f2 Sungai Baung
f2 Sungai Baung
JUDUL LAPORAN
SCABIES
LATAR BELAKANG
Penyakit kulit merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang sering dijumpai di
Indonesia. Prevalensi penyakit kulit di Indonesia masih terus meningkat dari 8.46% menjadi
9% di tahun 2013. Skabies merupakan penyakit kulit paling umum yang banyak terjadi di
negara berkembang termasuk Indonesia. Diseluruh dunia angka kejadian skabies pun masih
cukup tinggi yaitu 300 juta orang di dunia per tahunnya. Di Indonesia, skabies merupakan
salah satu penyakit yang paling sering dijumpai di Puskesmas, skabies banyak ditemukan
pada negara dengan iklim sub tropis dan padat penduduk. Prevalensi skabies di Indonesia
pada tahun 2008 mencapai 5.6-12.9%.Dengan demikian, data tersebut tidak jauh berbeda
dengan data dari Dinas Kesehatan Kota Palembang tahun 2009 yang melaporkan prevalensi
penyakit skabies mencapai sekitar 8,9% kasus di wilayah kota Palembang dari keseluruhan
penyakit infeksi kulit (Ferdinand dkk, 2014).. Tingginya prevalensi skabies tentunya perlu
mendapatkan perhatian khusus dan perlu kerjasama dari berbagai sektor untuk bisa
menciptakan suatu lingkungan yang dapat mencegah kejadian skabies di Indonesia
PERMASALAHAN
Hingga saat ini angka kejadien skabies di Indonesia masih tinggi, Beberapa faktor
yang berkontribusi terhadap kejadian skabies antara lain adalah rendahnya tingkat kebersihan
diri, sanitasi lingkungan buruk, sumber air tidak bersih, serta pemukiman padat penduduk
yang memudahkan penularan. Banyaknya faktor yang mempengaruhi kejadian skabies
tentunya membutuhkan kerjasama dari berbagai sektor, baik dari pemerintah, penyedia
fasilitas kebersihan, puskesmas hingga masyarakat untuk bisa menyelesaikan permasalahan
ini. Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan dasar perlu melakukan promosi kesehatan serta
edukasi guna meningkatkan kesadaran serta pengetahuan masyarakat mengenai skabies serta
cara penanggulangannya, guna memutus rantai penularan skabies, dan mengurangi angka
kejadian skabies.
PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI
PELAKSANAAN
KIE dengan metode diskusi kepada pasien dilakukan pada waktu pelayanan di Poli
Umum Puskesmas Sungai Baung pada bulan Agustus 2020. Materi disampaikan oleh dokter
internship Puskesmas Sungai Baung. Pasien serta keluarga pasien yang datang berobat semua
menyimak dan berpartisipasi aktif dalam diskusi ini.
Pelaksanaan edukasi berjalan dengan baik tanpa kendala, pasien yang diberikan
edukasi umumnya antuasias dan mau mendengarkan edukasi. Setelah diberikan edukasi,
Pasien juga dapat menjelaskan kembali hal-hal penting tentang skabies dan apa yang harus
dilakukan dirumah. Untuk monitoring, pasien diminta kembali ke puskesmas jika keluhannya
tidak membaik dalam 1 minggu setelah pemberian obat. Evaluasi dari pelaksanaan edukasi
adalah karena waktu penyampaian yang sempit dan dilakukan saat jam pelayanan.
JUDUL LAPORAN
DBD
LATAR BELAKANG
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
denguemelalui perantara nyamuk Aedes aegypti. Angka kejadian DBD diseluruh dunia masih
tinggi setiap tahunnya yaitu mencapai 390 juta kasus. Di Indonesia, angka kejadian DBD
juga masih tinggi dengan angka kejadian yang terus meningkat setiap tahunnya.Prevalensi
DBD diIndonesia mencapai 37.27%, pada tahun 2013 dan terus meningkat menjadi 78.85%
pada tahun 2016. Sedangkan di Sumatera Selatan pada tahun 2015 terjadi peningkatan cukup
besar yakni sebanyak 981 kasus, tahun2016 sebanyak 932 kasus, tahun 2017 yakni 693 kasus
dan tahun 2018 menurun lagi menjadi 642 kasus .Berdasarkan data yang disebutkan
sebelumnya menunjukan DBD menjadi salah satu permasalahan kesehatan serius, sehingga
dibutuhkan berbagai upaya dan kerja sama dari berbagai pihak untuk menciptakan
lingkungan yang dapat mencegah penyebaran DBD.
PERMASALAHAN
Angka kejadian DBD yang masih sangat tinggi ditambah dengan semakin-banyaknya
angka kejadian DBD setiap tahun membuat penyakit DBD merupakan salah satu
permasalahan serius di Indonesia. Penyakit DBD juga dapat berakibat fatal dengan angka
kematian yang cukup tinggi yaitu >1%. Berbagai upaya perlu dilakukan dari segala sektor
masyarakat, salah satu indikator yang menunjukan masih rendahnya pengendalian
pencegahan DBD adalah angka bebas jentik (ABJ) yang masih rendah yaitu hanya mencapai
67,6% pada tahun 2017 dengan target pencapaian ABJ > 95%. Untuk dapat meningkatkan
ABJ diperlukan kesadaran dari masyarakat untuk bisa menekan tingkat penyebaran penyakit
DBD. Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan dasar perlu melakukan upaya untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat salah satunya dengan meningkatkan pengetahuan
masyarakat akan cara penyebaran DBD dan bahaya penyakit DBD untuk bisa membantu
menciptakan lingkungan yang sehat dan bebas dari DBD.
PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI
PELAKSANAAN
Pelaksanaan intervensi dilakukan dengan metode edukasi kepada masyarakat yang
dilakukan di rumahBidanDesaBenakatMinyak, Sungai Baungpada tanggal 14Agustus 2020.
Materi disampaikan oleh dokter internship Puskesmas Sungai Baung berupa cara penyebaran
penyakit DBD, bahaya DBD dan pencegahan DBD dengan menjaga kebersihan lingkungan
dan menerapkan prinsip 3M (menguras, menutup dan mengubur).
MONITOR DAN EVALUASI
JUDUL LAPORAN
Tifoid
LATAR BELAKANG
Penyakit Demam tifoid merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Salmonella typhii. Penyakit ini ini merupakan salah satu masalah kesehatan didunia dengan
angka kejadian yang masih tinggi di dunia, angka kejadian demam tifoid mencapai 22 juta
kasus pertahun diseluruh dunia. Penyakit Demam tifoid juga masih menjadi salah satu
penyakit dengan angka kejadian yang masih sangat tinggi di Indonesia, Pada tahun 2007
angka kejadian demam tifoid mencapai 350-810 per 100.000 pendududuk.Jumlah penderita
penyakit tifus menurut data dinkeskota Palembang di tahun 2015 sebanyak 3.354 orang dan
di tahun 2016 sebanyak 2.806 orang, sedangkan untuk angka paling banyak yaitu di tahun
2017 yaitu 4.330 orang. Penyakit demam tifoid juga merupakan penyakit dengan angka
kematian yang cukup tinggi, angka kematian yang disebabkan oleh demam tifoid cenderung
meningkat tiap tahunnya dengan angka 0.6-5% kematian setiap tahunnya.
PERMASALAHAN
Demam tifoid masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang serius di
Indonesia dengan angka kejadian yang tinggi dan tingkat kematian yang cukup tinggi. Salah
satu faktor penyebab tingginya angka kejadian demam tifoid di Indonesa adalah buruknya
kebersihan lingkungan dan kesadaran masyarakat dalam menerapkan PHBS yang masih
rendah. Angka cangkupan PHBS di Indonesia masih sangat rendah yaitu hanya 37.4%, di
bawah target yaitu 38.7%. untuk meningkatkan kebersihan lingkungan dan meningkatkan
angka cakupan PHBS diperlukan kesadaran dari setiap lini masyarakat untuk mewujudkan
lingkungan yang sehat untuk menekan penyebaran demam tifoid. Puskesmas sebagai fasilitas
kesehatan dasar perlu melakukan upaya pengendalian penyakit ini salah satunya dengan
membantu memberikan edukasi dan promosi kesehatan kepada masyarakat untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat akan penyakit demam tifoid dan meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk mewujudkan lingkungan yang sehat.
PELAKSANAAN
JUDUL LAPORAN
Diare
LATAR BELAKANG
Diare didefinisikan sebagai buang air besar dengan konsistensi cair sebanyak 3 kali
atau lebih dalah 24 jam. Berdasarkan WHO pada tahun 2013 diare merupakan salah satu
penyebab kematian balita tertinggi kedua di Indonesia setelah ISPA. Prevalensi diare terbesar
ada pada kategori usia 1-4 tahun (16.7%) pada tahun 2013. Selain itu, hingga saat ini jumlah
kasus diare cenderung meningkat setiap tahunnya.BerdasarkandariDinkesProvinsi Sumatera
selatanpadatahun 2017, Diarepenyakiturutankedelapan paling banyakuntukProvinsi Sumatera
Selatan.Untuk data dariPuskesmas Sungai BaungdaribulanJanuarisampaiAgustus 2020
Diaremerupakanurutankeduapenyakit Paling banyak.Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan
dasar perlu melakukan upaya pengendalian penyakit ini salah satunya dengan membantu
memberikan edukasi dan promosi kesehatan kepada masyarakat untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat akan penyakit Diaredan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
mewujudkan lingkungan yang sehat.
PERMASALAHAN
Hingga saat ini jumlah kasus diare di Indonesia masih sangat tinggi, dan masih
menjadi salah satu penyebab kematian balita terbanyak. Hal ini disebabkan karena kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai diare sehingga terjadi keterlambatan dalam penanganan
diare terutama pada balita dan anak. Data dari Subdit Diare Kemenkes RI pada tahun 2010
mendapatkan 17,52% balita dengan diare tidak dibawa beroba, 6,4% diobati dengan membeli
obat dari warung, 1% dibawa ke dukun, 1% dengan membeli obat di toko obat dan 0,85%
dengan membeli obat di apotek. Selain itu, cakupan pemberian oralit dan larutan gula dan
garam pada masyarakat juga masih rendah, hanya 37% yang mendapatkan oralit dan 7,28%
yang diberikan larutan gula dan garam. Hal ini menggambarkan kurangnya kesadaran serta
pengetahuan masyarakat, khususnya orang tua mengenai pencegahan, serta penanganan diare
yang optimal. Maka dari itu, puskesmas sebagai fasilitas kesehatan dasar perlu melakukan
promosi kesehatan serta edukasi yang menyeluruh kepada masyarakat untuk mengurangi
jumlah kasus diare dan mencegah terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan.
JUDUL LAPORAN
JAMBAN SEHAT
LATAR BELAKANG
Indonesia masih memiliki tantangan yang sangat besar terkait permasalahan air
minum, hygiene dan sanitasi. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010,
penduduk yang melakukan BAB numpang di tetangga sebesar 6,7%, menggunakan
jamban tidak sehat 25% dan 17,7% BAB di sembarang tempat.di Provinsi Sumatera
Selatan, dimana akses sanitasi saat ini mencapai 78,90%, Desa yang telah
melaksanakan STBM sudah 72,68% sedangkan Desa SBS (Stop Buang air besar
Sembarangan) atau ODF ada 23,21%. Atas capaian itu, PALI satu-satunya daerah
sudah ODF tingkat kabupaten/kota di Sumsel.
PERMASALAHAN
Sanitasi merupakan komponen ke-6 dari 17 komponen SDGs (Sustainable
Development Goals) pada tahun 2013, yaitu masyarakat harus terjamin sanitasi dan
ketersediaan air bersihnya, baik secara kuantitas dan kualitas, baik sekarang atau pun masa
yang akan datang. Indonesia telah mencanangkan target Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 berupa tercapainya akses universal 100% air
minum, 0% pemukiman kumuh dan 100% stop bebas buang air besar sembarangan (BABS).
Oleh karena itu, masih dibutuhkan upaya dan kerja keras untuk mencapai target 100% akses
sanitasi dan tidak ada lagi wilayah yang buang air besar sembarangan (BABS).Puskesmas
sebagai fasilitas kesehatan dasar memiliki peran untuk mempromosikan mengenai sanitasi
dan jamban sehat kepada masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pengetahuan
dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya sanitasi yang bersih dan sehat sebagai salah
satu upaya untuk menjaga kesehatan keluarga.
PELAKSANAAN
Penyuluhan dilakukan di Desa Limau Manis pada tanggal 23 Febuari 2021 pukul
10.00-11.30. Materi penyuluhan disampaikan oleh Dokter Internsip Puskesmas Sungai
Baung. Jumlah peserta yang berpartisipasi sekitar 35-40 orang. Seluruh peserta mengikuti
pemaparan materi dari awal hingga sesi tanya jawab selesai.