Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN TRANSFUSI DARAH

“TEKNIK CROSS-MATCH RUTIN”

Dosen Pengampu:
Sri Tumpuk,Amd.AK,S.Si,M.Kes
Rahmaniar,S.Si
Amalia Selviani, S,Tr, TLM
Disusun Oleh :
Dinda Aridha Fitri Hutabarat
191071010

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN TEKNOLOGI


LABORATORIUM MEDIK POLTEKNIK KESEHATAN
KEMENTRIAN KESEHATAN PONTIANAK
2020
PRAKTIKUM 8
Hari/Tanggal Jumat/11 Desember 2020
Judul TEKNIK CROSS-MATCH RUTIN
Tujuan Untuk mengetahui reaksi aglutinasi dan hemoiitik antara
darah donor dan resipien.
Prinsip  Mayor: reaksi antara sei donor dan serum resipien, bila
teijadi aglutinasi atau hemolisis, maka darah atau
eritrosit donor tidak dapat ditranfusikan.
 Minor : reaksi antara sei resipien dan serum donor, bila
teijadi aglutinasi atau hemolisis, darah/plasma donor
tidak dapat ditranfusikan.
Dasar Teori Transfusi darah adalah tindakan memasukkan darah atau
komponennya ke dalam sistem pembuluh darah seseorang.
Komponen darah yang biasa ditransfusikan ke dalam
tubuh seseorang adalah sel darah merah, trombosit,
plasma, sel darah putih. Transfusi darah adalah suatu
pengobatan yang bertujuan menggantikan atau menambah
komponen darah yang hilang atau terdapat dalam jumlah
yang tidak mencukupi. Tindakan transfusi darah atau
komponennya bukanlah tindakan tanpa risiko, sebaliknya
tindakan ini merupakan tindakan yang mengandung risiko
yang dapat berakibat fatal. Komplikasi yang dapat timbul
akibat transfusi darah atau komponennya, dapat dibagi
dalam 3 kelompok yaitu : (Anonim, 2011)
1. Reaksi imunologis,
2. Reaksi nori imunologis,
3. Penularan penyakit
Reaksi silang (Cross matching) adalah reaksi silang in
vitro antara darah pasien yang akan ditransfusi darah
dengan darah donor yang akan ditransfusikan. Reaksi ini
dimaksudkan untuk mencari tahu apakah darah donor yang
akan ditransfusikan itu nantinya akan dilawan oleh serum
pasien didalam tubuhnya atau apakah plasma donor yang
turut ditransfusikan akan melawan sel pasien didalam
tubuhnya hingga akan memperberat anemia, disamping
kemungkinan adanya reaksi hemolitik transfusi yang bisa
membahayakan pasien (Febriyanti, 2011).
Uji silang (cross matching) ini bertujuan untuk mencegah
reaksi hemolitik tranfusi bila darah donor ditransfusikan
supaya darah yang ditransfusikan itu benar–benar ada
manfaatnya bagi kesembuhan pasien. Darah donor dan
pasien yang di crossmatch ini, kecuali golongan darah
ABO dan Rhesus yang kita ketahui (diperiksa lebih
dahulu), kita tidak mengetahui antigen lainya yang ada
didalam sel donor dan pasien, dan kita tidak
mengetahuipula adanya antibody lain (irregular) yang
complet maupun incomplete di dalam serum pasien atau
plasma donor. Dalam Cross Match ini, sesuai dengan
maksudnya kita berusaha mencari semua kemungkinan
adanya semua jenis antibody complete maupun incomplete
terutama yang mempunyai arti klinis yang bisa
menyebabkan Cross Match invitro tidak cocok atau
incompatible. Maka Cross Match harus kita jalankan
dalam medium dan temperatur yang berbeda, yang dalam
praktiknya dikenal dengan fase 1, fase 2, dan fase 3
(Febriyanti, 2011).
Uji cocok serasi atau yang lebih sering disebut
crossmacthing memiliki beberapa sinonim antara lain uji
silang serasi atau uji kompatibilitas. Crossmacthing
dilambangkan dengan XM. Istilah uji kompatibilitas
sebenarnya kurang tepat apabila disamakan dengan
crossmacthing. Crossmacthing dan uji kompatibilitas
memang identik, tetapi memiliki pengertian yang berbeda.
Crossmacthing adalah suatu prosedur untuk
mereaksisilangkan komponen darah donor dan pasien. Uji
kompatibilitas adalah semua tahapan yang harus dilakukan
sehingga diperoleh darah donor yang benar-benar tepat
untuk pasien. Uji kompatibilitas meliputi: identifikasi
pasien dengan akurat, pengambilan sampel darah pasien
diikuti dengan pelabelan dan penanganan sampel yang
benar, mereview riwayat pemberian transfusi sebelumnya,
melakukan pemeriksaan golongan darah sistem ABO dan
Rhesus, melakukan skrining dan identifikasi antibodi,
melakukan crossmatching, mengecek ketepatan dan
kelayakan distribusi produk darah, melakukan
reindentifikasi pasien sebelum transfusi, dan
memonitoring pasien sebelum, selama dan setelah
pemberian transfusi (Blaney and Howard, 2013). Dari
pengertian tersebut dapat dilihat bahwa uji kompatibilitas
memiliki cakupan yang jauh lebih luas dan crossmatching
merupakan bagian dari uji kompatibilitas (Makroo, 2009).
Alat - Centrifuge
- Mikroskop
- Tabung serologi
- Tabung Centrifuge
- Pipet Pasteur
- Rak tabung
- Object glass
Bahan - Sel donor dan sel pasien 5%
- Serum donor dan serum pasien
- Bovine Albumin 22%
- Saline
- Coomb's serum
Cara Kerja 1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Isikan :
- Tabung 1 mayor : 2 tetes serum resipien dan 1 tetes
sel donor 5%.
- Tabung 2 minor : 2 tetes serum donor dan 1 tetes
sel resipien 5%.

2. Kedua tabung dikocok, lalu disentrifus dengan


kecepatan 1000 rpm selama 3 menit atau 3000 rpm
selama 20 detik.
- Jika aglutinasi positif, maka darah tidak cocok.
- Jika tidak ada aglutinasi, lanjut ke pemeriksaan
selanjutnya.

3. Kedua tabung ditambah 2 tetes Bovine Albumin


22%, inkubasi kan ke dalam waterbath dengan
suhu 37°C selama 15 menit, lalu kedua tabung
disentrifus dengan kecepatan 1000 rpm selama 3
menit atau 3000 rpm selama 20 detik.
Hasil :
- Jika ada aglutinasi, maka tidak cocok.
- Jika tidak ada aglutinasi, maka pemeriksaan
dilanjutkan.

4. Cuci sel dengan saline sebanyak 3 kali (bila


diperlukan, supernatan di tes dengan asam
sulfosalisilat 20%, bila cairan jernih sudah bebas
dari protein).

5. Tambahkan pada sedimen masing-masing 2 tetes


Coomb's serum, disentrifus dengan kecepatan 1000
rpm selama 3 menit, kemudian baca reaksinya
secara makroskopis dan mikroskopis.
Baca Hasil :
Bila tidak ada aglutinasi, maka cocok (compatible)
dan boleh ditranfusikan.
Interpretasi Hasil - Bila reaksi silang Mayor dan Minor fase I sampai
fase III tidak menunjukkan aglutinasi dan atau
hemolisis, hasil diinterpretasikan kompatibel
(cocok) : darah dapat keluar.
- Bila reaksi silang Mayor dan Minor fase I sampai
fase III menunjukkan adanya rekasi aglutinasi dan
atau hemolisis, hasil diinterpretasikan inkompatibel
(tidak cocok) : darah tidak dapat dikeluarkan
Hasil Pemeriksaan  FASE I

 FASE II

 FASE III
Pembahasan Darah donor dan pasien yang di crossmatch ini, kecuali
golongan darah ABO dan Rhesus yang kita ketahui
(diperiksa lebih dahulu), kita tidak mengetahui antigen
lainya yang ada didalam sel donor dan pasien, dan kita
tidak mengetahuipula adanya antibody lain (irregular)
yang complet maupun incomplete di dalam serum pasien
atau plasma donor.
Dalam Cross Match ini, sesuai dengan maksudnya kita
berusaha mencari semua kemungkinan adanya semua jenis
antibody complete maupun incomplete terutama yang
mempunyai arti klinis yang bisa menyebabkan Cross
Match invitro tidak cocok atau incompatible. Maka Cross
Match harus kita jalankan dalam medium dan temperatur
yang berbeda, yang dalam praktiknya dikenal dengan fase
1, fase 2, dan fase 3.
Untuk fase dalam cross matching terdiri atas : (Febriyanti,
2011)
1. Test fase I Cross Match yaitu fase suhu kamar
Pada fase ini antibody complete yang akan
mengaglutinasikan sel dalam saline medium atau
bovine albumin yang kebanyakan kelas Ig M bisa
terdeteksi misalnya : tidak cocok golongan ABO ;
adanya allo antibody : M, N, Lea, I, IH, E ; serta
adanya auto cold antibody. Pada fase ini bertujuan
untuk mendeteksi antibodi yang bersifat Igm (Natural).
2. Tes fase II Cross Match yaitu fase inkubasi 37o C
Pada fese ini bila mediumnya bovine albumin,
beberapa antibody dalam sistem Rhesus bisa terdeteksi
aglutinasi,(misalnya anti D, anti E, anti c) anti Lea dan
anti Leb. Bila mediumnya saline bisa terdeteksi
aglutinasi anti E, anti Lea. Antibody yang bersifat
incomplete, dan antibodi yang belum terdeteksi
aglutinasi atau hemolisisnya pada fase II ini bisa
bereaksi coated (sensitized) : anti D, E, c, K, Fy a,Fyb,
Jka, S, Lea, Leb. Jadi penting sekali peranan fase
inkubasi 37 oC ini, dimana setidak-tidaknya memberi
kesempatan kepada antibody untuk mengcoatedkan
sel. Selain itu fungsi inkubasi ini yaitu untuk memberi
kesempatan antibodi melekat pada permukaan sel.
Dimana fungsi albumin yaitu untuk menekan zat
potensial dengan menguraikan ion-ion positif dan
negatif sehingga aglutinogen dan antibodi lebih cepat
meningkat untuk memudahkan proses sensititasi
(aglutinasi).
3. Tes fase III Cross Match yaitu fase anti globulin
Pada fase ini setalah melaluo fase II, akan terdeteksi
aglutinasi incompelete antibodi yang tadi di fase II
sudah mengcoated sel. . Fase III ini tujuannya untuk
mendeteksi antibodi yang bersifat IgG pada Fase II
yang disensitisasi oleh antibodi yang bersifat irregular.
Semua antibodi inkomplet yang terikat pada sel darah
merah di fase II akan beraglutinasi (positif) setelah
penambahan coomb’s serum sebanyak 2 tetes. Dimana
coomb’s serum (antiglobulin) ini berfungsi sebagai
jembatan coatednya antibodi yang satu dengan yang
lainnya. Sebelum penambahan coomb’s serum, sel
darah dicuci terlebih dahulu dengan saline. Pencucian
dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan zat sisa
atau pengotor yang dapat mengganggu reaksi antara
coomb’s serum dengan sel darah
Tujuan Uji Cocok Serasi (Crossmatching)
Tujuan utama crossmatching adalah untuk mencegah
terjadinya reaksi transfusi baik reaksi transfusi yang
bersifat mengancam nyawa maupun reaksi transfusi ringan
atau sedang yang dapat mengganggu kenyamanan pasien.
Tujuan yang tidak kalah penting lainnya adalah
memaksimalkan masa hidup in vivo sel-sel darah yang
ditransfusikan (Blaney and Howard, 2013).
Crossmatching dilakukan untuk meyakinkan bahwa tidak
ada antibodi di dalam serum pasien yang akan bereaksi
dengan sel darah donor jika transfusi dilakukan. Dua
fungsi utama crossmatching adalah
1. Untuk pengecekkan terakhir bahwa golongan darah
ABO antara donor dan pasien sudah sesuai,
2. Untuk mendeteksi ada tidaknya antibodi dalam
serum pasien yang akan bereaksi dengan antigen
pada sel darah merah donor terutama pada kondisi
antibodi tidak terdeteksi dengan skrining antibodi
karena tidak adanya antigen yang sesuai pada panel
sel skrining (Makroo, 2009).
Berdasarkan jenis komponen darah pasien dan donor yang
direaksikan, crossmatching memiliki dua tujuan, yaitu:
1. Mendeteksi adanya antibodi dalam serum pasien
(termasuk anti-A & anti-B) yang dapat
menghancurkan eritrosit yg ditransfusikan,
2. Mendeteksi antibodi dalam serum donor yang akan
masuk ke dalam tubuh pasien.
Kedua tujuan di atas berkaitan dengan jenis crossmatch
mayor dan minor yang akan dibahas lebih lanjut pada
bahasan berikutnya (Blaney and Howard, 2013).
Kesimpulan Uji crossmatching/uji silang merupakan proses
mereaksikan silang antara darah donor dengan pasien
sehingga didapatkan darah yang cocok untuk pasien
tersebut.
Daftar Pustaka  LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATE
 https://dokumen.tips/download/link/crossmatch-
565b420ba0c39#google_vignette
 https://www.academia.edu/19069766/Dasar_Teori
_Gel_Crossmatching

Praktikan Dosen Nilai

Dinda Aridha F.H


191071010

Anda mungkin juga menyukai