Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM KIMIA VI

KEMAMPUAN KOAGULASI
GARAM-GARAM SULFAT DAN KLORIDA

Disusun Oleh :

Kelompok VI

1. M J Devries Fernando J2C007028


2. Marina Adriati J2C007029
3. Medina Indriati J2C007030
4. Melly Wahyuningsih J2C007031
5. Milka Ironia Realita J2C007032
6. Ida Farida J2C607007

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2010
ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan “Kemampuan Koagulasi Garam-Garam Sulfat dan


Klorida” yang bertujuan untuk mempelajari daya koagulasi dari berbagai macam
garam-garam sulfat dan klorida. Prinsip dari percobaan ini adalah destabilisasi koloid
dengan menambahkan koagulan kationik untuk mengurangi muatan negatif pada
koloid atau dengan penetralan gaya-gaya pemisah. Metode yang digunakan adalah
koagulasi dan flokulasi. Koagulasi merupakan suatu proses tereduksinya gaya tolak
antar partikel atau netralisasi muatan partikel, sehingga terjadi destabilisasi koloid
yang mengakibatkan terjadinya agregasi (pembentukan agregat). Sedangkan flokulasi
merupakan proses terkumpulnya agregat-agregat menjadi elemen yang lebih besar
(floc). Hasil yang diperoleh pada percobaan adalah air sumur menjadi jernih, dengan
urutan kejernihan (daya koagulasi dari koagulan), yaitu : tawas > CaSO4 > ZnSO4 >
MgSO4 > FeSO4 > FeCl3 > PAC. Selain itu, dari percobaan diketahui bahwa daya
koagulasi garam sulfat lebih baik dari garam klorida.

Keywords : koagulasi, flokulasi, garam sulfat, garam klorida


PERCOBAAN VII
KEMAMPUAN KOAGULASI GARAM-GARAM SULFAT DAN KLORIDA

I. TUJUAN
Mempelajari daya koagulasi dari berbagai macam garam-garam sulfat dan
klorida.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Sistem Koloid
Sistem koloid penting bagi kehidupan sebagai contoh hampir semua bahan
pangan mengandung partikel dengan ukuran koloid, seperti protein, karbohidrat dan
lemak. Emulsi seperti susu juga termasuk koloid. Dalam bidang-bidang lain juga
terdapat fungsi dan kegunaan koloid. Alasan mengapa kimia permukaan sering
dibicarakan bersama dengan koloid adalah karena utama sistem koloid. Pada larutan
sejati, nisbah permukaan dan volume ini tidak ada karena larutan hanya terdiri dari 1
fasa. Jadi tidak terdapat pemisahan permukaan yang jelas antara zat terlarut dan
pelarut. Pada koloid, sistem ini selalu terdiri dari 2 fasa dan tiap permukaan partikel
koloid jelas terpisah dari medium pelarutnya.
Sistem koloid selalu terdiri dari 2 fasa yaitu fasa terdispersi yang terdiri dari
partikel-partikel berukuran koloid dan medium pendispersi yang merupakan medium
tempat partikel-partikel koloid tersebar.
Cara penggolongan koloid yang lebih umum :
a. Dispersi koloid
Sistem ini secara termodinamika tidak stabil karena nisbah permukaan yang sangat
besar.
b. Larutan koloid sejati
Terdiri dari larutan dengan zat terlarut yang BMnya tinggi. Sistem ini secara
termodinamika stabil.
c. Koloid assosiasi
Terkadang dinamakan koloid elektrolit. Sistem ini terdiri dari molekul yang berat
molekulnya rendah yang beragregasi membentuk Partikel-partikel berukuran
koloid. Sistem ini stabil secara termodinamika.
(Underwood, 2001)
2.2. Kestabilan Koloid
Stabilitas larutan koloid sangat erat hubungannya dengan muatan listrik pada
partikel-partikel. Jadi dalam pembentukan arsenik (II) sulfida dengan pengendapan
dengan H2S dalam larutan asam lemah sekali. Ion sulfida adalah yang pertama kali
diadsorpsi karena setiap endapan cenderung mengadsorpsi ionnya sendiri dan agar
terjaga kenetralannya. Jadi terciptalah suatu lapisan ganda listrik di sekeliling tiap
partikel dengan sisi positif menghadap ke larutan akibatnya partikel-partikel koloid
satu sama lain saling menolak, sehingga terhalangnya pembentukan partikel-partikel
yang lebih besar.
Bila lapisan ganda ini dirusak, koloid berkoagulasi ini dapat dicapai misalnya
dengan menambahkan suatu elektrolit dalam jumlah yang cukup besar kepada
larutannya (efek penggaraman, salting out effect). Ion-ion elektrolisis itu karena
terdapat dalam konsentrasi yang besar mengganggu pembentukan lapisan ganda
listrik yang bundar sekeliling partikel sehingga partikel-partikel tak terhalangi lagi
untuk berkoagulasi. Ternyata yang diperlukan untuk koagulasi ialah ion-ion yang
bermuatan yang berlawanan dengan ion-ion yang diadsorpsi primer pada permukaan.
Jumlah minimum elektrolit yang perlu untuk menyebabkan flokulasi (penggumpalan)
disebut nilai flokulasi.
(Vogel, 1990)
2.3. Mekanisme Pembentukan Koloid
Pembuatan koloid dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
a. Cara kondensasi
Cara kondensasi termasuk cara kimia. Prinsipnya adalah partikel kondensasi
merupakan partikel koloid. Reaksi kimia untuk menghasilkan koloid meliputi :
- Reaksi redoks
2HeS (g) + SO2 (aq) → 3S (s) + 2H2O (l)
- Reaksi hidrolisis
FeCl3 (aq) + 3H2O → Fe(OH)2 (s) + 3HCl (aq)
- Reaksi penggaraman
Beberapa sol garam yang sukar larut seperti AgCl, AgBr, PbI 2, BaSO4 dapat
membentuk koloid.
b. Cara dispersi
Prinsipnya adalah besar dispersi merupakan partikel koloid. Cara dispersi dapt
dilakukan dengan :
1) Cara mekanik, dilakukan dari gumpalan partikel yang besar kemudian dihaluskan
dengan penggerusan
2) Cara busur breeding, dilakukan untuk membuat sol-sol logam
3) Cara peptisasi, pembuatan koloia dari butir kasar atau dari suatu endapan
dengan bantuan suatu peptisasi (pemecah). Contoh : endapan NiS dipeptisasi oleh
H2S, endapan Al(OH)3 oleh AlCl3.
(Daintith, 1994)
2.4. Larutan dan Suspensi
Larutan dapat didefinisikan sebagai suatu campuran homogen zat pelarut dan
zat terlarut merupakan sistem zat cair yang terdiri dari 2 spesies (zat murni) atau lebih
yang saling terdispersi pada tahap molekuler. Terjadi interaksi antar molekul secara
langsung antara pelarut dengan molekul-molekul zat terlarut oleh karena itu zat-zat
yang tercampur di dalamnya tak dapat lagi dipisahkan secara fisik. Ini terjadi karena
sistemnya sangat homogen. Komponen utamanya disebut dengan pelarut atau zat
yang melarutkan dan selebihnya disebut zat terlarut. Larutan dibagi menjadi 3 macam
yaitu larutan jenuh, tak jenuh, dan larutan lewat jenuh.
Suspensi merupakan suatu sistem koloid diman partikel-partikel halus dari zat
padat atau cair terserap ke dalam zat cair atau gas. Misalnya pasir yang sangat halus
atau lempung yang dikocok dengan air akan menghasilkan suspensi dimana partikel-
pertikel halus yang terdispersi mengandap dengan lambat sekali dan saling bertolakan
sehingga mudah menggumpal.
(Arsyad, 2001)
2.5. Koagulasi
Koagulasi atau penggumpalan ialah peristiwa pengendapan koloid. Terdapat
beberapa cara melakukan koagulasi antara lain :
a. Cara mekanik
Dapat dilakukan dengan pemanasan, pendinginan, pendinginan
b. Cara penambahan elektrolit
Dilakukan dengan menambahkan zat elektrolit ke dalam suatu koloid misalnya sol
emas yang bermuatan negatif dapat dikoagulasi dengan menambahkan elektrolit
bermuatan positif ( Na+, Mg2+, Al3+). Elektrolit ini akan menempel pada permukaan
partikel emas sehingga partikel netral ini tak memiliki daya tolak menolak lagi, tak
saling bergabung dan menggumpal. Daya koagulan kation kira-kira berbanding
dengan muatan pangkat 6.
c. Pencampuran 2 macam larutan koloid yang muatannya berlawanan
Contohnya campuran antara sistem koloid yang muatannya berlawanan positif
dengan koloid As2I3 yang bermuatan negatif akan menggumpal.
(Hardjadi, 1993)
2.6. Flokulasi
Sebagian besar air baku untuk persediaan air bersih diambil dari air
permukaan seperti danau, sungai. Salah satu langkah penting pengolahan untuk
mendapatkan air bersih adalah menghilangkan kekeruhan dari air baku tersebut.
Kekeruhan ini disebabkan adanya partikel-partikel koloid misalnya tanah liat, sisa
tanaman ganggang dsb.
Kekeruhan ini dapat dilakukan dengan pembubuhan sejenis bahan kimia
dengan sifat-sifat tertentu yang disebut flokulan. Umumnya, flokulan tersebut ialah
tawas, namun dapat pula garam Fe(III) atau suatu elektrolit organik. Selain
pembubuhan flokulan diperlukan pengadukan sampai flok-flok terbentuk. Flok-flok
ini menggupalkan partikel-partikel kecil dari koloid tersebut bertumbukan dan
bersama mengendap. Proses flokulasi terdiri dari 3 langkah :
a. Pelarutan reagen melalui pengadukan cepat, bila perlu juga pembubuhan
bahan kimia sesaat untuk koreksi pH.
b. Pengadukan lambat untuk pembentukan flok-flok
c. Penghapusan flok-flok dengan koloid yang terkurung dari larutan melalui
proses sedimentasi.
(Hardjadi, 1993)
2.7. Proses Pembentukan Endapan Melalui Koagulasi dan Flokulasi
Pada koloid, lapisan primer dan sekunder dianggap menbentuk lapisan
pengisap listrik yang membantu menstabilkan dispersi koloid. Lapisan-lapisan ini
menyebabkan partikel tolak-menolak bergabung membentuk partikel-pertikel yang
lebih besar dan turun ke dasar wadah. Partikel-partikel tersebut dapat berkoagulasi
(berflokulasi yakni saling mendekati dan membentuk gumpalan yang lebih besar
yang akan mengendap).
Misalnya AgCl koagulasi dapat dicapai dengan penambahan AgNO 3 sampai
terdapat ion Ag+ dan Cl- dalam kuantitas yang ekuivalen. Karena Ag+ tertarik pada
lapisan primer dimana Ag+ lebih kuat daripada Na+ maka ion Ag+ dapat menggeser
ion Na+ dalam lapisan sekunder dan kemudian menetralkan muatan negatif yang
disumbangkan oleh lapisan primer. Dengan dikupas, muatan partikel itu segera
bergabung membentuk gumpalan yang cukup besar yang mengendap ke dasar wadah.
Koagulasi dispersi koloid dapat dilaksanakan oleh ion yang bukan endapan itu
sendiri, bila terjadi koagulasi suatu koloid, ion pengkoagulasi dapat terbawa
mengendap dengan endapan itu sendiri. Jika ion-ion ini terlarutkan ketika endapan
dicuci. Partikel zat padat itu akan kembali menjadi dispersi koloid dan menembus
kertas saring.
(Underwood, 2001)
2.8. Mekanisme Pembentukan Koagulasi dan Flokulasi
Pada koloid, lapisan primer dan sekunder dianggap membentuk suatu lapisan
rangkap yang memberikan suatu tingkat kestabilan pada dispersi koloid. Lapisan ini
menyebabkan partikel-partikel koloid saling tolak-menolak dan partikel-partikel itu
melawan penggumpalan untuk membentuk partikel yang lebih besar yang akan turun
ke dasar larutan.
Na+
Na+ Na+ lapisan sekunder
Cl- AgCl Cl-
Na+ Na+
Cl- Cl- lapisan primer

Partikel-partikel dapat dibuat berkoagulasi atau berflokulasi yaitu


menggumpal dan membentuk gumpalan materi yang lebih besar dan akan turun ke
dasar larutan dari jalan menghilangkan muatan yang telah diberikan oleh lapisan
primer. Dalam contoh perak klorida.
(Underwood, 2001)
2.9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Koagulasi
2.9.1. Kadar dan Jenis Zat Terdispersi
Kadar atau banyaknya konsentrasi dan jenis zat terdispersi sangat
mempengaruhi proses koagulasi. Makin tinggi konsentrasi zat tersuspensi koagulasi
akan semakin cepat. Jenis zat tersuspensi juga mempengaruhi proses koagulasi
dimana hal itu pula dipengaruhi oleh zat pendispersi.
2.9.2. pH Larutan
pH larutan akan mempengaruhi terjadinya koagulasi Hal ini akan terjadi
seperti koagulasi pada KAl(SO4)2.xH2O dengan air pada pH<7 terbentuk molekul
Al(OH)2+, Al(OH)4+, Al2(OH)22+ pada pH=7 terbentuk Al(OH)-.
2.9.3. Waktu dan Kecepatan Pengadukan
Lama waktu cukup mempengaruhi dimana waktu yang cukup cepat saat
koagulasi makin baik koagulan tersebut. Dengan semakin cepat pengadukan proses
koagulasi makin cepat terjadi.
2.9.4. Jenis ion terlarut
Jenis ion terlarut juga mempengaruhi koagulasi seperti fosfat dan sulfat yang
akan lebih mudah melakukan terjadinya koagulasi dibanding ion lain.
2.9.5. Kadar dan jenis flokulan
Kadar atau jenis flokulan yang berbeda akan mempengaruhi cepat tidaknya
koagulasi berlangsung.
(Hardjadi, 1993)
2.10. Garam-Garam Sulfat
Garam-garam atau ester dari sulfat (IV) sulfat organik mempunyai rumus
R2SO4 dengan R adalah gugus organik. Garam sulfat mengandung in SO 4-. Contoh-
contoh garam sulfat antara lain ZnSO4, CuSO4, Fe2(SO4)3.
(Daintith, 1994)
Terbentuk apabila ion hidrogen dari asam sulfat, H 2SO4, diganti oleh ion
logam atau ion ammonium, NH4+. Contoh :

Kation Asam Sulfat Formula Garam Nama Garam


Ba2+ BaSO4 Barium sulfat
Zn2+ ZnSO4 Zink sulfat
Cu2+ H2SO4 CuSO4 Kuprum (II) sulfat
Fe2+ FeSO4 Ferum (II) sulfat
NH4+ (NH4)2SO4 Ammonium sulfat
(www.google.com)

II.11. Garam-Garam Klorida


Terbentuk apabila ion hidrogen dari asam klorida, HCl, diganti oleh ion
logam atau ion ammonium, NH4+. Contoh :

Kation Asam Sulfat Formula Garam Nama Garam


Ba2+ BaCl2 Barium klorida
Zn2+ ZnCl2 Zink klorida
Cu2+ HCl CuCl2 Kuprum (II) klorida
Fe2+ FeCl2 Ferum (II) klorida
NH4+ NH4Cl Ammonium klorida
(www.google.com)

2.12. Analisa Bahan


2.12.1. Tawas (KAl(SO4)2)
Muatan Ion : K = +1, Al = +3, SO4 = -2
Sifat Fisik :
 Berbentuk padatan berwarna putih bening
 Merupakan suatu reagen yang digunakan untuk menjernihkan kekeruhan pada
air
Sifat Kimia :
 Bila dimasukkan dalam air akan terbentuk molekul yang larut pada pH<7
 Molekul flok yang mengendap berwarna putih Al(OH)2+, Al(OH)3+, Al(OH)4-
pada PH=7
(Arsyad, 2001)
2.12.2. Magnesium Sulfat (MgSO4)
Muatan Ion : Mg = +2, SO4 = -2
Sifat Fisik :
 Padatan kristal berwarna putih
 Larut dalam gliserol dan sukar larut dalam alkohol
Sifat Kimia :
 Berubah menjadi garam air pada 200oC
(Arsyad, 2001)

2.12.3. Ferri (III) Klorida (FeCl3)


Muatan Ion : Fe = +3, Cl = -1
Sifat Fisik :
 Padatan logam berwarna hijau
 TL=308oC, TD=316oC
 Larut dalam air dan gliserol
Sifat Kimia :
 Dibuat dengan melewatkan gas klor di atas besi panas
 Bersifat higroskopis
(Basri, 1996)
2.12.4. Zink Sulfat (ZnSO4)
Muatan Ion : Zn = +2, SO4 = -2
Sifat Fisik :
 Padatan kristal berwarna putih
 Larut dalam air dan gliserol, tidak larut dalam alcohol
 Titik leleh 250oC
 Digunakan sebagai pengawet kayu
Sifat Kimia :
 Bersifat polar
(Daintith, 1994)
2.12.5. Ferro (II) Sulfat (FeSO4)
Muatan Ion : Fe = +2, SO4 = -2
Sifat Fisik :
 Padatan kristal berwarna hijau pucat
 Terdapat di alam sebagai mineral melaterit
Sifat Kimia :
 Dibuat melalui oksidasi besi di udara, bersifat higroskopis
(Arsyad, 2001)
2.12.6. Kalsium Sulfat (CaSO4)
Muatan Ion : Ca = +2, SO4 = -2
Sifat Fisik :
 Padatan kristal berwarna putih
Sifat Kimia :
 Merupakan garam sulfat yang dibuat dari asam sulfat dan kalsium, dimana ion
hidrogen asam sulfat digantikan oleh ion logam Ca2+
 Bersifat polar
(Daintith, 1994)
2.12.7. Poli Alumunium Klorida (PAC)
Sifat Fisik :
 Padatan kristal berwarna putih atau kuning
 TL=190oC, menyublim pada 178oC
Sifat Kimia :
 Merupakan senyawa polimer dari alumunium klorida
(Daintith, 1994)
2.12.8. Air Sumur
Sifat Fisik :
 Memiliki pH antara 6,2-8,7
Sifat Kimia :
 Mengandung ion Ca2+ sebanyak 2,0-110 mg/L
 Mengandung ion Na+ sebanyak 1,9-131 mg/L dan ion Fe 0-1,9 mg/L
 Mengandung ion NO3- sebanyak 0-17 mg/L
 Mengandung ion SO42- sebanyak 0,572 mg/L
 Mengandung ion HCO3- sebanyak 15-364 mg/L
 Mengandung ion PO43- sebanyak 0-0,6 mg/L
 Mengandung ion SiO2 sebanyak 0-21 mg/L
(Arsyad, 2001)
III. METODE PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
- Gelas beker
- Erlenmeyer
- Corong gelas
- Pengaduk
- Kertas saring
- Alat timbang
- Pipet tetes
- Gelas ukur
3.1.2. Bahan
- PAC (Poli Aluminium Klorida)
- FeCl3
- ZnSO4
- Air sumur
- KAl(SO4)2
- FeSO4
- MgSO4
- CaSO4

3.2. Skema kerja


3.2.1. Koagulasi dengan KAl(SO4)2 / Tawas
150 mL Air sumur
Gelas beker
-Penambahan 1 g KAl(SO4)2
-Pengadukan
-Pendiaman selama 1 hari
-Penyaringan

Residu Filtrat
Erlenmeyer
-Pengamatan kejernihan
Hasil

3.2.2. Koagulasi dengan PAC


150 mL Air sumur
Gelas beker
-Penambahan 1 g PAC
-Pengadukan
-Pendiaman selama 1 hari
-Penyaringan

Residu Filtrat
Erlenmeyer

-Pengamatan kejernihan

Hasil

3.2.3. Koagulasi dengan FeCl3


150 mL Air sumur
Gelas beker
-Penambahan 1 g FeCl3
-Pengadukan
-Pendiaman selama 1 hari
-Penyaringan

Residu Filtrat
Erlenmeyer

-Pengamatan kejernihan
Hasil

3.2.4. Koagulasi dengan FeSO4


150 mL Air sumur
Gelas beker
-Penambahan 1 g FeSO4
-Pengadukan
-Pendiaman selama 1 hari
-Penyaringan

Residu Filtrat
Erlenmeyer

-Pengamatan kejernihan

Hasil

3.2.5. Koagulasi dengan ZnSO4


150 mL Air sumur
Gelas beker
-Penambahan 1 g ZnSO4
-Pengadukan
-Pendiaman selama 1 hari
-Penyaringan

Residu Filtrat
Erlenmeyer

-Pengamatan kejernihan
Hasil

3.2.6. Koagulasi dengan MgSO4


150 mL Air sumur
Gelas beker
-Penambahan 1 g MgSO4
-Pengadukan
-Pendiaman selama 1 hari
-Penyaringan

Residu Filtrat
Erlenmeyer

-Pengamatan kejernihan

Hasil

3.2.6. Koagulasi dengan CaSO4


150 mL Air sumur
Gelas beker
-Penambahan 1 g CaSO4
-Pengadukan
-Pendiaman selama 1 hari
-Penyaringan

Residu Filtrat
Erlenmeyer

-Pengamatan kejernihan

Hasil

IV. DATA PENGAMATAN


NO. PERLAKUAN HASIL
1. Air sumur + tawas Putih keruh agak jernih
Penyaringan Jernih
2. Air sumur + PAC Putih keruh
Penyaringan Putih keruh
3. Air sumur + FeCl3 Kuning kecoklatan
Penyaringan Kuning jernih
4. Air sumur + FeSO4 Kuning keruh
Penyaringan Jernih
5. Air sumur + ZnSO4 Putih keruh
Penyaringan Jernih
6. Air sumur + MgSO4 Putih keruh agak jernih
Penyaringan Jernih

Urutan Kejernihan
1 2 3 4 5 6 7
Air Sumur

Koagulan Tawas CaSO4 ZnSO4 MgSO4 FeCl3 PAC


FeSO4

V. HIPOTESIS
Percobaan “Kemampuan Koagulasi Garam-Garam Sulfat dan Klorida”
bertujuan untuk mempelajari daya koagulasi dari berbagai macam garam-garam sulfat
dan klorida. Prinsip percobaan ini adalah destabilisasi koloid dengan menambahkan
koagulan katonik untuk mengurangi muatan negatif pada koloid, atau dengan
penetralan gaya-gaya pemisah. Pada percobaan digunakan air sumur sebagai sistem
koloid dan koagulan yang digunakan adalah tawas (KAl(SO4)2), ZnSO4, MgSO4,
FeSO4, PAC (Poli Aluminium Klorida), dan FeCl3. Penambahan koagulan dalam
sistem koloid bertujuan untuk mendapatkan larutan bening dengan mengendapkan
kekeruhan dari air sumur, dimana kekeruhan disebabkan adanya partikel-partikel
koloid pada sistem koloid tersebut. Dari percobaan, akan diperoleh urutan kejernihan
air sumur, yaitu : tawas (KAl(SO4)2) > ZnSO4 > FeSO4 > MgSO4 > FeCl3 > PAC.
Sedangkan urutan kelarutan, yaitu : MgSO 4 > ZnSO4 > PAC > FeCl3 > FeSO4 >
tawas (KAl(SO4)2).

VI. PEMBAHASAN

Percobaan “Kemampuan Koagulasi Garam-Garam Sulfat dan Klorida”


bertujuan untuk mempelajari daya koagulasi dari berbagai macam garam-garam sulfat
dan klorida. Prinsip dari percobaan ini adalah destabilisasi koloid dengan
menambahkan koagulan kationik untuk mengurangi muatan negatif pada koloid atau
dengan penetralan gaya-gaya pemisah. Metode yang digunakan adalah koagulasi dan
flokulasi. Koagulasi merupakan suatu proses tereduksinya gaya tolak antar partikel
atau netralisasi muatan partikel, sehingga terjadi destabilisasi koloid yang
mengakibatkan terjadinya agregasi (pembentukan agregat). Sedangkan flokulasi
merupakan proses terkumpulnya agregat-agregat menjadi elemen yang lebih besar
(floc). Sampel yang digunakan berasal dari air sumur.

Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah air sumur sebagai sistem
koloidnya dan koagulannya adalah tawas (KAl(SO4)2), ZnSO4, MgSO4, FeSO4, PAC
(Poli Aluminium Klorida), dan FeCl3. Langkah awal untuk mempelajari daya
koagulasi dari beberapa koagulan, dilakukan dengan penambahan koagulan pada
larutan koloid. Penambahan koagulan dalam sistem koloid bertujuan untuk
mendapatkan larutan jernih dengan mengendapkan partikel koloid dalam air sumur
yang menyebabkan kekeruhan pada air sumur. Koagulan berfungsi sebagai zat yang
mengkoagulasi koloid di dalam larutan. Dalam suatu sistem koloid, partikel-partikel
koloid bermuatan listrik akibat adanya adsorpsi ion-ion ke permukaan. Hal ini
menyebabkan anion-anion dalam sistem koloid tersebut membentuk suatu lapisan
primer dan kationnya membentuk suatu lapisan sekunder. Lapisan primer dan
sekunder ini membentuk lapisan rangkap listrik yang menstabilkan dispersi koloid
dengan gaya-gaya pemisah. Gaya-gaya pemisah antar partikel koloid timbul karena
muatan negatif partikel, sehingga dibutuhkan koagulan kationik yang memiliki
muatan positif untuk menetralkan muatan negatif partikel koloid. Penetralan ini
menyebabkan gaya tolak antar partikel berkurang dan akan terbentuk gumpalan yang
lebih besar (floc). Pengadukan bertujuan untuk meningkatkan frekuensi singgungan
antara partikel koloid dengan koagulan. Penetralan muatan negatif dari partikel
tersebut merupakan kombinasi kekuatan pengadukan, keteraturan pengadukan dengan
lama pengadukan akan diperoleh hasil koagulasi yang baik. Pendiaman selama sehari
bertujuan untuk pembentukan floc dan mengendapkan floc-floc yang terbentuk dari
proses koagulasi dan flokulasi, sehingga koloid dapat terpisah dari larutannya.
Penyaringan bertujuan untuk memisahkan floc-floc yang telah mengendap dari
larutannya, sehingga diperoleh larutan yang lebih jernih.
Ion-ion bermuatan positif dan negatif dalam air sumur membentuk suatu
sistem koloid. Ion-ion tersebut berada dalam jumlah yang ekuivalen dan bersifat
stabil, sehingga sulit diendapkan dan dipisahkan dengan sendirinya. Agar dapat
terjadi suatu proses koagulasi, maka pada air sumur tersebut perlu ditambahkan suatu
koagulan. Anion-anion dalam air sumur membentuk suatu lapisan primer dan
kationnya membentuk lapisan sekunder. Kation dalam air sumur akan mengagregasi
ion positif koagulan dalam lapisan sekunder, lalu menetralkan muatan negatif yang
disumbangkan oleh lapisan primer. Lapisan primer dalam hal ini adalah pada air
sumur, dan lapisan sekundernya adalah setelah ditambahkan pengkoagulan.
Penetralan muatan negatif pada lapisan primer oleh kation pada lapisan sekunder
menyebabkan pembentukan gumpalan atau koagulasi. Gumpalan-gumpalan dalam
ukuran kecil akan berkumpul membentuk gumpalan yang lebih besar (floc).
Hasil yang diperoleh pada percobaan adalah air sumur menjadi jernih, dengan
urutan kejernihan (daya koagulasi dari koagulan) : tawas (KAl(SO 4)2) > CaSO4 >
ZnSO4 > MgSO4 > FeSO4 > FeCl3 > PAC. Makin besar muatan positif dari koagulan,
maka kemampuan destabilisasi terhadap muatan negatif pada koloid semakin besar.
Koagulan terbaik pada percobaan ini adalah tawas (KAl(SO 4)2). Hal ini disebabkan
tawas mempunyai muatan positif +3 yang berasal dari ion Al3+, dimana muatan
positif ini paling besar dibandingkan koagulan yang lain sehingga makin mudah
mendestabilisasi muatan negatif koloid dengan gaya-gaya pemisah. Sedangkan, PAC
(poli alumunium klorida) menjadi koagulan terburuk. PAC merupakan suatu polimer
yang terdiri dari monomer-monomer gabungan aluminium dan klorida. Polimer
memiliki ikatan yang tidak mudah putus, sehingga ikatannya stabil. Akibatnya
polimer ini sulit untuk terionisasi dan bereaksi dengan muatan dalam koloid sehingga
daya koagulasinya kecil. Untuk CaSO4, ZnSO4, MgSO4, dan FeSO4 anionnya sama
yaitu SO42- maka yang dibandingkan adalah nomor atom kationnya. Berdasarkan
nomor atom kation, semakin besar nomor atom maka kemampuan koagulasinya
semakin besar pula. Jadi urutan kemampuan koagulasi dari garam-garam sulfat
seharusnya yaitu ZnSO4 > FeSO4 > CaSO4 > MgSO4. Tetapi pada percobaan ini hasil
yang diperoleh tidak sesuai dimungkinkan karena pengamatan yang kurang teliti dan
pengadukkan yang belum optimal. Sedangkan untuk koagulan FeCl3 walaupun
mempunyai muatan positif 3+ (Fe3+) menghasilkan larutan yang berwarna orange
kecoklatan. Hal ini dipengaruhi adanya sifat higroskopis dari FeCl 3 sehingga mudah
berikatan dengan air membentuk larutan kuning coklat, selain itu FeCl 3 dapat
membentuk larutan dengan daya hantar listrik yang rendah (Daintith,1994). Oleh
karena itu sistem koloid yang ditambahkan FeCl3 tidak dapat menghasilkan larutan
jernih.
Koagulan garam-garam sulfat lebih baik dibandingkan koagulan garam
klorida karena adanya perbedaan muatan negatif dan elektronegatifitas dari ion Cl-
dan SO42-. Ion SO42- memiliki muatan negatif lebih tinggi dibandingkan dengan ion
Cl- sedangkan elektronegatifitas Cl- lebih besar daripada SO42-. Hal ini menyebabkan
ion SO42- lebih mudah berikatan dengan partikel koloid yang bermuatan positif pada
lapisan sekunder dalam sistem koloid. Sehingga koagulan dengan garam sulfat lebih
mudah mendestabilkan sistem koloid dengan membentuk partikel yang lebih besar.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi daya koagulasi antara lain adalah :
1. Efek pengadukan
Pengadukan bertujuan untuk meningkatkan frekuensi singgungan antara
partikel pengotor dengan koagulan sehingga diperoleh hasil yang optimal. Penetralan
muatan negatif dari partikel tersebut merupakan kombinasi kekuatan pengadukan,
keteraturan pengadukan dengan lama pengadukan akan diperoleh hasil koagulasi
yang baik.
2. pH lingkungan
Pada pH rendah koagulan akan bermuatan negatif, misalnya PAC, sehingga
untuk menetralisir partikel akan semakin besar. Hal ini berlawanan dengan proses
koagulasi, yaitu membutuhkan pH tinggi (larutan bersifat asam) karena flokulasi akan
optimal pada suhu tinggi.
3. Konsentrasi koagulan
Kemampuan koagulan dalam proses koagulasi bergantung pada
kemampuan koagulan untuk menetralkan partikel koloid. Dimana dengan konsentrasi
koagulan yang tinggi maka makin banyak partikel yang dinetralkan, namun tidak
selalu demikian dimana bertambahnya konsentrasi koagulan sebanding dengan
banyaknya partikel yang berkoagulasi (Hardjadi, 1993).

VII. PENUTUP

7.1. KESIMPULAN
1. Urutan koagulasi yang diperoleh pada percobaan adalah tawas > CaSO 4 >
ZnSO4 > MgSO4 > FeSO4 > FeCl3 > PAC.
2. Daya koagulasi garam-garam sulfat lebih baik dibandingkan garam-garam
klorida.

7.2. SARAN

1. Praktikan harus berhati-hati dalam menggunakan alat-alat dan bahan-bahan di


laboratorium.
2. Praktikan harus cermat dan teliti dalam melakukan percobaan.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, N., 2001, Kamus Kimia, PT Gramedia, Jakarta.

Basri, S., 1996, Kamus Kimia, Rineka Cipta, Jakarta.

Daintith, J., 1994, Kamus Lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta.

Hardjadi, 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Underwood, A.L., 2001, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.

Vogel, 1990, Buku Teks Analisis Kualitatif Anorganik Makro dan Semimikro, PT
Kalman Media Pusaka, Jakarta .

www.google.com

LEMBAR PENGESAHAN
PERCOBAAN VII:
KEMAMPUAN KOAGULASI GARAM-GARAM SULFAT DAN KLORIDA

Semarang, 10 Juni 2010

Praktikan,

M J Devries Fernando Marina Adriati Medina Indriati


J2C007028 J2007029 J2C007030

Melly Wahyuningsih Milka Ironia Realita Ida Farida


J2C007031 J2C007032 J2C607007

Mengetahui
Asisten,

Singgih Hertato
J2C006050

Anda mungkin juga menyukai