Anda di halaman 1dari 11

Fenomena Stunting

(Studi Fenomenologi Perilaku Keluarga Penyandang Stunting Desa


Candirejo, Kec.Ungaran Barat, Kab. Semarang)

PROPOSAL SKRIPSI
Untuk Menyusun Skripsi Sebagai Tugas Akhir

Oleh:
Muhammad Nu’man Al Hakim
3401417078

JURUSAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
1.1PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang
kurang jika dibandingkan dengan umur ( kemenkes RI, 2018). Kondisi ini diukur dengan
panjang atau tinggi badang yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar
pertumbuhan anak dari WHO. Stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh
banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya
asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam
menapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal ( kemenkes RI, 2018).
Fenomena balita stunting ini merupakan masalah gizi utama yang dihadapi Indonesia.
Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga tahun terakhir, pendek memiliki
prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya seperti gizi kurang, dan gemuk.
Prevalensi balita pendek mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6%
pada tahun 2017. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) tahun 2007 menunjukan prevalensi
balita pendek di Indonesia sebesar 36,8% pada tahun 2010. Terjadi sedikit penurunan menjadi
35,6%. Namun prevalensi balita pendek kembali meningkat pada tahun 2013 yaitu menjadi
37,2%.
Ada pula asupan gizi yang harus diperhatikan oleh ibu hamil, karena bayi yang lahir adalah
sejalan dengan pemberian asupan gizi saat ibu mengandung. Stunting bisa disebabkan ketika ibu
mengandung dan juga setelah lahir, Maka dari itu bayi wajib menyusu ASI Ekslusif sampai usia
6 bulan. Setelah usia bayi genap 6 bulan bayi memerlukan makanan pendamping agar
pemenuhan gizi untuk tumbuh terpenuhi, WHO/UNICEF dalam ketentuannya mengharuskan
bayi usia 6-23 bulan dapat MPASI ( makanan pendamping ASI) yang membuatnya kuat dengan
ketentuan dapat menerima minimal 4 atau lebih dari 7 jenis makanan ( serealia/umbi-umbian,
kacang-kacangan, produk olahan susu, telur, sumber protein lainnya. Sayur dan buah kaya
vitamin A, sayur dan buah lainnya-Minimum Dietary Diversity/ MMD).
kemudian Kondisi sosial ekonomi dan sanitasi tempat tinggal juga berkaitan dengan
terjadinya stunting. Kondisi ekonomi berakaitan dengan kemampuan atau daya beli kualitas dan
kuantitas asupan yang bergizi dan pelayanan kesehatan. Sedangkan sanitasi dan keamanan
pangan dapat meningkatkan terjadinya penyakit infeksi.
Mengingat Indonesia sekarang sudah dan sedang memasuki era modernisasi, segala aspek
telah dipermudah dengan kemajuan pengetehuan dan teknologi yang canggih mulai dari
kesehatan,ekonomi,sosial dan budaya , telah hadir program-program kesehatan dari pemerintah
seperti salah satunya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, yang dapat diikuti
oleh masyarakat menengah atas dan kebawah, di kota dan di desa. Kepemimpinan Presiden Ir.
Joko widodo, yang mana periode kedua ini 2019-2024 Presiden Joko Widodo telah
menyampaikan visi 5 tahun kedepan salah satunya adalah Pembangunan Sumberdaya Manusia,
tidak lepas Presiden juga menyoroti pada aspek kesehatan. Beliau menyampaiakan pesan bahwa
tidak boleh ada lagi stunting, ibu yang meninggal, serta angka kematian bayi harus diturunkan
(Dandy Bayu Bramasta,2019). Hal ini diperkuat dengan Salah satu kebijakan pemerintah untuk
mengatasi atau mencegah stunting di Indonesia terutama pada masyarakat perdesaan adalah
berdasarkan Peraturan Menteri kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang pedoman
penyelenggaraan Program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga, upaya yang dilakukan
untuk menurunkan prevalensi stunting di antaranya, pertama pada Ibu hamil dan bersalin bahwa
menyelenggarakan program pemberian makanan kalori tinggi,protein, dan mikronutrien dan
menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI eksklusif serta penyuluhan
pelayanan KB.
Desa candirejo, Kec. Ungaran Barat, Kab.Semarang adalah salah satu desa yang memiliki
kasus balita stunting salah satu tertinggi di Kabupaten Semarang berdasar data tahun 2019
Puskesmas Ungaran. Terletak pada Kota Kabupaten dengan lingkungan instansi kesehatan yang
memadai seperti puskesmas, RSUD, dan klinik-klinik kesehatan swasta serta program-program
kesehatan yang sudah banyak orang manfaatkan seperti BPJS Kesehatan, namun menjadi
pertanyaan besar daerah ini masih memiliki prevalensi stunting tinggi. Dari latar belakang di atas
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam menyusun skripsi di Desa Candirejo,
Kec.Ungaran Barat, Kab. Semarang dengan judul “ Fenomena Stunting (Studi fenomenologis
Perilaku Keluarga Penyandang Stunting Desa Candirejo, Kec.Ungaran Barat, Kab. Semarang)
2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan penulis, maka rumusan masalah dari penelitian
ini adalah :
1. Bagaimana pengetahuan masyarakat setempat tentang stunting di Desa Candirejo, Kec.
Ungaran Barat, Kab. Semarang?
2. Bagaimana pengetahuan keluarga penyandang stunting tentang gizi di Desa Candirejo, Kec.
Ungaran Barat, Kab. Semarang?
3. Bagaimana perilaku kesehatan keluarga penyandang stunting di Desa Candirejo, Kec.
Ungaran Barat, Kab. semarang?

3. Tujuan penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk megetahui pengetahuan masyarakat setempat tentang stunting
2. Untuk mengetahui pengetahuan keluarga penyandang stunting tentang gizi
3. Untuk mengetahui perilaku kesehatan keluarga penyandang stunting

4. Manfaat penelitian
Hasiil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritis mengenai
Fenomena suatu penyakit khususnya stunting yang terjadi di masyarakat.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam pengayaan materi
pembelajaran Sosiologi di tingkat SMA kelas XI Kurikulum 2013 mengenai pengalaman
dan pemaknaan masyarakat dari fenomena stunting di Desa Candirejo, Kec. Ungaran
Barat, Kab. Semarang pada Bab Permasalahan Sosial di Masyarakat.

5. Batasan Istilah
Berdasarkan istilah ini dimaksdukan untuk menarik pokok bahasan penelitian agar terfokus dan
terperinci supaya dapat mempermudah pemahaman. Dalam penelitian ini batasan istilah yang
terkait sebagai berikut :
a. Fenomena
fenomena itu sesuatu yang terjadi di masyarakat yang dapat dilihat, diamati, dirasakan
dan dimaknai serta menafsirkan pengalaman tersebut. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia juga diterangkan bahwa persamaan dari fenomena adalah gejala yang berarti
hal atau keadaan, peristiwa yang tidak biasa dan patut diperhatikan dan ada kalanya
menandakan akan terjadi sesuatu ( Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990:227)
b. Stunting
Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang
kurang jika dibandingkan dengan umur. Stunting termasuk masalah gizi kronik yang
disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil,
kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. ( Kemenkes RI, 2018).

1.2 Tinjauan Pustaka


1. Deskripsi Teoritis dalam penelitian ini adalah menggunakan konsep-konsep yang ada di
dalam kajian teori fenomenologi dan toeri perilaku kesehatan. konsep-konsep yang
digunakan sebagai berikut:
A. fenomenologi
Edmund Husserl mengartikan fenomenologi sebagai studi tentang bagaimana
orang mengalami dan menggambarkan sesuatu. Menurut beliau, kita hanya mengatahhui
sesuatu, karena sesuatu itu dialami. sehingga hal yang penting untuk diketahui adalah apa
yang manusia alami dan bagaimana mereka memaknai serta menafsirkan pengalaman
tersebut. Dalam konteks pemahaman tentang manusia, maka pemahaman akan budaya
yang ada disekelilingnya merupakan suatu keharusan. Dimensi penting fenomenologi
adalah pertama bahwa dalam setiap pengalaman manusia terdapat sesuatu yang hakiki,
penting dan bermakna. kedua, pengalaman seseorang harus dimengerti dalam
konteksnya. untuk menangkap esensinya kita harus mendalami pengalaman itu apa
adanya tanpa ada intervensi pandangan perspektif dari luar. pandangan yang dibawa dari
luar sementara di kurung dahulu (bracketing) atau istilah Husserl epoche (Raco,2010).
B. Perilaku kesehatan
a. Pengertian perilaku kesehatan
Perilaku kesehatan adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau
kegiatan sesorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya
(Notoadmodjo,2010). Perilaku sehat ini merupakan dorongan diri maupun budaya
lingkungan sekitar. menurut Foster dan Anderson dalam Guol (2013) bahwa Karl dan
Cobb membuat perbedaan di antara tiga tipe yang berkaitan dengan perilaku
kesehatan,yaitu:
1. Perilaku sehat yaitu suatu aktivitas yang dilakukan oleh individu yang
meyakini dirinya sehat untuk tujuan mencegah penyakit atau mendektesinya
dalam tahap asimptomatik.
2. perilaku sakit yaitu apapun yang dilakukan oleh individu yang merasa sakit,
untuk mendefinisikan keadaan kesehatannya dan untuk menemukan
pengobatan mandiri yang tepat.
3. perilaku peran sakit yaitu aktivitas yang dilakukan untuk tujuan mendapatkan
kesejahteraan oleh individu yang mempertimbangkan diri mereka sendiri
sakit, hal ini mencakup mendapatkan pengobatan dan ahli terapi yang tepat.
dari tiga tipe diatas dapat mudah kita pahami memiliki perbedaan yaitu: perilaku sehat
adalah perilaku mencegah penyakit atau pemeriksaan kesehatan sebelum terkena
penyakit, perilaku sakit adalah untuk mendapatkan diagnosis dan tindakan medis ketika
merasakan gejala sakit, dan perilaku peran sakit adalah tindakan pengobatan
penyakitnya setelah terdiagnosis agar sembuh dan sehat kembali.
b. faktor-faktor perilaku kesehatan
perilaku kesehatan ini juga memiliki factor yang mempengaruhinya, seperti
menurut Nandani (2013) bahwa menurut Teori Lawrence Green ada dua factor yang
mempengaruhi kesehatan seseorang, yaitu faktor perilaku dan non perilaku. faktor
perilaku ditentukan atau dibentuk oleh :
1. Faktor predisposisi ( predisposing factors) mencakup pengetahuan, sikap,
kepercayaan, nilai-nilai dan bentuk lainnya yang terdapat dalam diri
individu dan masyarakat (umur,jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan).
2. Faktor pendukung ( enabling factors) merupakan tersediannya sarana
pelayanan kesehatan dan kemudahan mencapainya (puskesmas, alat
kontrasepsi, jamban dan sebagainya)
3. Faktor pendorong ( reinforcing factors) adalah sikap dan perilaku petugas
kesehatan yang bertanggung jawab dalaml hal ini.
2. Kajian hasil penelitian yang relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Ardian andra M, dkk dengan judul kajian
“Determinan Kejadian Stunting Pada Bayi Usia 6 Bulan di Kota Semarang” Penelitian ini
bertujuan untuk menganilisis determinan kejadian stunting pada bayi , diantaranya adalah
berat badan lahir, pemberian ASI ekslusif, pemberian MP ASI dini, kejadian diare, kejadian
ISPA, alokasi waktu asuh ibu, tinggi badan ibu, tingkat pendidikan ibu, tingkat ekonomi
keluarga, dan lingkar kepala bayi. penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
rancangan case control analisis data menggunakan analisis univariat, bivariate, dan
multivariate. Data analisis dengan uji Chi Square dan uji Regresi logistik ganda. Dalam
penelitian ini mendapatkan hasil dimana determinan kejadian stunting pada bayi usia 6 bulan
adalah tingkat ekonomi keluarga, kejadian ISPA, kejadian diare, berat badan lahir, dan
tingkat pendidikan ibu. Determinan yang tidak tebukti sebagai determinan kejadian stunting
adalah pemberian ASI Ekslusif , Pemberian MP ASI dini, alokasi waktu asuh ibu, tinggi
badan ibu, dan lingkar bayi. Determinan utama kejadian stunting pada bayi usia 6 bulan
adalah tingkat ekonomi rumah tangga.
Penelitian yang dilakukan oleh Rizki Kurnia dan Lailatul Muniroh dengan judul
kajian “Gambaran Sosio Budaya Gizi Etnik Madura dan Kejadian Stunting Balita Usia 24-
59 Bulan di Bangkalan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sosio budaya
gizi yang berkaitan dengan stunting pada masyarakat Desa Ujung Piring, Bangkalan.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancang bangun cross sectional,
sampel penelitian adalah 62 balita yang berusia 24-59 bulan dipilih dengan teknik simple
random sampling. Hasilnya, Sosio budaya gizi etnik Madura yang dapat mengakibatkan
stunting antara lain panatangan makan ibu hamil, anak tidak memperoleh imunisasi,
pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir, dan pemberian makanan pendamping
ASI dini (sebelum bayi berusia 6 bulan).
Penelitian yang dilakukan oleh Firmanu Cahyono, dkk dengan judul kajian “Faktor
penentu Stunting Anak Balita Zona Ekosistem di Kabupaten Kupang”. Penelitian ini
bertujuan memecahkan masalah dengan menganalisis gambaran perbedaan dan
membandingkan faktor penentu stunting anak balita pada berbagai zona ekosistem di
Kabupaten Kupang. Yang mana penelitian ini berharap dapa membantu mengatasi masalah
stunting sedini mungkin. dari hasil penghitungan rata-rata pendapatan tercatat zona
ekosistem dataran rendah paling tinggi daripada zona ekosistem lainnya. Ada pula variable
yang lain yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu pola konsumsi pangan, pola asuh
ibu,peyakit infeksi dan sanitasi lingkungan. Semuanya di uji menggunakan metode Kruskal
Wallis dimana uji nonparametric berbasis peringkat yang tujuannya untuk menentukan
adakah perbedaan signifikan secara statistik antara dua atau lebih kelompok variable di
antara zona ekosistem dataran rendah, sedang , dan tinggi. Faktor penentu stunting pada zona
ekosistem dataran rendah adalah asupan energi, pada dataran sedang adalah praktik kasih
sayang dan sanitasi lingkungan, pada dataran tinggi adalah sanitasi lingkungan. Terdapat
perbedaan yang sangat bermakna pada variable tingkat pendapatan,konsumsi energi,
konsumsi protein, jenis makanan, praktek higienis kesehatan dan praktik kasih sayang
terhadap kejadian stunting antar zona ekosistem di Kabupaten Kupang.
Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni Erna Irawati dengan judul kajian
“Gambaran Karakteristik Keluarga Tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Pada
Tatanan Rumah Tangga di Desa Karangasem Wilayah Kerja Puskesmas Tanon II Sragen”.
Peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran karakteristik keluarga tentang perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS). hasilnya adalah tidak sekolah 37 keluarga dengan prosentase 40%.
sedangkan yang paling sedikit yaitu tamat Perguruan tinggi 2 keluarga dengan prosentasi 2%.
Gambaran pengetahuan keluarga tentang PHBS pada tatanan keluarga di Desa Karangasem,
diketahui keluarga dengan pengetahuan rendah sebanyak 54 keluarga dengan prosentase
59%.gamabran pekerjaan keluarga , terbanyak bekerja sebagai petani 29 keluarga dengan
prosentase 32%, sedangkan yang paling sedikit bekerja sebagai PNS 2 orang dengan
prosentase 2% . Gambaran umur keluarga terbanyak berumur 41-60 tahun dengan prosentase
69%, sedangkan keluarga yang paling sedikit berumur lebih sma dengan 60 tahun sebanyak
3 keluarga dengan prosentase 3%.
Penelitian yang dilakukan oleh Subur Djati Prayugi, dkk dengan judul kajian “Faktor
Sosial Budaya yang Berhubungan Dengan Pola Konsumsi Makanan Pada Masyarakat Suku
Kaili Di Kota Palu , Propinsi Sulawesi Tengah”. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor-faktor sosial budaya yang berhubungan dengan pola konsumsi makan pada suku Kaili
di Kota Palu. Hasilnya adalah Pola konsumsi makan, nasi kuning burasa atau putu ketan
( dimakan dengan tumis ikan duo) merupakan makanan yang popular untuk sarapan
pagi .Faktor sosial budaya, masakah kesukaan masyarakat Kaili antara lain uta kelo, uta
dada, nasi talebe (nasi jagung), ayam bakar, dan ikan bakar, kaledo, ue mpoi, serta minuman
saraba. makanan-makanan ini cenderung menjadi ikon (simbol) kuliner suku Kaili karena
cita rasanya yang khas. Makanan pantang (tabu), terkait dengan makanan pantangan/tabu,
temuan menariknya adalah adanya rumor pantang masak daun kelor (uta kelo) pada saat
terjadi kedukaan (kematian) dengan alasan akan ditemukan potongan kuku dan serpihan kulit
telapak kaki dalam sayaur tersebut.

3. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir ini bertujuan untuk meruntutkan pemikiran peneliti dalam
melakukan penelitian dan dari kerangka berpikir ini untuk memberikan pemahaman
pemikiran penulis
Masyarakat
Ds.

Stunting

pengetahuan keluarga penyandang Perilaku Pengetahua


stunting tentang gizi kesehatan n

Fenomena
Stunting

Daftar Pustaka Fenomenol Konsep


ogi Perilaku
Ardian Candra,dkk. 2016. Determinan Kejadian Stuntingkesehatan
pada Bayi Usia 6 bulan di Kota
1. Perilaku
Semarang. Jurnal Gizi Indonesia. Vol. 4, No. 2, hlm.82-88
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1990.kamus Bahasa Indonesia. Balai Pustaka,Jakarta.

Erna Irawati, Wahyuni. 2011. Gambaran Karakteristik Keluarga Tentang Perilaku Hidup Bersih
Dan Sehat ( PHBS) Pada Tatanan Rumah Tangga di Desa Karangasem Wilayah Kerja Puskesmas
Tanon II Sragen. Gaste. Vol. 8, No. 2

Firmanu Cahyono, dkk. 2016. Faktor Penentu Stunting Anak Balita Pada Berbagai Zona
Ekosistem Di Kabupaten Kupang. J.Gizi Pangan. Vol.11, No. 1, ISSN 1978-1059

Gaol, Tomarni Lumban. 2013. “ Pengaruh Faktor Sosiodemografi, Sosioekonomi, dan


Kebutuhan Terhadap Perilaku Masyarakat Dalam Pencarian Pengobatan di Kecamatan Medan
Kota”. Tesis. Tidak Diterbitkan. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara:
Sumatera Utara

Kementrian Kesehatan RI. 2018. Situasi Balita Pendek ( Stunting) di Indonesia. Buletin Jendela
Data dan Informasi Kesehatan. ISSN 2088 – 270 X

Kompas.com. 5 Visi Jokowi Untuk Indonesia. 20 0ktober 2019, 15.12 [diakses 14 April 2020]
https://www.kompas.om/tren/read//2019/10/20/151257765/5-visi-jokowi-untuk-indonesia?
amp=1&page=2

Nandani, Rilly Dwi. 2013. “ Determinan Perilaku Pemanfaatan Posyandu Dengan Sistem
Pelayanan 5 Meja Oleh Ibu Bayi dan Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Sokaraja Kab.
Banyumas”. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Kesahatan. Universitas Muhammadiyah
Purwokerto : Purwokerto

Notoatmojo,Soekidjo.2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Raco, J R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Grasindo

Rizki Kurnia Illahi & Lailatul Muniroh. 2016. Gambaran Sosio Budaya Gizi Etnik Madura dan
Kejadian Stunting Balita Usia 24-59 Bulan di Bangkalan. Media Gizi Indonesia. Vol.11, No. 2 ,
hlm. 135-143

Subur Djati Prayugi, dkk. 2015. Faktor Sosial Buadaya Yang Berhubungan Dengan Pola
Konsumsi Makanan Pada Masyarakat Suku Kaili Di kota Palu Propinsi Sulawesi Tengah. Jurnal
Ilmu Kesehatan ( JIK) . Vol. 1, No. 18 , E-ISSN 2527717006

Anda mungkin juga menyukai