningkatkan self esteem anak serta mampu membantu
mengembangkan potensi – potensi yang dimiliki oleh anak didik. Selain itu
penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada guru untuk
senantiasa peduli terhadap perilaku – perilaku bullying yang dilakukan oleh siswa
terhadap temannya Akan tetapi untuk dapat merubah sesuatu yang sudah menjadi
kebiasaan atau sesuatu yang dianggap wajar karena sering terjadi diperlukan
dukungan dan kekuasaan yang kuat, salah satu dukungan yang diharapkan adalah
dukungan dari pemerintah. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat
menjadi masukan dalam mengembangkan program, baik program bagi sistem
keluarga maupun program bagi sistem sekolah. program tersebut diperuntukkan
bagi yang akan menjadi orang tua maupun yang sudah menjadi orang tua.
Sementara itu program bagi sistem sekolah berguna untuk meningkatkan kualitas
guru serta menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif dan benar-benar menjadi
tempat pengembangan potensi anak. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi pengembangan keilmuan terutama ilmu keluarga dan
perkembangan anak, serta dapat menjadi pertimbangan untuk pengembangan
penelitian sejenis berikutnya.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Keluarga
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 keluarga merupakan
unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-isteri atau suami-isteri
dengan anaknya atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya. Sementara
itu Geary dan Flinn (2001) mendefinisikan keluarga secara lebih luas dengan
menyertakan empat ciri dari keluarga, yaitu (1) terdiri dari kumpulan orang yang
bersatu karena ikatan darah, perkawinan, atau adopsi; (2) anggota keluarga
biasanya hidup dalam satu atap membentuk satu rumah tangga, dan jika ada
anggota yang tinggal terpisah maka ia cenderung menganggap rumah tangga
tersebut adalah rumahnya; (3) memiliki kesatuan interaksi dan komunikasi antar
anggotanya di mana setiap anggota keluarga memegang peranannya masing-
masing; dan (4) mempertahankan kebudayaan yang ada yang berasal dari
kebudayaan di masyarakat secara umum, namun dalam sebuah tatanan masyarakat,
setiap keluarga memiliki budaya yang berbeda-beda. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa keluarga merupakan unit terkecil di masyarakat yang
anggotanya memiliki hubungan darah, pernikahan, atau adopsi serta tinggal
bersama dalam satu atap, di mana di dalamnya terjadi interaksi dan komunikasi
dengan memperhatikan peran sosialnya sebagai suami-istri, ayah-ibu, anak, serta
kakak-adik.
6

Teori Keluarga Struktural Fungsional


Menurut Strong dan DeVault (1979) teori struktural fungsional merupakan
teori utama yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana sebuah keluarga dapat
berhasil, dan menjelaskan bagaimana interaksi antar anggota keluarga serta
interaksi keluarga dengan masyarakat luas. Teori ini berusaha untuk menemukan
tujuan struktur sosial yang ada dan menemukan bagaimana tujuan tersebut dicapai.
Teori struktural fungsional lebih sering menekankan pada struktur daripada proses.
Inilah hal mendasar yang membedakan teori keluarga struktural fungsional dengan
teori-teori keluarga yang lain. Asumsi dari teori keluarga struktural fungsional
adalah dimana tujuan keluarga merupakan sarana untuk memenuhi peran tertentu
dalam rangka menjaga masyarakat sebagai suatu fungsi yang lancar secara
keseluruhan (Newman & Grauerholz 2002). Menurut teori ini, ada dua fungsi yang
dikaji dalam keluarga, yaitu fungsi keluarga untuk masyarakat, serta fungsi dari
subsistem (anggota keluarga) untuk keluarga dan untuk subsistemnya sendiri.
Menurut Suhendi dan Wahyu (2001) Fungsi tersebut dapat dilihat satu sama lain
melalui suatu hubungan sosial. Pendekatan teori struktural fungsional adalah
pendekatan teori sosiologi yang diterapkan dalam institusi keluarga. Dimana
keluarga sebagai sebuah institusi dalam masyarakat mempunyai prinsip-prinsip
serupa yang terdapat dalam kehidupan sosial masyarakat (Megawangi, 1999).

Teori Ekologi
Berdasarkan teori ekologi keluarga yang dikemukakan oleh Bronfenbrenner
(1979) bahwa anak dapat mempengaruhi orangtua dan lingkungannya, begitu pula
sebaliknya. Perkembangan anak terjadi pada lapisan lingkungan yang berjenjang
dan kompleks, di mana jika terjadi sebuah perubahan kecil di salah satu lapisan
lingkungan, maka hal tersebut akan mempengaruhi lapisan lingkungan yang lain.
Berdasarkan teori ini jelas terlihat bahwa perkembangan anak bukan hanya
ditentukan oleh lingkungan keluarga saja namun juga dipengaruhi oleh lingkungan
sekitarnya yang lebih besar. Dengan demikian meskipun di dalam lingkungan
keluarga pengasuhan sudah dilakukan secara ideal namun kondisi lingkungan justru
sebaliknya, maka perkembangan anak dapat menuju arah yang tidak diharapkan
orangtuanya. Jika demikian kondisinya, maka orangtua harus dapat merubah
lingkungannya, atau mencari lingkungan baru yang lebih kondusif.
Menurut Bronfenbrenner (1979) lapisan lingkungan yang terdekat dengan anak
dan langsung mempengaruhi anak disebut dengan lapisan mikrosistem. Bagi anak
usia sekolah setidaknya ada dua lingkungan mikrosistem yang langsung
mempengaruhi perkembangan anak yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan
sekolah. Lapisan mikrosistem ini berkembang sesuai dengan usia anak. Dengan
bertambahnya jumlah mikrosistem dalam kehidupan anak, maka akan interaksi
timbal balik antara anak dan lingkungan akan semakin meningkatkan.
Dengan demikian berdasarkan teori ekologi Bronfenbrenner (1979), keluarga
berada di lingkungan mikrosistem. Keluarga menjadi unit yang pertama dan utama
yang berpengaruh terhadap perkembangan anak, dan orang tua memegang peranan
yang dominan dalam perkembangan anak. Sehingga apa yang dilakukan oleh orang
tua sangat mempengaruhi kehidupan anak (Hoghughi & Long 2004). Oleh karena
itu, gaya pengasuhan orang tua perlu diperhatikan. Bahkan tidak hanya gaya
pengasuhan saja, akan tetapi karakteristik yang ada pada diri orang tua juga perlu
diperhatikan karena dapat mempengaruhi kehidupan anak. Beberapa karakteristik
orang tua yang dapat mempengaruhi anak di antaranya adalah usia (Berryman
7

2000), keadaan sosial-ekonomi (McLyod & Wilson 1991), dan jumlah anak
(Becker 1991)
Gaya Pengasuhan
Menurut Hoghughi (2004) pengasuhan merupakan aktivitas yang ditujukan
untuk memastikan perkembangan dan ketahanan anak. Sementara itu Brooks
(2001) mengngkapkan bahwa pengasuhan adalah proses interaksi antara orang tua
dan anak dengan mengacu kepada perkembangan anak. Menurut Kordi dan
Baharudin (2010) Gaya pengasuhan merupakan standar strategi orang tua yang
terbentuk secara psikologis dalam membesarkan anak mereka. Gaya pengasuhan
merupakan hal yang penting dalam perkembangan anak (Shears et al. 2008).
Menurut Baumrind (1967) gaya pengasuhan dapat diidentifikasi dalam empat
dimensi penting, yaitu strategi pendisiplinan, kehangatan dan perawatan, gaya
komunikasi, serta harapan terhadap kedewasaan dan kontrol. Dari keempat dimensi
tersebut maka Baumrind membagi gaya pengasuhan menjadi tiga tipe, yaitu
authoritative (menekankan pada tuntutan yang beralasan), authoritarian (menuntut
kepatuhan/otoriter), dan permissive (menuruti keinginan anak).
Menurut Timpano et al. (2010) gaya pengasuhan authoritative merupakan
gaya pengasuhan dengan tingkat kehangatan dan pendisiplinan yang tinggi. Dengan
gaya pengasuhan ini, Orang tua memberikan peraturan dengan penjelasan logis
serta mengutamakan kehangatan di dalam praktek pengasuhan. Selain itu, orang tua
membuka ruang pendapat bagi anak mengenai peraturan yang berlaku sebagai
masukan meskipun pendapat anak tersebut bertentangan dengan keinginan mereka.
Anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan authoritative akan terhindar dari
perbuatan kriminal, memiliki kompetensi sosial yang baik, memiliki tujuan
(Okorodudu 2010), serta memiliki kepercayaan dan kesadaran diri yang tinggi
(Kordi & Baharudin 2010). Selain itu, mereka memiliki tingkat kebahagiaan dan
kemampuan yang tinggi serta sukses (Maccoby 1992).
Timpano et al. (2010) mengungkapkan bahwa gaya pengasuhan authoritarian
merupakan gaya pengasuhan dengan tingkat kehangatan antara orang tua dan anak
yang rendah namun dengan tingkat pendisiplinan yang tinggi. Dengan gaya
pengasuhan ini orang tua biasanya menerapkan peraturan tanpa kompromi dengan
anak, mereka tidak menjelaskan mengapa peraturan tersebut ditetapkan Orang tua
juga kaku terhadap nilai-nilai peraturan dan kurang kasih sayang Dengan kata lain
orang tua menuntut kepatuhan dari anak. Menurut Baumrind (1991) jika anak tidak
mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan maka anak akan mendapatkan
hukuman. Umumnya anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan authoritarian akan
memiliki kemampuan sosial yang rendah (Zhou et al. 2004) dan kepercayaan diri
yang rendah. Selain itu, mereka lebih mudah cemas, memiliki tingkat kebahagiaan
yang rendah (Baumrind 1991) sehingga mudah pula terkena depresi (Rothrauff,
Cooney, & An 2009).
Gaya pengasuhan permissive adalah gaya pengasuhan yang ditandai dengan
tingkat kehangatan yang tinggi tetapi kontrol terhadap perilaku yang rendah.
Menurut Timpano et al. (2010) Pada gaya pengasuhan ini orang tua mengizinkan
anak untuk melakukan apa yang mereka mau lakukan dengan tingkat disiplin yang
rendah. Orang tua dengan gaya pengasuhan permissive adalah orang tua yang tidak
menuntut kedewasaan dari diri anak dan mereka menghindari pertengkaran dengan
anak. Menurut Baumrind (1991).Orang tua ini sering berkomunikasi dengan
anaknya, bahkan mereka menjadi seperti teman bagi anak mereka. Hasil penelitian
8

menunjukkan bahwa anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan permissive


cenderung untuk melakukan tindakan kriminal ketika remaja (Okorodudu 2010)
dan lebih agresif (Underwood, Beron, Rosen 2009). Selain itu, dikarenakan sikap
orang tua yang mengikuti keinginan anak dan rendahnya pendisiplinan maka anak
yang diasuh secara permissive cenderung untuk menjadi anak dengan tingkat
disiplin dan tanggung jawab yang rendah.

Bullying
Definisi
Menurut Olweus (1993) bullying mengandung tiga unsur perilaku
mendasar, yaitu: agresif dan bersifat negatif; dilakukan secara berulang kali; adanya
ketidakseimbangankekuatan antara pihak yang terlibat. Sama halnya dengan
pendapat Papalia et al. (2004) yang menyatakan bahwa bullying merupakan
perilaku agresif yang disengaja dan dilakukan berulang untuk menyerang target
atau korban, dimana korban umumnya adalah orang yang lemah, mudah diejek dan
tidak bisa membela diri. Hal senada juga disampaikan oleh Coloroso (2007) yang
menyatakan bullying merupakan aktivitas sadar, disengaja dan bertujuan untuk
melukai, menanamkan ketakutan melalui ancaman agresi, dan menciptakan teror
yang dilandasi oleh ketidakseimbangan kekuatan.
Hurlock (1993) menyebutkan bahwa korban dari intimidasi merupakan
sekelompok target yang menjadi reaksi berulang dimana ia memiliki kekuatan dan
kebanggaan yang kurang dibandingkan orang-orang yang melakukan agreisiksi
terhadapnya. Rice dan Dolgin (2008) menambahkan bahwa perilaku bullying
merupakan perilaku agresif dengan kecenderungan menyakiti orang lain yang
biasanya berulang lagi. Yayasan Sejiwa (2008) menjelaskan bahwa bullying dapat
dilakukan secara fisik, verbal dan psikologis. Demikian halnya yang dikemukakan
oleh Berns (2004) bahwa bullying merupakan tindakan yang biasa dilakukan seperti
mengancam, mengganggu, memanggil dengan istilah, wajah atau bahasa tubuh
yang menandakan tidak suka atau mengejek, memukul, menendang, mencubit, dan
penganiayaan fisik lainnya, dimana korbannya senantiasa mendapat perlakuan yang
dapat dilihat dan diulang dalam waktu yang lama.

Bentuk-bentuk bullying
Menurut Nahuda et al (tanpa tahun) bentuk bentuk bullying di sekolah dapat
digolongkan dalam tiga jenis yaitu: 1) secara fisik seperti memukul, menendang,
mengambil milik orang lain; 2) secara verbal seperti mengolok-olok nama siswa
lain, menghina, mengucapkan kata-kata yang menyinggung; 3) secara tidak
langsung seperti menyebarkan cerita bohong, mengucilkan, menjadikan siswa
tertentu sebagai target humor yang menyakitkan, mengirim pesan pendek atau surat
yang keji. Mengolok-olok nama merupakan hal yang paling umum karena ciri-ciri
fisik siswa, suku, etnis, warna kulit dan lain-lain. Sementara itu Page (2007)
menyatakan bahwa bullying yang dilakukan oleh guru dapat terjadi karena guru
merasa memiliki kekuasaan penuh di kelas, sehingga ia merasa dapat melakukan
berbagai cara agar siswa-siswanya melakukan atau berperilaku sesuai yang
diharapkan oleh guru. Selain itu Page juga menambahkan terdapat tiga masalah
mendasar yang memungkinkan guru untuk melakukan bullying. Ketiga hal tersebut
antara lain 1) umumnya guru adalah siswa yang baik pada masanya, sehingga
mereka kurang memahami kondisi anak yang memiliki rasa malu, bosan atau takut
menunjukkan kemampuan yang dimilikinya; 2) kurangnya pengalaman dan
9

pelatihan guru dalam merespon perilaku siswa yang tidak kooperatif; 3) kesalahan
guru dalam menggunakan strategi pengajaran.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bullying merupakan perilaku
negatif yang agresif yang dilakukan secara fisik, verbal dan non verbal serta
dilakukan secara berulang-ulang.dari waktu ke waktu.
Self esteem
Definisi
Menurut Greenberg (2008) bahwa self esteem merupakan kebutuhan dasar
manusia. Sementara itu Allport (1961) dalam Guindon (2009) menambahkan
bahwa perkembangan self esteem menjadi isu utama bagi anak-anak. Mengenai
definisi self esteem Coopersmith (1967) menyatakan bahwa self esteem merupakan
suatu penilaian pribadi tentang penghargaan yang diekspresikan di dalam sikap
individu terhadap dirinya sendiri. Selanjutnya Coopersmith (1967) menabahkan
bahwa self esteem dalam perkembangannya terbentuk dari interaksi individu
dengan lingkungannya dan atas sejumlah penghargaan, penerimaan, dan perlakuan
orang lain terhadap dirinya. Coopersmith (1967) mendapatkan bahwa individu yang
mempunyai self esteem tinggi lebih menyukai dan menghormati dirinya, menilai
dan melihat dirinya sebagai seseorang yang berani menghadapi dunia yang
dihayatinya, berpandangan bahwa dirinya sejajar dengan yang lainnya, mengenali
keterbatasannya, dan berharap untuk tumbuh. Sedangkan orang yang mempunyai
harga diri rendah cenderung untuk menolak dirinya, merasa dirinya selalu tidak
puas, kurang percaya diri sehingga tidak jarang mereka sering terbentur pada
kesulitan sosial dan biasanya pesimistis dalam perjalanan hidupnya, bahkan
rendahnya harga diri cenderung akan menyebabkan seseorang berperilaku tidak
terpuji, karena adanya perasaan kurang yakin terhadap kemampuan dan keadaan
dirinya.
Menurut Santrock (2007) menjelaskan bahwa self esteem merupakan
evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara positif atau negatif. Individu yang
memiliki self esteem positif akan menerima dan menghargai dirinya sendiri apa
adanya. Sementara itu Blascovic dan Tomaka dalam John dan Mac Arthur (2004)
menambahkan bahwa self esteem tidak sebatas bagaimana individu menilai dirinya
tetapi juga merupakan nilai-nilai individu, persetujuan, penghargaan, hadiah atau
rasa suka terhadap dirinya sendiri. Sedangkan Rosenberg dalam John dan Mac
Arthur (2004) memberikan definisi yang lebih sederhana tentang self esteem, yaitu
sikap yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap diri individu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa self esteem merupakan
penilaian diri anak mengenai dirinya sendiri secara negatif atau positif. Anak yang
memiliki self esteem positif akan menerima dan menghargai dirinya sendiri apa
adanya. Sementara itu Twenge dan Campbell (2002); Twenge dan Crocker (2002)
dalam Guindon (2009) menyatakan bahwa self esteem yang rendah berhubungan
dengan beberapa fenomena negatif seperti kehamilan di usia remaja, menkonsumsi
alkohol dan obat-obat terlarang, bullying, depresi dan bunuh diri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi self esteem
Twenge dan Campbell (2002); Twenge dan Crocker (2002) dalam Guindon
(2009) mengungkapkan bahwa beberapa faktor yang menjadi penentu self esteem
diantaranya adalah gender, ras, tingkat ekonomi, orientasi seksual, status imigran
dan lain-lain.
10

Menurut Kapoor (2013) anak-anak dengan self esteem tinggi mampu


mengekspresikan perasaan dan emosi dengan cara yang terkendali, sedangkan
anak-anak dengan self esteem rendah cenderung mengandalkan penilaian orang lain
dan tidak mampu membentuk pendapat pribadi, mudah putus asa, terus-menerus
menyalahkan orang lain atas kesalahan dan kegagalan mereka. Lebih lanjut Kapoor
mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya self esteem anak
antara lain:
1. Sikap orang tua yang keliru seperti kurang komunikasi, penolakan, disiplin
ketat, tuntutan yang tidak realistis, serta perlindungan yang berlebihan.
2. Situasi keluarga disfungsional seperti perselisihan, perceraian, kematian,
orangtua kehilangan pekerjaan serta sering berpindah-pindah rumah.
3. Faktor lingkungan sekolah seperti tekanan atau penolakan teman sebaya, serta
guru yang suka menghukum.
4. Lain-lain seperti tindak bullying, masalah kesehatan, serta kondisi fisik.

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Seorang anak mengawali kehidupan dalam lingkungan mikro yaitu keluarga.
Selanjutnya keluarga akan mendampingi hidup anak hingga sang anak siap untuk
hidup mandiri. Sehingga gaya pengasuhan orang tua merupakan faktor penting
yang dapat mempengaruhi output pada anak. Gaya pengasuhan orang tua dapat
dipengaruhi oleh berbagai hal, yaitu karakteristik anak, karakteristik orang tua.
Karakteristik anak yang terdiri dari usia, jenis kelamin, dan urutan kelahiran
mempengaruhi gaya pengasuhan orang tua. Menurut Hurlock (1994) hal ini
disebabkan karena usia setiap anak terkait dengan tugas perkembangannya. Dengan
demikian menurut Herbert (2004) dibutuhkan strategi pengasuhan yang berbeda
untuk membimbing anak agar berkembang sesuai tahap perkembangannya.
Perlakuan orang tua akan berbeda menurut jenis kelamin anak. Anak perempuan
cenderung lebih dimanja daripada anak laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ayah lebih melindungi anak perempuannya dibandingkan dengan anak laki-
lakinya (Stephens 2009). Berdasarkan urutan kelahiran, penelitian Jacobs dan Moss
menunjukkan bahwa ibu lebih sering bercengkerama dengan anak pertama
dibandingkan dengan anak kedua (Bredin & Rodney 2002).
Karakteristik orang tua yang terdiri dari usia, pendidikan, pendapatan, dan
jumlah anak juga mempengaruhi gaya pengasuhan. Usia orang tua akan
mempengaruhi gaya pengasuhannya. Seseorang dengan tingkatan usia yang lebih
tua akan cenderung lebih dewasa atau bijak dalam mengambil sikap. Berryman
(2000) menunjukkan bahwa ibu yang lebih tua lebih sering tidur bersama bayinya
dan memberikan ASI dibandingkan dengan ibu yang usianya lebih muda. Kedua
hal tersebut sangat penting dalam pengasuhan karena akan memperkuat ikatan
kasih sayang antara ibu dan anak yang tentunya akan baik bagi perkembangan
anak. Pendidikan dan pendapatan orang tua menentukan keadaan sosial ekonomi.
Pinderhughes et al. (2000) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang negatif
antara status sosial ekonomi orang tua dengan kebiasaan orang tua memukul anak.
Ini artinya orang tua dengan pendapatan rendah akan cenderung lebih sering
memukul anaknya dibandingkan orang tua dengan pendapatan lebih tinggi. Hal ini
diduga karena orang tua dengan pendapatan rendah akan berpotensi sering
mengalami stres, dan stres akan berkaitan dengan gaya pengasuhan.
11

Jumlah anak yang dimiliki orang tua juga akan mempengaruhi gaya
pengasuhan orang tua. Menurut Becker (1991) semakin banyak jumlah anak yang
dimiliki maka akan semakin menurun kualitas pengasuhan anak tersebut. Hal ini
disebabkan karena berkurangnya ketersediaan waktu, tenaga, dan materi yang
diberikan orang tua kepada anak.
Berdasarkan kondisi tersebut sebuah keluarga akan memiliki ciri khas tertentu
dalam setiap aktivitasnya, termasuk dalam hal pengasuhan. Dengan demikian gaya
pengasuhanpun akan berbeda untuk setiap keluarga, gaya pengasuhan yang
cenderung otoriter diduga akan melakukan praktek-praktek kekearasan terhadap
anak, sedangkan gaya pengasuhan permisif diduga akan cenderung mengabaikan
anaknya. Hal ini didasarkan pada pernyataan Baumrind (1966) dalam gaya
pengasuhan authoritarian, orang tua merupakan pihak yang benar dan tidak dapat
dibantah. Sebagai pihak yang merasa selalu benar, tentu orang tua akan melakukan
berbagai cara agar anak mengikuti kehendaknya termasuk melakukan tindakan
kekerasan pada anak bahkan dengan dalih untuk pendisiplinan. Selain itu beberapa
karakteristik pelaku dan korban bullying yang dirangkum oleh Dake et al (2003)
antara lain memiliki orang tua yang otoriter, kurang responsif dan mendukung,
menerapkan hukuman dalam pendisiplinan, kurangnya komunikasi antara anak dan
orang tua.
Selain keluarga, lingkungan mikro yang langsung berpengaruh pada
perkembangan anak adalah lingkungan sekolah. Peran dan otoritas guru untuk
memimpin dan mengontrol kegiatan pembelajaran sangat mempengaruhi
keberhasilan pemahaman siswa. Guru yang lebih banyak berperan sebagai sahabat,
mentor, dan fasilitator akan sangat mendukung kelancaran pemahaman siswa.
Forbes (1996) mengibaratkan peran guru seperti seorang teman dalam perjalanan
yang telah berpengalaman dan menyenangkan.
Akan tetapi berdasarkan data KPAI presentase korban bullying sebagian besar
terdapat di keluarga dan sekolah. Sekolah yang merupakan tempat belajar kedua
setelah keluarga ternyata disadari atau tidak telah menjalankan praktek-praktek
bullying. Pihak yang banyak memegang peranan dalam praktek-praktek bullying
adalah guru dan teman sebaya. Menurut Page (2007) bullying yang dilakukan oleh
guru dapat terjadi karena guru merasa memiliki kekuasaan penuh di kelas, sehingga
ia merasa dapat melakukan berbagai cara agar siswa-siswanya melakukan atau
berperilaku sesuai yang diharapkan oleh guru. Selain itu Page juga menambahkan
terdapat tiga masalah mendasar yang memungkinkan guru untuk melakukan
bullying. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Twemlow et al (tanpa tahun)
terhadap 116 guru dari 7 sekolah dasar di Amerika Serikat menunjukkan hasil
bahwa guru yang melakukan bullying terhadap siswa mengalami hal yang serupa
disaat mereka menjadi siswa. Berdasarkan penjelasan tersebut karakteristik guru
yang dapat memicu perilaku bullying terhadap siswa meliputi umur, lama
mengajar, lama pendidikan dan riwayat bullying di masa lalu. Sementara itu
bullying yang dilakukan oleh teman sebaya dapat diakibatkan karena pelaku juga
merasa memiliki kekuatan dan kekuasaan lebih dibandingkan teman – temannya
atau hal ini dapat pula terjadi karena pengaruh gaya pengasuhan orang tuanya.
Twenge dan Campbell (2002); Twenge dan Crocker (2002) dalam Guindon
(tanpa tahun) menyatakan bahwa self esteem yang rendah berhubungan dengan
beberapa fenomena negatif seperti kehamilan di usia remaja, menkonsumsi alkohol
dan obat-obat terlarang, bullying, depresi dan bunuh diri. Menurut O’Moore dan
Kirkham (2001); Juvonen et al (2000) dalam Dake et al (2003) menyatakan bahwa
12

karakteristik korban bullying adalah memiliki self esteem yang rendah. Sejalan
dengan pernyataan tersebut Rudi (2010) menyatakan bahwa korban bullying akan
mengalami masalah emosional dan perilaku. Dengan
demikian dapat di simpulkan bahwa bullying dapat menimbulkan rasa tidak
nyaman, minder, merasa terisolasi, dan merasa tidak berharga. Perasaan-perasaan
semacam ini akan dapat membentuk penilaian diri yang negatif, sehingga inilah
yang menyebabkan rendahnya self esteem anak. Untuk lebih jelasnya berikut ini
disajikan kerangka berpikir dalam bentuk bagan.

Gaya Pengasuhan Orang Tua


Karakteristik Keluarga
• Gaya Pengasuhan Otoriter 
• Umur orang tua  (Authoritarian) 
• Gaya Pengasuhan Demokratis 
• Lama pendidikan orang tua 
(Authoritative) 
• Pendapatan keluarga 
• Gaya Pengasuhan Permissive 
• Status bekerja ibu 

Kekerasan di rumah
Karakteristik Anak
• Kekerasan  fisik 
• Umur  • Kekerasan verbal 
• Jenis kelamin  • Kekerasan psikososial 

sistem sekolah Self esteem


• Persepsi anak  anak
terhadap sekolah  
• Sistem 
pembelajaran di  Bullying di lingkungan Sekolah
• Korban Bullying fisik
• Korban Bullying verbal
Teman sebaya  • Korban Bullying non verbal
• Pelaku Bullying fisik
• Pelaku Bullying verbal
• Pelaku Bullying non verbal

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian pengaruh gaya pengasuhan, kekerasan di


rumah, dan perilaku bullying di sekolah terhadap self esteem anak
Sekolah Dasar
13

4 METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study yaitu suatu teknik
pengambilan data yang dilakukan melalui survey lapang pada suatu titik waktu
tertentu. Penelitian dilakukan di tiga Sekolah Dasar Negeri yang berada di
Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur yang dipilih secara acak (simple random
sampling). Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April 2014.
Penarikan Sampel
Populasi contoh pada penelitian ini adalah siswa kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar
Negeri (SDN) di Kecamatan Ciracas. Pertimbangan pemilihan siswa kelas 4 dan 5
sebagai contoh adalah karena siswa kelas 4 dan 5 dianggap sudah dapat menilai
gaya pengasuhan orang tua lebih baik dibandingkan dengan siswa kelas rendah (1 –
3).
Dari seluruh data Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Ciracas, diambil tiga
sekolah secara acak. Semua siswa kelas 4 dan 5 dengan kondisi normal, artinya
bukan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) berdasarkan diagnosa psikolog atau
guru, yang berasal dari tiga sekolah terpilih dikelompokkan berdasarkan jenis
kelamin. Pengambilan contoh dalam penelitian dilakukan secara acak berkelompok
(cluster random sampling) yang terdiri dari 50 anak laki-laki dan 50 anak
perempuan, sehingga total contoh adalah 100 anak. Berikut adalah kerangka
pengambilan contoh.
Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Ciracas

Sekolah Dasar Negeri Acak

SD SD SD
Negeri ke 1 Negeri ke 2 Negeri ke 3
kelas 4 dan 5 kelas 4 dan 5 kelas 4 dan 5

Laki-laki Perempuan
Cluster
Acak
50 50

n = 100 siswa
Gambar 2. Teknik Penarikan Sampel
14

Jenis dan Cara Pengumpulan Data


Keseluruhan data yang dikumpulkan pada penelitian ini merupakan data
primer, yaitu karakteristik anak, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan,
kekerasan di rumah. bullying di sekolah dan data self esteem anak. Keseluruhan
data dikumpulkan dengan alat bantu kuesioner dengan teknik self report. Jenis dan
cara pengumpulan data secara lengkap disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis dan cara pengumpulan data
No Variabel Indikator Skala Responden Alat Konsep
Data Bantu
1. Karakteristik Nama Nominal Anak Kuesioner
anak Usia Rasio
Jenis kelamin Nominal
2. Karakteristik Nama Nominal Orang tua
orang tua Usia Rasio dan Data
Jenis kelamin Nominal Induk
Pekerjaan Nominal Sekolah
Pendidikan Rasio
Pendapatan Rasio
3. Gaya Authoritative Ordinal anak Kuesioner PPQ dan
pengasuhan Authoritarian Ordinal (36 item) PAQ
orang ibu Permissive Ordinal modifikasi
(Sari,2014)

4 Kekerasan di Fisik Ordinal anak Kuesioner


rumah Verbal Ordinal (19 item)
Psikososial Ordinal
4 Bullying Fisik Ordinal anak Kuesioner Di adaptasi
terhadap anak Verbal Ordinal (38 item) dari Sujiwo
Non verbal Ordinal (2008)
5 Self esteem Ordinal anak Kuesioner Self esteem
anak (38 item) Inventory
(Coopersmi
th,1967)
Untuk mengontrol kualitas data dilakukan uji reliabilitas dan uji validitas
dengan metode Cronbach Alpha. Tabel 2 menunjukkan nilai Cronbach Alpha hasil
uji realibilitas kuesioner tersebut.
Tabel 2 Hasil uji reliabilitas kuesioner gaya pengasuhan, kekerasan di rumah,
bullying di sekolah dan self esteem

Kuesioner Uji Reliabilitas (nilai Cronbach Alpha)


Gaya pengasuhan
Authoritative 0.760
Authoritarian 0.896
Permisive 0.658
Kekerasan di rumah 0.929
Bullying di sekolah 0.884
Self esteem anak 0.821
15

Pengolahan dan Analisis Data


Data yang diperoleh diolah terlebih dahulu melalui proses editing, coding,
scoring, entry data, cleaning data, dan analisis data. Lalu data disajikan dalam
bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif dan inferensial yang meliputi uji
korelasi Pearson atau Spearman dan uji regresi linear berganda. Data yang
dianalisis secara statistik deskriptif meliputi:
1. Data karakteristik anak yang terdiri dari usia, dan jenis kelamin.
2. Data karakteristik keluarga yang terdiri dari usia ibu, status bekerja ibu, lama
pendidikan dan pendapatan keluarga.
3. Data gaya pengasuhan orang tua di ukur mengacu pada Parenting Practice
Questionnaire (PPQ) dan Parental Authority Questionnaire (PAQ) yang
dimodifikasi (Sari, 2014). Kuesioner ini terdiri dari tiga tipe gaya pengasuhan
yaitu authoritative, authoritarian, dan permissive. Gaya pengasuhan
authoritative terdiri dari 17 pertanyaan, gaya pengasuhan authoritarian terdiri
dari 11 pertanyaan, dan gaya pengasuhan permissive terdiri dari 10 pertanyaan
dengan 4 skala jawaban, yaitu tidak pernah sama sekali (skor 1), jarang (skor 2),
sering (skor 3), dan selalu (skor 4). Terdapat 1 item pertanyaan untuk gaya
pengasuhan authoritative yang juga ditujukan untuk gaya pengasuhan
authoritarian. Namun, untuk gaya pengasuhan authoritarian skor dibalik. Selain
itu terdapat pula 1 item pertanyaan untuk gaya pengasuhan authoritarian yang
juga ditujukan untuk gaya pengasuhan permisive. Namun, untuk gaya
pengasuhan permisive skor dibalik. Skor dijumlahkan di masing-masing gaya
pengasuhan. Gaya pengasuhan dengan skor yang tertinggi menunjukkan gaya
pengasuhan orang tua. Jika terdapat skor tertinggi yang sama maka gaya
pengasuhan orang tua merupakan kombinasi dari skor yang tertinggi dan sama
tersebut.
4. Data kekerasan di rumah dikumpulkan menggunakan kuesioner yang terdiri dari
19 pertanyaan atau pernyataan dengan 3 skala jawaban, yaitu tidak pernah (skor
0), jarang (skor 1), sering (skor 2). Kuesioner ini memuat pertanyaan atau
pernyataan yang mengarah kepada jenis kekerasan di rumah, yaitu kekerasan
fisik, kekerasan verbal dan kekerasan psikososial. Setiap jawaban diberikan skor
dan dijumlahkan pada masing – masing jenis kekerasan Jumlah skor yang
terkumpul akan menunjukkan
4. Data bullying pada anak dikumpulkan menggunakan Olweus Bullying
Questionnaire yang terdiri dari 38 pertanyaan atau pernyataan dengan 4 skala
jawaban, yaitu tidak pernah sama sekali (skor 0), jarang (skor 1), sering (skor 2),
dan selalu (skor 3). Kuesioner ini memuat pertanyaan atau pernyataan yang
mengarah kepada korban bullying dan pelaku bullying. Setiap jawaban diberikan
skor dan dijumlahkan pada masing – masing kelompok perilaku bullying.
Jumlah skor yang terkumpul akan menunjukkan bahwa apakah responden
termasuk pelaku, korban, korban dan pelaku atau bukan keduanya.
5. Data self esteem anak dikumpulkan menggunakan Self Esteem Inventory yang
telah diadaptasi. Kuesioner ini terdiri dari 38 butir peryataan dengan 4 skala
jawaban jawaban yaitu “tidak seperti saya” (skor 1), “agak seperti saya” (skor
2), “seperti saya” (skor 3) dan “sangat seperti saya” (skor 4). Tingginya total
skor menunjukkan tingginya self esteem responden
16

Statistik inferensia digunakan untuk mengeneralisasikan hasil penelitian dan data


sampel, yaitu:
1. Uji korelasi Pearson digunakan untuk melihat hubungan antara karakteristik
anak (usia anak) dan karakteristik keluarga (usia ibu, lama pendidikan ibu,
pendapatan keluarga, status bekerja ibu) dengan gaya pengasuhan, kekerasan di
rumah, perilaku dan self esteem anak. Serta untuk melihat hubungan antara gaya
pengasuhan dan bullying pada anak di rumah.
2. Uji regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis pengaruh gaya
pengasuhan terhadap self esteem anak. Formulasi notasi uji regresi linier adalah:
Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 + β7 X7 + β8 X8 + β9 X9 + β10
X10 + β11 X11 + β12 X12 + ε
Keterangan:
Y = Self esteem anak X6= pendapatan keluarga (Rp/bulan)
α = Konstanta X7= Gaya pengasuhan authoritative ibu
β(1-9) = Koefisien regresi X8= Gaya pengasuhan authoritarian ibu
X1 = Jenis kelamin anak X9= Gaya pengasuhan permisive ibu
X2 = Usia anak (tahun) X10= Kekerasan di ruamh
X3 = usia ibu (tahun) X11= Korban bullying di sekolah
X4 = Lama pendidikan ibu (tahun) X12= Pelaku bullying di sekolah
X5= Status bekerja ibu ε = Error

Definisi Operasional
Anak Sekolah Dasar adalah anak-anak yang sedang menjalankan pendidikan di
Sekolah Dasar Negeri dan duduk di kelas 4 – 5. Biasanya berusia antara 9
sampai 11 tahun.
Usia anak dan ibu adalah umur responden, baik anak maupun ibu, dihitung dari
tahun kelahiran sampai dengan tahun pengambilan data dan satuannya
berupa tahun.
Jenis kelamin anak adalah tipe seksual responden berupa pilihan laki-laki atau
perempuan.
Pendidikan Ibu adalah tingkat atau jenjang pendidikan yang ditempuh oleh ibu,
mulai dari tidak sekolah, SD, SMP, SMA, Diploma, S1, dan S2/S3.
Lama pendidikan Ibu adalah tingkat atau jenjang pendidikan yang ditempuh
oleh ibu secara normal yang dikonversi dalam satuan tahun dan dihitung
dari tingkat atau jenjang pendidikan yang terendah
Pendapatan keluarga adalah penghasilan yang diperoleh kepala keluarga, istri,
anak dan anggota keluarga lain dalam rumah tangga tersebut dalam bentuk
uang atau natural yang dinilai dengan uang (rupiah)
Gaya pengasuhan adalah cara orang tua berinteraksi dan memperlakukan
anaknya sehari-hari di mana cara tersebut terbentuk secara psikologis,
meliputi cara pendisiplinan, komunikasi, kehangatan, dan harapan.
Kekerasan di rumah adalah perilaku negatif orang tua dan orang-orang di
lingkungan rumah yang dilakukan terhadap anak sebagai respon dari
perilaku anak atau ciri fisik anak. Terdiri atas kekerasan fisik, kekerasan
verbal dan kekerasan psikososial.
17

Kekerasan fisik adalah perilaku negatif orang tua dan orang-orang di lingkungan
rumah yang dilakukan terhadap anak dalam bentuk kontak langsung seperti
memukul, mencubit, menendang dan lain-lain.
Kekerasan verbal adalah perilaku negatif orang tua dan orang-orang di
lingkungan rumah yang dilakukan terhadap anak dalam bentuk ucapan
seperti memaki, membentak, membandingkan dan lain-lain.
Kekerasan psikososial adalah perilaku negatif orang tua dan orang-orang di
lingkungan rumah yang dilakukan terhadap anak dalam bentuk sikap atau
bahasa tubuh seperti mengabaikan, melotot, membiarkan, tidak peduli
dengan kebutuhan anak dan lain-lain.
Bullying di sekolah adalah perilaku negatif guru, teman dan orang-orang di
lingkungan sekolah yang dilakukan terhadap anak sebagai respon dari
perilaku anak atau ciri fisik anak. Terdiri atas bullying fisik, bullying verbal
dan bullying non verbal
Bullying fisik adalah perilaku negatif guru, teman dan orang-orang di lingkungan
sekolah yang dilakukan terhadap anak dalam bentuk kontak langsung seperti
memukul, mencubit, menendang dan lain-lain.
Bullying verbal adalah perilaku negatif guru, teman dan orang-orang di
lingkungan sekolah yang dilakukan terhadap anak dalam bentuk ucapan
seperti memaki, mengejek, membentak dan lain-lain.
Bullying non verbal adalah perilaku negatif guru, teman dan orang-orang di
lingkungan sekolah yang dilakukan terhadap anak dalam bentuk sikap atau
bahasa tubuh seperti mencibir, mengucilkan, menertawakan dan lain-lain.
Self esteem anak adalah suatu penilaian pribadi tentang penghargaan yang
diekspresikan di dalam sikap individu terhadap dirinya sendiri yang
terbentuk dari interaksi individu dengan lingkungannya dan atas sejumlah
penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang lain terhadap dirinya.
18

5 DAMPAK GAYA PENGASUHAN IBU DAN PERILAKU


BULLYING DI SEKOLAH PADA SELF ESTEEM ANAK
SEKOLAH DASAR
Influence of parenting style and bullying at school againt self esteem of child
elementary school
Andriansyah Adha Pratama, Diah Krisnatuti, Dwi Hastuti

ABSTRAK
Self esteem merupakan salah satu kemampuan sosial emosional anak yang
perlu dikembangkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan
berkompeten. Lingkungan keluarga dan sekolah menjadi bagian yang penting
dalam pembentukan self esteem anak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pengaruh gaya pengasuhan ibu dan perilaku bullying di sekolah terhadap self
esteem anak sekolah dasar. Penelitian ini melibatkan 100 responden (yang terdiri
dari 50 orang laki-laki dan 50 orang perempuan) siswa kelas 4 dan 5 yang dipilih
secara acak dari populasi 425 orang. Mereka bersasal dari 3 sekolah dasar negeri
yang dipilih secara acak dan berada di Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa gaya pengasuhan authoritarian ibu
berhubungan negatif dengan self esteem anak perempuan (r = -0.449, p ≤ 0.01).
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa korban perilaku bullying di sekolah
berhubungan negatif dan sangat signifikan dengan self esteem anak perempuan (p
≤ 0.01). Berdasarkan hasil uji regresi terdapat pengaruh negatif dan signifikan dari
gaya pengasuhan authoritarian ibu terhadap self esteem anak.
Keywords : gaya pengasuhan, bullying di sekolah, korban bullying, pelaku
bullying, self esteem

ABSTRACT
Self esteem is one of the emotional and social skills that children needs to
develop human to produce high quality competent. Family and school
environment became an important part in the formation of children's self esteem.
This study aims to analyze influence of mother parenting style and school bullying
against self esteem of child elementary school. This study involved 100 students
(consist of 50 boys and 50 girls) from 4th and 5 th grade were selected randomly
from 425 students. They are from 3 Public Elementary Schools in Sub district
Ciracas, East Jakarta and it’s randomly selected. This study result indicated that
mother authoritarian deals negative with self esteem of girls (r = -0.449, p ≤
0.01). Furthermore this study result showed that victims of school bullying deals
negative with self esteem of girls (p ≤ 0.01). Based on the regression test there
were negative influence and significant from mother authoritarian and victim
verbal bully against self esteem of child.
Keywords : Parenting style, school bullying, victim bully, bully, self esteem
19

PENDAHULUAN
Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas dan kompetensi
sumber daya manusianya. Anak merupakan salah satu sumber daya manusia dan
menjadi salah satu modal penting dalam kemajuan bangsa di kemudian hari. Hal
ini karena anak memiliki potensi – potensi dasar yang jika dikembangkan dan
diarahkan dengan baik dan berkelanjutan maka akan menghasilkan sumberdaya
manusia yang berkualitas dan berguna bagi kemajuan bangsa Indonesia. Menurut
Bronfenbrenner (1979) keluarga dan sekolah merupakan lingkungan mikrosistem
yang langsung mempengaruhi anak. Sementara menurut Papalia, Old dan
Feldmen (2004) menyatakan bahwa pada tahun-tahun pertengahan masa anak-
anak (usia 6 – 11 tahun) merupakan titik penting perkembangan fisik, kognitif dan
psikososial karena anak pada usia tersebut memasuki masa sekolah dan akan
berinteraksi dengan kelompok teman sebaya. Berdasarkan hasil sensus penduduk
tahun 2010 tercatat bahwa 27,3 juta jiwa penduduk Indonesia adalah anak-anak
usia sekolah dasar. Ini merupakan modal yang sangat penting dan potensial bagi
kemajuan Indonesia.
Menurut Goleman (1995) keberhasilan hidup seseorang lebih ditentukan
oleh kemampuan emosionalnya dibandingkan dengan kemampuan intelektual.
Dengan demikian pengembangan aspek kepribadian seorang anak seharusnya
menjadi prioritas utama dalam pembentukan generasi penerus yang berkualitas
dan kompeten. Salah satu kemampuan sosial emosional anak yang perlu
dikembangkan sehingga ia memiliki modal untuk menjadi manusia yang
berkualitas dan kompeten adalah self esteem.
Menurut Santrock (2006) self esteem merupakan penilaian umum terhadap
dirinya sendiri tentang penghargaan yang diekspresikan di dalam sikap individu
terhadap dirinya sendiri. Sementara itu Blascovic dan Tomaka dalam John dan
McArthur (2004) menambahkan bahwa self esteem tidak hanya sebatas
bagaimana individu menilai dirinya tetapi juga merupakan nilai-nilai individu,
persetujuan, penghargaan, hadiah atau rasa suka terhadap dirinya sendiri. Dengan
demikian self esteem merupakan penilaian diri mengenai dirinya sendiri baik
secara positif maupun negatif. Menurut Coopersmith (1967) ada beberapa faktor
yang mempengaruhi self esteem, diantaranya : 1) penghargaan dan penerimaan
dari orang-orang yang signifikan; 2) kelas sosial dan kesuksesan; 3) nilai dan
inspirasi individu dalam menginterpretasi pengalaman. dan 4) cara individu dalam
menghadapi devaluasi. Dengan kata lain self esteem dalam perkembangannya
terbentuk dari interaksi individu dengan lingkungannya dan atas sejumlah
penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang lain terhadap dirinya.
Keluarga adalah tempat yang pertama dan utama dalam mengasuh anak.
Sehingga kualitas anak sangat tergantung dari pengasuhan ibunya. Baumrind
(1966) dalam Parrillo (2008) menyatakan bahwa gaya pengasuhan yang terbaik
yang dapat dilakukan oleh ibu adalah gaya pengasuhan authoritative, yaitu ibu
memegang kendali atas anaknya namun dengan memperhatikan perasaan dan
keinginan anak, sehingga pendapat anak didengar dan menjadi masukan bagi
ibunya dalam menetapkan aturan. Menurut Baumrind (1966) dalam Parrillo
(2008) dalam gaya pengasuhan authoritarian, ibu merupakan pihak yang benar
dan tidak dapat dibantah. Dengan demikian anak yang diasuh dengan gaya
pengasuhan authoritarian bisa menjadi anak yang pemarah dan agresif. Selain
20

keluarga, sekolah juga merupakan lingkungan mikrosistem bagi anak usia


sekolah. Menurut Papalia et al. (2004) bahwa pada tahun-tahun pertengahan masa
anak-anak (usia 6 – 11 tahun) merupakan titik penting perkembangan fisik,
kognitif dan psikososial karena anak pada usia tersebut memasuki masa sekolah
dan akan berinteraksi dengan kelompok teman sebaya yang akan memberikan
pengaruh terhadap perkembangan anak.
Sementara itu, saat ini kita dihadapkan oleh sebuah masalah serius, yaitu
bullying. Bullying merupakan perilaku yang menggunakan kekuasaan atau
kekuatan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang, suatu perilaku
mengancam, menindas dan membuat perasaan orang lain tidak nyaman. Bullying
dapat berupa kontak fisik, verbal dan non verbal baik langsung maupun tak
langsung. Dalam sebuah penelitian di Amerika di dapat hasil bahwa 1 dari 3 orang
responden mengaku mengalami bullying (Santrock, 2007). Bahkan yang lebih
mengkhawatirkan lagi bahwa dalam berbagai hasil penelitian yang dilakukan di
beberapa negara tercatat bahwa bullying di tingkat sekolah dasar lebih tinggi dari
pada di tingkat sekolah menengah (Dake et al, 2003).
Di Indonesia hal serupa juga terjadi. Data KPAI (komisi Perlindungan
Anak Indonesia) menunjukkan bahwa pada tahun 2007 jumlah pelanggaran hak
anak yang terpantau sebanyak 40.398.625 kasus. Jumlah itu melonjak drastis jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 13.447.921 kasus.. Dari
seluruh prilaku bullying terhadap anak, presentase terbesar yaitu 18% terjadi di
rumah dan 11,3% dilakukan oleh guru di sekolah. Sementara itu data dari forum
Penanganan Korban Bullying Perempuan dan Anak (FPK2PA) Provinsi DIY di
tahun 2011 menunjukkan bahwa dari total 367 kasus, 140 kasus merupakan
perilaku bullying terhadap anak. Kondisi ini tentu meresahkan kita karena
korbannya adalah generasi muda.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis bermaksud untuk meneliti
lebih lanjut tentang pengaruh gaya pengasuhan ibu dan perilaku bullying di
sekolah terhadap self esteem anak sekolah dasar.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh gaya
pengasuhan ibu dan perilaku bullying di sekolah terhadap self esteem anak
sekolah dasar berdasarkan jenis kelamin. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian
ini adalah :
1. Menganalisis hubungan antara karakteristik anak dan keluarga, gaya
pengasuhan ibu, perilaku bullying di sekolah dan self esteem anak
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi self esteem anak.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak terkait,
yaitu orangtua dan guru. Bagi ibu, penelitian ini dapat memberikan gambaran
mengenai gaya pengasuhan yang dapat meningkatkan self esteem anak. Bagi guru,
penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada guru untuk senantiasa peduli
terhadap perilaku – perilaku bullying yang terjadi di sekolah. Bagi pemerintah,
penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam mengembangkan
program-program yang berhubungan dengananak dan pendidikan. Selain itu,
21

penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan


keilmuan terutama ilmu keluarga dan perkembangan anak, serta dapat menjadi
pertimbangan untuk pengembangan penelitian sejenis berikutnya.

METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study yaitu penelitian
dilakukan pada suatu titik waktu tertentu. Penelitian ini dilakukan di tiga Sekolah
Dasar Negeri yang berada di Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur yang dipilih
secara acak. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2014.
Penarikan Contoh

Dari setiap sekolah yang terpilih diambil siswa kelas 4 dan 5 dengan
kondisi normal, artinya bukan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) berdasarkan
diagnosa psikolog dan/atau guru, kemudian dikelompokkan berdasarkan jenis
kelamin. Setelah itu contoh dipilih secara acak berkelompok (cluster random
sampling) sebanyak 50 orang setiap kelompok, sehingga jumlah responden dalam
penelitian ini adalah 100 anak dari jumlah populasi sebanyak 425 anak.
Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini merupakan data primer meliputi
karakteristik anak, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan, perilaku bullying di
sekolah dan self esteem anak. Data dikumpulkan dengan alat bantu kuesioner
dengan teknik self report.
Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data dibedakan atas analisis deskriptif dan analisis inferensial, yang
meliputi uji korelasi Pearson dan Spearman serta uji regresi linear berganda. Data
yang dianalisis secara statistik deskriptif antara lain data karakteristik anak (usia,
jenis kelamin, dan urutan kelahiran), data karakteristik orang tua (usia, lama
pendidikan, pendapatan, jumlah anak, status bekerja ibu), data gaya pengasuhan
ibu, data perilaku bullying di sekolah dan data self esteem anak. Statistik
inferensial digunakan untuk megeneralisasikan hasil penelitian dan data sampel,
yaitu:
1. Independent sample T Test, untuk menguji perbedaan di antara anak laki-laki
dan anak perempuan
2. Uji Pearson atau Uji Spearman digunakan untuk melihat hubungan antar
variabel yang terdiri dari karakteristik anak (usia anak) dan karakteristik ibu
(usia ibu, lama pendidikan ibu, pendapatan keluarga dan status bekerja ibu),
gaya pengasuhan, perilaku bullying di sekolah dan self esteem anak.
3. Uji regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi self esteem anak. Formulasi notasi uji regresi linier adalah:
Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 + β7 X7 + β8 X8 + β9 X9 +
β10 X10 + β11 X11 + ε
22

Keterangan:
Y = Pelaku bullying di sekolah X6= Status bekerja ibu
α = Konstanta X7=Gaya pengasuhan authoritative ibu
β(1-11) = Koefisien regresi X8= Gaya pengasuhan authoritarian ibu
X1 = Jenis kelamin anak X9= Gaya pengasuhan permisive ibu
X2 = Usia anak (tahun) X10= Koban bullying di sekolah
X3 = Usia orang ibu (tahun) X11= Pelaku bullying di sekolah
X4 = Lama pendidikan ibu (tahun) ε = Error
X5= Pendapatan ibu (rupiah)

HASIL
Karakteristik Anak dan Keluarga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata usia anak laki-laki lebih
tinggi dibandingkan rata-rata usia anak perempuan dengan rentang usia seluruh
anak antara 9 sampai 13 tahun. Berdasarkan hasil uji beda, tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara usia anak laki-laki dan anak perempuan.
Untuk karakteristik keluarga, hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata
pendapatan keluarga anak laki-laki lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata
pendapatan keluarga anak perempuan dengan kisaran pendapatan keluarga
seluruh anak antara Rp 700.000 sampai Rp 19.000.000 per bulan. Untuk usia
ibu, rata-rata usia ibu pada anak laki-laki lebih tinggi dari rata-rata usia ibu
pada anak perempuan. Sementara itu, rata-rata lama pendidikan ibu anak
perempuan lebih tinggi dari rata-rata lama pendidikan ibu anak laki-laki.
Meskipun terdapat perbedaan rata-rata dari variabel karakteristik keluarga
antara anak laki-laki dan perempuan, namun hasil uji beda menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara anak laki-laki dengan
anak perempuan untuk variabel karakteristik keluarga.
Tabel 3 Rata-rata karakteristik keluarga berdasarkan jenis kelamin anak
Laki-laki Perempuan Uji
Karakteristik Min –
Rata-rata ± sd Rata-rata ± sd Beda
Keluarga Maks
T-test
Usia Anak 9 - 13 11.06 ± 0.682 10.96 ± 0.669 0.461
(tahun)
Pendapatan 700 - 3354560±3037682.2 3488800±2797839.3 0.819
keluarga (Rp/bln 19000
dalam ribuan)
Usia ibu (tahun) 29 - 56 41.12±4.619 39.42±6.185 0.123
Lama Pendidikan 6 - 18 10.70±2.476 11.74±3.343 0.081
Ibu (tahun)

Berdasarkan status bekerja ibu (Tabel 4), proporsi terbesar ibu dalam
penelitian ini adalah tidak bekerja dengan persentase 78% pada anak laki-laki
dan 68% pada anak perempuan, sedangkan sisanya merupakan ibu bekerja.
Adapun pekerjaan ibu pada anak laki-laki adalah pegawai negeri sipil (8%),
karyawan swasta (4%), wiraswasta (6%) dan pekerjaan lainnya (4%).
Sementara pekerjaan ibu pada perempuan adalah pegawai negeri sipil (2%),
karyawan swasta (12%), wiraswasta (4%) dan pekerjaan lainnya (14%).
23

Tabel 4 Sebaran responden menurut status bekerja ibu berdasarkan jenis


kelamin responden
Karakteristik Laki - laki Perempuan
Keluarga Total
n % n %
Ibu tidak bekerja 38 76 35 70 73%
Ibu bekerja 12 24 15 30 27%

Gaya Pengasuhan Ibu


Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata skor gaya pengasuhan
authoritative dan permisive ibu pada anak laki laki lebih rendah daripada anak
perempuan, akan tetapi rata-rata skor gaya pengasuhan authoritarian ibu pada
anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan. Berdasarkan uji beda
gaya pengasuhan ibu pada anak laki-laki dan perempuan diperoleh hasil
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara gaya pengasuhan
authoritative dan authoritarian ibu pada anak laki-laki dan anak perempuan,
sedangkan variabel gaya pengasuhan permisive ibu tidak berbeda secara
signifikan untuk kedua kelompok responden.
Tabel 5 Rata-rata gaya pengasuhan ibu berdasarkan jenis kelamin responden
Laki-laki Perempuan
Gaya Min-
Uji beda T-
Pengasuhan Ibu maks Rata-rata ± sd Rata-rata ± sd
test
Authoritative 17-68 71.02±12.02 78.20±11.89 0.003**
Authoritarian 11-44 50.00±10.36 44.59±11.22 0.014*
Permisive 10-40 51.1±10.451 52.75±8.15 0.381

Skor masing-masing gaya pengasuhan dibandingkan untuk melihat


dominasi gaya pengasuhan yang dilakukan ibu terhadap anaknya. Tabel 6
menunjukkan bahwa sebagian besar anak laki-laki (80%) dan anak perempuan
(96%) di asuh oleh ibu dengan gaya authoritative. Hanya sebagian kecil saja
yang diasuh oleh ibu dengan gaya authoritarian atau permisive.
Tabel 6 Sebaran gaya pengasuhan ibu berdasarkan jenis kelamin anak

Gaya Jenis kelamin


Total
pengasuhan Laki-laki Perempuan
n % n % n %
Authoritative 40 80 48 96 88 88
Authoritarian 6 12 2 4 8 8
Permisive 4 8 - - 4 4

Perilaku Bullying di Sekolah


Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata skor korban bullying fisik pada
anak laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, sedangkan rata-rata skor
korban bullying verbal dan non verbal pada anak laki-laki lebih rendah
daripada anak perempuan. Berdasarkan hasil uji beda, tidak ada perbedaan
24

yang signifikan antara rata-rata skor korban bullying pada anak laki-laki
daripada anak perempuan. Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata skor pelaku
bullying baik fisik, verbal maupun non verbal pada anak laki-laki lebih tinggi
daripada anak perempuan. Berdasarkan hasil uji beda, terdapat perbedaan yang
signifikan antara rata-rata skor pelaku bullying oleh anak laki-laki dan anak
perempuan.
Tabel 7 Rata-rata skor perilaku bullying di sekolah

Perilaku bullying Min - Laki-laki Perempuan Uji beda T-


di Sekolah maks Rata-rata ± sd Rata-rata ± sd test
Korban Fisik 0-12 23.66±16.44 22.16±20.79 0.690
Verbal 0-15 21.55±14.00 24.00±20.25 0.484
Non Verbal 0-18 27.88±16.63 33.22±19.81 0.148
Pelaku Fisik 0-6 16.66±19.92 8.00±14.38 0.014*
Verbal 0-21 46.00±14.07 30.88±19.18 0.000*
Non Verbal 0-42 26.28±13.30 18.85±12.04 0.004*

Tabel 8 menunjukkan bahwa persentase anak laki-laki yang menjadi


korban bullying fisik lebih tinggi daripada anak perempuan, sedangkan
persentase anak laki-laki yang menjadi korban bullying verbal dan non verbal
lebih rendah dibandingkan anak perempuan. Hasil penelitian ini juga
menunjukkan bahwa persentase korban bullying non verbal lebih tinggi
daripada persentase korban bullying yang lain, baik pada anak laki-laki
maupun anak perempuan. Secara keseluruhan persentase anak perempuan
(56%) yang menjadi korban bullying lebih tinggi daripada anak laki-laki.
Tabel 8 Sebaran anak berdasarkan jenis korban bullying di sekolah dan jenis
kelamin
Jenis korban bullying di Laki-laki Perempuan
Sekolah n % n %
Fisik 2 4 1 2
Verbal 1 2 6 12
Non verbal 9 18 14 28
Lainnya (kombinasi antara 1 2 7 14
fisik, verbal atau non verbal)
Total korban bullying 13 26 28 56

Tabel 9 menunjukkan bahwa persentase pelaku bullying fisik dan


verbal di sekolah oleh anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan,
sedangkan persentase pelaku bullying non verbal di sekolah oleh anak laki-laki
lebih rendah daripada anak perempuan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan
bahwa persentase pelaku bullying verbal di sekolah lebih sering dilakukan,
baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Secara keseluruhan
persentase anak laki-laki (74%) yang menjadi korban bullying lebih tinggi
daripada anak perempuan.
25

Tabel 9 Sebaran anak berdasarkan jenis pelaku bullying di sekolah dan jenis
kelamin
Laki-laki Perempuan
Jenis bullying di Sekolah
n % n %
Fisik 1 2 0 0
Verbal 33 66 19 38
Non verbal 3 6 3 6
Lainnya (kombinasi antara 0 0 0 0
fisik, verbal atau non verbal)
Total pelaku Bullying 37 74 22 44

Self esteem Anak


Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar anak laki-laki (82%) dan
anak perempuan (86%) memiliki tingkat self esteem tinggi, sedangkan sisanya
memiliki tingkat self esteem rendah. Tabel 10 juga menunjukkan bahwa rata-
rata skor self esteem anak perempuan lebih tinggi daripada anak laki-laki. Akan
tetapi berdasarkan hasil uji beda T-test, tidak terdapat perbedaan yang
signifikan diantara kedua kelompok tersebut.
Tabel 10 Sebaran anak menurut tingkat self esteem dan rata- rata skor self
esteem anak berdasarkan jenis kelamin

Laki - laki Perempuan Total


Self esteem anak
n % n % n %
Rendah (<70) 9 18 7 14 16 16
Tinggi (≥ 70 ) 41 82 43 86 84 84
Self esteem anak 75.27±7.87 76.61±6.10
(36-144)
Uji Beda T-test 0.346

Hubungan Antar Variabel


Hubungan antara gaya pengasuhan ibu dengan self esteem anak
Hasil uji korelasi yang disajikan dalam Tabel 11 menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara gaya pengasuhan
authoritarian ibu dengan self esteem anak Hal ini berarti semakin
authoritarian ibu dalam mengasuh anak, maka self esteem akan semakin
rendah.
Tabel 11 Koefisien korelasi antara gaya pengasuhan dengan self esteem anak
Gaya Pengasuhan Ibu Self esteem anak
Authoritative 0.092
Authoritarian -0.324**
Permisive -0.064
Keterangan : ** signifikan pada p ≤ 0.01
26

Hubungan perilaku bullying di sekolah dengan self esteem anak


Tabel 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan
signifikan antara korban bullying baik fisik, verbal maupun non verbal dengan
self esteem anak. Ini berarti bahwa semakin meningkatnya perilaku bullying,
maka self esteem anak akan semakin menurun. Selain itu Tabel 12 juga
menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara pelaku
bullying fisik dan non verbal dengan self esteem anak. Ini berarti bahwa
semakin meningkat pelaku bullying fisik dan non verbal maka self esteem anak
akan semakin rendah.

Tabel 12 Koefisien korelasi antara perilaku bullying di sekolah dengan self


esteem anak

Perilaku bullying di Sekolah Self esteem anak


Korban Fisik -0.263**
Verbal -0.381**
Non Verbal -0.238*
Pelaku Fisik -0.304**
Verbal 0.001
Non Verbal -0.267**
Keterangan : * signifikan pada p ≤ 0.05, ** signifikan pada p ≤ 0.01

Faktor-faktor yang mempengaruhi self esteem anak


Berdasarkan hasil uji regresi menunjukkan bahwa self esteem anak
dipengaruhi oleh gaya pengasuhan authoritarian ibu dan korban bullying di
sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin authoritarian ibu dalam
mengasuh dan semakin sering anak menjadi korban bullying, maka self esteem
anak akan semakin rendah. Dari hasil uji regresi tersebut diketahui bahwa nilai
adjusted R square dari penelitian ini adalah 0.136 ini menunjukkan bahwa
variabel-variabel tersebut memiliki pengaruh sebesar 13.6% terhadap self
esteem anak, dan sebesar 86.4% dipengaruhi oleh variabel-variabel di luar
penelitian ini.
27

Tabel 13 Hasil analisis regresi linear berganda faktor-faktor yang


mempengaruhi self esteem anak
Variabel Independent B Beta Sig
(Konstanta) 148.347 0.000
Jenis kelamin anak (0=laki-laki, 1=perempuan) 1.022 0.051 0.656
Usia anak (tahun) -1.805 -0.120 0.243
Usia ibu (tahun) -0.145 -0.079 0.445
Lama pendidikan ibu (tahun) -0.379 -0.111 0.290
Status bekerja ibu (0=tidak bekerja, 1= bekerja) -0.061 -0.003 0.980
Pendapatan keluarga (Rp/bulan) 2.711E-7 0.078 0.457
Gaya pengasuhan authoritative ibu 0.082 0.100 0.349
Gaya pengasuhan authoritarian ibu -0.230 -0.252 0.020*
Gaya pengasuhan permisive ibu -0.054 -0.050 0.635
Korban bullying di sekolah -0.194 -0.305 0.007**
Pelaku bullying di sekolah 0.043 0.053 0.676
F 2.300 R2 0.241
Sig. 0.013* Adjusted R Square 0.136
Keterangan : * signifikan pada p ≤ 0.05, Dependent variable : self esteem

PEMBAHASAN
Keluarga dan sekolah merupakan lingkungan terdekat dengan anak usia
sekolah dan langsung berpengaruh terhadap anak (Bronfenbrenner, 1979). Di
lingkungan keluarga, interaksi yang terbentuk antara orang tua dan anak salah
satunya adalah pengasuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak laki-
laki cenderung diasuh oleh ibu dengan gaya authoritarian, sedangkan anak
perempuan cenderung diasuh oleh ibu dengan gaya authoritative. Hasil ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2013) yang
mengungkapkan bahwa ibu akan mengasuh anaknya lebih authoritarian jika
anak tersebut laki-laki. Pada dasarnya setiap anak memiliki hak yang sama
dalam hal pengasuhan sebagaimana yang tertuang dalam UU no 23 tahun 2002
tentang perlindungan anak. Akan tetapi persepsi bahwa anak laki-laki harus
lebih kuat dan tegas cenderung menyebabkan adanya perbedaan gaya
pengasuhan antara anak laki-laki dan perempuan. Menurut Timpano et al.
(2010) bahwa gaya pengasuhan authoritarian merupakan gaya pengasuhan
dengan tingkat kehangatan antara orang tua dan anak yang rendah namun
dengan tingkat pendisiplinan yang tinggi. Menurut Baumrind (1991) gaya
pengasuhan authoritarian akan menuntut anak untuk patuh, jika anak tidak
mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan maka anak akan mendapatkan
hukuman.
Menurut Zhou et al. (2004) umumnya anak yang diasuh dengan gaya
pengasuhan authoritarian akan memiliki kemampuan sosial yang rendah dan
kepercayaan diri yang rendah. Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa
terdapat hubungan yang signifikan dan negatif antara gaya pengasuhan
authoritarian ibu terhadap self esteem anak. Hal ini berarti bahwa semakin
authoritarian gaya pengasuhan ibu, maka self esteem anak akan semakin
rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chiew (2011)
yang menyampaikan bahwa siswa yang diasuh dengan gaya authoritative
memiliki self esteem yang lebih tinggi daripada siswa yang diasuh dengan gaya
28

authoritarian. Demikian pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Driscoll


(2012) mengungkapkan bahwa anak yang diasuh dengan gaya authoritarian
memiliki self esteem yang lebih rendah daripada anak yang diasuh dengan gaya
authoritative. Menurut Twenge dan Campbell (2002); Twenge dan Crocker
(2002) dalam Guindon (2009) menyatakan bahwa self esteem yang rendah
berhubungan dengan beberapa fenomena negatif seperti kehamilan di usia
remaja, menkonsumsi alkohol dan obat-obat terlarang, bullying, depresi dan
bunuh diri. Menurut Dake et al. (2003) salah satu karakteristik pelaku bullying
adalah memiliki orang tua yang mengasuh dengan gaya authoritarian.
Di lingkungan sekolah, salah satu interaksi yang terjadi dan menjadi
permasalahan global adalah perilaku bullying. Adanya hubungan antara jenis
kelamin dan perilaku bullying diungkapkan oleh Adilla (2009) melalui hasil
penelitiannya yang menunjukkan bahwa pelajar laki-laki lebih sering
melakukan tindakan bullying kepada pelajar lain, daripada pelajar perempuan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Dari hasil penelitian ditemukan
bahwa persentase pelaku bullying fisik dan verbal di sekolah oleh anak laki-
laki lebih tinggi daripada anak perempuan, sedangkan persentase pelaku
bullying non verbal di sekolah oleh anak laki-laki lebih rendah daripada anak
perempuan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa persentase pelaku
bullying verbal di sekolah lebih dominan dilakukan, baik oleh anak laki-laki
maupun anak perempuan. Menurut James (2010) bahwa bullying verbal
merupakan bentuk bullying yang umum terjadi di sekolah.
Berdasarkan korban bullying, hasil penelitian menunjukkan bahwa
persentase anak laki-laki yang menjadi korban bullying fisik lebih tinggi
daripada anak perempuan, sedangkan persentase anak laki-laki yang menjadi
korban bullying verbal dan non verbal lebih rendah dibandingkan anak
perempuan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa persentase korban
bullying non verbal lebih tinggi daripada persentase korban bullying yang lain,
baik pada anak laki-laki maupun anak perempuan. Riauskina, Djuwita dan
Soesetio (2005) mengemukakan bahwa anak laki-laki yang menjadi korban
bullying memiliki persepsi bahwa pelaku melakukan bullying karena balas
dendam atas perlakuan yang sama, sementara anak perempuan yang menjadi
korban memiliki persepsi bahwa pelaku melakukan bullying karena ingin
menunjukkan bahwa pelaku memiliki kekuasaan, marah pada korban karena
tidak berperilaku seperti yang diharapkan pelaku, mendapat kepuasan setelah
membully korbannya serta iri hati.
Menurut Dake et al. (2003) dan James (2010) menyatakan bahwa salah
satu indikator anak menjadi korban bullying adalah memiliki self esteem yang
rendah. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa korban bullying memiliki
hubungan yang negatif dan sangat signifikan dengan self esteem anak. Hal ini
berarti semakin meningkat perilaku bullying yang diterima anak, maka self
esteem anak tersebut akan semakin rendah.
29

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Berdasarkan gaya pengasuhan ibu terhadap anak, dalam penelitian ini
ditemukan bahwa anak laki-laki cenderung diasuh secara authoritarian
(otoriter) oleh ibu, sedangkan anak perempuan cenderung diasuh secara
authoritative (demokratif). Terdapat hubungan yang negatif antara gaya
pengasuhan authoritarian ibu dengan self esteem anak perempuan. Hal ini
berarti bahwa semakin authoritarian ibu mengasuh anak perempuan, maka self
estem anak perempuan akan semakin rendah.
Terdapat hubungan yang signifikan dan negatif antara korban bullying
dan self esteem pada anak perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
mengalami bullying di sekolah, self esteem anak perempuan akan semakin
rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa korban bullying verbal
merupakan korban bullying dengan persentase terbesar, baik pada anak laki-
laki maupun pada anak perempuan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
korban bullying didominasi oleh anak perempuan, sedangkan pelaku bullying
didominasi oleh anak laki-laki.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang berpengaruh negatif terhadap self esteem anak adalah gaya pengasuhan
authoritarian ibu dan korban bullying verbal. Hal ini berarti bahwa semakin
anak diasuh secara authoritarian oleh ibunya dan semakin mengalami bullying
verbal di sekolah, maka self esteem anak tersebut akan semakin rendah.

Saran
Bagi orang tua hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk
memberikan pengasuhan yang terbaik untuk anak. Ibu yang cenderung
mengasuh anak laki-laki dengan gaya authoritarian, disarankan untuk merubah
gaya pengasuhannya menjadi authoritative, karena anak yang cenderung
diasuh secara authoritarian berpeluang menjadi pelaku bullying di sekolah.
Bagi pihak sekolah dan guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan
pertimbangan untuk melakukan gerakan stop bullying di sekolah dengan cara
memberikan perhatian yang lebih terhadap interaksi antar siswa terutama siswa
laki-laki saat anak tidak bersama dengan gurunya (seperti saat istirahat dan
pulang sekolah), menanamkan pelajaran budi pekerti seperti menumbuhkan
rasa empati, rasa kasih sayang dan toleransi baik secara langsung maupun
terintegrasi dalam kegiatan di kelas. Pertemuan antara guru dan orang tua
murid juga harus sering dilakukan secara rutin, ini dilakukan untuk
memberikan pemahaman kepada orang tua akan pentingnya peran orang tua
dalam perkembangan anak, terutama dlam proses pengasuhan. Kerjasama dan
hubungan yang baik antara sekolah dan komite sekolah akan sangat membantu
dalam menyelesaikan masalah bullying di sekolah dan masalah-masalah lain
yang terkait dengan perkembangan anak.
30

DAFTAR PUSTAKA
Adilla N. Pengaruh Kontrol Sosial terhadap Perilaku Bullying Pelajar di
Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Kriminologi Indonesia 5:56-66
Baumrind D. 1991. The influence of parenting style on adolescent competence
and substance use. Journal of Early Adolescence 11:56-95.
Bronfenbrenner U. 1979. The Ecology of Human Development: Experiments
by Nature and Design. USA: President and Fellows of Harvard College.
Coopersmith S. 1967. The Antecedents of Self-esteem. San Francisco: W H
Freeman & Co.
Dake JA, Price JH, Telljohann SK. 2003. The Nature and Extent of Bullying at
school. Journal of School Health 73:173-180
Ervin LH, Stryker S. 2006. Theorizing the Relationship Between Self-Esteem
and Identity di dalam: Owens TJ, Stryker S, Goodman N, editor.
Extending Self-Esteem Theory and Research. New York: Cambridge
University Press.
Goleman, D. 1995. Emotianal Intelligence. New York: Bantam Book.
Guindon MH. 2009. What is Self esteem? Di dalam: Guindon MH, editor. Self
esteem Across the Lifespan. New York: Rotledge. hlm 3-24.
Hoghughi M. 2004. Parenting – An introduction. Di dalam: Hoghughi M, Long
N, editor. Handbook of Parenting: Theory and Research for Practice.
London: Sage Publications Ltd.
James A. 2010. School Bullying. Dikunjungi dari
http://www.nspcc.org.uk/inform
Riauskina II, Djuwita R, Soesetio SR. 2005. “Gencet-gencetan” di Mata
Siswa/Siswi 1 SMA. Jurnal Psikologi Sosial, Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia 12:1-13
Papalia DE, Olds SW, Feldman RD. 2004. Human Development (9th ed.).
USA: McGraw-Hill Book Company.
Sari EPM. 2013. Pengaruh Gaya Pengasuhan Ibu terhadap Tingkat Kreativitas
Siswa Sekolah Dasar Progresif dan Konvensional di Kota Depok [tesis].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Timpano KR Keough ME, Mahaffey B, Schmidt NB, Abramowitz J. 2010.
Parenting and obsessive compulsive symptoms: Implications of
authoritarian parenting. Journal of Cognitive Psychotherapy: An
International Quarterly 24:151-164
Zhou Q, Eisenberg N, Wang Y, Reiser M. 2004. Chinese children's effortful
control and dispositional anger/frustration: Relations to parenting styles and
children's social functioning. Developmental Psychology 40: 352-66.
31

6 HUBUNGAN GAYA PENGASUHAN IBU, KEKERASAN


DI RUMAH DAN PERILAKU BULLYING PADA ANAK
SEKOLAH DASAR
Correlation of Parenting Style, Domestic Violence and School bullying of
child elementary school

Andriansyah Adha Pratama, Diah Krisnatuti, Dwi Hastuti

ABSTRAK
Lingkungan keluarga dan sekolah merupakan lingkungan yang
mempengaruhi perkembangan anak usia sekolah secara langsung. Fenomena
kekerasan di rumah dan bullying di sekolah menjadi sebuah masalah yang
harus segera diselesaikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pengaruh gaya pengasuhan, kekerasan di rumah, perilaku bullying di sekolah
terhadap pelaku self esteem anak sekolah dasar. Penelitian ini melibatkan 100
anak (yang terdiri dari 50 orang laki-laki dan 50 orang perempuan) siswa kelas
4 dan 5 yang dipilih secara acak dari populasi 425 orang. Mereka bersasal dari
3 sekolah dasar negeri yang dipilih secara acak dan berada di Kecamatan
Ciracas, Jakarta Timur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gaya
pengasuhan ibu berhubungan positif dan signifikan dengan kekerasan di rumah
pada anak perempuan (r = 0.334, p≤0.05). Hasil penelitian ini juga
menunjukkan bahwa kekerasan di rumah berhubungan dengan korban bullying
di sekolah pada anak perempuan (p≤0.05).
Keywords : gaya pengasuhan, kekerasan di rumah, bullying di sekolah, korban
bullying

ABSTRACT
Child abuse is a phenomenon often occurs in family. While on the
other hand, bullying behavior in schools has become a serious problem. In the
lives of children, family and school environment became an important part in
the formation of children development. This study aims to analyze influence of
child abuse and victims of school bullying against bullying at elementary
school. This study involved 100 students (consist of 50 boys and 50 girls) from
4th and 5 th grade were selected randomly from 425 students. They are from 3
Public Elementary Schools in Sub district Ciracas, East Jakarta and it’s
randomly selected. This study result indicated that parenting style of mother
deals positive and significant with domestic violence of girls (r = 0.334,
p≤0.05). Furthermore this study result showed that domestic violence deals
positive and significant with victims school bullying of girsl (p ≤ 0.05).
Keywords : parenting style, domestic violence, school bullying, victim bullying
32

PENDAHULUAN
Anak merupakan modal penting dalam kemajuan bangsa di kemudian
hari. Hal ini karena anak memiliki potensi – potensi dasar yang jika
dikembangkan dan diarahkan dengan baik dan berkelanjutan maka akan
menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan berguna bagi
kemajuan bangsa Indonesia. Menurut Goleman (1995) keberhasilan hidup
seseorang lebih ditentukan oleh kemampuan emosionalnya dibandingkan
dengan kemampuan intelektual. Dengan demikian pengembangan aspek
kepribadian seorang anak seharusnya menjadi prioritas utama dalam
pembentukan generasi penerus yang berkualitas dan kompeten.
Bronfenbrenner (1979) meyakini bahwa keluarga dan sekolah
merupakan lingkungan mikrosistem yang langsung mempengaruhi anak.
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak untuk tumbuh dan
berkembang, sehingga keluarga merupakan salah satu faktor penting dalam
perkembangan anak. Dalam UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
dinyatakan bahwa hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal
merupakan beberapa hak yang dilindungi, termasuk melindungi anak dari
tindakan kekerasan dan diskriminatif. Selain keluarga, sekolah juga merupakan
lingkungan mikrosistem bagi anak usia sekolah. Menurut Papalia et al (2004)
masa anak-anak (usia 6 – 11 tahun) merupakan titik penting perkembangan
fisik, kognitif dan psikososial karena anak pada usia tersebut memasuki masa
sekolah dan akan berinteraksi dengan kelompok teman sebaya. Dengan
demikian lingkungan keluarga dan sekolah menjadi faktor penting dalam
perkembangan anak.
Saat ini terjadi permasalahan serius di lingkungan keluarga dan
sekolah yang dapat menghambat perkembangan anak. Kekerasan di rumah dan
perilaku bullying di sekolah merupakan masalah yang persentasenya senantiasa
meningkat setiap tahunnya. Kekerasan di rumah dan Bullying di sekolah
merupakan perilaku yang menggunakan kekuasaan atau kekuatan untuk
menyakiti seseorang atau sekelompok orang, suatu perilaku mengancam,
menindas dan membuat perasaan orang lain tidak nyaman.
Data KPAI (komisi Perlindungan Anak Indonesia) menunjukkan bahwa
pada tahun 2007 jumlah pelanggaran hak anak yang terpantau sebanyak
40.398.625 kasus. Jumlah itu melonjak drastis jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yang mencapai 13.447.921 kasus.. Dari seluruh prilaku bullying
terhadap anak, presentase terbesar yaitu 18% terjadi di rumah dan 11,3%
dilakukan oleh guru di sekolah. Sementara itu data dari forum Penanganan
Korban Bullying Perempuan dan Anak (FPK2PA) Provinsi DIY di tahun 2011
menunjukkan bahwa dari total 367 kasus, 140 kasus merupakan perilaku
bullying terhadap anak. Sheras (2002) menyatakan bahwa sekitar 40% korban
bullying dari berbagai penelitian mengaku melakukan bullying pada orang lain.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis bermaksud untuk meneliti lebih
lanjut tentang pengaruh gaya pengasuhan, kekerasan di rumah dan perilaku
bullying di sekolah terhadap self esteem anak sekolah dasar.
33

TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara gaya
pengasuhan ibu, kekerasan di rumah dan perilaku bullying pada anak sekolah
dasar berdasarkan jenis kelamin. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini
adalah :
1. Mempelajari karakteristik anak dan keluarga, gaya pengasuhan ibu,
kekerasan dirumah, dan perilaku bullying di sekolah
2. Menganalisis hubungan antara karakteristik anak dan keluarga, gaya
pengasuhan ibu, kekerasan dirumah, dan perilaku bullying di sekolah

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak
terkait, yaitu orangtua dan guru. Bagi orang tua penelitian ini dapat
memberikan gambaran mengenai hubungan antara gaya pengasuhan dan
kekerasan di rumah dengan perilaku bullying yang terjadi di sekolah yang pada
akhirnya dapat mempengaruhi perkembangan anak. Bagi guru, penelitian ini
dapat memberikan gambaran kepada guru untuk senantiasa peduli terhadap
perilaku – perilaku bullying yang terjadi di sekolah, agar perkembangan anak
berlangsung secara optimal.. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat
menjadi masukan dalam mengembangkan program-program yang berhubungan
dengan anak dan pendidikan.

METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study yaitu penelitian
dilakukan pada suatu titik waktu tertentu. Penelitian ini dilakukan di tiga
Sekolah Dasar Negeri yang berada di Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur yang
dipilih secara acak. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2014.
Penarikan Contoh
Dari seluruh data Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Ciracas, diambil
tiga sekolah secara acak. Semua siswa kelas 4 dan 5 dengan kondisi normal,
artinya bukan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) berdasarkan diagnosa
psikolog atau guru, yang berasal dari tiga sekolah terpilih dikelompokkan
berdasarkan jenis kelamin. Pengambilan contoh dalam penelitian dilakukan
secara acak berkelompok (cluster random sampling) yang terdiri dari 50 anak
laki-laki dan 50 anak perempuan, sehingga total contoh adalah 100 anak.

Cara Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan pada penelitian ini merupakan data primer
meliputi karakteristik anak, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan,
kekerasan di rumah, perilaku bullying di sekolah dan self esteem anak. Data
dikumpulkan dengan alat bantu kuesioner dengan teknik self report.
34

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dibedakan atas analisis deskriptif dan analisis inferensia,


yang meliputi uji korelasi Pearson dan Spearman serta uji regresi linear
berganda. Data yang dianalisis secara statistik deskriptif antara lain data
karakteristik anak (usia anak), data karakteristik keluarga (usia ibu, lama
pendidikan ibu, pendapatan keluarga, status bekerja ibu), data kekerasan pada
anak, data perilaku bullying di sekolah dan data self esteem anak. Statistik
inferensia digunakan untuk megeneralisasikan hasil penelitian dan data sampel,
yaitu:
1. Independent sample T Test, untuk menguji perbedaan di antara anak laki-
laki dan anak perempuan
2. Uji Pearson atau Uji Spearman digunakan untuk melihat hubungan antar
variabel yang terdiri dari karakteristik anak (usia anak) dan karakteristik ibu
(usia ibu, lama pendidikan ibu, pendapatan keluarga dan status bekerja ibu),
gaya pengasuhan ibu, kekerasan di rumah, perilaku bullying di sekolah dan
self esteem anak.

HASIL

Karakteristik Anak dan Keluarga


Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata usia anak laki-laki lebih
tinggi dibandingkan rata-rata usia anak perempuan dengan rentang usia seluruh
anak antara 9 sampai 13 tahun. Berdasarkan hasil uji beda, tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara usia anak laki-laki dan anak perempuan. Untuk
karakteristik keluarga, hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan
keluarga anak laki-laki lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pendapatan
keluarga anak perempuan dengan kisaran pendapatan keluarga seluruh anak antara
Rp 700.000 sampai Rp 19.000.000 per bulan. Untuk usia ibu, rata-rata usia ibu
pada anak laki-laki lebih tinggi dari rata-rata usia ibu pada anak perempuan.
Sementara itu, rata-rata lama pendidikan ibu anak perempuan lebih tinggi dari
rata-rata lama pendidikan ibu anak laki-laki. Meskipun terdapat perbedaan rata-
rata dari variabel karakteristik keluarga antara anak laki-laki dan perempuan,
namun hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara anak laki-laki dengan anak perempuan untuk variabel
karakteristik keluarga.
Tabel 14 Rata-rata karakteristik keluarga berdasarkan jenis kelamin anak

Laki-laki Perempuan Uji


Karakteristik Min –
Rata-rata ± sd Rata-rata ± sd Beda
Keluarga Maks
T-test
Usia Anak 9 - 13 11.06 ± 0.682 10.96 ± 0.669 0.461
(tahun)
Pendapatan 700 - 3354560±3037682.2 3488800±2797839.3 0.819
keluarga (Rp/bln 19000
dalam ribuan)
Usia ibu (tahun) 29 - 56 41.12±4.619 39.42±6.185 0.123
Lama Pendidikan 6 - 18 10.70±2.476 11.74±3.343 0.081
Ibu (tahun)
35

Berdasarkan status bekerja ibu (Tabel 15), proporsi terbesar ibu dalam
penelitian ini adalah tidak bekerja dengan persentase 78% pada anak laki-laki dan
68% pada anak perempuan, sedangkan sisanya merupakan ibu bekerja. Adapun
pekerjaan ibu pada anak laki-laki adalah pegawai negeri sipil (8%), karyawan
swasta (4%), wiraswasta (6%) dan pekerjaan lainnya (4%). Sementara pekerjaan
ibu pada perempuan adalah pegawai negeri sipil (2%), karyawan swasta (12%),
wiraswasta (4%) dan pekerjaan lainnya (14%).

Tabel 15 Sebaran responden menurut status bekerja ibu berdasarkan jenis kelamin
responden
Karakteristik Keluarga Laki - laki Perempuan
Total
n % n %
Ibu tidak bekerja 38 76 35 70 73%
Ibu bekerja 12 24 15 30 27%

Gaya Pengasuhan Ibu


Tabel 16 menunjukkan bahwa rata-rata skor gaya pengasuhan
authoritative dan permisive ibu pada anak laki laki lebih rendah daripada anak
perempuan, akan tetapi rata-rata skor gaya pengasuhan authoritarian ibu pada
anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan. Berdasarkan uji beda gaya
pengasuhan ibu pada anak laki-laki dan perempuan diperoleh hasil bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara gaya pengasuhan authoritative dan
authoritarian ibu pada anak laki-laki dan anak perempuan, sedangkan variabel
gaya pengasuhan permisive ibu tidak berbeda secara signifikan untuk kedua
kelompok responden.
Tabel 16 Rata-rata gaya pengasuhan ibu berdasarkan jenis kelamin responden
Laki-laki Perempuan
Gaya Min-
Uji beda T-
Pengasuhan Ibu maks Rata-rata ± sd Rata-rata ± sd
test
Authoritative 17-68 71.02±12.02 78.20±11.89 0.003**
Authoritarian 11-44 50.00±10.36 44.59±11.22 0.014*
Permisive 10-40 51.1±10.451 52.75±8.15 0.381

Skor masing-masing gaya pengasuhan dibandingkan untuk melihat


dominasi gaya pengasuhan yang dilakukan ibu terhadap anaknya. Tabel 17
menunjukkan bahwa sebagian besar anak laki-laki (80%) dan anak perempuan
(96%) di asuh oleh ibu dengan gaya authoritative. Hanya sebagian kecil saja yang
diasuh oleh ibu dengan gaya authoritarian atau permisive.
36

Tabel 17 Sebaran gaya pengasuhan ibu berdasarkan jenis kelamin anak


Gaya Jenis kelamin
Total
pengasuhan Laki-laki Perempuan
n % n % n %
Authoritative 40 80 48 96 88 88
Authoritarian 6 12 2 4 8 8
Permisive 4 8 - - 4 4

Kekerasan di rumah
Tabel 18 menunjukkan bahwa rata-rata skor kekerasan verbal pada anak
laki-laki dan perempuan lebih tinggi dibandingkan rata-rata skor kekerasan fisik
dan non verbal baik pada anak laki-laki maupun anak perempuan. Sementara itu
rata-rata skor kekerasan fisik dan non verbal pada anak laki-laki lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata kekerasan fisik dan nonverbal pada anak
perempuan. Akan tetapi rata-rata skor kekerasan verbal pada laki-laki lebih rendah
dari rata-rata skor kekerasan verbal pada perempuan. Dari hasil uji beda
menunjukkan bahwa perbedaan rata-rata skor kekerasan di rumah pada anak laki-
laki dan perempuan tidak signifikan.
Tabel 18 Rata-rata skor kekerasan di rumah berdasarkan jenis kelamin anak
Laki-laki Perempuan Uji Beda T-
Kekerasan di rumah
Rata-rata ± sd Rata-rata ± sd test
Kekerasan fisik 23.25±21.871 20.25±19.706 0.473
Kekerasan verbal 33.71±22.955 36.42±23.635 0.562
Kekerasan 27.87±15.781 26.25±15.099 0.600
psikososial

Tabel 19 menunjukkan bahwa kekerasan verbal merupakan kekerasan


tertinggi pada anak laki-laki maupun anak perempuan. Tabel 19 juga
menunjukkan bahwa persentase kekerasan fisik pada laki-laki lebih tinggi
daripada anak perempuan
Tabel 19 Sebaran anak berdasarkan jenis kekerasan di rumah dan jenis kelamin
anak
Laki-laki Perempuan Total
Kekerasan di rumah
n % n % n %
Fisik 6 12 3 6 9 9
Verbal 23 46 30 60 53 53
Psikososial 15 30 15 30 30 30
Lainnya (kombinasi antara 6 12 2 2 8 8
fisik, verbal dan psikososial)

Tabel 20 menunjukkan bahwa persentase terbesar anak laki-laki dan anak


perempuan yang mengalami kekerasan di rumah berada pada tingkat rendah.
Sementara itu, persentase terkecil baik pada anak laki-laki maupun anak
37

perempuan yang mengalami kekerasan di rumah berada pada tingkat kekerasan


dengan kategori tinggi.

Tabel 20 Sebaran anak berdasarkan tingkat kekerasan di rumah dan jenis kelamin
anak
Laki-laki Perempuan Total
Tingkat kekerasan di rumah
n % n % n %
Rendah (<33) 32 64 31 62 63 63
Sedang (33-66) 14 28 17 34 31 31
Tinggi (>66) 4 8 2 4 6 6

Perilaku Bullying di Sekolah


Tabel 21 menunjukkan bahwa rata-rata skor korban bullying fisik pada
anak laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, sedangkan rata-rata skor korban
bullying verbal dan non verbal pada anak laki-laki lebih rendah daripada anak
perempuan. Berdasarkan hasil uji beda, tidak ada perbedaan yang signifikan
antara rata-rata skor korban bullying pada anak laki-laki daripada anak
perempuan. Tabel 21 menunjukkan bahwa rata-rata skor pelaku bullying baik
fisik, verbal maupun non verbal pada anak laki-laki lebih tinggi daripada anak
perempuan. Berdasarkan hasil uji beda, terdapat perbedaan yang signifikan antara
rata-rata skor pelaku bullying oleh anak laki-laki dan anak perempuan.
Tabel 21 Rata-rata skor perilaku bullying di sekolah

Perilaku bullying Min - Laki-laki Perempuan Uji beda


di Sekolah maks Rata-rata ± sd Rata-rata ± sd T-test
Korban Fisik 0-12 23.66±16.44 22.16±20.79 0.690
Verbal 0-15 21.55±14.00 24.00±20.25 0.484
Non Verbal 0-18 27.88±16.63 33.22±19.81 0.148
Pelaku Fisik 0-6 16.66±19.92 8.00±14.38 0.014*
Verbal 0-21 46.00±14.07 30.88±19.18 0.000*
Non Verbal 0-42 26.28±13.30 18.85±12.04 0.004*

Tabel 22 menunjukkan bahwa persentase anak laki-laki yang menjadi


korban bullying lebih rendah daripada anak perempuan, sedangkan persentase
anak laki-laki yang menjadi pelaku bullying lebih tinggi dibandingkan anak
perempuan. Secara keseluruhan persentase anak yang lebih sering menjadi pelaku
lebih tinggi daripada persentase anak yang lebih sering menjadi korban bullying
di sekolah.
38

Tabel 22 Sebaran anak berdasarkan peran bullying di sekolah dan jenis kelamin

Peran bullying di Laki-laki Perempuan Total


Sekolah n % n % n %
Korban bullying di 13 26 28 56 41 41
sekolah
Pelaku Bullying di 37 74 22 44 59 59
sekolah

Tabel 23 menunjukkan bahwa persentase terbesar anak laki-laki dan anak


perempuan yang menjadi korban bullying di sekolah berada pada tingkat bullying
dengan kategori rendah. Tabel 23 juga menunjukkan bahwa persentase terbesar
anak laki-laki dan perempuan yang menjadi pelaku bullying di sekolah berada
pada tingkat bullying kategori rendah. Sementara itu sebanyak 7.1% anak
perempuan yang menjadi korban bullying berada pada tingkat bullying kategori
tinggi. Berdasarkan analisis lebih lanjut, sebanyak 7.1% anak perempuan yang
menjadi korban bullying dengan tingkat bullying kategori tinggi merupakan anak
yang mengalami tingkat kekerasan di rumah kategori tinggi dengan jenis
kekerasan verbal.

Tabel 23 Sebaran anak berdasarkan tingkat peran bullying dan jenis kelamin

Tingkat peran bullying di Laki-laki Perempuan


Sekolah n % n %
Korban bullying
Rendah (<33) 4 30.8 15 53.6
Sedang (33-66) 9 69.2 11 39.3
Tinggi (>66) 0 0 2 7.1
Pelaku Bullying
Rendah (<33) 23 62.2 18 81.8
Sedang (33-66) 14 37.8 4 18.2
Tinggi (>66) 0 0 0 0

Hubungan Antar Variabel


Hubungan antara karakteristik keluarga dengan kekerasan di rumah
Tabel 24 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan
signifikan antara usia anak perempuan dengan kekerasan non verbal di rumah. Ini
berarti bahwa semakin kecil usia anak perempuan, maka kekerasan non verbal
pada anak perempuan akan semakin meningkat. Selain itu Tabel 24 juga
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara
pendapatan keluarga dan kekerasan non verbal pada anak perempuan.. Hal ini
berarti bahwa semakin mmeningkat pendapatan keluarga, maka kekerasan non
verbal pada anak perempuan semakin meningkat. Sementara pada anak laki-laki
terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara status bekerja ibu dan
kekerasan non verbal pada anak, ini berarti bahwa kekerasan non verbal pada anak
laki-laki akan meningkat pada keluarga dengan status ibu bekerja.
39

Tabel 24 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dengan kekerasan di


rumah berdasarkan jenis kelamin

Karakteristik Kekerasan di rumah


keluarga Laki laki Perempuan
Fisik Verbal Psikososial Fisik Verbal Psikososial
Usia Anak 0.024 0.054 0.090 -0.111 -0.247 -0.311*
Pendapatan 0.223 -0.188 0.142 0.132 0.174 0.442*
keluarga
Usia Ibu 0.091 0.039 -0.070 0.063 0.182 0.169
Lama Pendidikan 0.014 -0.121 0.101 0.074 0.108 0.130
Ibu
Status bekerja ibu 0.030 0.144 0.349* -0.126 0.005 0.029

Hubungan antara gaya pengasuhan dengan kekerasan di rumah


Hasil uji korelasi pada Tabel 25 menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang positif dan signifikan antara gaya pengasuhan ibu dengan kekerasan di
rumah pada anak perempuan. Ini berarti bahwa semakin authoritarian ibu
mengasuh anak perempuan, maka kekerasan di rumah pada anak perempuan akan
semakin meningkat.
Tabel 25 Koefisien korelasi antara gaya pengasuhan ibu dengan kekerasan di
rumah berdasarkan jenis kelamin
Kekerasan di rumah
Gaya pengasuhan ibu
Laki -laki Perempuan
Authoritative 0.163 0.109
Authoritarian -0.084 0.334*
Permisive 0.174 0.176

Hubungan antara kekerasan di rumah dengan korban bullying di sekolah


Tabel 26 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara kekerasan di rumah baik secara fisik, verbal maupun psikososial
dengan korban bullying pada anak perempuan. Ini berarti bahwa semakin
meningkat kekerasan di rumah pada anak perempuan, maka korban bullying pada
anak perempuan akan semakin meningkat.
Tabel 26 Koefisien korelasi antara kekerasan di rumah dengan korban bullying di
sekolah berdasarkan jenis kelamin
Korban bullying disekolah
Kekerasan di
Laki -laki Perempuan
rumah
Fisik 0.257 0.535**
Verbal 0.368 0.532**
Psikososial 0.308 0.430*
40

PEMBAHASAN
Bronfenbrenner (1979) menyatakan bahwa keluarga dan sekolah
merupakan lingkungan mikrosistem yang langsung mempengaruhi anak.
Maraknya kekerasan pada anak di rumah dan perilaku bullying di sekolah
merupakan landasan disahkannya UU no 23 tahun 2002 tentang perlindung anak.
Lahirnya undang-undang tersebut merupakan upaya pemerintah untuk melindungi
hak-hak anak. Akan tetapi penerapan undang-undang tersebut belum optimal.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan jenis kekerasan pada anak diantaranya
usia orang tua, jenis kelamin anak, tingkat pendidikan, status menikah dan jenis
pekerjaan orang tua (Magdalena, 2006). Pada penelitian ini, diperoleh hasil yang
berbeda antara kelompok laki-laki dan perempuan. Pada anak perempuan
diperoleh hasil bahwa faktor usia anak dan pendapatan keluarga memiliki
hubungan yang signifikan dengan kekerasan non verbal. Sementara pada anak
laki-laki diperoleh hasil bahwa status bekerja ibu berhubungan positif dan
signifikan dengan kekerasan non verbal. Menurut Newberger et al.(1983)
kekerasan pada anak disebabkan oleh banyak faktor, akan tetapi penyebab yang
lazim dari munculnya kekerasan pada anak tidak diketahui.
Pada penelitian ini ditemukan adanya hubungan yang positif dan
signifikan antara gaya pengasuhan authoritarian ibu dengan kekerasan di rumah
pada anak perempuan. Ini berarti bahwa semakin authoritarian ibu dalam
mengasuh anak perempuan, maka kekerasan di rumah pada anak perempuan akan
semakin meningkat. Menurut Baumrind (1991) gaya pengasuhan authoritarian
memeiliki tingkat kehangatan yang rendah namun memiliki tingkat pendisiplinan
yang tinggi, sehingga orang tua menuntut kepatuhan tanpa kompromi terhadap
anak. Akibatnya jika anak berprilaku di luar keinginan orang tua maka orang tua
akan menerapkan hukuman.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
positif dan signifikan antara kekerasan di rumah dengan korban bullying di
sekolah pada anak perempuan. Ini berarti bahwa semakin tinggi kekerasan di
rumah pada anak perempuan baik fisik, verbal maupun psikososial, maka anak
perempuan akan semakin menjadi korban bullying di sekolah. Hal ini perlu
mendapatkan perhatian serius karena menurut Sheras (2002) bahwa anak korban
bullying berpotensi menjadi pelaku bullying terhadap anak yang lain. Sementara
pada anak laki-laki hubungan antara kekerasan di rumah dan korban bullying di
sekolah tidak signifikan. Menurut Walker et al. (2004) dan Sullivan et al. (2005)
terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam menyikapi situasi
lingkungan yang sama. Dalam menyikapi masalah kekerasan di rumah dan
bullying di sekolah, anak perempuan lebih menghindari kontak fisik daripada
anak laki-laki. Menurut Santrock (2007) hal ini salah satunya disebabkan karena
adanya perbedaan hormon yang dominan antara laki-laki dan perempuan,
meskipun hormon bukanlah satu-satunya faktor penentu perilaku anak.
41

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Gaya pengasuhan merupakan hal terpenting dalam perkembangan anak.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara gaya pengasuhan authoritarian dengan kekerasan di rumah pada
anak perempuan. Ini berarti bahwa jika gaya pengasuhan authoritarian ibu
terhadap anak perempuan semakin meningkat, maka kekerasan di rumah terhadap
anak perempuan juga akan meningkat.
Berdasarkan perilaku kekerasan pada anak, dalam penelitian ini
ditemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kekerasan pada anak
laki-laki dan pada anak perempuan. Akan tetapi kekerasan pada anak perempuan
berhubungan positif dan signifikan dengan korban bullying di sekolah. Hal ini
berarti bahwa semakin anak perempuan mendapatkan kekerasan di rumah, maka
akan semakin meningkat pula kemungkinan anak menjadi korban bullying di
sekolah. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa terdapat anak perempuan
yang menjadi korban bullying dengan tingkat kategori tinggi merupakan anak
yang mengalami kekerasan verbal di rumah dengan tingkat kategori tinggi

SARAN
Bagi orang tua hasil penelitian ini diharapkan dapat mengubah perilaku
orang tua yang masih mengandalkan pemberian hukuman untuk mendisiplinkan
anak menjadi perilaku yang positif dan ramah bagi perkembangan anak.
Pemnberian hukuman, tanpa disadari dapat mengarah kepada perilaku kekerasan
yang akan mempengaruhi interaksi sosial anak dalam lingkungan yang lain. Oleh
karena itu orang tua disarankan untuk mengurangi bahkan menghentikan perilaku
kekerasan pada anak apapun alasannya.
Bagi pihak sekolah dan guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan
pertimbangan untuk melakukan gerakan stop bullying di sekolah seperti
memberikan perhatian yang lebih terhadap interaksi antar siswa terutama siswa
laki-laki saat berada di luar jam pelajaran sekolah (seperti saat istirahat dan pulang
sekolah), menanamkan pelajaran budi pekerti seperti menumbuhkan rasa empati,
rasa kasih sayang dan toleransi baik secara langsung maupun terintegrasi dalam
kegiatan di kelas. Pertemuan antara guru dan orang tua murid juga harus sering
dilakukan secara rutin, ini dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada orang
tua akan pentingnya peran orang tua dalam perkembangan anak.

DAFTAR PUSTAKA
Bronfenbrenner U. 1979. The Ecology of Human Development: Experiments by
Nature and Design. USA: President and Fellows of Harvard College.
Baumrind D. 1991. The influence of parenting style on adolescent competence
and substance use. Journal of Early Adolescence 11:56-95.
Goleman D. 1995. Emotianal Intelligence. New York: Bantam Book.
Magdalena E. 2006. Karakteristik Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan
Anak di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Runah Sakit Kepolisian Pusat Raden
42

said Sukanto Kramat Jati Jakarta. Tesis. Program studi kajian administrasi
Rumah sakit. Fakultas kesehatan masyarakat. Depok: Universitas Indonesia
Newberger EH, Newberger CM, Hampton RL. 1983. Child Abuse: The Current
Theory base and Future Research Needs. Journal of the American Academy
of Child Psychiatry 22:262-268
Sheras P. 2002. Your Child : Bully or Victim?. New York: A Skylight Press
Walker HM, Ramsey E, Greshan FM. 2004. Anti Social Behavior in School:
Evidence-based Practices 2nd ed. Canada: Wadsworth
Sullivan K, Cleary M, Sullivan G. 2005. Bullying in Secondary Schools.
California: Corwin Press
43

7 PEMBAHASAN UMUM
Keluarga dan sekolah merupakan lingkungan terdekat dengan anak usia
sekolah dan langsung berpengaruh terhadap anak (Bronfenbrenner, 1979). Di
lingkungan keluarga, interaksi yang terbentuk antara orang tua dan anak salah
satunya adalah pengasuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak laki-laki
cenderung diasuh oleh ibu dengan gaya authoritarian, sedangkan anak perempuan
cenderung diasuh oleh ibu dengan gaya authoritative. Hasil ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sari (2013) yang mengungkapkan bahwa ibu akan
mengasuh anaknya lebih authoritarian jika anak tersebut laki-laki. Pada dasarnya
setiap anak memiliki hak yang sama dalam hal pengasuhan sebagaimana yang
tertuang dalam UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Akan tetapi
persepsi bahwa anak laki-laki harus lebih kuat dan tegas cenderung menyebabkan
adanya perbedaan gaya pengasuhan antara anak laki-laki dan perempuan.
Sementara itu menurut Zhou et al. (2004) umumnya anak yang diasuh
dengan gaya pengasuhan authoritarian akan memiliki kemampuan sosial yang
rendah dan kepercayaan diri yang rendah. Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil
bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan negatif antara gaya pengasuhan
authoritarian ibu terhadap self esteem anak. Hal ini berarti bahwa semakin
authoritarian gaya pengasuhan ibu, maka self esteem anak akan semakin rendah.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chiew (2011) yang
menyampaikan bahwa siswa yang diasuh dengan gaya authoritative memiliki self
esteem yang lebih tinggi daripada siswa yang diasuh dengan gaya authoritarian.
Demikian pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Driscoll (2012)
mengungkapkan bahwa anak yang diasuh dengan gaya authoritarian memiliki
self esteem yang lebih rendah daripada anak yang diasuh dengan gaya
authoritative. Menurut Twenge dan Campbell (2002); Twenge dan Crocker
(2002) dalam Guindon (2009) menyatakan bahwa self esteem yang rendah
berhubungan dengan beberapa fenomena negatif seperti kehamilan di usia
remaja, menkonsumsi alkohol dan obat-obat terlarang, bullying, depresi dan
bunuh diri. Menurut Dake et al. (2003) salah satu karakteristik pelaku bullying
adalah memiliki orang tua yang mengasuh dengan gaya authoritarian.
Menurut Timpano et al. (2010) bahwa gaya pengasuhan authoritarian
merupakan gaya pengasuhan dengan tingkat kehangatan antara orang tua dan anak
yang rendah namun dengan tingkat pendisiplinan yang tinggi. Menurut Baumrind
(1991) gaya pengasuhan authoritarian akan menuntut anak untuk patuh, jika anak
tidak mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan maka anak akan mendapatkan
hukuman. Pada penelitian ini ditemukan adanya hubungan yang positif dan
signifikan antara gaya pengasuhan authoritarian ibu dengan kekerasan di rumah
pada anak perempuan. Ini berarti bahwa semakin authoritarian ibu dalam
mengasuh anak perempuan, maka kekerasan di rumah pada anak perempuan akan
semakin meningkat.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
positif dan signifikan antara kekerasan di rumah dengan korban bullying di
sekolah pada anak perempuan. Ini berarti bahwa semakin tinggi kekerasan di
rumah pada anak perempuan baik fisik, verbal maupun psikososial, maka anak
perempuan akan semakin menjadi korban bullying di sekolah. Hal ini perlu
mendapatkan perhatian serius karena menurut Sheras (2002) bahwa anak korban
44

bullying berpotensi menjadi pelaku bullying terhadap anak yang lain. Sementara
pada anak laki-laki hubungan antara kekerasan di rumah dan korban bullying di
sekolah tidak signifikan. Menurut Walker et al. (2004) dan Sullivan et al. (2005)
terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam menyikapi situasi
lingkungan yang sama. Dalam menyikapi masalah kekerasan di rumah dan
bullying di sekolah, anak perempuan lebih menghindari kontak fisik daripada
anak laki-laki.
Di lingkungan sekolah, salah satu interaksi yang terjadi dan menjadi
permasalahan global adalah perilaku bullying. Adanya hubungan antara jenis
kelamin dan perilaku bullying diungkapkan oleh Adilla (2009) melalui hasil
penelitiannya yang menunjukkan bahwa pelajar laki-laki lebih sering melakukan
tindakan bullying kepada pelajar lain, daripada pelajar perempuan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa
persentase pelaku bullying fisik dan verbal di sekolah oleh anak laki-laki lebih
tinggi daripada anak perempuan, sedangkan persentase pelaku bullying non
verbal di sekolah oleh anak laki-laki lebih rendah daripada anak perempuan. Hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa persentase pelaku bullying verbal di
sekolah lebih dominan dilakukan, baik oleh anak laki-laki maupun anak
perempuan. Menurut James (2010) bahwa bullying verbal merupakan bentuk
bullying yang umum terjadi di sekolah.
Berdasarkan korban bullying, hasil penelitian menunjukkan bahwa
persentase anak laki-laki yang menjadi korban bullying fisik lebih tinggi daripada
anak perempuan, sedangkan persentase anak laki-laki yang menjadi korban
bullying verbal dan non verbal lebih rendah dibandingkan anak perempuan. Hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa persentase korban bullying non verbal
lebih tinggi daripada persentase korban bullying yang lain, baik pada anak laki-
laki maupun anak perempuan. Riauskina, Djuwita dan Soesetio (2005)
mengemukakan bahwa anak laki-laki yang menjadi korban bullying memiliki
persepsi bahwa pelaku melakukan bullying karena balas dendam atas perlakuan
yang sama, sementara anak perempuan yang menjadi korban memiliki persepsi
bahwa pelaku melakukan bullying karena ingin menunjukkan bahwa pelaku
memiliki kekuasaan, marah pada korban karena tidak berperilaku seperti yang
diharapkan pelaku, mendapat kepuasan setelah membully korbannya serta iri hati.
Menurut Dake et al. (2003) dan James (2010) menyatakan bahwa salah satu
indikator anak menjadi korban bullying adalah memiliki self esteem yang rendah.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa korban bullying memiliki hubungan yang
negatif dan sangat signifikan dengan self esteem anak. Hal ini berarti semakin
meningkat perilaku bullying yang diterima anak, maka self esteem anak tersebut
akan semakin rendah.
Menurut Dake et al. (2003) dan James (2010) menyatakan bahwa salah satu
indikator anak menjadi korban bullying adalah memiliki self esteem yang rendah.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa korban bullying baik fisik, verbal maupun
non verbal, memiliki hubungan yang negatif dan sangat signifikan dengan self
esteem anak perempuan. Hal ini berarti semakin meningkat perilaku bullying yang
diterima anak perempuan, maka self esteem anak tersebut akan semakin rendah.
45

8 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Berdasarkan gaya pengasuhan ibu terhadap anak, dalam penelitian ini
ditemukan bahwa anak laki-laki cenderung diasuh secara authoritarian (otoriter)
oleh ibu, sedangkan anak perempuan cenderung diasuh secara authoritative
(demokratis). Terdapat hubungan yang signifikan dan negatif antara gaya
pengasuhan authoritarian ibu dengan self esteem anak perempuan. Hal ini berarti
bahwa semakin authoritarian ibu mengasuh anak perempuan, maka self esteem
anak perempuan akan semakin rendah. Sementara itu hasil penelitian juga
menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara gaya
pengasuhan authoritarian ibu dengan kekerasan di rumah pada anak perempuan.
Berdasarkan perilaku kekerasan pada anak, dalam penelitian ini ditemukan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kekerasan pada anak laki-laki
dan pada anak perempuan. Akan tetapi kekerasan pada anak perempuan
berhubungan positif dan signifikan dengan korban bullying di sekolah Hal ini
berarti bahwa semakin anak perempuan mendapatkan kekerasan di rumah, maka
akan semakin meningkat pula kemungkinan anak menjadi korban bullying di
sekolah.
Terdapat hubungan yang signifikan dan negatif antara korban bullying dan
self esteem pada anak perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
mengalami bullying di sekolah, self esteem anak perempuan akan semakin rendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa korban bullying verbal merupakan korban
bullying dengan persentase terbesar, baik pada anak laki-laki maupun pada anak
perempuan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa korban bullying didominasi
oleh anak perempuan, sedangkan pelaku bullying didominasi oleh anak laki-laki.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
berpengaruh negatif terhadap self esteem anak adalah gaya pengasuhan
authoritarian ibu dan korban bullying. Hal ini berarti bahwa semakin anak diasuh
secara authoritarian oleh ibunya dan semakin mengalami bullying di sekolah,
maka self esteem anak tersebut akan semakin rendah.

Saran
Bagi orang tua hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk
memberikan pengasuhan yang terbaik untuk anak. Meskipun terdapat perbedaan
sifat dan karakteristik anak laki-laki dan perempuan, namun anak-anak berhak
mendapatkan pengasuhan yang terbaik. Selain itu, orang tua juga disarankan
untuk mengurangi bahkan menghentikan perilaku kekerasan pada anak apapun
alasannya. Karena kekerasan pada anak di lingkungan rumah cepat atau lambat
akan memberikan dampak bagi perkembangan anak.
Bagi pihak sekolah dan guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan
pertimbangan untuk melakukan gerakan stop bullying di sekolah seperti
memberikan perhatian yang lebih terhadap interaksi antar siswa terutama siswa
laki-laki saat berada di luar jam pelajaran sekolah (seperti saat istirahat dan pulang
sekolah), menanamkan pelajaran budi pekerti seperti menumbuhkan rasa empati,
rasa kasih sayang dan toleransi baik secara langsung maupun terintegrasi dalam
kegiatan di kelas. Pertemuan antara guru dan orang tua murid juga harus sering
46

dilakukan secara rutin, ini dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada orang
tua akan pentingnya peran orang tua dalam perkembangan anak.
Bagi pemerintah dan lembaga-lembaga terkait, hasil penelitian ini dapat
dijadikan acuan untuk menyusun program-program yang berhubungan dengan
peningkatan kualitas keluarga dan sumber daya manusia. Penerapan Undang-
undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak perlu ditingkatkan lagi untuk
dapat melindungi hak-hak anak, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal dan siap untuk memajukan Indonesia di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA
Adilla N. Pengaruh Kontrol Sosial terhadap Perilaku Bullying Pelajar di Sekolah
Menengah Pertama. Jurnal Kriminologi Indonesia 5:56-66
Becker GS. 1991. A Treatise on the Family. Cambridge: Harvard University
Press.
Baumrind D. 1991. The influence of parenting style on adolescent competence
and substance use. Journal of Early Adolescence 11(1):56-95.
Barnard KE, Solchany JE. 2002. Mothering. Di dalam: Bornstein MH, editor.
Handbook of Parenting: Being and Becoming a Parent. Volume ke-3. New
Jersey: Lawrence Elbaum AssociatesBerryman JC. 2000. Older mothers and
later motherhood. Di dalam: Sherr L, St.Lawrence JS, editor. Women, Health
and the Mind. Chichester: John Wiley.
Bronfenbrenner U. 1979. The Ecology of Human Development: Experiments by
Nature and Design. USA: President and Fellows of Harvard College.
Brooks JB. 2001. Parenting. Ed ke-3. California: Mayfield Publishing Company.
Centi PJ. 1995. Mengapa Rendah Diri . Yogyakarta : Kanisius
Chao R, Tseng V. 2002. Parenting of Asians. Di dalam: Bornstein M, editor.
Handbook of Parenting: Social Conditions and Applied Parenting. Vol ke-4.
New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.
Collins WA, Madsen SD, Susman-Stillman A. 2002. Parenting during middle
childhood. Di dalam: Bornstein M, editor. Handbook of Parenting: Children
and Parenting.Vol ke-1. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.
Coopersmith S. 1967. The Antecedents of Self-esteem. San Francisco: W H
Freeman & Co.
Davidoff LL. 1988. Psikologi, Suatu Pengantar. Edisi kedua. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Geary DC & Flinn MV. 2001. Evolution of human parental behavior and the
human family. Parenting: Science and Practice 1(1&2):5-61.
Gunarsa SD. 1997. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta: BPK Gunung
Mulia.
__________ , Gunarsa YSD. 2000. Psikologi Praktis : Anak, Remaja dan
Keluarga. Jakarta : BPK Gunung Mulia
47

Goleman D. 1995. Emotianal Intelligence. New York: Bantam Book.

Hakim T, 2002, Mengatasi Rasa Tidak Harga Diri, Jakarta : Purwa Suara.
Hoghughi M. 2004. Parenting – An introduction. Di dalam: Hoghughi M, Long N,
editor. Handbook of Parenting: Theory and Research for Practice. London:
Sage Publications Ltd.
Hurlock EB. 2004. Psikologi Perkembangan. Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama.
Lickona T. 1994. Raising Good Children. New York: A Bantam Book.
Ling Y, Dariyo A. 2002. Interaksi Sosial di Sekolah dan Harga Diri Pelajar
Sekolah Umum (SMU). Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. Vol.IV No 7
Magdalena E. 2006. Karakteristik Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan
Anak di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Runah Sakit Kepolisian Pusat Raden
said Sukanto Kramat Jati Jakarta. Tesis. Program studi kajian administrasi
Rumah sakit. Fakultas kesehatan masyarakat. Depok: Universitas Indonesia
Megawangi R. 1999. Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru tentang Relasi
Gender. Bandung: Mizan.
Newberger EH, Newberger CM, Hampton RL. 1983. Child Abuse: The Current
Theory base and Future Research Needs. Journal of the American Academy
of Child Psychiatry 22:262-268
Newman DM & Grauerholz E. 2002. Sociology of Families. California: Pine
Forge Press.
Okorodudu GN. 2010. Influence of parenting styles on adolescent delinquency in
Delta Central Senatorial District. Edo Journal of Counselling 3(1):58-86.
Papalia DE, Olds SW, Feldman RD. 2004. Human Development (9th ed.). USA:
McGraw-Hill Book Company.
Shears JK, Whiteside-Mansell L, McKelvey L, Selig J. 2008. Assessing mothers’
and fathers’ authoritarian attitudes: The psychometric properties of a brief
survey. Social Work Research 32(3):179-184.
Sheras P. 2002. Your Child : Bully or Victim?. New York: A Skylight Press
Strong B, DeVault C. 1979. The Marriage and Family Experience. St. Paul: West
Publishing Company.
Sujiwo I. 2008. Hubungan antara Parenting Style Ibu dan Keterlibatan Sisiwa
SMA dalam Perilaku Bullying [skripsi]. Depok: Fakultas Psikologi,
Universitas Indonesia
Sullivan K, Cleary M, Sullivan G. 2005. Bullying in Secondary Schools.
California: Corwin Press
Suhendi HH, Wahyu R. 2001. Pengantar Studi Sosiologi Keluarga. Bandung:
Pustaka Setia
Walker HM, Ramsey E, Greshan FM. 2004. Anti Social Behavior in School:
Evidence-based Practices 2nd ed. Canada: Wadsworth
48

The Liang Gie. 1980. Cara Belajar yang Efesien. Jakarta : Gajah Mada University
Press.
Timpano KR Keough ME, Mahaffey B, Schmidt NB, Abramowitz J. 2010.
Parenting and obsessive compulsive symptoms: Implications of authoritarian
parenting. Journal of Cognitive Psychotherapy: An International Quarterly
24(3):151-164Yussen SR, & Santrock, J. W. Child Cevelopment : An
Introduction. Second Edition. Wn. C. Brown Company Publishers, Iowa,
USA
Underwood MK, Beron KJ, Rosen LH. 2009. Continuity and change in social and
physical aggression from middle childhood through early adolescence.
Aggressive Behavior 35(5):357-75.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 8 Oktober 1981 dari ayah
bernama Mukarom dan ibu bernama Siti Ratianingsih. Penulis merupakan putra
pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan S1 di Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga pada tahun 2005.
Sejak tahun 2005 penulis bekerja di bidang pendidikan yaitu staf pengajar
Sekolah Karakter di bawah Yayasan Indonesia Heritage Foundation hingga saat
ini. Penulis menikah dengan Laysa pada tahun 2008, dan dikaruniai seorang putri
pada tahun 2010 yang bernama Ameera Delisha Latifa.

Anda mungkin juga menyukai