Anda di halaman 1dari 37

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya, sehingga CRS yang berjudul “Kehamilan Ektopik Terganggu” dapat kami
selesaikan.
CRS ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai kehamilan ektopik
terganggu sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia di
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Natuna.
Terimakasih kami ucapkan kepada Dokter pembimbing penulis selama menjalani
Program Internship Dokter Indonesia di Rumah Sakit Daerah Kabupaten Natuna , Serta dr.
Bobby Hartanto SpOG sebagai pembimbing dalam penulisan CRS ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa CRS ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis sangat mengaharapkan segala kritik dan saran membangun demi perbaikan di
masa yang akan datang.
Akhir kata penulis berharap semoga CRS ini dapat memberi manfaat bagi kita semua di
masa mendatang.
Natuna, Juni 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………..... 1

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………….. 1

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………….... 1

1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………………….. 1

1.4 Metode Penulisan……………………………………………………………….. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………. 3

2.1 Definisi…………………………………………………………………………... 3

2.2 Klasifikasi……………………………………………………………………….. 3

2.3 Epidemiologi…………………………………………………………………….. 4

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko……………………………………………………... 5

2.5 Patofisiologi……………………………………………………………………... 7

2.6 Gambaran Klinis………………………………………………………………... 10

2.7 Diagnosis………………………………………………………………………… 11

2.7.1 Anamnesis…………………………………………………………………. 12

2.7.2 Pemeriksaan Umum………………………………………………………. 12

2.7.3 Pemeriksaan Ginekologi………………………………………………….. 12

2.7.4 Pemeriksaan Laboratorium…………………………………………….... 12

2.7.5 Pemeriksaan Penunjang Lain……………………………………………. 13

2.8 Diagnosis Banding………………………………………………………………. 15

2.9 Penatalaksanaan………………………………………………………………... 16

ii
2.10 Prognosis……………………………………………………………………...... 20

BAB III LAPORAN KASUS…………………………………………………………….. 22

3.1 Identitas Pasien…………………………………………………………………. 22

3.2 Anamnesis……………………………………………………………………….. 22

3.2.1 Keluhan Utama…………………………………………………………… 22

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang……………………………………………… 22

3.2.3 Riwayat Kehamilan………………………………………………………. 23

3.24 Riwayat Penyakit Dahulu………………………………………………… 23

3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga……………………………………………… 23

3.2.6 Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi……………………………………. 23

3.3 Pemeriksaan Fisik………………………………………………………………. 24

3.4 Pemeriksaan Penunjang………………………………………………………... 25

3.4.1 Pemeriksaan Laboratorium……………………………………………… 25

3.4.2 Pemeriksaan USG………………………………………………………… 27

3.5 Diagnosis Kerja…………………………………………………………………. 28

3.6 Penatalaksanaan………………………………………………………………... 28

3.7 Laporan Operasi………………………………………………………………... 28

3.8 Follow Up………………………………………………………………………... 29

BAB IV DISKUSI……………………………………………………………………….... 31

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………... 34

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan ektopik merupakan suatu kelainan pada proses kehamilan yang


menyebabkan hasil konsepsi berimplantasi dan tumbuh di luar kavum uteri yang
sering berujung pada kematian fetus. Lebih dari 95% kehamilan ektopik berada di
tuba Fallopii. Selain itu kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada serviks, ovarium,
dan abdominal. Pada tahap awal perkembangannya, embrio tumbuh dan berkembang,
jika dibiarkan perkembangan embrio akan melebihi kapasitas ruang tempat
implantasi menyebabkan ruptur tempat implantasi menjadi kehamilan ektopik
terganggu.1,2,3
Kejadian yang mungkin terjadi pada kehamilan ektopik adalah ruptur tuba,
abortus tuba atau pregnancy failure with resolution. Gambaran klinik klasik untuk
kehamilan ektopik adalah trias kehamilan ektopik yaitu, terlambat haid, nyeri
abdomen, dan perdarahan pervaginam atau bercak (spotting). Gambaran tersebut
menjadi sangat penting dalam memikirkan diagnosis pada pasien yang datang dengan
kehamilan di trimester pertama. Namun hanya 50% pasien yang menunjukkan gejala
yang khas, sehingga sering di diagnosis banding dengan apendisitis akut, salpingitis,
puntiran tangkai kista ovarium dan sebagainya.2,3,4
Kehamilan ektopik terganggu dapat menyebabkan nyeri yang hebat pada
abdomen, perdarahan dan syok pada pasiennya. Kematian ibu karena kehamilan
ektopik terganggu cenderung menurun dengan diagnosis dini dan persediaan darah
yang cukup. Namun bila pertolongan terlambat, maka angka kematian akan
meningkat sehingga kemampuan untuk menegakkan diagnosis dini dapat diintervensi
secepatnya.2 Oleh karena itu pada case report ini akan dibahas mengenai kehamilan
ektopik terganggu.
1.2 Rumusan Masalah
Makalah ini membahas tentang Kehamilan Ektopik Terganggu
1.3 Tujuan Penulisan

1
Penulisan makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman mengenai kehamilan ektopik terganggu.
1.4 Metode Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan yang
merujuk pada berbagai literatur

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Kehamilan ektopik merupakan suatu kelainan pada proses kehamilan yang


menyebabkan hasil konsepsi berimplantasi dan tumbuh di luar kavum uteri yang
sering berujung pada kematian fetus. Lebih dari 95% kehamilan ektopik berada di
tuba Fallopii. Selain itu kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada serviks, ovarium,
dan abdominal.1,2,3
Pada tahap awal perkembangannya, embrio dapat tumbuh dan berkembang di
dalam saluran tuba tetapi jika dibiarkan maka perkembangan embrio tersebut dapat
menyebabkan ruptur/pecahnya saluran tuba atau tempat implantasi lainnya karena
berkembang melebihi kapasitas ruang tempat implantasi dan menjadi kehamilan
ektopik yang terganggu.2

2.2 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi implantasinnya, kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi
5, yaitu2,4:
1. Kehamilan tuba, meliputi > 95 % yang terdiri atas: pars ampularis (55 %),
pars ismika (25 %), pars fimbrae (17 %), dan pars intestitialis (2 %).
2. Kehamilan ektopik lain (<5 %) antara lain terjadi di serviks uterus, ovarium,
abdominal, luka bekas SC (Cesarean scar), dan tempat tak terduga lain
(omentum, limpa, hati, retroperitoneum).
3. Kehamilan intraligamenter, jumlahnya sangat sedikit.
4. Kehamilan heterotopik, merupakan kehamilan ganda dimana satu janin
berada di kavum uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik.
Kejadian sekitar satu per 15.000 – 40.000 kehamilan.
5. Kehamilan ektopik bilateral. Kehamilan ini pernah dilaporkan walaupun
sangat jarang terjadi.

1
Gambar 1.1 Lokasi Implantasi pada Kehamilan Ektopik4

2.3 Epidemiologi
Kehamilan ektopik adalah suatu penyakit yang dapat mengancam jiwa pada
10% kasus, dan 1% dari pasien-pasien tersebut meninggal karena perdarahan internal
dan shock atau komplikasi lanjut. The Centers for Disease Control and Prevention
mencatat terjadinya kehamilan abdominal hanya berkisar 1 dari 10000 kehamilan
hidup, bahkan laporan dari rumah sakit Parkland menyebutkan lebih ekstrem lagi,
yaitu hanya berkisar 1 dari 25000 kelahiran hidup.

Menurut WHO, selama tiga bulan pertama kehamilan, kehamilan ektopik


merupakan penyebab utama kematian ibu terutama di negara industri dan paling
sering terjadi di negara berkembang .Di sebagian besar Eropa dan Amerika Utara,
kejadian kehamilan ektopik meningkat sebesar tiga kali lipat selama 30 tahun terakhir
dan saat ini diperkirakan sebesar 2% kelahiran hidup.5
Di Inggris, kehamilan ektopik masih merupakan penyebab terbesar pada
kematian ibu hamil trimester pertama. Hampir 32.000 kehamilan ektopik terjadi yang
tercatat setiap tahunnya. Di Amerika Serikat, jumlah kejadian setiap tahunnya
menurun dari 58.178 pada tahun 1992 menjadi 35.382 pada tahun 1999. Di
Norwegia, diperkirakan angka kejadian ini menurun seiring dengan menurunnya
2
angka kejadian Pelvic Inflammatory Disease (PID). Sedangkan di Indonesia kejadian
kehamilan ektopik sekitar 5 – 6 per seribu kehamilan2,6.

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, namun sebagian besar


penyebabnya masih tidak diketahui. Pada tiap kehamilan akan dimulai dengan
pembuahan di dalam ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke dalam uterus telur
mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih berada di tuba, atau nidasinya
di tuba dipermudah.2
Normalnya, sel telur dibuahi di tuba fallopii dan berjalan kedalam tuba
ketempat implantasi. Mekanisme apapun yang mengganggu fungsi normal dari tuba
fallopii selama proses ini meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik.
Kehamilan ovarium dapat terjadi apabila spermatozoa memasuki folikel de Graaf
yang baru pecah dan membuahi sel telur yang masih tinggal dalam folikel, atau
apabila sel telur yang dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di ovarium.
Kehamilan intraligamenter biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba atau
kehamilan ovarial yang mengalami ruptur dan mudigah masuk di antara 2 lapisan
ligamentum latum. Kehamilan servikal berkaitan dengan faktor multiparitas yang
beriwayat pernah mengalami abortus atau operasi pada rahim termasuk seksio
sesarea. Sedangkan kehamilan abdominal biasanya terjadi sekunder dari kehamilan
tuba, walau ada yang primer terjadi di rongga abdomen.3,7

3
Secara ringkas dapat dipisahkan faktor risiko yang dapat mendukung
terjadinya kehamilan ektopik2:
1. Faktor dalam lumen tuba :
a) Endosalpingitis dapat menyebabkan perlengketan endosalping, sehingga
lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu;
b) Lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk yang dapat terjadi pada hipoplasia
uteri. Hal ini dapat disertai kelainan fungsi silia endosalping;
c) Lumen tuba sempit yang diakibatkan oleh operasi plastik tuba dan
sterilisasi yang tidak sempurna.
2. Faktor pada dinding tuba :
a) Endometriosis tuba, dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi
dalam tuba;

b) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan


telur yang dibuahi ditempat itu.
3. Faktor diluar dinding tuba :
a) Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur;
b) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
4. Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot
akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan
tumbuh di saluran tuba.
5. Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral,
dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga
kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
6. Faktor hormonal
Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesterone dapat
mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.

4
7. Faktor lain
Pemakaian IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul pada
endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.

2.5 Patofisiologi
Pada kehamilan ektopik, karena tuba fallopi tidak memiliki lapisan
submukosa, ovum yang telah dibuahi langsung tertanam ke epitel. Zigot akan
berkembang mendekati otot dan trofoblas akan berkembang dengan cepat. Embrio
atau fetus pada kehamilan ektopik sering tidak ada atau stunted.4
Kejadian yang mungkin terjadi pada kehamilan ektopik adalah ruptur tuba,
abortus tuba atau pregnancy failure with resolution. Pada ruptur, akibat
perkembangan hasil konsepsi dan perdarahan terkait dapat merobek tuba fallopi dari

berbagai sisi. Jika ruptur terjadi pada beberapa awal minggu kehamilan lokasi yang
paling memungkinkan adalah di portio isthmus, sedangkan ampula sedikit lebih
distensible. Biasanya kehamilan ektopik tuba akan pecah spontan tetapi bisa juga
pecah akibat koitus atau pemeriksaan bimanual.3,4
Abortus biasanya terjadi pada kehamilan ektopik di fimbrial dan ampulla,
dimana ruptur biasa terjadi pada kehamilan ektopik di isthmus. Akibat terjadinya
abortus tuba, hubungan antara plasenta, membran dan dinding tuba terganggu karena
adanya perdarahan. Jika plasenta terlepas seluruhnya, seluruh hasil konsepsi
dikeluarkan melalui fimbria ke rongga peritoneal. Pada keadaan ini, perdarahan bisa
berhenti dan gejala akhirnya menghilang. Beberapa kasus, perdarahan menetap
selama hasil konsepsi tersisa di tuba. Darah perlahan-lahan keluar dari fimbrial tuba
masuk ke rongga peritoneum dan biasanya menumpuk di rectouterine cul-de-sac4
Kemungkinan lain yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik dalam tuba,
yaitu3,4:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya saja yang terlambat untuk
beberapa hari.
5
2. Abortus tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah
oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari koriales pada dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya
pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya,
tergantung dari derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh,
mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian
didorong oleh darah kearah ostium tuba abdominale. Frekuensi abortus dalam
tuba tergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus tuba lebih umum
terjadi pada kehamilan tuba pars ampullaris, sedangkan penembusan dinding tuba
oleh villi koriales kearah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars
isthmika. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars ampullaris lebih luas,
sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan
dengan bagian isthmus dengan lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus,
perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai
berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan
masuk rongga abdomen dan terkumpul secara khas di kavum Douglas dan akan
membentuk hematokel retrouterina. Bila fimbriae tertutup, tuba fallopii dapat
membesar karena darah dan membentuk hematosalping.

3. Ruptur tuba
Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat mengakibatkan ruptur
pada saluran lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode pengukuran kadar
korionik gonadotropin tersedia, banyak kasus kehamilan tuba berakhir pada
trimester pertama oleh rupture intraperitoneal. Pada kejadian ini lebih sering
terjadi bila ovum berimplantasi pada isthmus dan biasanya muncul pada
kehamilan muda, sedangkan bila berimplantasi di pars intersisialis, maka muncul
pada kehamilan yang lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena
trauma ringan seperti koitus atau pemeriksaan vagina.
6
Gambar 1.2 Ruptur Tuba.

Gambar 1.3 Ruptur Ampula Tuba pada Kehamilan Ektopik Dini.


Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan ostium
tuba tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena invasi dari
trofoblas, akan pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur
terjadi diarah ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter. Jika
janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga
perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan kecil, perdarahan
terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Bila janin mati dan masih kecil,
dapat diresorbsi kembali, namun bila besar, kelak dapat diubah menjadi
7
litopedion. Bila janin yang dikeluarkan tidak mati dengan masih diselubungi oleh
kantong amnion dan dengan plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus
dalam rongga abdomen sehingga terjadi kehamilan abdominal sekunder.
2.6 Gambaran Klinis
Pada wanita dengan faktor resiko untuk kehamilan ektopik, dapat dilakukan tes
hormonal awal dan sonografi vagina, sehingga dimungkinkan untuk menegakkan
diagnosis dari kehamilan ektopik sebelum timbulnya gejala. Namun, bila umur
gestasi sudah meningkat dan perdarahan intraperitoneal muncul karena keluarnya dari
fimbriae atau ruptur, maka dapat timbul gejala. Bila memang terjadi kehamilan
ektopik namun belum muncul gejala, maka kita sebut kehamilan ektopik belum
terganggu.1,4
Gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias kehamilan
ektopik yaitu, terlambat haid, nyeri abdomen, dan perdarahan pervaginam atau bercak
(spotting). Gambaran tersebut menjadi sangat penting dalam memikirkan diagnosis
pada pasien yang datang dengan kehamilan di trimester pertama. Namun sayangnya,
hanya 50% pasien dengan kehamilan ektopik ini yang menampilkan gejala-gejala
tersebut secara khas. Gejalanya antara lain, yaitu1,2,3,4:
1. Terdapat tanda-tanda kehamilan muda
Seperti mual, muntah, uterus membesar dan lembek, yang mungkin tidak
sesuai dengan usia kehamilan.
2. Nyeri abdomen
Nyeri abdomen umumnya mendahului keluhan perdarahan pervaginam. Nyeri
yang dapat dirasakan pada satu sisi atau kedua sisi perut bagian atas, bawah, atau
seluruh bagian perut. Nyeri yang diakibatkan ruptur tuba berintensitas tinggi dan
terjadi secara tiba-tiba. Penderita dapat jatuh pingsan dan syok. Nyeri akibat
abortus tuba tidak sehebat nyeri akibat ruptur tuba, dan tidak terus-menerus. Pada
awalnya nyeri terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke rongga
abdomen dan merangsang peritoneum, nyeri menjadi menyeluruh. Kadang-
kadang pasien merasakan nyeri yang menjalar ke bahu. Hal ini disebabkan iritasi

8
diafragma oleh hemoperitoneum.

3. Terlambat menstruasi atau Amenorhea


Keterlambatan menstruasi tergantung pada usia gestasi. Penderita mungkin
tidak menyangka bahwa dirinya hamil, atau mengalami keguguran (abortus tuba)
atau menyangka dirinya hamil normal. Sebagian penderita tidak mengeluhkan
keterlambatan haid karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.
4. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pervaginam berasal dari pelepasan desidua dari kavum uteri dan
dari abortus tuba. Umumnya perdarahan tidak banyak dan berwarna coklat tua.
5. Tanda-tanda syok
Penderita pucat, kesadaran menurun atau lemah, Nadi lemah, tekanan darah
menurun akibat kehilangan banyak darah.
6. Gangguan vasomotor
Berupa vertigo atau sinkop, payudara terasa penuh, fatigue.
7. Iritasi diafragma bila perdarahan intraperitoneal cukup banyak
Berupa kram yang berat dan nyeri pada bahu atau leher, terutama saat
inspirasi.

2.7 Diagnosis
Dalam mendiagnosis kehamilan ektopik, kita harus menggunakan pendekatan
multimodalitas dikarenakan banyaknya gejala nyeri perut yang menyertai suatu
kehamilan. Nyeri yang muncul dari kondisi uterus seperti abortus, infeksi uterus,
hamil mola, dan lainnya. Penyakit pada adneksa yang menyertai kehamilan ektopik,
seperti perdarahan, ruptur, atau terpuntirnya ovarium, salfingitis, atau abses
tuboovarian. Penyakit non-ginekologi yang dapat menyebabkan nyeri perut bagian
bawah pada awal kehamilan seperti, apendisitis, sistitis, batu ginjal, atau
gastroenteritis.4
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik yang belum
terganggu sangat besar, sehingga pasien harus mengalami ruptur atau abortus dahulu
sehingga menimbulkan gejala. Dalam menegakkan diagnosis, dengan anamnesis yang
teliti dapat dipikirkan kemungkinan adanya kehamilan ektopik, namun untuk
9
menegakkan diagnosis pasti harus dibantu dengan pemeriksaan fisik yang cermat dan
dibantu dengan alat bantu diagnostik.2
2.7.1 Anamnesis

Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan terlambat haid dan kadang-


kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Terdapat nyeri perut bagian bawah,
nyeri bahu, dan kadang-kadang tenesmus. Perdarahan pervaginam dapat terjadi, dan
biasanya terjadi setelah muncul keluhan nyeri perut bagian bawah. Anamnesis jumlah
perdarahannya, warna dari darahnya, apakah mengalir seperti air atau hanya seperti
tetesan saja, dan apakah keluar gumpalan-gumpalan. Ditanyakan juga riwayat
kehamilan sebelumnya, bila sudah pernah hamil, riwayat menstruasinya.1,2,4
2.7.2 Pemeriksaan umum.
- Pada pemeriksaan umum, penderita dapat tampak pucat dan kesakitan.
- Pada perdarahan aktif : tanda syok (bradikardia dan hipotensi)
- Nyeri perut yang mendadak dan nyeri tekan.1,2,4
2.7.3 Pemeriksaan ginekologi
- Perabaan serviks dan gerakkannya menyebabkan nyeri goyang portio.
- Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-
kadang teraba tumor disamping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.
- Kavum Douglas juga teraba menonjol dan nyeri raba yang menunjukkan
adanya hematokel retrouterina.2,8
2.7.4 Pemeriksaan laboratorium
- Beta-human chorionic gonadotropin (β-hCG). Pemeriksaan tunggal tes β-hCG
kuantitatif ini berguna untuk mendiagnosis kehamilan, namun tidak dapat
membedakan antara kehamilan ektopik atau kehamilan intrauterin.
- Pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui kadar hemoglobin dan atau
hematokrit yang dapat rendah bila terjadi perdarahan yang sudah lama. Juga
dinilai kadar leukosit untuk membedakan apakah terjadi infeksi yang bisa

10
disebabkan oleh kehamilan ektopik ini atau dugaan adanya infeksi pelvik.
Pada infeksi pelvik biasanya lebih tinggi hingga dapat lebih dari 20.000
/mm3.2,4,9
2.7.5 Pemeriksaan penunjang lain
Beberapa prosedur yang dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis
kehamilan ektopik adalah berikut ini1,4:
A. Kuldosentesis
Sebelum adanya perkembangan dari sonografi pelvis, terutama transvaginal,
kuldosentesis merupakan salah satu alat bantu diagnosis sederhana yang penting
untuk mengenali kehamilan ektopik. Penemuan hasil berupa cairan yang
mengandung bekuan darah atau cairan darah yang tidak membeku
(hemoperitoneum) pada kuldosentesis, terutama bila hematokrit lebih dari 15%.

Gambar 1.4 Teknik untuk Mengidentifikasi Hemoperitoneum. (A). Hasil TVS menunjukkan
adanya akumulasi cairan pada retrouterin cul-de-sac. (B). Kuldosentesis pada forniks
posterior vagina.
B. Laparaskopi
Diagnosis definitif dari kehamilan ektopik dapat hampir selalu ditegakkan
dengan melihat organ pelvis secara langsung melalui laparaskopi. Namun, dengan
adanya hemoperitoneum, adhesi, atau kegemukan dapat menjadi penyulit dari
laparaskopi. Dalam penelitian oleh Samuellson dan Sjovall, didapatkan ada 4 dari
166 kehamilan ektopik yang tidak dapat dilihat oleh laparaskopis karena hal
diatas, sehingga ada kemungkinan 2-5 % terjadi false-positif atau false-negatif.

11
C. Progesteron Serum
Pemeriksaan kadar serum progesterone dapat membantu diagnosis kehamilan
ektopik. Nilai lebih dari 25 ng/ml dapat menepis adanya kehamilan ektopik
dengan sensitivitas 92,5 persen. Nilai dibawah 5 ng/ml juga ditemukan pada 0,3
persen kehamilan normal. Menurut American College of Obstetricians and
Gynecologist (2012), pada kadar preogesteron <5 ng/ml mengarahkan pada
kehamilan intrauterin yang mati atau pada kehamilan ektopik, karena pada
kebanyakan kasus kehamilan ektopik kadar progesteron berada diantara 10-25
ng/ml.
D. Ultrasonography

Pada perempuan yang diduga mengalami kehamilan ektopik, transvaginal


sonography (TVS) digunakan untuk melihat apakah kehamilan berada pada
intrauterin atau merupakan suatu kehamilan ektopik. Pada saat penilaian
endometrium dengan TVS, kantong gestasi dapat terlihat antara minggu 4½ - 5
kehamilan. Yolk sac dapat terlihat antara minggu 5 – 6 kehamilan, dan fetal pole
dengan adanya aktivitas jantung pertama kali dapat terdeteksi pada minggu 5½ - 6
kehamilan. Pada transabdominal ultrasonografi biasanya ditemukan lebih lama.
Sebagai acuan, pada kehamilan ektopik ditemukan ”trilaminar endometrial
pattern” yang spesifik 94 persen, tapi sensitivitas hanya 38 persen. Akumulasi
cairan anechoic yang terlihat normalnya merupakan gambaran kantong gestasi di
awal kehamilan intrauerin dapat juga terlihat pada kehamilan ektopik. Gambaran
ini terdiri dari pseudogestational sac (kantong gestasi palsu) dan kista desidual.
Kedua gambaran ini sangat berbeda dengan tanda intradesidual yang terlihat pada
kehamilan intrauterin.
Pada tuba dapat ditemukan adanya massa adneksa yang terpisah dari ovarium.
Jika tuba Fallopii dan ovarium terlihat dan sebuah yolk sac intrauterin, embrio,
atau fetus teridentifikasi maka kehamilahn ektopik dapat dikonfirmasi. Pada
perempuan dengan kehamilan ektopik, dengan ditemukannya hemoperitoneum

12
dapat menambah nilai diagnostik. Tetapi hemoperitoneum dapat lebih mudah
ditemukan dengan kuldosentesis.

Gambar 1.5 Tampak Kantong Gestasi dan Denyut Jantung Janin di dalam Tuba.

2.8 Diagnosis Banding

1. Appendisitis akut
Daerah yang lunak terletak lebih tinggi dan terlokalisir di fossa iliaka kanan.
Bisa ditemukan pembengkakkan bila ada abses apendiks, namun tidak terletak
dalam di pelvis seperti pada pembengkakan tuba. Demam lebih tinggi dan pasien
terlihat sakit berat. Tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.

2. Salpingitis

Terjadi pembengkakan dan pembesaran tuba bilateral, demam tinggi dan tes
kehamilan negatif. Dapat ditemukan cairan serviks yang purulen.
3. Puntiran Tangkai Tumor Ovarium
Teraba massa yang terpisah dari uterus, sedangkan kehamilan tuba umumnya
terasa menempel pada uterus. Abdomen lunak dan mungkin terdapat demam
akibat perdarahan intraperitoneal. Tanda dan gejala kehamilan mungkin tidak
ditemukan namun ada riwayat serangan nyeri berulang yang menghilang dengan
sendirinya.

13
4. Abortus Inkomplit

Gejala klinik yang dominan adalah perdarahan, umumnya terjadi sebelum ada
nyeri perut. Perdarahan berwarna merah, bukan coklat tua seperti pada kehamilan
ektopik. Nyeri perut umumnya bersifat kolik dan kejang (kram). Uterus
membesar dan lembek, terdapat dilatasi serviks. Hasil konsepsi dapat dikenali
dari pemeriksaan vagina.
5. Corpus Lutheum Hemoragis
6. Pelvic Inflammatory Disease (PID) atau Radang Panggul
7. Endometriosis

2.9 Penatalaksanaan
Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik,
yaitu terapi bedah dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya bisa
dilakukan pada pasien yang tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti adanya
ruptur atau ketidakstabilan hemodinamik. Namun pada pilihan ini pasien harus
bersedian diawasi secara lebih ketat dan sering dan harus menunjukkan
perkembangan yang baik. Pasien juga harus menerima segala resiko apabila terjadi
ruptur harus dioperasi.1

A. Terapi Bedah

Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan


tindakan bedah. Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau
konservatif (biasanya salpingostomi) dan tindakan itu dilakukan dengan jalan
laparaskopi atau laparatomi. Laparatomi merupakan teknik yang lebih dipilih bila
pasien secara hemodinamik tidak stabil, operator yang tidak terlatih dengan
laparaskopi, fasilitas dan persediaan untuk melakukan laparaskopi kurang, atau
ada hambatan teknik untuk melakukan laparaskopi. Pada banyak kasus, pasien-
pasien ini membutuhkan salpingektomi karena kerusakan tuba yang banyak,

14
hanya beberapa kasus saja salpingostomi dapat dilakukan. Pada pasien kehamilan
ektopik yang hemodinamiknya stabil dan dikerjakan salpingostomi dapat
dilakukan dengan teknik laparaskopi. Salpingostomi laparaskopik diindikasikan
pada pasien hamil ektopik yang belum ruptur, besarnya < 2 cm.1,4

Linier salpingostomi pada laparaskopi atau laparatomi dikerjakan pada pasien


hamil ektopik yang belum ruptur dengan menginsisi permukaan antimesenterik
dari tuba dengan kauter kecil, gunting, atau laser. Kemudian diinjeksikan pitressin
dilute untuk memperbaiki hemostasis. Kehamilan ektopik dikeluarkan secara
perlahan melalui insisi dan tempat yang berdarah di kauter. Pengkauteran yang
banyak didalam lumen tuba dapat mengakibatkan terjadinya sumbatan, dan untuk
itu dihindari. Penyembuhan secara sekunder atau dengan menggunakan benang
menghasilkan hasil yang sama. Tindakan ini baik untuk pasien dengan tempat
implantasi di ampulla tuba. Kehamilan ektopik ini mempunyai kemungkinan
invasi trofoblastik kedalam muskularis tuba yang lebih kecil dibandingkan
dengan implantasi pada isthmus. Pasien dengan implantasi pada isthmus akan
mendapatkan hasil yang lebih baik dari reseksi segmental dan anastomosis lanjut.
Bagaimanapun juga, jika diagnosis ditegakkan lebih awal, maka pada tempat
isthmus dapat dilakukan salpingostomi. Pada kehamilan ektopik yang berlokasi
pada ujung fimbriae, dapat dilakukan gerakan seperti memeras (milking) untuk
mengeluarkan jaringan trofoblastik melalui fimbriae.1,4
Salpingektomi dilakukan dengan cara reseksi tuba untuk kehamilan ektopik
yang ruptur maupun belum ruptur. Untuk mengurangi rekurensi kehamilan
ektopik pada tuba maka dianjurkan untuk mengeksisi secara komplit. Hal
terpenting adalah untuk mengangkat semua jaringan trofoblas, pelvis dan
abdomen harus diirigasi dan disuction agar bebas dari sisa darah dan debris
jaringan.

15
Gambar 1.6 Linier Salpingostomi pada Kehamilan Ektopik.
Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit waktu
yang hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau total
salpingektomi laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan riwayat penyakit
tuba yang masih ada dan diketahui mempunyai faktor resiko untuk kehamilan
ektopik. Komplikasi bedah yang paling sering adalah kehamilan ektopik berulang (5-
20%) dan pengangkatan jaringan trofoblastik yang tidak komplit. Disarankan
pemberian dosis tunggal MTX post operasi sebagai profilaksis pada pasien resiko
tinggi4

B. Terapi Farmakologi
Penggunaan methotrexate (MTX) pertama kali digunakan pada tahun 1980-an
dan telah diterima secara luas sebagai pengobatan utama untuk kehamilan
ektopik. MTX merupakan antagonis asam folat (agen kemoterapeutik
antimetabolit) yang dimetabolisme di hati dan diekskresikan oleh ginjal. MTX
bekerja dengan menghambat sintesis basa purin dan pirimidin dengan berikatan
pada enzim dihydofolate reductase (DHFR), sehingga dapat mengintervensi
sintesis DNA, RNA dan sintesis protein. Sel-sel dengan tingkat pembelahan tinggi
paling sensitif terhadap MTX. Berdasarkan sifatnya, obat ini bekerja pada
jaringan trofoblastik, mukosa traktus gastrointestinal, kandung kemih, sumsum
tulang dan kulit. MTX telah lama dikenal efektif dalam pengobatan leukemia,

16
limfoma, dan karsinoma kepala, leher, payudara, ovarium, dan kandung kemih.
Efek samping obat antara lain adalah mual, muntah, stomatitis, diare, distress
gaster dan pusing, peningkatan sementara enzim hati. Pada dosis lebih tinggi
dapat menyebabkan supresi sumsum tulang, dermatitis, pleuritis, pneumonitis,
dan alopesia, namun jarang terjadi pada dosis untuk terapi kehamilan ektopik.
Terapi dengan MTX juga menimbulkan keluhan seperti nyeri abdominal yang
bertambah, peningkatan kadar β-hCG pada hari 1-3 terapi, serta flek atau
perdarahan vagina.4,10

Gambar 1.7 Kontraindikasi Terapi MTX.10

Idealnya, seorang pasien yang akan menjalankan terapi Methotrexate (MTX)


harus memenuhi kriteria berikut: (1) hemodinamik stabil, (2) tidak ada nyeri perut
hebat atau persisten, (3) komitmen untuk teratur berobat, (4) hasil tes fungsi hati dan
ginjal dalam batas normal. MTX dapat digunakan dalam single dose dan multidose.
Walaupun MTX memiliki potensi menimbulkan efek samping toksik, namun pada
kehamilan ektopik dan massa ektopik memiliki dimensi terbesar kurang dari 3.5 cm,
terapi MTX dapat dijadikan pertimbangan. Selain itu, kadar ß- hCG perlu
dipertimbangkan pada pasien sebelum terapi ini. Suatu studi menunjukkan bahwa
kadar ß-hCG lebih dari 1500 mIU/ml dikaitkan dengan resiko kegagalan terapi yang
lebih tinggi. Studi yang sama juga menunjukkan bahwa pasien dengan kadar ß- hCG
lebih dari 5000 mIU/ml umumnya tidak responsif terhadap terapi MTX.4,10

17
Tabel 1.1 Protokol Pengobatan Kehamilan Ektopik. 4

Kegagalan terapi ditandai dengan meningkat, menetap atau gagal tidak terjadi
penurunan kadar β-hCG sebesar 15% pada hari ke 4-7 setelah injeksi. Bila terjadi,
dapat dipikirkan perlunya terapi pembedahan. Pengulangan dosis tunggal
methotrexate (MTX) juga dapat dijadikan pilihan setelah dilakukan evaluasi ulang
pasien.4,10

Gambar 1.8 Prediktor Kegagalan Terapi MTX4

2.10 Prognosis
Kematian ibu karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun
dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Namun bila pertolongan

18
terlambat, maka angka kematian akan meningkat. Sedangkan janin pada kehamilan
ektopik biasanya akan mati dan tidak dapat dipertahankan karena tidak berada pada
tempat dimana ia seharusnya tumbuh.
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat
bilateral. Sebagian wanita dapat menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik
atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan
ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-14,6 %. Dengan kemajuan terapi yang ada
sekarang, kemungkinan ibu untuk dapat hamil kembali membesar, namun ini harus
didukung kemampuan untuk menegakkan diagnosis dini sehingga dapat diintervensi
secepatnya.2

19
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. F
Usia : 39 tahun
Alamat : Sedanau
No. RM : 07-78-36
Tanggal Masuk : 28 Mei 2021

3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Nyeri pada seluruh perut sejak ± 6 jam sebelum masuk rumah sakit.
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

● Awalnya nyeri dirasakan pada perut bagian bawah sejak ± 3 hari sebelum
masuk rumah sakit, lalu nyeri memberat dirasakan diseluruh perut sejak 6 jam
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan tiba-tiba seperti tertusuk dan
terus- menerus sehingga pasien merasa gelisah dan masuk rumah sakit. Nyeri
tidak menghilang meskipun dengan perubahan posisi sehingga mengakibatkan
pasien sulit berjalan.
● Pasien juga mengatakan keluar flek-flek darah dari kemaluan (+) berwarna kecoklatan
dan gumpalan darah (+) sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dan 8 jam sebelum
masuk rumah sakit.
● Keluar lendir bercampur darah (-)
● Mual (+) dan muntah (+) dialami pasien sejak 1 hari SMRS, penurunan nafsu makan (+)
sejak 1 hari SMRS
● BAK dan BAB dalam batas normal
● Riwayat diurut (-), riw. trauma(-)
● Demam tidak dijumpai
● Riwayat keputihan tidak dijumpai
● Pasien sudah melakukan pemeriksaan plano test sendiri, dan hasilnya positif
● HPHT: 24 Maret 2021 TP: 03 Januari 2022
20
● Riwayat menstruasi : Haid pertama saat usia 14 tahun, siklus haid teratur, berlangsung 4-
7 hari, 3-5 kali ganti pembalut/hari, nyeri saat haid (+)

3.2.3 Riwayat Kehamilan/ Persalinan/Abortus: 6/5/2


1. Laki-laki, sehat, 19 tahun, lahir spontan, BBL 3000 gr, lahir dibidan
2. Perempuan, sehat, 15 tahun, lahir spontan, BBL 3200 gr, lahir dibidan
3. Abortus
4. Perempuan, sehat, 13 tahun, lahir spontan, BBL 3500 gr, lahir dibidan t
5. Abortus

3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, dan
tekanan darah tinggi
 Pasien tidak memiliki riwayat alergi
3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
 Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, penyakit
menular, dan penyakit kejiwaan.
3.2.6 Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan & Kebiasaan
 Riwayat Perkawinan : 2 kali tahun 2000 dan 2019
 Riwayat Kontrasepsi : Implan 3 tahun (2017-2020)
 Riwayat Pendidikan : tamat SD
 Riwayat Pekerjaan : Ibu rumah tangga
 Riwayat Kebiasaan : minum alkohol tidak ada, narkoba tidak ada, merokok
tidak ada

21
3.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 112 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 37.5°C
SpO2 : 99 %
VAS : 5-6
TB : 160 cm
BB : 75 kg
Kepala : normocephal, simetris
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5 – 2 cmH2O, tidak teraba pembesaran kgb dan tiroid
Thorak : Jantung dan Paru dalam batas normal
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC IV
Perkusi : atas (RIC II), kanan (LSD), kiri (1 jari medial LMCS RIC IV)
Auskultasi : S1S2 reguler, murmur (-), bising (-)
Paru
Inspeksi : simetris kiri = kanan
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara napas vesikular, Rh -/-, Wh -/-
Aksila : tidak ada pembesaran KGB
Abdomen : Status Obstetri
Genitalia : Status Obstetri
Anus : tenang
Inguinal : tidak ada pembesaran KGB
Ekstremitas : akral hangat, CRT<2 detik, udem (-/-), varises (-/-),
22
refleks fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-)

Status Obstetri
Wajah : Kloasma gravidarum (-)
Mammae : Membesar dan menegang, hiperpigmentasi aerola dan
papilla mammae (-)
Abdomen :
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit, striae gravidarum (-), hiperpigmentasi
linea mediana (-), sikatrik (-)
Palpasi :FUT tidak teraba, nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), defans muscular (+)
diseluruh lapangan abdomen
Perkusi :timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Genitalia :
Inspekulo :
V/U tenang, PPV (+), VT bimanual :
Vagina : tumor (-)
Portio : MP, ukuran sebesar jempol kaki orang dewasa, tumor (-),
nyeri goyang (+), OUE tertutup
Korpus uteri : sulit dinilai
Adneksa parametrium : Lemas
CD : menonjol (-)

3.4 Pemeriksaan Penunjang


3.4.1 Laboratorium
 Hb : 10,1 g/dl (Nilai rujukan: wanita 12-14 g/dl)
 Ht : 31,4% (Nilai rujukan: wanita 37-43%)
 Leukosit : 14,48/mm3 (Nilai rujukan: 5000-10000)
 Eritrosit : 3,67 jt/ul (Nilai rujukan: 4,0-5,7)
 Trombosit : 308.000/mm3 (Nilai rujukan: 150000-400000)
 Basofil : 0,1 % (Nilai rujukan: 0,0-1,5)

23
 Eosinofil : 0,3 % (Nilai rujukan: 0,0-0,5)
 Monosit : 1,1 % (Nilai rujukan: 3,0-7,0)
 Limfosit : 6,6 % (Nilai rujukan: 21-40)
 Neutrofil : 91,9 % (Nilai rujukan: 40-75)
 HIV rapid test : Non reaktif
 Rapid test antigen : Negatif
 HBsAg rapid test : Non reaktif
 Glukosa sewaktu : 128 mg/dl
 PT : 14,1 detik (Nilai rujukan: 9,8-12,6)
 APTT : 29,4 detik (Nilai rujukan: 31-47)
 Plano test : Positif
 Gol. Darah : O+
Fungsi Hati
 SGOT : 22 u/L (Nilai rujukan <30)
 SGPT : 40 u/L (Nilai rujukan <35)
Fungsi Ginjal
 Ur : 23 mg/Dl (Nilai rujukan 10-50)
 Cr : 0,43 mg/dL (Nilai rujukan 0,5-1,5)
Elektrolit
 Na : 137,4 mmol/L (132-147)
 K : 4,23 mmol/L (3,3-5,4)
 Cl : 102,5 mmol/L (94-111)

Urinalisis
 Warna : Kuning
 Kejernihan : Agak keruh
 Berat jenis : 1,005
 pH : 5,0
 Leukosit esterase : Negatif
 Nitrit : Negatif
 Protein : Negatif

24
 Glukosa : Negatif
 Keton : Negatif
 Urobilinogen : 3,5 uml/L
 Bilirubin : Negatif
 Darah : Negatif

Sedimen urin
 Leukosit : 5-7/ LPB
 Eritrosit : 1-3/ LPB
 Epitel : +1
 Silinder : Negatif
 Kristal : Negatif
 Bakteri : Negatif
 Ragi : Negatif

3.4.2 USG :

25
- Tampak uterus bentuk dan ukuran normal,
gestasional sac (-)

- Tampak massa komplesk akibat perdarahan


bergumpal dan cairan bebas di cavum
douglass

- Kesan: kehamilan ektopik terganggu

3.5 Diagnosa Kerja


Acute Abdomen et causa Kehamilan Ektopik Terganggu pada G5P3A2H3 gravid 7-8
minggu
3.6 Penatalaksanaan
1. Terapi
- IVFD RL 500 cc guyur 2 kolf  lanjut IVFD RL 30 tpm
- Inj. Omeprazol 1 amp
- Inj. Ondansentron 1 amp
- Inj. Ketorolac 1 amp
- Pasang kateter urin
- R/ Laparatomi cito
2. Monitoring : vital sign , keluhan
3. Edukasi : informed concent, menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit, tindakan yang
akan dilakukan, prognosa, dan pengobatan setelah operasi
4. Konsultasi : konsul dokter spesialis obstetric ginekologi

3.7 Laporan Operasi


28 Mei 2021 (07.15WIB)
Diagnosis Pra Operasi : Akut Abdomen ec KET pada G5P3A2H3 gravid 7-8 minggu
Indikasi : Terapi
Diagnosis Pasca Operasi : Post Salpingektomi Dexra a/I Ruptur Tuba Pars Ampularis Dextra
Tindakan Operasi : Salpingektomi Dextra
26
Anastesi : Spinal
Laporan Operasi :
- Pasien tidur telentang dalam anestesi spinal
- Dilakukan tindakan aseptic dan antiseptic
- Dilakukan insisi abdomen secara pfanenstil
- Tampak hemoperitoneum, dilakukan insisi tampak darah dalam rongga abdomen
- Dilakukan explorasi, tampak rupture tuba kanan. Kesan : Ruptur Tuba Dextra
- Dilakukan Salpingektomi Dextra
- Perdarahan dirawat
- Adneksa kiri dalam batas normal

3.8 Follow Up Rawatan


Tanggal S O A P
28/5/21 Nyeri luka bekas KU: sakit Post - IVFD RL 28
operasi (+) sedang Salpingekomi tpm
TD : 115/80 Dextra ai - Injeksi
mmHg Ruptur Tuba ceftriaxone 2x1
Nd : 80 x/menit, Pars Ampularis gr
Nf : 20 x/menit, Dextra + - Injeksi vit C 2 x
T: 36,5 C Anemia 50 mg
Abdomen : - Transfusi PRC
I : Distensi (-) 2 Unit s/d Hb
A : BU (+) 10 gr/dL
P : NT bekas op
(+), NL (-), DM
(-)
P : Timpani
Genitalia :
PPV (-)

29/5/21 Nyeri perut bekas KU: sakit Post - Transfusi PRC


operasi (+) sedang , Salpingektomi 1 unit
minimal, badan TD : 120/80 Dextra ai - Inj. Ceftriaxon
terasa lemah (+) mmHg Ruptur Tuba 2 x 1 gr
Mual (-) Muntah Nd: 91 x/mnt Pars Ampularis - Asam
(-), demam (-) Nf : 19 x/mnt Dextra H+1 + Mefenamat 3 x
T: 37,1 C Anemia Sedang 500 mg
Mata : - SF 2 x 180 mg
CA(+/+), SI - Vit C 2 x 500
(-/-) mg
27
Abdomen :
I : Distensi (-)
A : BU (+)
normal
P : NT bekas op
(+), NL (-), DM
(-)
P : Timpani
Genitalia :
PPV (-)
30/5/2021 Nyeri perut bekas KU: sakit Post Pasien
operasi mulai sedang , Salpingektomi diperbolehkan
berkurang , badan TD : 125/80 Dextra ai untuk pulang
terasa lemah (-) mmHg Ruptur Tuba Obat pulang :
Nd: 80 x/mnt Pars Ampularis - Cefixime 2 x
Nf : 19 x/mnt Dextra H+2 200 mg
T: 37,3 C - Asam
Abdomen : Mefenamat 3 x
I : Distensi (-) 500 mg
A : BU (+) - Vit C 2 x 500
normal mg
P : Fundus uteri - SF 2 x 180 mg
teraba 2 jari
dibawah pusat ,
kontraksi baik
P : Timpani

28
BAB IV
DISKUSI

Seorang pasien, Ny. F, 39 tahun datang ke IGD RSUD Natuna pada tanggal
28 Mei 2021 pukul 04.00 WIB dengan diagnosis Akut Abdomen ec KET pada
G5P3A2H3 gravid 7-8 minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan utama nyeri pada seluruh perut
sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Awalnya nyeri dirasakan pada perut bagian
bawah sejak ± 3 hari sebelum masuk rumah sakit, lalu nyeri memberat dirasakan
diseluruh perut sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri terus-menerus
dirasakan semakin meningkat. Pasien juga mengeluhkan adanya mual dan muntah.
Kemungkinan diagnosis yang bisa dipikirkan dari gejala pasien saat datang ke IGD
tersebut antara lain penyakit (akut abdomen) yang dapat disebabkan oleh appendicitis
akut, perforasi saluran cerna dan kehamilan ektopik terganggu.
Pada pasien ini kecurigaan lebih mengarah pada kehamilan ektopik terganggu,
karena dari anamnesis pasien mengatakan dirinya sedang hamil, keluar flek serta
gumpalan darah dan didapatkan adanya keterlambatan haid. Pasien telah melakuan
plano test pada dengan hasil positif. Dari pemeriksaan fisik yang didapatkan
konjungtiva anemis. Pada abdomen didapatkan tanda akut abdomen, yakni adanya
nyeri tekan dan lepas abdomen. Nyeri perut pada kehamilan ektopik terganggu
diakibatkan oleh rupturnya tempat implantasi sehingga darah masuk ke rongga
abdomen dan merangsang peritoneum. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik,
didapatkan trias KET, yatu amenore, nyeri akut abdomen, dan manifestasi perdarahan
seperti konjungtiva anemis. 1,2,3,4
Pemeriksaan Vaginal Touche bimanual didapatkan nyeri goyang portio. Pada
kehamilan ektopik terganggu jika pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna akan
terjadi perdarahan terus menerus, dengan jumlah yang sedikit sampai sedang.
Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan masuk rongga abdomen dan terkumpul
secara khas di kavum Douglas dan akan

29
membentuk hematokel retrouterina dan juga menyebabkan penonjolan kavum
douglas dan nyeri goyang portio. 1,2,3,4

Dari anamnesis pasien mengeluhkan nyeri pada seluruh perut. Keluhan ini juga
dapat mengarah kepada appendicitis yang sudah perforasi. Namun pada appendicitis
pasien tidak hamil sehingga diagnosis appendicitis dapat disingkirkan. Salpingitis
juga dapat disingkirkan karena pada pasien ini tidak dijumpai adanya demam dan
hasil plano test positif sedangkan pada salpingitis pasien tidak hamil. Pasien juga
mengeluhkan nyeri perut yang dirasakan terus menerus, hal ini dapat menyingkirkan
diagnosis pemuntiran kista ovarium. Pemuntiran kista ovarium ada riwayat serangan
nyeri berulang yang menghilang dengan sendirinya. Selain itu pasien juga
mengeluhkan adanya perdarahan dari jalan lahir yang berwarna kecoklatan. Hal ini
dapat menyingkirkan diagnosis abortus inkomplit karena perdarahan umumnya terjadi
sebelum ada nyeri perut. Perdarahan berwarna merah, bukan coklat tua seperti pada
kehamilan ektopik. Nyeri perut umumnya bersifat kolik dan kejang (kram). Uterus
membesar dan lembek, terdapat dilatasi serviks. Hasil konsepsi dapat dikenali dari
pemeriksaan vagina.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 10,1 g/dl. Dari USG
didapatkan gambaran kehamilan ektopik terganggu pada ampularis tuba falopii
dextra. Hal ini sejalan dengan literatur yang menyebutkan kehamilan tuba meliputi >
95 % dari kehamilan ektopik yang terdiri atas: pars ampularis (55 %), pars ismika (25
%), pars fimbrae (17 %), dan pars intestitialis (2 %). Berdasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis kehamilan ektopik
terganggu dapat ditegakkan.
Tatalaksana pada pasien ini yaitu dilakukan laparotomi, menurut buku Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, hal ini sesuai dengan penanganan awal
kehamilan ektopik. Selanjutnya sebagai tindakan definitif dilakukan salphingektomi
dextra atas indikasi ruptur tuba Fallopii dextra. Selain itu perlu dilakukan kontrol
terhadap keadaan umum, tanda-tanda vital, diberikan antibiotik untuk menekan
infeksi pasca laparatomi dan mencegah infeksi berulang pada pasien. Untuk persiapan
operasi pasien mendapatkan terapi cairan yaitu pemberian Intravena Fluid Drip

30
Ringer Laktat. Terapi cairan juga diberikan karena pasien akan menjalani operasi
segera sehingga untuk memperatahankan hemodinamik pasien serta sebagai akses
untuk memasukkan obat durante dan post operasi. Kemudian post operasi pasien
mendapatkan Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gr betujuan sebagai profilaksis pasca tindakan
laparotomi. Pemberian Injeksi Vitamin C dimaksudkan sebagai terapi suportif untuk
mempercepat proses regenerasi sel yang rusak dan mempercepat penyembuhan luka
post tindakan operatif. Pasien juga mendapat transfusi PRC sebanyak 2 kantong
bertujuan untuk memperbaiki Hb pasien. Pemeriksaan darah post transfusi PRC 2
kantong, didapatkan 10,7 g/dl, setelah 2 hari rawatan keadaan umum pasien membaik
dan stabil sehingga pasien dipulangkan dengan obat pulang cefixime 2 x 500 mg,
asam mefenamat 3 x 500 mg, Vit C 2 x 500 mg dan SF 2 x 180 mg.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Sepilian VP. 2015 Ectopic Pregnancy: http://emedicine.medscape.


com/article/2041923-overview
2. Hadijanto B. 2010. Ilmu Kebidanan edisi keempat, Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo
3. Prawirohardjo S. 2011. Ilmu Kandungan edisi ketiga, Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo
4. Cunningham FG. 2014. Pregnancy Hypertension. dalam: Williams Obstetrics
24rd Edition, USA : The McGraw Hill Companies.
5. Dewi, TP dan Risilwa, W. 2017. Kehamilan Ektopik Terganggu : Sebuah
Tinjauan Kasus. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Volume 17. Aceh : Bagian
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Unsyiah
6. Sowter M, Farquhar C. 2004. Ectopic Pregnancy: an update. Current
Opinion in Obstetrics and Gynecology
7. Della-Guistina D, Denny M. 2003. Ectopic Pregnancy. Emergency Medicine
Clinics of North America. Volume 21 number 3, USA: W.B Saunders
Company
8. Attar E. 2004. Endocrinology of Ectopic Pregnancy. Obstetric and
Gynecology Clinics. Volume 31 number 4, USA: W.B Saunders Company
9. Stenchever. 2001. Ectopic Pregnancy. Comprehensive Gynecology 4th edition,
USA: Mosby Inc
10. American Society for Reproductive Medicine. 2013. Medical Treatment of
Ectopic Pregnancy: a committee opinion, USA: Elsevier Inc.

32

Anda mungkin juga menyukai