PRAKTIKUM KIMIA VI
KEMAMPUAN KOAGULASI
GARAM-GARAM SULFAT DAN KLORIDA
Disusun Oleh :
Kelompok VI
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2010
ABSTRAK
I. TUJUAN
Mempelajari daya koagulasi dari berbagai macam garam-garam sulfat dan
klorida.
Residu Filtrat
Erlenmeyer
-Pengamatan kejernihan
Hasil
Residu Filtrat
Erlenmeyer
-Pengamatan kejernihan
Hasil
Residu Filtrat
Erlenmeyer
-Pengamatan kejernihan
Hasil
Residu Filtrat
Erlenmeyer
-Pengamatan kejernihan
Hasil
Residu Filtrat
Erlenmeyer
-Pengamatan kejernihan
Hasil
Residu Filtrat
Erlenmeyer
-Pengamatan kejernihan
Hasil
Residu Filtrat
Erlenmeyer
-Pengamatan kejernihan
Hasil
Urutan Kejernihan
1 2 3 4 5 6 7
Air Sumur
V. HIPOTESIS
Percobaan “Kemampuan Koagulasi Garam-Garam Sulfat dan Klorida”
bertujuan untuk mempelajari daya koagulasi dari berbagai macam garam-garam sulfat
dan klorida. Prinsip percobaan ini adalah destabilisasi koloid dengan menambahkan
koagulan katonik untuk mengurangi muatan negatif pada koloid, atau dengan
penetralan gaya-gaya pemisah. Pada percobaan digunakan air sumur sebagai sistem
koloid dan koagulan yang digunakan adalah tawas (KAl(SO4)2), ZnSO4, MgSO4,
FeSO4, PAC (Poli Aluminium Klorida), dan FeCl3. Penambahan koagulan dalam
sistem koloid bertujuan untuk mendapatkan larutan bening dengan mengendapkan
kekeruhan dari air sumur, dimana kekeruhan disebabkan adanya partikel-partikel
koloid pada sistem koloid tersebut. Dari percobaan, akan diperoleh urutan kejernihan
air sumur, yaitu : tawas (KAl(SO4)2) > ZnSO4 > FeSO4 > MgSO4 > FeCl3 > PAC.
Sedangkan urutan kelarutan, yaitu : MgSO 4 > ZnSO4 > PAC > FeCl3 > FeSO4 >
tawas (KAl(SO4)2).
VI. PEMBAHASAN
Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah air sumur sebagai sistem
koloidnya dan koagulannya adalah tawas (KAl(SO4)2), ZnSO4, MgSO4, FeSO4, PAC
(Poli Aluminium Klorida), dan FeCl3. Langkah awal untuk mempelajari daya
koagulasi dari beberapa koagulan, dilakukan dengan penambahan koagulan pada
larutan koloid. Penambahan koagulan dalam sistem koloid bertujuan untuk
mendapatkan larutan jernih dengan mengendapkan partikel koloid dalam air sumur
yang menyebabkan kekeruhan pada air sumur. Koagulan berfungsi sebagai zat yang
mengkoagulasi koloid di dalam larutan. Dalam suatu sistem koloid, partikel-partikel
koloid bermuatan listrik akibat adanya adsorpsi ion-ion ke permukaan. Hal ini
menyebabkan anion-anion dalam sistem koloid tersebut membentuk suatu lapisan
primer dan kationnya membentuk suatu lapisan sekunder. Lapisan primer dan
sekunder ini membentuk lapisan rangkap listrik yang menstabilkan dispersi koloid
dengan gaya-gaya pemisah. Gaya-gaya pemisah antar partikel koloid timbul karena
muatan negatif partikel, sehingga dibutuhkan koagulan kationik yang memiliki
muatan positif untuk menetralkan muatan negatif partikel koloid. Penetralan ini
menyebabkan gaya tolak antar partikel berkurang dan akan terbentuk gumpalan yang
lebih besar (floc). Pengadukan bertujuan untuk meningkatkan frekuensi singgungan
antara partikel koloid dengan koagulan. Penetralan muatan negatif dari partikel
tersebut merupakan kombinasi kekuatan pengadukan, keteraturan pengadukan dengan
lama pengadukan akan diperoleh hasil koagulasi yang baik. Pendiaman selama sehari
bertujuan untuk pembentukan floc dan mengendapkan floc-floc yang terbentuk dari
proses koagulasi dan flokulasi, sehingga koloid dapat terpisah dari larutannya.
Penyaringan bertujuan untuk memisahkan floc-floc yang telah mengendap dari
larutannya, sehingga diperoleh larutan yang lebih jernih.
Ion-ion bermuatan positif dan negatif dalam air sumur membentuk suatu
sistem koloid. Ion-ion tersebut berada dalam jumlah yang ekuivalen dan bersifat
stabil, sehingga sulit diendapkan dan dipisahkan dengan sendirinya. Agar dapat
terjadi suatu proses koagulasi, maka pada air sumur tersebut perlu ditambahkan suatu
koagulan. Anion-anion dalam air sumur membentuk suatu lapisan primer dan
kationnya membentuk lapisan sekunder. Kation dalam air sumur akan mengagregasi
ion positif koagulan dalam lapisan sekunder, lalu menetralkan muatan negatif yang
disumbangkan oleh lapisan primer. Lapisan primer dalam hal ini adalah pada air
sumur, dan lapisan sekundernya adalah setelah ditambahkan pengkoagulan.
Penetralan muatan negatif pada lapisan primer oleh kation pada lapisan sekunder
menyebabkan pembentukan gumpalan atau koagulasi. Gumpalan-gumpalan dalam
ukuran kecil akan berkumpul membentuk gumpalan yang lebih besar (floc).
Hasil yang diperoleh pada percobaan adalah air sumur menjadi jernih, dengan
urutan kejernihan (daya koagulasi dari koagulan) : tawas (KAl(SO 4)2) > CaSO4 >
ZnSO4 > MgSO4 > FeSO4 > FeCl3 > PAC. Makin besar muatan positif dari koagulan,
maka kemampuan destabilisasi terhadap muatan negatif pada koloid semakin besar.
Koagulan terbaik pada percobaan ini adalah tawas (KAl(SO 4)2). Hal ini disebabkan
tawas mempunyai muatan positif +3 yang berasal dari ion Al3+, dimana muatan
positif ini paling besar dibandingkan koagulan yang lain sehingga makin mudah
mendestabilisasi muatan negatif koloid dengan gaya-gaya pemisah. Sedangkan, PAC
(poli alumunium klorida) menjadi koagulan terburuk. PAC merupakan suatu polimer
yang terdiri dari monomer-monomer gabungan aluminium dan klorida. Polimer
memiliki ikatan yang tidak mudah putus, sehingga ikatannya stabil. Akibatnya
polimer ini sulit untuk terionisasi dan bereaksi dengan muatan dalam koloid sehingga
daya koagulasinya kecil. Untuk CaSO4, ZnSO4, MgSO4, dan FeSO4 anionnya sama
yaitu SO42- maka yang dibandingkan adalah nomor atom kationnya. Berdasarkan
nomor atom kation, semakin besar nomor atom maka kemampuan koagulasinya
semakin besar pula. Jadi urutan kemampuan koagulasi dari garam-garam sulfat
seharusnya yaitu ZnSO4 > FeSO4 > CaSO4 > MgSO4. Tetapi pada percobaan ini hasil
yang diperoleh tidak sesuai dimungkinkan karena pengamatan yang kurang teliti dan
pengadukkan yang belum optimal. Sedangkan untuk koagulan FeCl3 walaupun
mempunyai muatan positif 3+ (Fe3+) menghasilkan larutan yang berwarna orange
kecoklatan. Hal ini dipengaruhi adanya sifat higroskopis dari FeCl 3 sehingga mudah
berikatan dengan air membentuk larutan kuning coklat, selain itu FeCl 3 dapat
membentuk larutan dengan daya hantar listrik yang rendah (Daintith,1994). Oleh
karena itu sistem koloid yang ditambahkan FeCl3 tidak dapat menghasilkan larutan
jernih.
Koagulan garam-garam sulfat lebih baik dibandingkan koagulan garam
klorida karena adanya perbedaan muatan negatif dan elektronegatifitas dari ion Cl-
dan SO42-. Ion SO42- memiliki muatan negatif lebih tinggi dibandingkan dengan ion
Cl- sedangkan elektronegatifitas Cl- lebih besar daripada SO42-. Hal ini menyebabkan
ion SO42- lebih mudah berikatan dengan partikel koloid yang bermuatan positif pada
lapisan sekunder dalam sistem koloid. Sehingga koagulan dengan garam sulfat lebih
mudah mendestabilkan sistem koloid dengan membentuk partikel yang lebih besar.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi daya koagulasi antara lain adalah :
1. Efek pengadukan
Pengadukan bertujuan untuk meningkatkan frekuensi singgungan antara
partikel pengotor dengan koagulan sehingga diperoleh hasil yang optimal. Penetralan
muatan negatif dari partikel tersebut merupakan kombinasi kekuatan pengadukan,
keteraturan pengadukan dengan lama pengadukan akan diperoleh hasil koagulasi
yang baik.
2. pH lingkungan
Pada pH rendah koagulan akan bermuatan negatif, misalnya PAC, sehingga
untuk menetralisir partikel akan semakin besar. Hal ini berlawanan dengan proses
koagulasi, yaitu membutuhkan pH tinggi (larutan bersifat asam) karena flokulasi akan
optimal pada suhu tinggi.
3. Konsentrasi koagulan
Kemampuan koagulan dalam proses koagulasi bergantung pada
kemampuan koagulan untuk menetralkan partikel koloid. Dimana dengan konsentrasi
koagulan yang tinggi maka makin banyak partikel yang dinetralkan, namun tidak
selalu demikian dimana bertambahnya konsentrasi koagulan sebanding dengan
banyaknya partikel yang berkoagulasi (Hardjadi, 1993).
VII. PENUTUP
7.1. KESIMPULAN
1. Urutan koagulasi yang diperoleh pada percobaan adalah tawas > CaSO 4 >
ZnSO4 > MgSO4 > FeSO4 > FeCl3 > PAC.
2. Daya koagulasi garam-garam sulfat lebih baik dibandingkan garam-garam
klorida.
7.2. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, N., 2001, Kamus Kimia, PT Gramedia, Jakarta.
Hardjadi, 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Vogel, 1990, Buku Teks Analisis Kualitatif Anorganik Makro dan Semimikro, PT
Kalman Media Pusaka, Jakarta .
www.google.com
LEMBAR PENGESAHAN
PERCOBAAN VII:
KEMAMPUAN KOAGULASI GARAM-GARAM SULFAT DAN KLORIDA
Praktikan,
Mengetahui
Asisten,
Singgih Hertato
J2C006050