Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS TIPE II

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis


Program Profesi Ners

Disusun Oleh
Mellysa, S.Kep
11194692010075

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS TIPE II


NAMA : MELLYSA, S.KEP

Banjarmasin, April 2021

Menyetujui,

Program Studi Profesi Ners


Universitas Sari Mulia
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

(......................................) (........................................)

Mengetahui,
Ketua Jurusan Program Studi Profesi Ners

Mohammad Basit, S.Kep., Ns., MM


NIK. 11661020122053
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS TIPE II

Tanggal, April 2021

Disusun Oleh
Mellysa, S.Kep
11194692010075

Banjarmasin, April 2021

Mengetahui,

Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

(......................................) (........................................)
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi fisiologi
Pankreas adalah organ pipih yang terletak dibelakang dan sedikit di
bawah lambung dalam abdomen. Organ ini memiliki 2 fungsi: fungsi endokrin
dan fungsi ekokrin.
Bagian eksokrin dari pankreas berfungsi sebagai sel asinar pankreas,
memproduksi cairan pankreas yang disekresi melalui duktus pankreas ke
dalam usus halus.
Pankreas terdiri dari 2 jaringan utama yaitu :
a. Asini mensekresi getah pencernaan ke dalam duodenum
b. Pulau langerhans yang mengeluarkan sekretnya keluar. Tetapi,
mengekskresikan insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau-pulau langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari
pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3% dari berat
total pankreas. Pulau langerhans berbentuk opiod dengan besar masing-
masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50µ,
sedangkan yang terbesar 300µ, terbanyak adalah yang besarnya 100-225µ.
Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta.
Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans, yaitu
kumpulan kecil sel yang tersebar di seluruh organ. Ada 4 jenis sel penghasil
hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut :
a. Sel alfa : jumlah sekitar 20-40%, memproduksi glukagon yang menjadi
faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai antiinsulin like
activity.
b. Sel beta : mengekskresikan insulin yang berfungsi untuk menurunkan
kadar gula darah
c. Sel delta : mengekskresi somastatin, hormon yang berfungsi menghalangi
hormon pertumbuhan untuk menghambat sekresi glukagon dan insulin.
d. Sel F : mengekskresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan
dimana fungsinya tidak jelas.
GAMBAR : ANATOMI PANKREAS
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino,
dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada
rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan ke
dalam darah sesuai dengan kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi
glukosa darah.
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk prepoinsulin (precursor hormon
insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim
peptidase, prepoinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin,
yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicle)
dalam sel tersebut. Disini dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai
menjadi insulin dan peptidase C yang keduanya sudah siap untuk
disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.
Mekanisme secara fisiologis diatas, diperlukan bagi berlangsungnya
proses metabolisme glukosa, sehubungan dengan fungsi insulin dalam proses
utilasi glukosa dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan
komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta untuk
memproduksi insulin, meskipun beberapa jenis asam amino dan obat-obatan,
juga dapat memiliki efek yang sama. Mekanisme sintesis dan sekresi insulin
setelah adanya rangsangan terhadap sel beta cukup rumit, dan belum
sepenuhnya dipahami secara jelas.
Ada beberapa tahapan dalam sekresi insulin, setelah molekul glukosa
memberikan rangsangan pada sel beta. Pertama, proses untuk dapat
melewati membran sel yang membutuhkan senyawa lain. Glucose transporter
(GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat dalam berbagai sel yang
berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai “kendaraan”
pengangkut glukosa masuk dari luar ke dalam jaringan tubuh. Glucose
transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan
dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke
dalam sel. Proses ini merupakan langkah penting, agar selanjutnya ke dalam
sel, molekul glukosa tersebut dapat mengalami proses glikolisis dan fosforilasi
yang akan membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbebas tersebut
dibutuhkan untuk mengaktifkan proses penutupan channel K yang terdapat
pada membran sel, yang diikuti kemudian oleh proses pembukaan channel
Ca. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca2+ sehingga
meningkatkan kadar ion Ca2+ intrasel, suasana yang dibutuhkan bagi proses
sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya
dapat dijelaskan.

GAMBAR : SEKRESI INSULIN


B. PENGERTIAN
Diabetes melitus merupakan peyakit kronis yang berkaitan denan defisiensi
atau resistansi insulin relatif atau absolut dan ditandai dengan ganguan
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. (Fatimah, 2015).

C. ETIOLOGI
Etiologi menurut CDA (2013) tergantung dari tipe Diabetes, yaitu :
1. Diabetes Tipe I ( Insulin Dependent Diabetes Melitus / IDDM )
Diabetes yang tergantung insulin yang ditandai oleh penghancuran sel-sel
beta pancreas disebabkan oleh :
a. Faktor genetic
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi mewarisi suatu
predisposisi / kecenderungan genetic ke arah terjadinya DM tipe 1.
Ini ditemukan pada individu yang mempunyai tipe antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen
yang bertanggung jawab atas antigen transplatasi dan proses imun
lainnya.
b. Faktor Imunologi
Respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus / NIDDM )
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II belum diketahui.
Faktor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Selain itu terdapat faktor-faktor resiko tertentu yang
berhubungan yaitu :
a. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun
b. Obesitas
c. Riwayat Keluarga
d. Kelompok etnik
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi DM dan gangguan toleransi glukosa menurut Matsuda (2010)
adalah sebagai berikut :
1. Diabetes mellitus
a. DM tipe 1 (tergantung insulin)
b. DM tipe 2 (tidak tergantung insulin)
- Gemuk
- Tidak gemuk
c. DM tipe lain yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu
- Penyakit pancreas
- Hormonal
- Obat atau bahan kimia
- Kelainan reseptor
- kelainan genital dan lain-lain
2. Toleransi glukosa terganggu
3. Diabetes Gestasional

E. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal, jika terdapat insulin, asupan glukosa / produksi
glukosa yang melebihi kebutuhan kalori akan di simpan sebagai glikogen
dalam sel-sel hati dan sel-sel otot. Proses glikogenesis ini mencegah
hiperglikemia (kadar glukosa darah > 110 mg / dl). Jika terdapat defisit insulin,
empat perubahan metabolic terjadi menimbulkan hiperglikemi.
Empat perubahan itu adalah :
1. Transport glukosa yang melintasi membran sel berkurang
2. Glikogenesis berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam
darah
3. Glikolisis meningkat sehingga dadangan glikogen berkurang dan glukosa
hati dicurahkan ke dalam darah secara terus menerus melebihi
kebutuhan.
4. Glukoneogenesis meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati yang
tercurah ke dalam darah dari pemecahan asam amino dan lemak
Pada DM tipe 1 terdapat ketidak mampuan menghasikan insulin karena sel-
sel beta telah dihancurkan oleh proses autoimun. Akibat produksi glukosa
tidak terukur oleh hati, maka terjadi hiperglikemia. Jika konsentrasi klokosa
dalam darah tinggi, ginjal tidak dapat menyerap semua glukosa, akibatnya
glukosa muncul dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa berlebihan
diekskresikan dalam urine disertai pengeluaran cairan dan elektrolit (diuresis
osmotik). Akibat kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan berkemih (poli uri) dan rasa haus (polidipsi). Defisiensi insulin
juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan . pasien juga mengalami peningkatan selera makan
(polifagi) akibat penurunan simpanan kalori.gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan
Pada DM tipe 2 terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin
yaitu resistensi insulin dan ganguan sekresi insulin. Resistensi insulin ini
disertai dengan penurunan reaksi intra sel sehingga insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Pada
gangguan sekresi insulin berlebihan, kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin maka kadar glukosa darah
meningkat. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif
maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi. Gejala yang dialami
sering bersifat ringan seperti kelelahan, iritabilitas, poliuri, polidipsi, luka pada
kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (Fatimah,
2015).
F. PATHWAY DM Tipe 1 (faktor genetik, imunologi, lingkungan)
DM Tipe 2 (faktor usia, obesitas, riwayat keluarga)

Penurunan insulin Penurunan glukagon


peningkatan insulin

Glikogenolisis Insufisiensi glukosa Katabolisme protein


Peningkatan Penurunan
glikogenesis glikogenesis
Hiperglikemia Resiko Ketidakstabilan Retinopati
Lipolisis
Guloksa darah diabetik Glukonea  BUN Pelepasan
genesis kt dari ICS
Oksidasi lemak Melebihi ambang ginjal
Penglihatan Hipoglikemia
Kulit gatal-gatal,
Peningkatan badan Glukosuria Diuresis Nefropati - Kulit dingin
kering
keton dalam darah osmotik diabetik Katarak - Pucat
- Takikardi
Keseimbangan
Keton urea Gangguan Poliuri Polidipsi Peningkatan Gangguan Kerusakan integritas - Gelisah
kalori negatif - Penurunan
keseimbangan pH ureum, kreatinin persepsi sensori kulit
Acidosis kesadaran
BB menurun Dehidrasi (visual)
Kerusakan Lemas, mudah mual
Koma diabetik pertukaran gas Pusing, pe
Kehilangan kalori Kekurangan Syok Perubahan Perfusi
kesadaran
volume cairan Defisiensi Jaringan
ADL dibantu
Hipoksia perifer Rasa lapar yang besar Hipoksia jaringan Luka pengetahuan Ansietas
Defisit perawatan Nefropati Nyeri Akut Gangguan Pola Tidur
diri Kelemahan dan Polipagia Diabetik foot
diabetik
Gangguan keletihan
perrtukaran gas Parestesia, gelisah, rasa Kerusakan
1. Pe Amputasi integritas kulit
Intoleranti aktivitas terbakar, rasa baal, penurunan
ru debridement
kesadaran, gangguan persepsi
ba
Gangguan citra Resiko infeksi
ha
Resiko cedera tubuh

Keterangan : Manifestasi klinis Menimbulkan diagnosa Diagnosa yang ditimbulkan


G. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala yang muncul pada penderita diabetes militus (CDA, 2013) :
1. Ketoasidosis atau serangan diam- diam pada tipe 1
2. Yang Paling sering terjadi adalah keletihan akibat defisiensi energi
3. Kadang kadang tidak ada gejala (pada diabetes tipe 2)
4. Dieuretik ostomotik yan disertai poliuria, dehidrasi, polidipsia, selaput
lendir, dan kekencangan kulit buruk
5. Pada Ketoasidos dan keadaan non-ketotik hipermosmolar hiperglikemik,
dehidrasi berpotensi menyebabkan hipovolemia dan syok
6. Jika diabetes tipe 1 tidak dikontrol, pasien mengalami penurunan berat
badan dan selalu lapar, padahal ia sudah makan sangat banyak
7. Gejala klasik :
- Poliuri
- Polidipsi
- Polifagi
8. Penurunan Berat Badan
9. Lemah
10. Kesemutan, rasa baal
11. Bisul / luka yang lama tidak sembuh
12. infeksi saluran kemih

H. KOMPLIKASI
Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi akut yang terjadi pada
penderita Diabetes Mellitus tapi selain ulkus diabetik antara lain (Suyono,
2009):
1. Akut
a. Ketoasidosis diabetik
b. Hipoglikemi
c. Koma non ketotik hiperglikemi hiperosmolar
d. Efek Somogyi ( penurunan kadar glukosa darah pada malam hari
diikuti peningkatan rebound pada pagi hari )
e. Fenomena fajar / down phenomenon ( hiperglikemi pada pagi hari
antara jam 5-9 pagi yang tampaknya disebabkan peningkatan
sikardian kadar glukosa pada pagi hari )
2. Komplikasi jangka panjang
a. Makroangiopati
- Penyakit arteri koroner ( aterosklerosis )
- Penyakit vaskuler perifer
- Stroke
b. Mikroangiopati
- Retinopati
- Nefropati
- Neuropati diabetic
3. Komplikasi pembedahan, dalam perawatan pasien post debridement
komplikasi dapat terjadi seperti infeksi jika perawatan luka tidak ditangani
dengan prinsip steril.

I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan kadar serum glukosa
a. Gula darah puasa : glukosa lebih dari 120 mg/dl pada 2x tes
b. Gula darah 2 jam pp : 200 mg / dl
c. Gula darah sewaktu : lebih dari 200 mg / dl
2. Tes toleransi glukosa
Nilai darah diagnostik : kurang dari 140 mg/dl dan hasil 2 jam serta satu
nilai lain lebih dari 200 mg/ dlsetelah beban glukosa 75 gr
3. HbA1C
> 8% mengindikasikan DM yang tidak terkontrol
4. Pemeriksaan kadar glukosa urin
Pemeriksaan reduksi urin dengan cara Benedic atau menggunakan enzim
glukosa . Pemeriksaan reduksi urin positif jika didapatkan glukosa dalam
urin (Carpenito, 2011).

J. PENATALAKSANAAN
Untuk penatalaksanaan pada penderita ulkus DM khususnya penderita
setelah menjalani tindakan operasi debridement yaitu termasuk tindakan
perawatan dalam jangka panjang.
a. Medis
Menurut Sugondo (2009 ) penatalaksaan secara medis sebagai berikut :
1) Obat hiperglikemik Oral
a) Obat oral anti diabetic
- Sulfonaria
- Asetoheksamid ( 250 mg, 500 mg )
- Clorpopamid(100 mg, 250 mg )
- Glipizid ( 5 mg, 10 mg )
- Glyburid ( 1,25 mg ; 2,5 mg ; 5 mg )
- Totazamid ( 100 mg ; 250 mg; 500 mg )
- Tolbutamid (250 mg, 500 mg )
- Biguanid
- Metformin 500 mg
2) Insulin
Dosis yang diperlukan ditentukan oleh kadar glukosa darah
a) Ada penurunan BB dengan drastis
b) Hiperglikemi berat
c) Munculnya ketoadosis diabetikum
d) Gangguan pada organ ginjal atau hati.
3) Pembedahan
Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukan pembedahan yang
bertujuan untuk mencegah penyebaran ulkus ke jaringan yang masih
sehat, tindakannya antara lain :
a) Debridement : pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus
diabetikum.
b) Neucrotomi
c) Amputasi
b. Keperawatan
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktifitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadi
komplikasi vaskuler serta neuropatik.Tujuan terapetik pada setiap tipe DM
adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia
dan gangguan serius pada pola aktifitas pasien.
1. Penatalaksanaan diet
Prinsip umum :diet dan pengndalian berat badan merupakan dasar
dari penatalaksanaan DM.
Tujuan penatalaksanaan nutrisi :
a. Memberikan semua unsur makanan esensial missal
vitamin, mineral
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c. Memenuhi kebutuhan energi
d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap haridengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui
cara-cara yang aman dan praktis.
e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
2. Latihan fisik
Latihan penting dalam penatalaksanaan DM karena dapat
menurunkan kadar glikosa darah dan mengurangi factor resiko
kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga
diperbaiki dengan olahraga.
3. Pemantauan
Pemantauan glukosa dan keton secara mandiri untuk deteksi dan
pencegahan hipoglikemi serta hiperglikemia.
4. Terapi insulin
Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2 kali sesudah
makan dan pada malamhari.
5. Pendidikan kesehatan
Informasi yang harus diajarkan pada pasien antara lain :
a. Patofisiologi DM sederhana, cara terapi termasuk efek
samping obat, pengenalan dan pencegahan hipoglikemi /
hiperglikemi
b. Tindakan preventif(perawatan kaki, perawatan mata ,
hygiene umum )
c. Meningkatkan kepatuhan progranm diet dan obat
6. Nutrisi
Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka debridement,
karena asupan nutrisi yang cukup mampu mengontrol energy yang
dikeluarkan.
7. Stress Mekanik
Untuk meminimalkan BB pada ulkus. Modifikasinya adalah seperti
bedrest, dimana semua pasin beraktifitas di tempat tidur jika
diperlukan. Dan setiap hari tumit kaki harus selalu dilakukan
pemeriksaan dan perawatan (medikasi) untuk mengetahui
perkembangan luka dan mencegah infeksi luka setelah dilakukan
operasi debridement tersebut.
8. Tindakan pembedahan
Fase pembedahan menurut Wagner ada dua klasifikasi antara lain :
Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak dilakukan atau tidak
ada.
Derajat I – IV : dilakukan bedah minor serta pengelolaan medis, dan
dilakukan perawatan dalam jangka panjang sampai dengan luka
terkontrol dengan baik.

K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Anamnesa
a. Identitas : Nama
Usia (DM tipe I < 30 tahun, DM tipe II > 30 tahun,
cenderung meningkat pada usia > 65 tahun)
Jenis Kelamin
b. Keluhan utama :
 Kondisi hipoglikemia (biasa terjadi pada DM tipe II)
Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, rasa lapar, sakit kepala,
vertigo, penurunan perfusi dimana perfusinya dingin, mengantuk,
lemah, konfusi, penurunan kesadaran.
 Kondisi hiperglikemia (biasa terjadi pada DM tipe I)
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus, banyak kencing, dehidrasi,
suhu tubuh meningkat, sakit kepala.
c. Riwayat penyakit sekarang
Dominan muncul adalah sering berkemih, sering lapar dan haus,
berat badan berlebih, biasanya penderita belum tahu, sampai
memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit pankreas, gangguan penerimaan insulin, gangguan hormon,
konsumsi obat-obatan (Glukokortikoid, Furosemid, Thiazid, Beta-
Bloker, kontrasepsi mengandung estrogen).

e. Riwayat penyakit keluarga


Menurun menurut silsilah, kelainan gen yang mengakibatkan tubuh
tidak dapat menghasilkan insulin dengan baik.

2. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breath) : pernafasan cepat dan dalam, frekuensi meningkat, nafas
berbau aseton.
B2 (Blood) : takikardi, perubahan TD postural, hipotensi, nadi
menurun,
ulkus pada kaki dan penyembuhan luka yang lama.
B3 (Brain) : pusing, merasa kesemutan, disorientasi, mengantuk,
letargi, stupor/koma, gangguan memori, reflek tendon
menurun, penurunan sensasi
B4 (Bladder) : Poliuria, nocturia, ISK, urine encer, dapat menjadi
oliguria/anuria bila terjadi hipovolemia berat, glukosuria.
B5 (Bowel) : mual, muntah, anoreksia, penurunan berat badan, diare,
bising usus meningkat, polifagi dan polidipsi.
B6 (Bone) : kelemahan, sulit bergerak, kulit/membran mukosa kering.

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa umum yang muncul pada pasien Diabetes Melitus:
1. Kekurangan Volume Cairan b/d gangguan mekanisme regulasi
2. Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b/d anoreksia
3. Intoleransi Aktivitas b/d imobilitas
4. Resiko Infeksi
5. Kerusakan Integritas Kulit b/d gangguan metabolik

M. RENCANA KEPERAWATAN
No SDKI Rencana Perawatan

SLKI SIKI
1 Kekurangan
Volume 1. Mempertahankan 1. Pertahankan catatan
Cairan b/d urine output sesuai intake dan output yang
gangguan dengan usia dan BB, akurat
mekanisme BJ urine normal, HT 2. Monitor status hidrasi
regulasi normal (kelembaban membran
2. Tekanan darah, nadi, mukosa, nadi adekuat,
suhu tubuh dalam tekanan darah
batas normal ortostatik), jika
3. Tidak ada tanda diperlukan
tanda dehidrasi, 3. Monitor vital sign
Elastisitas turgor kulit 4. Monitor masu kan
baik, membran makanan / cairan dan
mukosa lembab, hitung intake kalori
tidak ada rasa haus harian
yang berlebihan 5. Kolaborasikan
pemberian cairan IV
6. Monitor status nutrisi
7. Dorong masukan oral
8. Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
9. Dorong keluarga untuk
membantu pasien
makan

2 Nutrisi Kurang
Dari 1. Adanya peningkatan 1. Kaji adanya alergi
Kebutuhan berat badan sesuai makanan
Tubuh b/d dengan tujuan 2. Kolaborasi dengan ahli
anoreksia 2. Berat badan ideal gizi untuk menentukan
sesuai dengan tinggi jumlah kalori dan nutrisi
badan yang dibutuhkan pasien.
3. Mampu 3. Anjurkan pasien untuk
mengidentifikasi meningkatkan intake Fe
kebutuhan nutrisi 4. Anjurkan pasien untuk
4. Tidak ada tanda- meningkatkan protein
tanda malnutrisi dan vitamin C
5. Menunjukkan 5. Yakinkan diet yang
peningkatan fungsi dimakan mengandung
pengecapan dan tinggi serat untuk
menelan mencegah konstipasi
6. Tidak terjadi 6. Berikan makanan yang
penurunan berat terpilih (sudah
badan yang berarti dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
7. Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan
harian.
8. Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
9. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
10. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
3 Intoleransi
aktivitas b/d 1. Berpartisipasi dalam 1. Observasi adanya
imobilitas aktivitas fisik tanpa pembatasan klien dalam
disertai peningkatan melakukan aktivitas
tekanan darah, nadi 2. Dorong anal untuk
dan RR mengungkapkan
2. Mampu melakukan perasaan terhadap
aktivitas sehari hari keterbatasan
(ADLs) secara 3. Kaji adanya factor yang
mandiri menyebabkan kelelahan
4. Monitor nutrisi  dan
sumber energi
tangadekuat
5. Monitor pasien akan
adanya kelelahan fisik
dan emosi secara
berlebihan
6. Monitor respon
kardivaskuler  terhadap
aktivitas
7. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
4 Resiko infeksi
1. Klien bebas dari 1. Batasi pengunjung
tanda dan gejala bila perlu
infeksi 2. Instruksikan pada
2. Mendeskripsikan pengunjung untuk
proses penularan mencuci tangan saat
penyakit, faktor yang berkunjung dan setelah
mempengaruhi berkunjung
penularan serta meninggalkan pasien
penatalaksanaannya 3. Gunakan sabun
3. Menunjukkan antimikrobia untuk cuci
kemampuan untuk tangan
mencegah timbulnya 4. Cuci tangan setiap
infeksi sebelum dan sesudah
4. Jumlah leukosit dalam tindakan keperawatan
batas normal 5. Gunakan baju,
5. Menunjukkan perilaku sarung tangan sebagai
hidup sehat alat pelindung
6. Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat
7. Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai
dengan petunjuk umum
8. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
9. Tingktkan intake
nutrisi
10. Berikan terapi
antibiotik bila perlu
11. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
12. Pertahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
5 kerusakan
integritas kulit 1. Integritas kulit yang 9. Memandikan pasien
b/d gangguan baik bisa dengan sabun dan air
metabolik dipertahankan hangat
(sensasi, elastisitas, 10. Membersihkan,
temperatur, hidrasi, memantau dan
pigmentasi) meningkatkan proses
2. Tidak ada luka/lesi penyembuhan pada luka
pada kulit yang ditutup dengan
3. Perfusi jaringan baik jahitan, klip atau straples
4. Menunjukkan 11. Monitor tanda dan gejala
pemahaman dalam infeksi pada area insisi
proses perbaikan kulit 12. Bersihkan area sekitar
dan mencegah jahitan atau staples,
terjadinya cedera menggunakan lidi kapas
berulang steril
5. Mampu melindungi 13. Ganti balutan pada
kulit dan interval waktu yang
mempertahankan sesuai atau biarkan luka
kelembaban kulit dan tetap terbuka (tidak
perawatan alami dibalut) sesuai program

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. Clinical
Diabetes Association [CDA]. 2013. Clinical Practice Guidelines for the
Prevention and Management of Diabetes in Canada.

Fatimah, R.N. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta: J MAJORITY. Vol. 4, No.
5:93-99

Mastuda .2016. Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk PerawatEdisi 2.


Jakarta:EGC

PNNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PNNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PNNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Suyono, S., 2009. Diabetes Melitus di Indonesia. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi,
B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiasti, S., editors. Buku Ilmu Penyakit
Dalam Jilid 3. 5th ed. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pp 1877.

Anda mungkin juga menyukai