(1) besar kecilnya kontaminasi bakteri, (2) penyebab dari peritonitis trauma atau non
trauma, (3) ada tidaknya kuman oportunistik seperti kandida. Agar terapi menjadi
lebih efektif, terapi antibiotik harus diberikan lebih dulu, selama dan setelah operasi
segera diberikan. Kedua obat ini merupakan bakterisidal jika dipertahankan dalam
dosis tinggi dalam plasma. Kombinasi dari penicillin dan streptomycin juga
memberikan cakupan dari bakteri gram negatif. Penggunaan beberapa juta unit dari
penicillin dan 2 gram streptomycin sehari sampai didapatkan hasil kultur merupakan
regimen terapi yang logis. Pada penderita yang sensitif terhadap penicillin,
tetracycline dosis tinggi yang diberikan secara parenteral lebih baik daripada
Daya cakupan dari mikroorganisme aerob dan anerob lebih penting daripada
pemilihan terapi tunggal atau kombinasi. Pemberian dosis antibiotika awal yang
diberikan dengan hati-hati, karena gangguan ginjal merupakan salah satu gambaran
didapatkan demam, dengan hitung sel darah putih yang normal (Doherty, 2006).
Pemberian oksigen pada hipoksemia ringan yang timbul pada peritonitis cukup
akibat adanya infeksi, adanya gangguan pada ventilasi paru-paru. Ventilator dapat
ventilasi alveolar yang dapat ditandai dengan meningkatnya PaCO 2 50 mmHg atau
lebih tinggi lagi, (2) hipoksemia yang ditandai dengan PaO 2 kurang dari 55 mmHg,
(3) adanya napas yang cepat dan dangkal (Schwartz et al, 1989).
mencegah muntah, aspirasi dan yang lebih penting mengurangi jumlah udara pada
usus. Pemasangan kateter untuk mengetahui fungsi dari kandung kemih dan
pengeluaran urin. Tanda vital (temperatur, tekanan darah, nadi dan respiration rate)
dicatat paling tidak tiap 4 jam. Evaluasi biokimia preoperatif termasuk serum
Terapi primer dari peritonitis adalah tindakan operasi. Operasi biasanya dilakukan
Tindakan ini berupa penutupan perforasi usus, reseksi usus dengan anastomosis
primer atau dengan exteriorasi. Prosedur operasi yang spesifik tergantung dari apa yang
irigasi untuk mengurangi ukuran dan jumlah dari bakteri virulen (Schwartz et al, 1989).
Kontrol Sepsis
dan mencegah komplikasi lanjut. Kecuali pada peritonitis yang terlokalisasi, insisi
midline merupakan teknik operasi yang terbaik. Jika didapatkan jaringan yang
terkontaminasi dan menjadi fibrotik atau nekrosis, jaringan tersebut harus dibuang.
Radikal debridement yang rutin dari seluruh permukaan peritoneum dan organ
dalam tidak meningkatkan tingkat bertahan hidup. Penyakit primer lalu diobati, dan
cairan dan jaringan yang terinfeksi baik aerob maupun anaerob segera dilakukan
Peritoneal Lavage
Pada peritonitis difus, lavage dengan cairan kristaloid isotonik (> 3 liter) dapat
Penambahan antiseptik atau antibiotik pada cairan irigasi tidak berguna bahkan
Antibiotik yang diberikan cecara parenteral akan mencapai level bakterisidal pada
cairan peritoneum dan tidak ada efek tambahan pada pemberian bersama lavage.
depresi napas dan komplikasi anestesi karena kelompok obat ini menghambat kerja
Peritoneal Drainage
Penggunaan drain sangat penting untuk abses intra abdominal dan peritonitis lokal dengan
cairan yang cukup banyak. Drainase dari kavum peritoneal bebas tidak efektif dan tidak
sering dilakukan, karena drainase yang terpasang merupakan penghubung dengan udara luar
yang dapat menyebabkan kontaminasi