Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat. Hal ini tercantum dalam pasal 28H ayat (1) UUD 1945
yang mengatur bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan” Hak untuk mendapatkan lingkungan
yang baik dan sehat tersebut juga diperkuat dengan dicantumkan hal yang sama
dalam Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (UU No. 39 Tahun 1999) yang berbunyi “Setiap orang berhak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat”. Pasal ini secara implisit menegaskan
bahwa Pemerintah berkewajiban untuk menjamin hak rakyat Indonesia agar
mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat.

Salah satu masalah lingkungan yang dihadapi pada saat sekarang ini
adalah
limbah. Limbah cair menjadi salah satu masalah klasik yang dihadapi oleh negara
negara di dunia, khususnya di Indonesia. Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil
usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair yang dibuang ke lingkungan dan
diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan. Limbah cair merupakan salah satu
masalah penting yang harus segera dicari solusinya. Pemerintah memiliki
kewajiban untuk menciptakan lingkungan yang baik dan sehat bagi warga negara.
Salah satu cara untuk menciptakan lingkungan yang baik dan sehat tersebut adalah
dengan melaksanakan pengelolaan limbah cair. Oleh karena itu, dalam rangka
menyelenggarakan pengelolaan limbah cair diperlukan payung hukum dalam
bentuk Undang-Undang, sehingga dibentuklah Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.68/
MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2016.
Dinas Lingkungan Hidup memiliki Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL)
Komunal yang terletak di Komplek Batara Indah Blok M. IPAL komunal tersebut

2
memiliki unit pengolahan yang baik namun karena kurangnya perawatan dan
pengawasan membuat IPAL tersebut tidak berfungsi. Perlunya mempelajari
tentang pengolahan limbah sangat membantu dalam memberikan solusi kepada
Dinas Lingkungan Hidup Kota Pontianak. Selain itu mahasiwa dapat memberikan
saran dan secara tidak langsung dapat mengedukasi masyarakat beserta pegawai
yang bertanggung jawab di IPAL tersebut. Dengan berfungsinya IPAL tersebut
diharapkan dapat mengolah limbah domestik dari perumahan sehingga tidak
mencemari lingkungan.
Selaras dengan Keputusan Walikota Pontianak No. 144/BLH/Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Keputusan Walikota Pontianak Nomor 326 Tahun 2012 tentang
Penetapan Jenis Usaha dan atau Kegiatan Yang Wajib dilengkapi dengan
Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL). Hasil olahan air limbah harus lah memenuhi baku mutu yang
tercantum di dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia Nomor P.68/ MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2016. Oleh
karenan ini pada laporan ini akan membahas pengolahan limbah cair pada
Komplek Batara Indah Blok M dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan.
1.1 Rumusan Masalah
1. Bagaimana desain Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal di
komplek Batara Indah blok M.
2. Bagaimana sistem pengolahan instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
komunal.
3. Bagaimana memberikan saran dan masukan dalam proses pengoperasian
instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal.

1.2 Tujauan
1. Mengetahui desain Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal di
komplek Batara Indah blok M.
2. Menganalisa sistem pengolahan instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
komunal.
3. Memberikan saran dan masukan dalam proses pengoperasian instalasi
pengolahan air limbah (IPAL) komunal.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Defenisi hukum lingkungan sangat erat kaitannya dengan defenisi


lingkungan hidup, dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud
dengan lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan suatu benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraa
manusia serta makhluk hidup lain. Hukum Lingkungan adalah keseluruhan
peraturan yang mengatur tentang tingkah laku orang tentang apa yang
seharusnya dilakukan terhadap lingkungan, yang pelaksanaan peraturan tersebut
dapat dipaksakan dengan suatu sanksi oleh pihak yang berwenang. Hukum
lingkungan hidup merupakan instrumen yuridis yang memuat kaidah-kaidah
tentang pengelolaan lingkungan hidup. Hukum lingkungan hidup bertujuan untuk
mencegah penyusutan dan kemerosotan mutu lingkungan.Selanjutnya dikonsep
studi lingkungan hidup yang mengkhususkan pada ilmu hukum, dengan obyek
hukumnya adalah tingkat kesadaran dan pengertian masyarakat terhadap aspek
perlingdungan sebagai kebutuhan hidup.
Cairan buangan yang berasal dari rumah tangga dan industri serta tempat-
tempat umum lainnya dan mengandung bahan atau zat yang dapat membahayakan
kesehatan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan hidup
(Kusnoputranto, 1985). Limbah dapat berwujud padat, gas maupun cair. Dalam
dunia perikanan, limbah cair merupakan wujud limbah yang paling mudah
mencemari lingkungan terutama pada kegiatan budidaya. Hal ini di karenakan
dalam kegiatan budidaya perikanan, air merupakan media hidup organisme yang
akan dibudidayakan, sehingga limbah dalam wujud cair akan lebih cepat
menyebar dan memiliki efek langsung terhadap organisme budidaya (Peraturan
daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali, 1988 dalamDarmawan,2010).
Berdasarkan UU RI No.23 Tahun 1997,limbah adalah sisa suatu usaha
atau kegiatan. Limbah merupakan buangan dalam bentuk zat cair yang

2
mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat dan konsentrasinya
atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemari
atau merusak lingkungan hidup, dan membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Hampir semua
kegiatan manusia akan menghasilkan limbah cair ini, termasuk kegiatan
industrialisasi.
Air limbah Domestik menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau
kegiatanpemukimanyang berwujud cair.Pada umumnya mengandung bahan atau
zat membahayakan. Sesuai dengan zat yang terkandung di dalam air limbah, maka
limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan gangguan kesehatan
dan lingkungan hidup antara lain limbah sebagai media penyebaran berbagai
penyakit(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 tahun 2001).
Air limbah domestik yang dilepas ke lingkungan khususnya sungai harus
memenuhi standar baku mutu air limbah domestik. Baku mutu air limbah
domestik adalah batas atau kadar unsur pencemar atau jumlah unsur pencemar
yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah domestik yang akan dilepas ke
air permukaan. Sesuai dengan lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, maka
parameter kunci untuk air limbah domestik adalah BOD, TSS, pH, serta lemak
dan minyak. Baku mutu air limbah domestik dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 1. Baku Mutu Air Limbah Domestik
Parameter Satuan Kadar
Maksimum
pH - 6–9
BOD mg/l 100
TSS mg/l 100
Minyak dan Lemak mg/l 10
Sumber: Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003

Secara singkat kandungan limbah rumah tangga dijelaskan sebagai berikut


(Suriawiria, 2003) :
a. Sifat fisik
Sifat fisik limbah yang penting untuk diketahui meliputi beberapa aspek,

2
antara lain, suhu, kekeruhan dan padatan tersuspensi. Sifat-sifat fisik tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Suhu
Suhu limbah rumah tangga dipengaruhi oleh proses yang dialami pada
sumbernya serta proses anaerobik yang berlangsung di dalam limbah itu sendiri.
Pada umumnya suhu limbah rumah tangga lebih tinggi dari suhu normal air,
bahkan limbah dari sumber tertentu dapat mencapai 40–50 oC,misalnya dari
sumber-sumber yang aktivitasnya menggunakan pencucian dalam keadaan panas.
Efek terpenting dari suhu tinggi pada limbah adalah turunnya kadar oksigen
terlarut yang menyebabkan terjadinya pembusukan.Bau yang timbul pada limbah
rumah tangga juga sangat dipengaruhi oleh kehadiran mikroorganisme seperti
bakteri, algae, serta adanya gas H2S yang terbentuk dalam kondisi anaerobik atau
oleh adanya zat-zat organikm (Suriawiria, 2003).
2) Kekeruhan
Kekeruhan pada limbah rumah tangga ditimbulkan oleh adanya bahan-
bahan anorganik dan organik yang terkandung di dalam limbah berupa zat-zat
yang mengendap, tersuspensi dan terlarut. Walaupun kekeruhan itu sendiri bukan
bahan pencemar, sifat ini disebabkan oleh adanya bahan tersuspensi (bahan
organik, mikroorganisme dan partikel cemaran lain). Kekeruhan merupakan sifat
optik yang menyebabkan sinar tersebar atau diserap dan diukur dengan
turbidimeter. Biasanya tingkat kekeruhan pada limbah rumah tangga cukup tinggi
(tergantung pada sumbernya) dan akan terus meningkat di lingkungan apabila
tidak dilakukan pengolahan terlebih dahulu (Suriawiria, 2003).
3) Padatan Tersuspensi
Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak
terlarut dan tidak dapat mengendap secara langsung. Penentuan padatan
tersuspensi sangat berguna dalam analisa perairan tercemar dan air buangan, dapat
digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air buangan domestik (Fardiaz, 1992).
Kandungan jumlah zat padatan terlarut berpengaruh terhadap kesadahan air yaitu
garam-garam kalsium, sulfat dan klorida, semakin tinggi zat padatan terlarut di
dalam air semakin tinggi pula nilai kesadahan dan kadar garamnya, sehingga akan
menurunkan kandungan oksigen yang terlarut dalam air (Fardiaz 1992).

2
Zat padat yang bisa mengendap adalah zat padat yang akan mengendap pada
kondisi tanpa bergerak atau diam kurang lebih selama satu jam sebagai akibat
gaya beratnya sendiri. Besarnya endapan dinyatakan dengan miligram setiap liter
limbah. Hal ini sangat penting untuk mengetahui derajat pengendapan dari jumlah
endapan yang ada di dalam suatu badan air (Jenie & Rahayu, 1993).
b. Sifat Kimia
Kandungan bahan kimia limbah rumah tangga dapat merusak lingkungan
melalui beberapa cara. Bahan organik terlamt dapat menghabiskan oksigen di
dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap. Selain
itubahan organik akan berbahaya apabila bahan tersebut merupakan bahan
beracun. Sifat bahan-bahan kimia di dalam limbah yang penting untuk diketahui :
1) Nilai pH
Nilai pH mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam limbah dan
merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen. Adanya karbonat hidroksida
dan bikarbonat menaikkan kebasaan air. Sementara adanya asam-asam mineral
bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman. Nilai pH air tawar berkisar antara
5,0-9,0 (Saeni, 1989). Limbah rumah tangga dengan pH yang tidak netral akan
menyulitkan proses biologis, sehingga mengganggu proses penjemihannya.
Rendahnya nilai pH di suatu mata air dapat berkaitan dengan nilai sulfatnya yang
tinggi (Arthana, 2004).
2) Daya Hantar Listrik (DHL)
Daya hantar listrik (DHL) merupakan kemampuan limbah untuk
menghantar listrik. Sifat tersebut tergantung dari konsentrasi ion dan suhu air,
oleh karena itu kenaikan padatan terlarut akan mempengaruhi kenaikan DHL.
Daya hantar listrik suatu perairan alami berkisar antara 50-1500 pmholcm, dan
pada perairan yang dasarnya terdiri atas mineral yang mudah larut misalnya
natrium, magnesium, klorida, dan sulfat, nilai DHL-nya dapat bertambah (Saeni,
1989).
3) Biological Oxygen Demand (BOD)
Biological Oxygen Demand (BOD) merupakan salah satu parameter kualitas
limbah yang penting untuk diketahui, karena BOD tersebut
menunjukkanbanyaknya oksigen yang digunakan bila bahan organik dalam

2
limbah dirombak secara biologis (Saeni, 1989). Mikroorganisme dapat
mengoksidasi senyawa yang mengandung karbon dan senyawa-senyawa nitrogen.
Bakteri yang mengoksidasi nitrogen bersifat autotrof, dan secara normal tidak
banyak terdapat di dalam limbah rumah tangga yang segar.Limbah rumah tangga
yang tidak mengandung limbah industri, BOD-nya sekitar 200 ppm, sedangkan
limbah hasil pengolahan bahan pangan pada umumnya lebih tinggi, sehingga
BOD limbah seperti itu sering lebih dari 1000 ppm (Jenie & Rahayu, 1993).
Limbah dengan BOD tinggi tidak dapat mendukung kehidupan organisme yang
membutuhkan oksigen. Uji BOD adalah salah satu metode analisis yang paling
banyak digunakan dalam penanganan limbah. Uji tersebut mencoba untuk
menentukan kadar pencemaran dari suatu limbah, dalam pengertian, kebutuhan
mikroba terhadap oksigen dan merupakan ukuran tak langsung dari bahan organik
yang ada dalam limbah.
4) Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand (COD) limbah adalah jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam satu liter limbah.
Nilai COD yang tinggi menunjukkan adanya pencemaran oleh zat-zat organik
yang tinggi (Saeni, 1989). Nilai Chemical Oxygen Demand (COD) umumnya
lebih besar dari Biochemical Oxygen Demand (BOD) karena COD merupakan
total dari bahan organik yang terkandung pada limbah, sedangkan BOD hanya
merupakan bahan organik yang mudah didegradasi (Paramita et al., 2011).
5) Dissolved Oxygen (DO)
Oksigen merupakan zat kunci dalam menentukan keberadaan kehidupan
dalam air atau limbah. Kekurangan oksigen akan berakibat fatal untuk
kebanyakan hewan akuatik seperti ikan. Adanya oksigen juga dapat menyebabkan
keadaan yang fatal bagi banyak jenis mikroba anaerob. Konsentrasi oksigen
terlarut (DO) selalu merupakan hal yang utama yang harus diukur dalam
menentukan kualitas air atau limbah (Saeni, 1989).Oksigen memegang peranan
penting dalam pengolahan limbah secara biologik, karena bila oksigen bertindak
sebagai aseptor hidrogen akhir, mikroorganisme akan memperoleh energi
maksimum. Untuk mempertahankan sistem aerobik diperlukan konsentrasi
oksigen terlarut minimal 0,5 mg/l (Jenie & Rahayu, 1993).

2
6) Karbon Dioksida (CO2)
Gas CO2 di dalam limbah dihasilkan oleh proses pernafasan
mikroorganisme, proses sedimen, atau masuk melalui atmosfer. Gas
CO2dibutuhkan untuk proses biomass secara fotosintesis oleh ganggang, dan
dalam beberapa hal merupakan faktor pembatas. Tingginya kandungan CO2 yang
dihasilkan oleh proses perombakan bahan organik dapat menyebabkan
pertumbuhan ganggang yang sangat cepat dan kenaikan produktivitasnya (Saeni,
1989).
7) Fosfor
Sumber-sumber fosfor di dalam limbah rumah tangga dapat berasal dari
urine manusia dan hewan. Selain itu dapat pula berasal dari bahan-bahan
pembersih yang digunakan di rumah tangga. Menurut Saeni (1989) senyawa
fosfat merupakan salah satu senyawa esensial untuk pembentuk protein,
pertumbuhan alge dan pertumbuhan organisme perairan. Di perairan alam fosfat
terdapat dalam tiga bentuk yaitu fosfat organik (tidak terlarut), polifosfat
(setengah terlarut) dan ortofosfat (terlarut) (Saeni, 1989).
Fosfor terdapat di dalam limbah melalui hasil buangan manusia, baik secara
langsung maupun berupa sisa-sisa aktivitas terutama dari air mandi dan bekas
cucian. Sebagian besar fosfor yang terdapat dalam limbah cair rumah tangga
adalah dalam bentuk ortofosfat, yakni dapat mencapai 80% dari total fosfat yang
ada di dalam limbah tersebut (Sugiharto, 1987).Menurut Barbieri dan Simona
(2003), perairan yang tercemar limbah organik, khususnya organik fosfat akan
meningkatkan tegangan permukaan air dalam bentuk lapisan tipis, sehingga dapat
menghalangi difusi O2 dari udara ke dalam badan air.
8) Nitrogen
Di dalam limbah, nitrogen dapat berada dalam bentuk-bentuk ammonia,
nitrit dan nitrat. Konsentrasi tinggi dari berbagai bentuk nitrogen beracun terhadap
flora dan fauna tertentu. Senyawa-senyawa nitrogen terdapat dalam keadaan
terlarut atau sebagai bahan tersuspensi, dan merupakan senyawa yang sangat
penting dalam air dan memegang peranan sangat kuat dalam reaksi-reaksi biologi
perairan. Secara bersama-sama antara nitrogen dan fosfor dapat meningkatkan
pertumbuhan ganggang dan pertumbuhan lainnya (Saeni, 1989).

2
9) Sulfur
Penggunaan sulfur-dioksida dan natrium-bisulfida dalam pengolahan bahan
pangan terutama buah-buahan, menyebabkan kadar sulfur dalam limbah menjadi
tinggi. Bahan tersebut terutama terdapat sebagai ion-ion sulfit dan sulfat. Sulfida
juga membutuhkan lebih banyak oksigen bila terdapat di dalam perairan. Oleh
karena sulfida menyebabkan bau dan rasa yang tidak diinginkan, maka senyawa
tersebut perlu diuji bila limbah disalurkan ke sungai yang digunakan sebagai
sumber air minum (Jenie & Rahayu, 1993).Sulfat dapat terjadi secara alami pada
berbagai sumber air dan juga pada limbah. Sulfat dapat direduksi menjadi sulfit
dan hidrogen-sulfida oleh bakteri pada situasi tanpa udara (anaerob). Gas H 2S
yang terbentuk dan bercampur dengan limbah akan menyebabkan terjadinya karat
pada pipa-pipa mesin yang apabila terbakar akan menimbulkan kerusakan pada
peralatan mesin tersebut (Jenie dan Rahayu, 1993). Menurut Haris (2003)
ditemukan bahwa proses reduksi sulfat secara biologis dapat berlangsung secara
efektif pada waktu tinggal hiraulis (hydraulic retention time = HRT) yang sangat
rendah 1,2 jam dan pada kisaran pH netral.
10) Besi (Fe)
Besi merupakan salah satu unsur yang penting di dalam air, sehingga
kehadirannya di dalam limbah sering menjadi masalah. Besi adalah zat terlarut
yang sangat tidak diinginkan karena dapat menimbulkan bau yang tidak enak pada
air minum apabila mencapai konsentrasi 0,31 mg/l. Besi (Fe) dapat
ditentukandengan mengubah ferro menjadi ferri dengan mengoksidasinya
menggunakan kalium persulfat atau hidrogen peroksida. Selanjutnya ferri
direaksikan dengan kalium thiosianat akan membentuk senyawa ferrithiosianat
yang berwama merah. Intensitas wama merah dapat diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 480 nm (Momon & Lya, 1997).

2
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Kegiatan penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama satu minggu) yaitu
dari tanggal 23 sampai tanggal 30 Oktober 2018. Tempat pelaksanaan kegiatan
kerja penelitian ini di Dinas Lingkungan Hidup Kota Pontianak Kalimantan Barat.
3.2 Metodologi
3.2.1 Metode Kerja
Dalam melakukan kerja penelitian ini ada beberapa metode yang digunakan
dalam memperoleh data di lapangan. Metode yang digunakan adalah:
3.2.1.1 Observasi Lapangan
Kegiatan ini dilakukan bertujuan untuk mengenal keadaan dilapangan.
Kegiatan dilaksanakan setiap hari selama hari kerja (senin-jumat) . Dalam 1 bulan
praktikan diajak untuk melihat kondisi IPAL komunal di lapangan serta proses
yang terjadi didalamnya.
3.2.1.2 Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data yang dilakukan selama masa adaptasi dan
observasi lapangan, didapatkan data sejarah kantor dan site plan IPAL. Untuk
mengumpulkan beberapa data tersebut digunakan beberapa metode, antara lain
yaitu :
a. Studi Pustaka
Metode ini dilakukan dengan cara mencari beberapa referensi dan literatur
yang berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan.
b. Pengamatan di Lapangan
Metode ini dilakukan dengan mengamati secara langsung seluruh kegiatan

2
di lapangan dan kondisi IPAL komunal yang terpasang.
c. Studi Dokumen
Studi Dokumen yaitu pengumpulan data-data dokumen pelaksanaan
kegiatan pengawasan dari pihak-pihak yang terkait. Dokumen ini berisi
identitas pemrakarsa, rencana usaha kegiatan, dampak yang akan terjadi dan
pengelolaan lingkungan hidup.
d. Metode Observasi
Merupakan metode pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
gejala atau fenomena yang diselidiki. Pengertian observasi yang lebih
sempit adalah mengamati (watching) dan mencatat kelengkapann laporan
kegiatan tanpa melakukan manipulasi. Dalam kunjungan langsung ke IPAL
komunal dilakukan observasi dalam hal desain IPAL, kelengkapan IPAL,
unit-unit pengolahan IPAL dan kondisi fisik IPAL.
e. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan metode pengumpulan data yang tidak
langsung ditunjukan kepada subjek penelitian. Dokumentasi dimaksudkan
untuk melengkapi data observasi. Pertimbangan penulis menggunakan
metode dokumentasi karena dokumentasi merupakan sumber data yang
stabil dan mudah didapatkan. Metode dokumentasi berfungsi untuk
menunjukan suatu fakta dilapangan. Dalam pengawasan terhadap IPAL
komunal , dilakukan pengambilan dokumentasi (foto) sebagai bukti otentik
keadaan sebenarnya dilapangan.
3.3 Metode Analisis
3.3.1 Metode Deskriptif
Metode deskriptif adalah metode yang diarahkan untuk memaparkan gejala-
gejala, fakta-fakta atau kejadian secara sistematis dan akurat mengenai objek yang
diteliti. Metode ini digunakan untuk mengembangkan proses pengawasan
dilapangan secara tertulis.
3.3.2 Metode Komparatif
Metode komparatif adalah suatu metode yang bersifat membandingkan.
Metode ini digunakan untuk membandingkan dokumen kelengkapan IPAL seperti
desain IPAL dengan kondisi yang terdapat dilapangan dan beberapa teori yang

2
didapatkan di bangku kuliah.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kapasitas Pengolahan IPAL


Kapasitas Pengolahan IPAL komunal di komplek batara direncanakan untuk
melayani sebanyak 20 unit rumah warga. Analisa perhitungan menggunakan
jumlah penghuni per rumah di kalikan dengan kebutuhan air dengan satuan
liter/orang/hari. Setelah jumlah air bersih didapat diasumsikan 80% air yang
digunakan akan menjadi air limbah. Analisa perhitungan sebagai berikut :
Diketahui :
-Jumlah Rumah = 20 Unit
-Jumlah Penduduk/rumah (Ditjen Cipta Karya Dinas PU, 1996)= 5 orang
-Kebutuhan Air Bersih = 120 l/org/hari
Perhitungan :
-Perhitungan Kebutuhan Air :
= 120 l/orang/hari x (20 rumah x 5orang)
= 12000 l/hari
=12 m3/hari
Dari hasil perhitungan diketahui bahwa IPAL komunal akan mengolah
limbah cair sebesar 12 m3/hari dari 20 unit rumah yang tersambung ke IPAL
komunal.
4.2 Jenis Pengolahan
Jenis pengolahan yang digunakan oleh IPAL komunal yaitu menggunakan
pengolahan biologi. Penggunaan biologi bertujuan untuk menurunkan kadar
pencemar yang dihasilkan oleh aktivitas rumah tangga. Paramater biologi berupa
BOD,COD dan TSS yang dihasilkan dari rumah tangga diuraikan menggunakan
bakteri. Pengolahan Biologi yang dimaksud yaitu kombinasi biofilter aerob

2
(sarang tawon) – biofilter aerob tersuspensi (tanpa media lekat). Pengolahan
dengan media filter sarang tawon menggunakan 2 bak yang berisi media lekat
sehingga air yang lewat di uraikan oleh bakteri yang melekat di sarang tawon
dalam kondisi aerob. Sedangkan pengolahan secara tersuspensi (tanpa media
lekat) air limbah dibiarkan di dalam 4 bak yang berisi blower yang berfungsi
menyuplai oksigen di dalam bak sehingga pengolahan dapat berjalan dengan baik.

Gambar 4.1. Bak Biofilter (Menggunakan Media Lekat Sarang Tawon)

Gambar 4.2 Bak Biofilter Tersuspensi (Tanpa Menggunakan Media Lekat)

4.3. Unit-Unit Pengolahan


Unit-unit pengolahan IPAL komunal terdiri dari 2 bak grease trap ,2 bak
pengendap awal (ekualisasi), 6 bak biologi dan 2 bak pengendap akhir. Unit-unit
IPAL memiliki fungsi dan spesifikasi masing-masing yang berbeda. Selain unit-
unit pengolahan IPAL terdapat peralatan penunjang antara lain pompa, blower,
instalasi listrik dan pagar.
4.3.1. Bak Grease Trap

2
Bak grease trap merupakan bak awal pengolahan air limbah sebelum masuk
ke IPAL. Bak grease trap merupakan bak perama yang menampung air limbah
dari rumah warga. Bak grease trap berfungsi memisahkan padatan dari air limbah
sehingga tidak menyumbat di dalam bak serta menghambat pengolahan di dalam
IPAL. Unit bak grease trap terdapat pompa di dasar bak yang berfungsi
mengalirkan air limbah ke bak pengendap awal. Jumlah pompa sebanyak 1 unit di
bak tersebut. Adapun spesifikasi bak tersebut antara lain :
- Diameter Bak : 1,1 m
- Tinggi Bak : 1,31 m
- Kontsruksi : Bak toren
- Jumlah Bak : 2 unit

Gambar 4.3 Bak Grease Trap

4.3.2 Bak Pengendap Awal (Ekualiasasi)


Bak pengendap awal berfungsi menampung air limbah dari bak grease trap.
Bak pengendap awal berfungsi menyetarakan atau menenangkan air sehingga
padatan yang lolos dari bak grease trap dapat terpisah di bagian bawah bak.
Selain itu bak pengendap awal berfungsi menurunkan suhu air limbah sehingga
saat masuk ke bak biologi bakteri tidak mati dan menghambat pengolahan air
limbah. Adapun spesifikasi bak antara lain :
- Diameter Bak : 1,1 m
- Tinggi Bak : 1,31 m
- Kontsruksi : Bak toren
- Jumlah Bak : 2 unit

2
Gambar 4.4 Bak Pengendap Awal

4.3.3 Bak Biologi Aerob Tersuspensi (Tanpa Media Lekat)


Bak biologi aerob berfungsi menguraikan air limbah secara biologi. Bak
biologi memanfaatkan bakteri yang hidup di bak untuk menurukan kadar air
limbah. Bak biologi aerob difungsikan secara tersuspensi (tanpa media lekat)
sehingga bakteri melayang-layang di air tanpa media lekat. Bak biologi aerob
berfungsi dengan suplai oksigen dari mesin pompa (blower) sehingga kebutuhan
oksigen bakteri dalam bak dapat tercukupi dari blower. Penggunaan blower dapat
meningkatkan kadar oksigen dalam air sehingga pengolahan dapat berjalan
dengan baik. Adapun spesifikasi bak sebagai berikut :
- Diameter Bak : 1,1 m
- Tinggi Bak : 1,31 m
- Kontsruksi : Bak toren
- Jumlah Bak : 2 unit

Gambar 4.5 Bak Biologi Aerob (Tersuspensi)

2
4.3.4 Bak Biofilter
Unit Bak biofilter aerob berfungsi menguraikan air limbah secara biologi.
Bak biologi memanfaatkan bakteri yang hidup di bak untuk menurukan kadar air
limbah. Bak biofilter menggunakan media lekat berupa sarang tawon (honey
comb) prinsipnya sama dengan bak biologi aerob yaitu memanfaatkan bakteri.
Fungsi sarang tawon yaitu untuk media melekatnya bakteri sehingga saat air
melewati sarang tawon air limbah teruraikan oleh bakteri yang melekat di sarang
tawon. Kondisi bak yaitu dengan pengolahan oksigen (aerob).Adapun spesifikasi
bak biofilter aerob sebagai berikut :
- Diameter Bak : 1,44 m
- Tinggi Bak : 1,50 m
- Kontsruksi : Bak toren
- Jumlah Bak : 2 unit
- Media filter : Sarang Tawon (honey comb)

Gambar 4.6 Bak Biofilter Aerob (Media Lekat Sarang Tawon)

4.3.5 Bak Pengendap Akhir


Bak pengendap akhir berfungsi menampung air hasil olahan IPAL komunal
sebelum di buang ke badan air. Bak pengendap akhir juga berfungsi memisahkan
padatan yang lolos selama pengolahan di IPAL. Terbentuk sludge (lumpur) di
dasar bak. Sludge ini akan di pompa kembali ke bak biologi dengan backwash
karena lumpur tersebut mengandung bakteri yang dapat menguraikan kadar
pencemar di air limbah. Proses backwash sludge menggunakan pompa celup yang

2
terhubung ke unit pengolahan biologi. Spesifikasi bak pengendap akhir sebagai
berikut :
- Diameter Bak : 1,44 m
- Tinggi Bak : 1,50 m
- Kontsruksi : Bak toren
- Jumlah Bak : 2 unit

Gambar 4.7 Bak Pengendap Akhir

4.4. Permasalahan
Permasalahan yang terdapat di IPAL komunal komplek Batara Indah yaitu
belum terdapat operator yang bertanggung jawab dan mengelola IPAL termasuk
perawatan , maintenance, pembersihan dll. Selain itu sambungan pipa
pembuangan dari rumah ke IPAL terdapat beberapa yang dilepas sehingga air
limbah tidak masuk ke IPAL komunal. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan
yaitu warga menjelaskan bahwa saat hujan deras saluran air limbah dari rumah
warga meluap di dapur. Hal ini menyebabkan beberapa rumah melepas
sambungan pipa ke IPAL. Permasalahan lainya yaitu instalasi listrik yang
berfungsi menyuplai listrik untuk pompa dan blower tidak berfungsi. Belum jelas
apa penyebab listrik tersebut tidak berfungsi karena proses pengelolaan dan
pembayaran listrik di tanggung oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) atau
Perusahan Listrik Negara (PLN). Selain itu permasalah IPAL komunal batara
indah blok m yaitu terdapat beberapa pipa distribusi yang posisinya tidak sesuai
karena peletakan posisi yang salah (lebih rendah dari muka tanah) sehingga air
yang di hasilkan dari rumah warga tidak dapat mengalir dan menyebabkan

2
meluap. Kondisi ini diperparah dengan tidak berfungsinya pompa (listrik tidak
hidup dan tidak ada operator yang menjalankan operasional IPAL).

Gambar 4.8 Kondisi IPAL Komunal

Gambar 4.9 Kondisi Pipa penghubung yang dicabut oleh warga

2
Gambar 4.10 Instalasi Listrik yang tidak berfungsi di IPAL Komunal
4.5 Penyelesaian Masalah

Langkah yang dapat ditempuh dalam menyelesaikan permasalahan di IPAL


komunal batara indah blok m antara lain. Memfungsikan kembali IPAL komunal
sehingga air limbah yang dihasilkan dari rumah warga dapat diolah di IPAL
komunal. Langkah pertama yaitu dengan menyambungkan kembali pipa yang
dilepas oleh warga sekitar. Penyambunggan pipa penghubung dari rumah ke IPAL
dapat dilakukan agar IPAL dapat berfungsi kembali. Jika terjadi penyumbatan
pada pipa distribusi dapat dilakukan penambahan soda ash (soda api) di pipa agar
padatan yang menyumbat dapat menghilang dan lancar kembali.
Selanjutnya yaitu mensosialisasikan ke warga bahwa IPAL komunal sudah
diperbaiki agar masyarakat percaya bahwa IPAL komunal sudah berfungsi
kembali hal ini karena masyarakat beranggapan bahwa IPAL komunal tersebut
tidak berfungsi sehingga beberapa rumah melepaskan sambungan pipa
pembuangan ke pipa distribusi ke IPAL komunal.
Setelah itu melakukan sosialisasi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) sebagai
pemerintah melakukan recruitment untuk orang yang bertanggung jawab untuk
merawat, mengoperasikan IPAL, maintenance dan perawatan. Konsep IPAL
komunal di batara indah blok m ini yaitu untuk percontohan sehingga sebaiknya
melibatkan warga setempat untuk mengelola IPAL tersebut secara bersama sama.
Dengan melibatkan masyarakat setempat diharapkan terbentuk rasa kepedulian
dalam merawat IPAL komunal tersebut.

2
Langkah penyelesaian yang dapat diambil dalam permasalahan suplai listrik
yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) sebagai pengelola melakukan koordinasi
dengan Perusahan Listrik Negara (PLN) untuk menyelesaikan siapa yang
membayar biaya listrik untuk operasional IPAL.

2
BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat di ambil selama pelaksanaan Kerja Praktek di
Dinas Lingkungan Hidup sebagai berikut :
1. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal di Komplek Batara
Indah Blok M menggunakan sistem biologi dengan kombinasi media lekat
yaitu tersuspensi dan terlekat (sarang tawon).
2. Sistem Pengolahan IPAL komunal tidak berjalan dikarenakan beberapa
rumah mencabut outlet buangan yang terhubung ke pipa distribusi.
3. Permasalahan yang terdapat di IPAL komunal tersebut yaitu tidak adanya
operator yang merawat , saat kondisi hujan air meluap kerumah warga,
posisi pipa distribusi yang lebih tinggi dibanding rumah warga
menyebabkan air tidak mengalir dan tidak berfungsinya Instalasi Listrik di
IPAL komunal.

Anda mungkin juga menyukai