Anda di halaman 1dari 12

ACARA III

KOMPOS

ABSTRAKSI
Acara III Praktikum Kesuburan, Pemupukan, dan Kesehatan Tanah tentang pupuk kompos
dilaksanakan pada 20 Oktober 2017 di Laboratorium Pengelolaan Tanah, Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pupuk
organik berupa kompos, prinsip pengomposan, indikator mutu kompos berupa warna,bau, tekstur, pH,
dan daya hantar listrik pada pengomposan jerami. Dari praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil
pengomposan aerob berwarna cokelat kehitaman, aroma tanah, tekstur remah, pH 7, suhu 28ᴼC, kadar
air 30 %, dan daya hantar listrik tidak terlalu kuat. Pada pengomposan anaerob diperoleh hasil
pengomposan berwarna cokelat tua, aroma tanah, tekstur remah, pH 8 , suhu 27ᴼC, kadar air 35 %, dan
daya hantar listrik kuat.

Kata kunci: kompos, aerob, anaerob, pH, tekstur, warna, bau, daya hantar listrik

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh manusia pasti akan menghasilkan banyak
sekali limbah, khususnya limbah organik. Limbah organik dapat dihasilkan melalui limbah
rumah tangga seperti limbah sayur, buah, air cucian beras, dan lain-lain. Limbah organik
tersebut sebenarnya secara alami dapat terurai sendiri tanpa ikut tangan manusia, namun
membutuhkan waktu yang lama sehingga dikembangkan teknologi di bidang pengomposan
dengan prinsip dasar penguraian limbah organik secara alami.
Pupuk kompos adalah salah satu pupuk organik buatan manusia yang dibuat dari proses
pembusukan sisa-sisa bahan organik (tanaman maupun hewan). Proses pengomposan dapat
berlangsung secara aerobik dan anaerobik yang saling menunjang pada kondisi lingkungan
tertentu. Proses ini disebut juga dekomposisi atau penguraian. Pupuk kompos merupakan
salah satu pupuk organik yang sangat baik untuk meningkatkan kesuburan tanah. Menurut
Sugito dkk. (2005), pupuk kompos sangat menunjang sistem pertanian organik karena dapat
meningkatkan kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah.
Pembuatan pupuk kompos skala rumah tangga dapat dilakukan di lahan yang terbatas
dengan memanfaatkan gentong plastik yang ditutup sehingga mencegah bau yang tidak
sedap, sehingga sampah rumah tangga dapat diolah sedemikian di jadikan kompos yang dapat
digunakan sendiri pada lahan nya, ataupun jual sehingga menambah penghasilan. Manfaat
kompos yang utama pada tanah yaitu untuk memperbaiki kondisi fisik tanah dibandingkan
untuk menyediakan unsur hara, walaupun dalam kompos unsur hara sudah ada tetapi
jumlahnya sedikit. Pupuk kompos berperan dalam menjaga fungsi tanah agar unsur hara
dalam tanah mudah dimanfaatkan oleh tanaman. Penggunaan kompos sangat menguntungkan
karena dapat meningkatkan produktivitas dan kesuburan tanah, ramah lingkungan serta
mampu mengatasi kelangkaan pupuk anorganik yang mahal.
Penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus adalah tidak efisien dan dapat
mengganggu keseimbangan sifat tanah yang dapat menurunkan produktivitas lahan, karena
itu diperlukan upaya peningkatan efisiensi penggunaan pupuk dengan aktivitas
mikroorganisme yang dikaitkan dengan aspek pendukung kelestarian alam. Hal inilah yang
menjadi salah satu alasan bahwa pupuk kompos lebih baik untuk digunakan dalam menjaga
kesuburan tanah.

B. Tujuan
Tujuan diadakannya praktikum ini adalah mempelajari berbagai macam metode
pembuatan kompos, serta Mengetahui prinsip dasar pengomposan, indikator mutu kompos,
dan hasil pengomposan masing-masing jenis bahan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Bidang pertanian dalam arti luas menghasilkan hasil sampingan berupa limbah. Di
antaranya, sisa-sisa tanaman, limbah ternak ayam, limbah ternak sapi, babi dan lain-lain.
Semua limbah tersebut bila diolah atau diformulasi lebih lanjut akan dapat menghasilkan
pupuk organik yang mempunyai kualitas lebih baik berupa pupuk kompos (Supadma, 2008).
Kompos adalah salah satu penutup tanah dan akar serta korektor tanah alami yang terbaik.
Kompos dapat digunakan sebagai pengganti pupuk buatan dengan biaya yang sangat murah.
Kompos berfungsi dalam perbaikan struktur tanah, tekstur tanah, aerasi, dan peningkatan
daya resap tanah terhadap air. Kompos dapat mengurangi kepadatan tanah lempung dan
membantu tanah berpasir untuk menahan air, selain itu kompos dapat berfungsi sebagai
stimulan untuk meningkatkan kesehatan akar tanaman. Hal ini dimungkinkan karena kompos
mampu menyediakan makanan untuk mikroorganisme yang menjaga tanah dalam kondisi
sehat dan seimbang, selain itu dari proses konsumsi mikroorganisme tersebut menghasilkan
nitrogen dan fosfor secara alami (Isroi, 2008)
Kompos diperoleh dari hasil pelapukan bahan-bahan tanaman atau limbah organik
seperti jerami, sekam, daundaunan, rumput-rumputan, limbah organik pengolahan pabrik, dan
sampah organik yang terjadi karena perlakuan manusia. (Musnamar, 2009). Kompos
memiliki kandungan unsur hara yang terbilang lengkap karena mengandung unsur hara
makro dan unsur hara mikro. Namun jumlahnya relatif kecil dan bervariasi tergantung dari
bahan baku, proses pembuatan, bahan tambahan, tingkat kematangan dan cara penyimpanan.
Namun kualitas kompos dapat ditingkatkan dengan penambahan mikroorganisme yang
bersifat menguntungkan (Simamora dan Salundik, 2006).
Kompos di alam terbuka bisa terjadi dengan sendirinya lewat proses alamiah, namun
proses tersebut berlangsung lama sekali dapat mencapai bertahun-tahun. Kebutuhan akan
tanah subur padahal sudah semakin mendesa, oleh karenanya proses tersebut perlu dipercepat
dengan bantuan manusia. Dengan cara yang baik, proses mempercepat pembuatan kompos
berlangsung wajar sehingga diperoleh kompos yang berkualitas baik (Murbandono, 2006).
Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus menyebabkan peranan pupuk kimia
tersebut menjadi tidak efektif. Kurang efektifnya peranan pupuk kimia dikarenakan tanah
pertanian yang sudah jenuh oleh residu sisa bahan kimia. Pemakaian pupuk kimia secara
berlebihan dapat menyebabkan residu yang berasal dari zat pembawa (carier) pupuk nitrogen
tertinggal dalam tanah sehingga akan menurunkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian.
pemakaian 5 6 pupuk kimia yang terus menerus menyebabkan ekosistem biologi tanah
menjadi tidak seimbang, sehingga tujuan pemupukan untuk mencukupkan unsur hara di
dalam tanah tidak tercapai. Potensi genetis tanaman pun tidak dapat dicapai mendekati
maksimal (Sutanto, 2002). Dalam mengatasi dampak negatif dari penggunaan pupuk kimia,
perlu dilakukan pengaplikasian pupuk organik. Pupuk organik merupakan salah satu bahan
yang penting dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah. Penggunaannya masih sering
dikombinasikan dengan pupuk anorganik atau pupuk kimia. Penggunaan pupuk organik
secara terus-menerus dalam rentan waktu yang lama akan menjadikan kualitas tanah lebih
baik (Musnamar, 2003).
Pupuk anorganik memiliki beberapa keuntungan yaitu pemberiannya dapat terukur
dengan tepat, kebutuhan hara tanaman dapat terpenuhi dengan perbandingan yang tepat, dan
tersedia dalam jumlah yang cukup. Sedangkan kelemahan dari pupuk anorganik yaitu hanya
memiliki unsur hara makro. Pemakaian yang berlebihan dapat merusak tanah bila tidak
diimbangi dengan pupuk kandang atau kompos, dan pemberian yang berlebihan dapat
membuat tanaman mati (Lingga dan Marsono, 2011).
III. METODOLOGI

Acara III Praktikum Kesuburan, Pemupukan dan Kesehatan Tanah dengan sub tema
Kompos dilaksanakan pada hari Jumat siang, 27 November 2017 pukul 13.30 WIB di
Laboratorium Pengelolaan Tanah, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu kotak kayu, ember,
plastik bening ukuran 5 kg, pisau, karet, dan gunting. Bahan yang digunakan adalah EM4,
kotak kayu, ember, jerami, air, dedak, limbah buah dan sayur, dan kotoran sapi.
Teknik pembuatan kompos aerob adalah wadah kotak kayu disiapkan, kemudian jerami
dan limbah lainnya dicacah hingga ukuran menjadi kecil kemudian dicampur dengan kotoran
sapi dan diletakkan pada kotak kayu yang sudah diberi plastik. Bahan disiram dengan larutan
EM4 dan diaduk merata, kemudian dimasukkan lagi bahan kompos lainnya seperti dedak dan
diaduk lagi, begitu seterusnya. Pengadukan dilakukan setelah 4 hari agar suhu di dalam
wadah tidak terlalu panas. Pengamatan dilakukan selama 4 hari sekali hingga hari ke 25
dilakukan panen pupuk kompos aerob. Dilakukan pengukuran yang meliputi pH, DHL, suhu,
warna, dan bau kompos. Pada pembuatan kompos anaerb, langkah yang dilakukan adalah
limbah rumah tangga dicacah hingga ukurannya lebih kecil, kemudian dicampur dedak
secukupnya, diaduk merata, kemudian Bahan disiram dengan larutan EM4 dan diaduk merata
sampai kadar air sekitar 30-40%. Bahan dimasukkan ke dalam ember yang telah disediakan,
dan suhu kompos dipertahankan pada 40-50˚C dengan cara bahan diaduk-aduk agar suhu
tidak terlalu tinggi. Pengamatan dilakukan selama 7 hari sekali, dan pada hari ke 25
dilakukan panen kompos. Pada saat panen, dilakukan pengukuran kompos yang meliputi pH,
DHL, suhu, warna, tekstur, dan bau kompos.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Daya
Suhu Kadar
Kompos Hari ke Tekstur Warna Aroma Hantar pH
(ᴼC) Listrik air
4 Gumpal 27 Cokelat muda Busuk - - -
8 Gumpal 27,5 Cokelat muda Busuk - - -
12 Remah 28,5 Cokelat Busuk - - -
Aerob
16 Remah 28 Cokelat Tanah - - -
20 Remah 27 Cokelat Tanah - - -
22 Remah 28 Cokelat Tanah ++ 30% 7
7 Remah 27,5 Cokelat tua - - -
Anaero 14 Remah 28 Cokelat - - -
b 21 Remah 27 Cokelat - - -
25 Remah 27 Cokelat +++ 35% 8

B. Pembahasan
Pupuk Kompos adalah salah satu pupuk organik buatan manusia yang dibuat dari proses
pembusukan sisa-sisa bahan organik (tanaman maupun hewan). Proses pengomposan dapat
berlangsung secara aerobik dan anaerobik yang saling menunjang pada kondisi lingkungan
tertentu. Proses ini disebut juga dekomposisi atau penguraian. Kompos adalah salah satu
penutup tanah dan akar serta korektor tanah alami yang terbaik. Kompos berfungsi dalam
perbaikan struktur tanah, tekstur tanah, aerasi dan peningkatan daya resap tanah terhadap air.
Kompos dapat mengurangi kepadatan tanah lempung dan membantu tanah berpasir untuk
menahan air, selain itu kompos dapat berfungsi sebagai stimulan untuk meningkatkan
kesehatan akar tanaman. Tujuan pembuatan kompos adalah memecahkan permasalahan
limbah organik yaitu pertama membuang limbah tersebut pada suatu tempat yang aman dan
mengolah limbah tersebut menjadi bahan yang bermanfaat. Mendaur ulang limbah organik
lebih menguntungkan dan telah biasa dilakukan pada bidang pertanian yaitu untuk pupuk
kompos (Notohadiprawiro dkk., 1991).
Dalam proses pembuatannya, kompos dibedakan menjadi dua yaitu aerob (dengan
udara) dan anaerob (tanpa udara). Proses pembuatan kompos aerob sebaiknya dilakukan di
tempat terbuka dengan sirkulasi udara yang baik. Karakter dan jenis bahan baku yang cocok
untuk pengomposan aerob adalah material organik yang mempunyai perbandingan unsur
karbon (C) dan nitrogen (N) kecil (dibawah 30:1), kadar air 40-50% dan pH sekitar 6-8. Cara
membuat kompos dengan metode anaerob biasanya memerlukan inokulan mikroorganisme
(starter) untuk mempercepat proses pengomposannya.  Inokulan terdiri dari mikroorganisme
pilihan yang bisa menguraikan bahan organik dengan cepat, seperti efektif mikroorganime
(EM4). Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya:
limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kotoran/limbah
petemakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas,
limbah pabrik gula limbah pabrik kelapa sawit, dan lain-lain. Bahan organik yang sulit untuk
dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan rambut (Sudiono, 2012).
Proses pembuatan kompos sebenarnya meniru proses terbentuknya humus di alam.
Namun dengan cara merekayasa kondisi lingkungan, Kompos dapat dipercepat proses
pembuatannya, yaitu hanya dalam jangka waktu 30-90 hari. Waktu ini melebihi kecepatan
terbentuknya humus secara alami. Oleh karena tu, kompos selalu tersedia sewaktu-waktu
diperlukan tanpa harus menunggu bertahun-tahun lamanya. Menurut Sudiono (2012), syarat
lokasi yang mempengaruhi proses pengomposan antara lain: pengomposan yang cepat dapat
terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen (aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat
terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin
masuk ke dalam tumpukan kompos. Suhu lokasi pembuatan kompos , suhu panas dihasilkan
dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi
oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan
semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada
tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas
pengomposan yang cepat.
Kompos yang matang dan bermutu baik menurut Senesi (1993) diperoleh dari bahan-
bahan dasar yang bermutu baik pula yaitu kompos yang tidak panas, perbandingan C/N rasio
15/1, mempunyai Kapasitas Pertukaran Kation (KPK) tinggi sekitar 60 me/100 g, tidak
mengandung bibit penyakit/hama, mempunyai pH netral, serta mampu mensuplai unsur hara
makro maupun mikro ke dalam tanah seperti N, P, K, S, Fe, Zn dan unsur lain. Sementara itu,
standar kualitas kompos menurut SNI(2004) antara lain : pH (6,8 – 7,49), kadar N (> 0,4 %),
karbon (9,80 – 32 %), fosfor (P2O5) (>0,10 %), kalium (K2O) (>0,20 %), C/N rasio (10-20),

dan bahan organik (27 – 58 %).


Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil pengomposan aerob
dengan struktur remah, berwarna cokelat dengan aroma tanah, suhu 28 0C, kadar air 30%, pH
7, dan daya hantar listrik 2 yang dapat dianggap optimal. Pada pengomposan anaerob
diadapatkan hasil tekstur yang remah, warna cokelat, aroma tanah, daya hantar listrik 3, kadar
air 35%, suhu 27oC, dengan pH 8. Menurut indikator mutu kedu jenis kompos, tekstur yang
sudah remah menunjukkan bahwa bahan kompos sudah terdekomposisi sempurna yang
disebabkan kandungan selulose dan lignin. Menurut Dalzell (1991) menyatakan bahwa
kecepatan dekomposisi bahan organik sebagai bahan kompos dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain mutu bahan kompos, dimana nampak dari nilai C/N rasio bahan dasar.
Semakin tinggi kandungan selulose dan lignin bahan dasar kompos, maka semakin besar nilai
C/N rasionya sehingga akan semakin sulit didekomposisi (Jutono, 1993). Daya hantar listrik
atau disingkat DHL dengan nilai sebesar 2 dS/m untuk kompos aerob dan 3 Ds/m untuk
kompos anaerob dianggap optimal, tetapi jika mencapai 4-6 dS/m tergolong marginal. Jika
nilai DHL > 6 dS/m, maka pertumbuhan tanaman terhambat.(Djaenuddin, et al. 1997). Kadar
air sebesar 30%, pH 7, sudah menunjukkan indikator kompos yang baik. Nilai pH yang netral
sampai mendekati basa seperti hasil pengukuran pH pada kompos jerami, seresah, dan pupuk
kandang mungkin disebabkan terjadinya penguraian protein menjadi amonia (NH3) yang

berpengaruh terhadap peningkatan pH kompos. Hal ini sesuai dengan Dalzell dkk. (1991),
bahwa pola perubahan pH kompos berawal dari pH agak asam karena terbentukknya asam-
asam organik sederhana, kemudian pH meningkat pada inkubasi lebih lanjut akibat terurainya
protein dan terjadinya pelepasan amonia. Suhu yang baik pada saat panen juga suhu yang
sudah mendekati suhu awal pada saat pengomposan, dan hasil percobaan sudah menunjukkan
suhu yang sesuai dengan indikator mutu kompos tersebut.
Menurut Pratiwi (2013), ciri fisik kompos yang baik yaitu berwarna coklat kehitaman,
beraroma tanah, dan struktur yang remah. Hasil yang didapatkan pada kompos limbah sayur
menandakan bahwa kompos tersebut hampir matang karena warna yang masihmasih cokelat
tua, hampir mendekati cokelat kehitaman. Berdasarkan bau, kompos yang berbau tanah
menandakan kompos yang hampir matang dan kompos yang matang akan berbau seperti
humus. Dari semua jenis kompos, kompos dari bahan limbah sayur, buah, dan kotoran ternak
yang paling baik untuk tanaman adalah pH yang cenderung netral, warna cokelat kehitaman,
tekstur yang remah, berbau humus, pH netral, dan kadar air 30%,
V. PENUTUP

A. Kesimpulan
Metode pembuatan kompos terbagi menjadi dua yakni aerob dan anaerob yang
membutuhkan kadar oksigen berbeda yang berpengaruh pada tekstur kompos. Hasil
pengomposan aerob dan aerob menunjukkan bahwa kompos hampir matang, karena warna
yang masih cokelat, dan hampir cokelat kehitaman, sedangkan indikator mutu kompos lain
yaitu struktur remah, kadar air sekitar 30%, aroma menyerupai humus tanah, pH berkisar 6-7
sudah terpenuhi.

B. Saran
Sebaiknya limbah rumah tangga yang digunakan diperhatikan dulu kesegarannya,
apakah sudah busuk atau masih segar, sehingga hasil pengomposan dengan waktu yang telah
ditetapkan dapat lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Dalzell, H.W., A.J. Biddlestone, K.R. Gray dan K. Thurairajan. 1991. Produksi dan
Penggunaan Kompos pada Lingkungan Tropis dan Subtropis. Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta.
Djaenuddin. D, et al. 1997. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor

Isroi, 2008. Kompos. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor.

Jutono. 1993. Perombakan Bahan Organik Tanah. Program Pasca Sarjana Universitas Gajah
Mada, Yogyakarta.
Lingga, P, dan Marsono, 2011. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.

Murbandono. 2006. Membuat Kompos. Edisi revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Musnamar, E.I. 2003. Pupuk Organik Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi. Penebar
Swadaya, Jakarta.

Musnamar, E. I. 2009. Pupuk Organik : cair & padat, pembuatan, aplikasi. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Notohadiprawiro, T., Suryanto, Hidayat, M.S. dan Asmara,A.A. 1991. Nilai pupuk sari
kering limbah (sludge) kawasan industri dan dampak penggunaannya sebagai pupuk
atas lingkungan. Agric. Sci.Vol. 4. No.7.
Senesi, N. 1993. Composeted Material as Organic Fertilizers. Instituto di Chimica Agraria.
Universita di Mari, Italy.
Pratiwi, I. G. A. P., Atmaja, I. W. D., dan Soniari, N. N. 2013. Analisis kualitas kompos
limbah persawahan dengan mol sebagai dekomposer. E-Jurnal Agroekoteknologi
Tropika 2 : 2301-6515.

Simamora, S. dan Salundik, 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Agromedia Pustaka.


Jakarta.

Sudiono, eming. 2012. Cara Pembuatan Kompos. Fakultas Biologi Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto.

Sugito, Y. 2005. Sistem Pertanian Berkelanjutan di Indonesia, Potensi dan Kendalanya.


Bagpro PKSDM Ditjen Dikti Depdiknas kerjasama dengan Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya, Malang.

Supadma, A. A. N., Arthagama, D. M. 2008. Uji Formulasi Kualitas Pupuk Kompos Yang
Bersumber Dari Sampah Organik Dengan Penambahan Limbah Ternak Ayam, Sapi,
Babi dan Tanaman Pahitan. Jurnal Bumi Lestari 8 : 113-121.

Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta.


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai