Anda di halaman 1dari 3

1. Bagaimana kondisi pertanian di Indonesia?

Apakah kebijakan yang sudah


dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani?

Dinamika perkembangan pertanian Indonesia menunjukan kecendrungan yang


cukup memprihatinkan. Dalam kurun waktu 2001-2003 sebanyak 610.596 ha
sawah (termasuk yang produktif) berganti menjadi kawasan pemukiman dan
kegiatan lain. Meski lahan pertanian menyempit, jumlah petani justru
meningkat.

Kondisi makin mengkhawtirkan karena tingkat pendapatan petani yang tidak


berubah secara signifikan.

Situasi diperburuk dengan terancamnya ekologis (lingkungan) yang menjadi


basis produksi pertanian. Rusaknya system ekologis itu ditandai dengan
merosotnya tingkat kesuburan tanah antara lain karena massifnya penggunaan
bahan an-organik dalam pupuk dan obat pembasmi hama.

Peranan pemerintah dalam pembangunan pertanian Indonesia adalah berupa


pembuatan kebijakan-kebijakan sebagai berikut :

a.) kebijakan harga : Kebijakan pangan murah

kebijakan harga yang diterapkan di Indonesia misalnya kebijakan harga beras


minimum dan harga beras maksimum. Kebijakan ini ditekankan untuk mencapai
tujuan yang pertama, yaitu stabilisasi harga hasil pertanian.

b.) Kebijakan Pemasaran

Kebijakan pemasaran dilakukan untuk memasarkan hasil-hasil pertanian yang


bertujuan ekspor, selain pengaturan distribusi sarana produksi bagi petani.

c.) Kebijakan Struktural

Kebijakan structural dalam pertanian dimaksudkan untuk memperbaikistruktur


produksi misalnya luas pemilikan lahan, pengenalan dan pengusahaan alat-alat
pertanian yang baru, dan perbaikan sarana pertanian yang umumnya baik
prasaranafisik maupun sosial ekonomi.

Strategi Kementan untuk mencapai pembangunan pertanian dan ketahanan


pangan nasional adalah melalui berbagai terobosan. Antara lain, pengadaan alat
dan mesin pertanian (alsintan) 180 ribu unit, rehabilitasi jaringan irigasi sluas
3,05 juta hektare (ha), peningkatan indeks pertanaman, asuransi pertanian (675
ribu ha). 

Terobosan lainnya adalah pembangunan lumbung pangan perbatasan, integrasi


jagung dan sawit, peningkatan produksi daging melalui SIWAB (semua betina
wajib bunting), pembangunan 3.771 unit embung/long storage/dam parit,
pengadaan benih ungul untuk padi, jagung, kedelai, cabai, bawang dan lainnya,
pengendalian impor pangan strategis dan stabilitasi harga pangan melalui TTI
(Toko Tani Indonesia). 

Sumber https://republika.co.id/berita/ekonomi/makro/17/10/14/oxt6kc349-
bkp-kementan-kebijakan-pangan-untuk-sejahterakan-petani

Sumber ESPA431403 2.3-2.10

2. Bagaimana perkembangan industrialisasi di Indonesia? Apakah tantangan


industri nasional pada era globalisasi seperti sekarang?

Industrialisasi mulai berkembang di Indonesia pada pemerintahan rejim Orde Baru.


Melalui UU No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA), pemrintah
melakukan liberalisasi untuk menarik modal asing dengan tujuan menggairahkan
perekonomian yang lesu.

Sejak awal decade 1970-an hingga pertengahan decade 1980-an pemerintah


mengembangkan strategi Industri Subtitusi Impor (ISI). Strategi ini bertujuan untuk
menghemat devisadengan cara mengembangkan industry yang menghasilkan barang
pengganti barang impor.

Meski startegi ISI diharapkan mampu menghemat devisa, namun yangterjadi


sebaliknyakarena pemerintah justru menekankan pada produksi barang mewah yang
berteknologi dan padat modal.

Didorong oleh keadaan tersebut dan jatuh nya harga minyak pada awal tahun 1980-an,
pemerintah mengubah strategi industtrialisasi dari ISI menjadi Industri Promosi Ekspor
(IPE)

Di era globalisasi Ketika ada tekanan dari luar untuk menghilangkan berbagai proteksi
industri besar di tanah air sedang diuji ketangguhannya. Pengahapusan proteksi yang
menimbulkan ekonomi biaya tinggi, harus dibarengi dengan berbagai persiapan
kelembagaan, infrastruktur dan suprastruktur dalam upaya meningkatkan daya saing di
pasar global.

Industry rakyat yang selama ini tidak mendapatkan fasilitas berarti dari pemerintah
terbukti Tangguh menghadapi gejolak eksternal. Industri rakyat yang berbasis koperasi
merupakan pengembangan strategi industry Indonesia.

Keunggulan yang spesifik karena berbasis pada kekuatan diri sendiri dan tidak
tergantung pada bantuan modal asing dan pemerintah. Dimasa mendatang untuk
menghadapi era globalisasi pemerintah perlu memberikan berbagai fasilitas yang dapat
mendorong pertumbuhan dan perkembangan industri rakyat.

Sejumlah tantangan masih dihadapi Indonesia dalam era Industri 4.0 ini.  

Pertama, industri hulu (upstream) dan antara (midstream) yang kurang berkembang,


ditandai oleh bahan baku dan komponen kunci yang sangat tergantung dari impor,
contohnya lebih dari 50% industri petrokimia, 74% logam dasar, serta semua bagian
penting di bidang elektronik dan otomotif.
Kedua, belum optimalnya zona industri yang komprehensif seperti migas vs petrokimia.
Selain itu, kawasan industri juga kurang dikembangkan dan digunakan, seperti di Batam,
Karawang, dan Bekasi

Ketiga, tren sustainability global yang tidak terhindarkan di mana produksi dan ekspor


produk yang ramah lingkungan kini menjadi kewajiban contohnya bahan bakar Euro 4
yang mulai menjadi syarat banyak negara serta pengembangan biosolar.  

Keempat, industri kecil dan menengah  yang masih tertinggal. Data Kemenperin


menunjukkan 62% pekerja Indonesia bekerja pada IKM dengan produktivitas yang
masih rendah. 

Kelima, infrastruktur digital yang belum memadai dan platform digital yang belum
optimal. Teknologi seluler, misalnya, masih mengadopsi 4G dan belum siap dengan 5G.
Kecepatan rata-rata fiber optic  juga masih kurang dari 10 Mbps. Selain itu,
infrastruktur cloud  juga masih terbatas. 

Keenam, pendanaan domestik dan teknologi yang terbatas.  

Selanjutnya, ada masalah tenaga kerja yang tidak terlatih. Indonesia memiliki angkatan
kerja terbesar ke-4 di dunia, namun sangat kekurangan talenta. Anggaran pendidikan
pemerintah saat ini hanya sekitar US$ 114/kapita. 

Kedelapan adalah belum adanya pusat-pusat inovasi. Anggaran pemerintah untuk


penelitian dan pengembangan (R&D) masih sangat terbatas, hanya 0,1% hingga 0,3%
dari PDB. Pemerintah sendiri menargetkan anggaran litbang dapat naik setidaknya
mencapai 2% untuk masuk ke industri 4.0.

Saat ini juga belum ada pusat litbang yang kuat yang disponsori pemerintah atau
swasta. Selain itu, hingga saat ini juga belum ada insentif fiskal yang komprehensif
untuk mengadopsi teknologi Industri 4.0.  

Terakhir, persoalan peraturan dan kebijakan yang masih tumpang tindih, ditangani oleh
beberapa kementerian seperti industri hulu (upstream) migas yang dikelola oleh
Kementerian ESDM namun industri tengah (midstream) dan hilir (downstream) dikelola
oleh Kementerian Perindustrian.  

Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/news/20180417185422-4-11394/ini-10-
tantangan-ri-di-era-industri-40-menurut-menperin

ESPA431403 hal 2.18-2.32

Anda mungkin juga menyukai