Anda di halaman 1dari 7

7 Cara Bahagia Menjalani Hidup Ala Anak-Anak

Sebagai guru SD rasanya jarang sekali saya mendapati murid-


murid saya bersedih atas suatu masalah. Mereka memang
mudah menangis kalau mengalami satu masalah yang sulit
mereka atasi.
Misalnya, saat berantem dengan temannya. Namun, itu tak
pernah berlangsung lama. Hari itu juga mereka bisa berbaikan
lalu kembali ketawa-ketiwi seolah tak terjadi apa-apa. Mereka
terlihat selalu bahagia.
Apa rahasianya? Saya penasaran mengapa anak kecil selalu
terlihat bahagia.
Sebagai guru SD, saya punya banyak waktu dan kesempatan
untuk berinteraksi dengan mereka dan mencoba mencari tahu
mengapa mereka selalu terlihat bahagia. Setidaknya, ada
beberapa hal yang saya kira menjadi penyebab anak kecil
relatif terlihat selalu bahagia.
1. Mudah memaafkan
Saat mengajar kelas 4, ada seorang siswa yang berkelahi
dengan temannya. Waktu itu saya sedang memeriksa
kelompok lain yang sedang mengerjakan tugas. Tanpa sempat
saya cegah, mereka sudah saling ejek dan mulai melempari
satu sama lain dengan benda-benda di sekitar mereka. Saya
melerai mereka. Namun terlambat. Salah satu di antara
mereka menangis dan berlari keluar kelas. Sementara yang
satunya lagi mamasang wajah marah.
Saya meminta mereka berdua untuk berjabat tangan dan
saling meminta maaf. Mereka melakukannya. Tentu saja
dengan enggan.
Waktu itu, saya berencana memanggil mereka berdua ke
kantor saat jam pulang sekolah untuk mendamaikan mereka
dan membuat mereka mengakui kesalahan masing-masing.
Namun, rupanya hal itu sama sekali tak perlu saya lakukan.
Saat jam istirahat, saya agak terkejut. Mereka yang tadi
berkelahi di kelas rupanya sedang bermain bersama di
lapangan sekolah. Saya mengamati mereka agak lama sambil
menghabiskan waktu istirahat saya di pinggir lapangan.
Saya melihat ada sedikit kecanggungan di antara mereka
berdua kalau kebetulan berdekatan saat bermain di lapangan.
Meski demikian, saya rasa di antara mereka sudah tak ada
masalah lagi.
Mereka melanjutkan hidup lagi dengan gembira dan bahagia.
Saya tidak tahu, apakah mereka akan mengingat perkelahian
itu atau tidak. Yang saya tahu, mereka kembali tertawa dan
bermain bersama.
Esok hari, bahkan saya tak melihat lagi kecanggungan di
antara mereka saat mereka bertemu.
Saya rasa, satu kualitas hidup yang dimiliki anak-anak dan
membuat mereka mudah bahagia adalah kemampuan mereka
untuk memaafkan kesalahan orang lain.
Mereka umumnya tidak mendendam dan itu membuat mereka
lebih mudah bahagia. Kadang-kadang saya merasa kalau
anak-anaklah yang lebih kuat dari pada orang dewasa.
2. Jujur mengekspresikan perasaannya
Selain mengajar di SD, saya juga mengajar di SMP. Di SMP
saya mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia. Satu mata
pelajaran yang banyak berhubungan dengan ekspresi. Saya
melatih anak-anak untuk mengekspresikan perasaan dan
pikiran mereka melalui lisan atau tulisan. Misalnya melalui
puisi, cerpen, teks argumentasi, dan sebagainya.
Mengajarkan anak-anak untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaannya membuat saya merenung.
Saat saya mengajar SD di kelas-kelas awal (kelas 1, 2, dan 3)
umumnya mereka adalah anak-anak yang mudah
mengekspresikan perasaan mereka. Mereka tak mencoba
menyembunyikan perasaan mereka.
Di sekolah kami, ada aturan yang melarang anak-anak
membawa uang jajan. Sebagai gantinya, mereka harus
membawa bekal dari rumah.
Saat jam istirahat tiba, mereka sering berbagi makanan.
Mereka tak ragu mengatakan bahwa makanan yang dibawa
temannya tidak enak. Tapi tentu saja mereka mengatakannya
dengan spontan dan bukan dengan maksud menghina.
Sependek pengamatan saya, anak-anak yang paling jujur
dalam mengungkapkan perasaan mereka adalah anak kelas 1
dan kelas 2. Mereka tidak ragu untuk menolak diantar pulang
oleh salah seorang guru dan dengan jujur mengatakan
alasannya karena tidak suka dengan guru itu. Sebagai
gantinya, saya yang paling sering mengantar mereka pulang.
Kejujuran mengekspresikan perasaannya menjadikan anak-
anak seolah tanpa beban. Mereka bisa menjalani hidup dengan
lebih lepas dan lebih bahagia tentu saja. Tidak seperti orang
dewasa yang justru sangat sering menyembunyikan perasaan
yang sesungguhnya mereka miliki.
Mungkin ini yang menyebabkan pelajaran mengekspresikan
perasaan dan pikiran lebih banyak diajarkan pada usia remaja
hingga dewasa.
3. Suka berbagi
Kita mungkin sering melihat anak-anak berebut mainan
hingga menangis. Tapi, kalau Anda mau sedikit mengamati
anak-anak, Anda akan terkejut karena mereka lebih banyak
berbagi dari pada berebut. Mereka berebut mainan hanya
sesekali.
Saat sedang makan bersama pada waktu istirahat sekolah,
saya mengamati bahwa anak-anak suka sekali berbagi. Saya
tak pernah menyuruh mereka berbagi. Hal itu terjadi secara
alami. Mereka saling tukar makanan satu sama lain.
Saya adalah satu-satunya orang di dalam kelas yang tak
membawa makanan. Anak-anak biasanya memberi saya
makanan yang mereka bawa berupa makanan ringan seperti
keripik, yang tentu saja saya terima dengan senang hati.
Tapi, saya selalu menjadi orang terakhir yang mereka beri.
Mereka senang sekali kalau teman-temannya menyukai
makanan yang mereka bawa.
Memang ada kalanya mereka tak mau memberikan sesuatu
kepada temannya meski sudah diminta baik-baik, bahkan
kadang sampai harus dipaksa oleh orang tua mereka. Namun,
saya rasa itu terjadi pada benda-benda tertentu saja yang
mereka amat sukai.
Saya menganggap itu sebagai pengecualian. Saya merasa tak
adil kalau memaksa anak-anak memberikan mainan
kesukaannya pada anak lain. Kita saja orang dewasa kadang,
atau malah mungkin sering memberi sesuatu bukan yang
paling kita sukai.
Saya tak pernah menyalahkan seorang anak yang tak mau
memberikan sesuatu kepada temannya. Mereka juga perlu
belajar tentang kepemilikan. Belajar tentang hak-hak mereka.
Bukankah kita tidak bisa berbagi jika kita tak memiliki apa
pun? Maka sebelum belajar berbagi, kita perlu belajar tentang
memiliki.
Saya percaya bahwa anak-anak pada dasarnya suka berbagi.
Dan saya juga percaya bahwa hal itu membuat mereka lebih
bahagia. Kita orang dewasa barangkali juga perlu lebih giat
berbagi.
4. Suka mencoba hal-hal baru
Anak-anak suka melakukan banyak hal dengan spontan.
Mereka tak memandang dunia ini dengan kerumitan laiknya
orang dewasa. Mereka suka mencoba-coba hal baru untuk
memenuhi rasa ingin tahu mereka. Tak seperti orang dewasa
yang seringkali terlalu banyak pertimbangan bahkan untuk
hal-hal sepele.
Bahkan, kadang karena terlalu banyak pertimbangan yang
dilakukan, Anda malah tidak jadi melakukan sesuatu.
Kebimbangan Anda mengalahkan niat untuk melakukan
sesuatu. Yang menjengkelkan adalah kalau yang dikalahkan
adalah niat untuk memulai bisnis baru, berolahraga, menjalin
hubungan baik dengan seseorang, dan sebagainya.
Berbeda dengan orang dewasa, pikiran anak kecil yang
sederhana membuat mereka lebih mungkin mencoba hal-hal
baru dan membuat mereka lebih bahagia. Coret-coret tembok,
kalau dimarahi baru berhenti. Injak ekor kucing, kalau digigit
baru berhenti.
Saya kerap mendapati siswa saya melakukan hal-hal yang
berbeda dengan yang saya ajarkan. Misalnya, ketika saya
mengajari mereka membuat kubus dengan kertas, sebagian
anak yang sudah selesai dengan kubus segera mencoba
membuat bentuk-bentuk baru.
Mungkin, sesekali kita perlu membuang banyak pertimbangan
yang selama ini menahan kita melakukan hal-hal baru yang
sebenarnya bermanfaat untuk kita. Sesekali menyederhanakan
pikiran kita dan mencoba hal-hal baru.
Mencoba hal-hal baru barangkali dapat mengusir kesuntukkan
yang dihadirkan oleh aktivitas rutin yang selama ini kita
jalani. Mencoba hal baru bisa membuat kita lebih bahagia.
Tentu dengan catatan hal-hal baru itu adalah hal-hal yang
positif.
5. Suka berimajinasi
Kehidupan orang dewasa dengan beban pekerjaan sehari-hari
kadang menjadi kering imajinasi. Kalaupun berimajinasi,
orang dewasa tak bisa leluasa mengungkapkan imajinasinya,
kecuali kalau ia seorang penulis cerita atau seniman.
Anak-anak beda lagi. Mereka bisa sangat gembira meski
hanya bermain dengan barang-barang seadanya. Dengan
tempat dan barang-barang sedanya mereka bisa membuat
dunia imajinasi yang mengasyikkan.
Mereka seolah tak pernah kekurangan apa pun. Mereka bisa
membuat mobil dari upih, membuat gitar dari sapu lidi,
membuat motor balap dengan menyelipkan botol plastik di
jari-jari roda sepeda, dan tentu saja masih banyak yang bisa
mereka buat dengan imajinasi mereka. Dengan imajinasi
mereka punya hidup yang lebih menggembirakan.
Saya juga suka berimajinasi. Saya membaca buku-buku cerita
dan itu memang membahagiakan. Itu salah satu bentuk
berimajinasi yang menurut saya pantas dicoba orang-orang
dewasa. Setidaknya itu menjadi hiburan yang murah dan
bermanfaat.
6. Tidak terjebak masa lalu dan masa depan
Ada yang pernah mengatakan kepada saya tentang dua
pencuri yang mencuri kebahagiaan dari kita. Kedua pencuri
itu adalah masa lalu dan masa depan.
Penyesalan terhadap masa lalu yang berlarut-larut dan
ketakutan terhadap masa depan yang tak pasti adalah penyakit
yang menggerogoti kebahagiaan kita.
Siapakah yang paling bisa mengatasi kedua pencuri ini
dengan baik? Anak kecil tentu saja. Mereka mencurahkan
perhatian ke masa kini. Mereka menikmatinya dan tak
merisaukan masa depan apalagi menyesali masa lalu.
7. Sering tersenyum dan mudah tertawa
Anak-anak adalah makhluk yang paling sering tersenyum dan
tertawa. Mereka tidak memikirkan hal-hal buruk dan tidak
mudah curiga kepada orang lain. Dengan tersenyum, Anda
akan memancarkan energi positif ke sekitar dan Anda akan
lebih bahagia.
Tidak perlu menunggu ada lelucon yang sangat lucu untuk
tertawa. Kadang menertawakan diri sendiri saat membuat
kesalahan juga sangat menyenangkan. Kita melepaskan beban
yang membelenggu dengan menerima bahwa diri ini juga
manusia biasa yang bisa membuat kesalahan. Dan, apa
salahnya tertawa.
Itulah tujuh cara bahagia yang dapat kita pelajari dari anak-
anak. Saya senang dapat memiliki banyak waktu untuk
berinteraksi dengan anak-anak. Mereka menularkan
kebahagiaan kepada saya.

Anda mungkin juga menyukai