Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang

mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi (Bennete,

2013) :

1. Pneumonia lobaris

2. Pneumonia interstisial (bronkiolitis)

3. Bronkopneumonia

Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas

bagian bawah yang terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau

rumah sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran

nafas bawah yang menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia.

Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh

karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian

anak (Bennete, 2013).

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu

peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai

bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-

anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri,

virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh

mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu

dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder

terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga

1
sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang

dewasa.

Bronkopneumoni sering terjadi pada anak-anak, sehingga apabila tidak

segera ditangani akan mengakibatkan komplikasi seperti empiema, otitis media

akut, atelektasis, emfisema, dan meningitis. Selain itu, juga dapat menyebabkan

gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Maka sangat dibutuhkan

diagnosis yang pasti untuk mendapatkan terapi yang maksimal. Semakin dini

diagnosis dari penyakit ini maka semakin baik pula untuk prognosis dari penyakit

tersebut.

Dan untuk menegakkan diagnosis tersebut perlu dilakukan pemeriksaan

penunjang yaitu berupa pemeriksaan laboratorium yang terdiri dari pemeriksaan

darah dan pemeriksaan sputum, serta pemeriksaan radiologi. Pada pemeriksaan

radiologi dapat dilihat kelainan pada bronkus yang terkena. Berdasarkan hal

tersebut, disini penulis ingin membahas lebih lanjut mengenai pentingnya

pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi.

2
BAB 2

ISI

2.1 Anatomi dan Fisiologi Saluran Pernafasan

2.1.1 Anatomi

Gambar 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan

Organ pernafasan berguna bagi transgportasi gas-gas dimana organ-

organ pernafasan tersebut dibedakan menjadi bagian dimana udara mengalir

yaitu rongga hidung, pharynx, larynx, trakhea, dan bagian paru-paru yang

berfungsi melakukan pertukaran gas-gas antara udara dan darah.

a. Saluran nafas bagian atas, terdiri dari:

1) Hidung yang menghubungkan lubang-lubang sinus udara paraanalis

yang masuk kedalam rongga hidung dan juga lubang-lubang

nasolakrimal yang menyalurkan air mata kedalam bagian bawah rongga

nasalis kedalam hidung.

2) Parynx (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tenggorokan

sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang

3
rawan krikid maka letaknya di belakang hidung (naso farynx),

dibelakang mulut(oro larynx), dan dibelakang farinx (farinx laryngeal).

b. Saluran pernafasn bagian bawah terdiri dari:

1) Larynx (Tenggorokan) terletak di depan bagian terendah pharnyx yang

memisahkan dari kolumna vertebra, berjalan dari farine-farine sampai

ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakhea di

bawahnya. (Evelyn C.Pearce, 2002)

2) Trachea adalah tabung yang dapat bergerak dengan panjang kurang

lebih 5 inci (13 cm) dan berdiameter 1 inci (2,5 cm). Trachea

mempunyai dinding fibroelastis yang tertanam di dalam balok-balok

cartilage hialin yang berbentuk huruf U yang mempertahankan lumen

trachea tetap terbuka.

3) Pulmo

Masing-masing paru mempunyai apex pulmonalis yang tumpul, yang

menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 1 inci (2,5 cm) di atas clavicula,

basis pulmonalis yang konkaf tempat terdapat diaphragma, facies

costalis yang konveks yang disebabkan oleh dinding thorax yang

konkaf, facies mediastinalis yang konkaf yang merupakan cetakan

pericardium dan struktur mediastinum lainnya.

Pulmo dextra sedikit lebih besar dari pulmo sinistra dan dibagi oleh

fissura obliqua dan fissure horizontalis pulmonis dextra menjadi tiga

lobus: lobus superior, lobus medius dan lobus inferior.

4
Pulmo sinistra dibagi oleh fissure obliqua dengan cara yang sama

menjadi dua lobus, lobus superior dan lobus inferior. Pulmo sinistra

tidak ada fissura horizontalis.

4) Bronchus

Bronchus principalis (utama) dextra lebih lebar, lebih pendek, dan lebih

vertical dibandingkan bronchus principalis sinstra dan panjangnya

kurang lebih 1 inci (2,5 cm). Sebelum masuk ke dalam hilum

pulmonalis dextra bronchus principalis dextra mempercabangkan

bronchus lobaris superior dextra. Saat masuk ke hilum, bronchus

principalis dextra membelah menjadi bronchus lobaris medius dan

bronchus lobaris inferior dextra.

Bronchus principalis (utama) sinistra lebih sempit, lebih panjang, dan

lebih horizontal dibandingkan bronchus principalis dextra dan

panjangnya kurang lebih 2 inci (5 cm). Berjalan ke kiri di bawah arcus

aorta dan depan esophagus. Pada waktu masuk hilum pulmonalis

sinistra, bronchus principalis sinistra bercabang menjadi bronchus

lobaris sinistra dan bronchus lobaris inferior sinistra. (Snell, 2006)

2.1.2 Fisiologi Pernafasan

a. Pernafasan paru (pernafasan pulmoner)

Fungsi paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida pada

pernafasan melalui paru/pernafasan eksternal, oksigen di pungut

melalui hidung dan mulut, pada waktu bernafas oksigen masuk melalui

trachea dan pipa bronchial ke alveoli, dan erat hubungan dengan darah

di dalam kapiler pulmonaris.

5
Hanya satu lapisan membrane yaitu membrane alveoli kapiler,

memisahkan oksigen dari darah, darah menembus dan dipungut oleh

hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa

didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru pada

tekanan oksigen mmHg dan pada tingkatan Hb 95% jenuh oksigen.

Didalam paru, karbondioksida salah satu buangan metabolisme

menembus membrane kapiler dan kapiler darah ke alveoli dan setelah

melalui pipa bronchial dan trachea di lepaskan keluar melalui hidung

dan mulut. Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan

pulmoner pernafasan eksterna:

1.) Ventilasi pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar udara dalam

alveoli dengan udara luar.

2.) Arus darah melaui paru, darah mengandung oksigen masuk

keseluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk paru.

3.) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlahnya

yang bisa dicapai untuk semua bagian.

4.) Difusi gas yang membrane alveoli dan kapiler, karbondioksida lebih

mudah berdifusi daripada oksigen.

b. Pernafasan jaringan (pernafasn interna)

Darah yang menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen

(oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan mencapai kapiler,

dimana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen

dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung dan darah

menerima sebagai gantinya hasil buangan oksidasi yaitu

6
karbondioksida. Perubahan-perubahan berikut terjadi dalam komposisi

udara dalam alveoli, yang disebabkan pernafasan eksterna dan

pernafasan interna atau pernafasan jaringan.

Udara (atmosfer) yang dihirup:

Oksigen : 20%

Karbondioksida : 0-0,4%

Udara yang masuk alveoli mempunyai suhu dan kelembaban atmosfer.

Udara yang dihembuskan:

Nitrogen :79%

Oksigen :16%

Karbondioksida :4-0,4%

Udara yang dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai

suhunyang sama dengan badan (20 persen panas badan hilang untuk

pemanasan uadra yang dikeluarkan). (Evelyn C.Pearce, 2002)

2.2 Bronkopneumoni

2.2.1 Definisi

Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang

melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-

bercak (patchy distribution) (Bennete, 2013). Pneumonia merupakan penyakit

peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan

sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan

menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas

setempat (Bradley et.al., 2011)

7
2.2.2 Epidemiologi

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-

anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan

di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit

infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun (Bradley et.al., 2011)

2.2.3 Etiologi

Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al.,

2011) :

1.  Faktor Infeksi

a.  Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus

(RSV).

b.  Pada bayi :

1)  Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,

Cytomegalovirus.

2)  Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.

3)  Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,

Mycobacterium tuberculosa, Bordetella pertusis.

c.  Pada anak-anak :

1)  Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV

2)  Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia

3)  Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis

d. Pada anak besar – dewasa muda :

1)   Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis

2)   Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis

8
2.  Faktor Non Infeksi.

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi

a.  Bronkopneumonia hidrokarbon:

Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau

sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan

bensin).

b.  Bronkopneumonia lipoid:

Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak

secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang

mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian

makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian

makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.

Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang

terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak

tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak

ikan.

Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh

untuk terjadinya bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada

penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon

imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan

faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

2.2.4 Patogenesis

Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai

parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme

9
pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik.

Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan

mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal

dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin,

imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.

Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu,

atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran

nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran

nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan

kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan

mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan

sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi

virus. (Bennete, 2013)

Bronkopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian

atas yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus, Haemophilus influenza

atau karena aspirasi makanan dan minuman. Dari saluran pernafasan dengan

gambaran sebagai berikut:

1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu

dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara

kapiler dan alveoli.

2. Ekspansi kuman melaui pembuluh darah kemudian masuk kedalam

saluran pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya

peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat

10
usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang

beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

2.2.5 Manifestasi Klinis

Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut

bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam,

menggigil. Suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40 0c, sakit tenggorok, nyeri

otot, dan sendi. Juga disertai batuk dengan sputum mukoid atau purulen,

kadang-kadang berdarah.

2.2.6 Pemeriksaan Fisik

Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-

hal sebagai berikut:

a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal,

dan pernapasan cuping hidung.

Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah

retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping

hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan

intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi

tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah

terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal,

dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang

interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang

semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana

jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak

yang lebih tua.

11
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan

fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat

dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini

terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak

beristirahat dengan kepala disangga tegak lurus dengan area suboksipital.

Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”,

adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya

distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara

abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung

memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan

napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas

atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.

b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan

getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi

perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi

vibrasi akan berkurang.

c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan

d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek

dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa

bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi

yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi)

12
jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau

kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).

Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui

sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka. (Sectish, 2004;

Rahajoe, 2008)

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah

leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral

dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak

melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit

meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan.

Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan

LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada

stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi

mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif

sehingga tidak rutin dilakukan (Sectish, 2004).

b. Pemeriksaan radiologi

Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan,

hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan

foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan

gambaran klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk

menunjang diagnosis pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP.

Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto

13
rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas

penegakkan diagnosis.

Gambar 2. Ro. infiltrat alveoler di lobus kanan dan kiri bawah ec. S
pneumonia

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:

- Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan

bronkovaskular, peribronchial cuffing dan hiperaerasi

- Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air

bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut

dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang

biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak

terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai

round pneumonia

- Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada

kedua paru berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas

hingga daerah perifer paru disertai dengan peningkatan corakan

peribronkial.

14
Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan

kecenderungan etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial

merata dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus.

Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar,

bronkopneumonia dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan

oleh bakteri (Konsesus Pneumonia, 2008).

Gambar 3. Bronkopneumoni pada lobus bawah posterior

15
Lobar Pneumonia

Bronchopneumonia note the diffuse, patchy appearance

Gambar 4. Patchy Apperance pada bronkopneumoni

16
Gambar 5. Bronkopneumoni pada anak usia 5 tahun

Secara radiologik dibedakan 2 jenis pneumoni yaitu pneumoni


alveolar dan pneumoni intersitial.
1. Pneumonia Alveolar
Terjadi karena adanya radang bakteri yang menyebabkan
kerusakan pada dinding alveoli serta edema dan eksudat alveolar.
Eksudatnya dapat berupa serous, serosanguinus atau seropurulen,
tergantung pada perkembangan penyakit. Lumen bronkiolus terisi
dengan eksudat, tetapi dinding bronkus dan jaringan intersisial
tidak meradang. Limfadenopati kadang-kadang ditemukan. Eksudat
alveolar menyebabkan gambaran perselubungan. Air bronkogram
biasanya ditemukan di antara daerah konsolidasi. Prosesnya bisa
terjadi segmental atau non segmental.
Penyebab jenis pneumonia ini umumnya Klebsiella dan
Pneumococcus. Kadang-kadang sulit dibedakan dengan efusi
pleura atau adanya massa paru. Gambaran radiologis bervariasi
sesuai dengan stadium dan etiologinya.

17
2. Pneumonia Intersisial
Umumnya disebabkan oleh virus. Infeksi oleh virus berawal dari
permukaan dengan terjadinya kerusakan silia sel goblet dan
kelenjar mukus bronkioli, sehingga dinding bronkioli menjadi
edematus. Juga terjadi edema jaringan intersisiel peribronkial.
Kadang-kadang alveolus terisi cairan edema dinding bronkiolus.
Corakan bronkovaskular meningkat, hiperareasi, bercak-bercak
infiltrat dan efusi pleura juga dapat ditemukan.

Gambar 6 Lobar Pneumonia Anak Usia 2 tahun, perselubungan di Lobus


Kiri Atas

Gambar 7 Bronkopneumonia Bercak Kasar di Kadua Lapang Paru

18
c. C-Reactive Protein (CRP)

Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk

membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan

bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP

biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis

daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk

evaluasi respons terhadap terapi antibiotik (Konsesus Pneumonia,

2008).

d. Pemeriksaan Mikrobiologis

Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin

dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk

pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap

tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura,

atau aspirasi paru (Konsesus Pneumonia, 2008).

2.2.8 Kriteria Diagnosis

Dari anamnesa didapatkan gejala non respiratorik dan gejala

respiratorik. Dasar diagnosis tergantung umur, beratnya penyakit dan jenis

organisme penyebab. Pada bayi/anak kecil (balita) pemeriksaan auskultasi

sering tidak jelas, maka nafas cepat dan retraksi/tarikan dinding dada bagian

bawah ke dalam dipakai sebagai parameter. Kriteria nafas cepat, yaitu :

 Umur < 2 bl : ≥ 60x/menit

 2 bl-< 12 bl : ≥ 50x/menit

 12 bl-5 th : ≥ 40x/menit

 ≥ 5 tahun : ≥ 30x/menit

19
Tabel 1. Klasifikasi Pneumonia pada anak

Klasifikasi Nafas cepat Retraksi


< 2 bl Pneumonia berat + +
Bukan Pneumonia - -
2 bl-5 th Pneumonia berat + +
Pneumonia + -
Bukan Pneumonia - -

Dapat juga dipakai kriteria paling sedikit 3 dari 5 gejala/tanda berikut

- Sesak nafas disertai pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding

dada

- Panas badan

- Ronki basah sedang nyaring pada bronkopneumonia atau suara

pernafasan bronkial (pada daerah yang dengan perkusi bernada

pekak) pada pneumonia lobaris

- Foto toraks menunjukkan adanya infiltrat berupa bercak-bercak

(bronko) difus merata (lober) pada satu atau beberapa lobus

- Leukositosis Pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan

limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil

dominan.

Kadar leukosit berdasarkan umur:

o Anak umur 1 bulan : 5000 – 19500

o Anak umur 1-3 tahun : 6000 – 17500

o Anak umur 4-7 tahun : 5500 – 15500

o Anak umur 8-13 tahun : 4500 - 13500

20
Pedoman diagnosis dan tatalaksana yang lebih sederhana menurut

WHO. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumoni dibedakan

berdasarkan :

- Bronkopneumonia sangat berat :

Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka

anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

- Bronkopneumonia berat :

Bila di jumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup

minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan d beri antibiotik

(Rahajoe, 2008).

2.2.9 Diagnosis Banding

Diagnosis banding anak yang datang dengan keluhan batuk dan atau

kesulitan bernafas (Rahajoe, 2008).

Diagnosis Gejala klinis yang ditemukan


Bronkiolitis - episode pertama wheezing pada
anak umur < 2 tahun
- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
- gejala pada pneumonia juga dapat
dijumpai kurang atau tidak ada
respon dengan bronkodilator
- Gambaran radiologik mungkin
masih normal bila bronkiolitis
ringan. Umumnya terlihat paru-paru

Gambar 8. Bronkiolitis mengembang (hyperaerated). Bisa


juga didapatkan bercak-bercak yang
tersebar, atau pneumonia (patchy
infiltrates).
Tuberculosis (TB) - riwayat kontak positif dengan

21
pasien TB dewasa
- uji tuberculin positif (≥10 mm, pada
keadaan imunosupresi ≥ 5 mm)
- pertumbuhan buruk/kurus atau berat
badan menurun
- demam (≥ 2 minggu) tanpa sebaba
yang jelas
- batuk kronis (≥ 3 minggu)
Gambar 9. Tuberculosis
pembengkakan kelenjar limfe leher,
aksila, inguinal yang spesifik.
Pembengkakan tulang/sendi
punggung, panggul, lutut, falang.
Asma - riwayat wheezing berulang, kadang
Gambaran radiologi pada umunya tidak berhubungan dengan batuk
normal dan pilek
- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
berespon baik terhadap
bronkodilator

2.2.10 Penatalaksanaan

1. Medikamentosa

Sebelum memberikan obat ditentukan dahulu berat ringannya

penyakit, riwayat pengobatan sebelumnya dan respons terhadap

pengobatan tersebut, adanya penyakit yang mendasarinya.

a. Antibiotik awal (dalam 24-72 jam pertama)

1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan):

- ampicillin + aminoglikosid (gentamisin)

- amoksisillin-asam klavulanat

- amoksisillin + aminoglikosid

22
- sefalosporin generasi ke-3

2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

- beta laktam amoksisillin

- amoksisillin-amoksisillin klavulanat

- golongan sefalosporin

- kotrimoksazol

- makrolid (eritromisin)

3. Anak usia sekolah (> 5 thn)

- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error)

maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap

24 jam sekali sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau

tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ,ganti

dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab

yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit

seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah

antibiotik tidak efektif).

Penderita imunodefisiensi atau ditemukan penyakit lain yang

mendasari ampisilin +→ aminoglikosida (gentamisin), Hipersensitif

dengan penisilin/ampisilin: Eritromisin, sefalosporin (5-16% ada

reaksi silang) atau linkomisin/klindamisin.

Antibiotik selanjutnya ditentukan atas dasar pemantauan ketat

terhadap respons klinis dalam 24-72 jam pengobatan antibiotik awal

23
Kalau penyakit menunjukkan perbaikan → antibiotik diteruskan

sampai dengan 3 hari klinis baik (Pneumokokus biasanya cukup 5-7

hari, bayi < 2 bl biasanya 10-14 hari) Kalau penyakit bertambah berat

atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 72 jam antibiotik

awal dihentikan dan→ diganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat

(sebelumnya perlu diyakinkan dulu tidak adanya penyulit seperti

empiema, abses, dll, yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak

efektif).

Antibiotik pengganti bergantung pada kuman penyebab

- Pneumokokus : 3-16% sudah resisten dengan penisilin Diganti

dengan sefuroksim, sefotaksim, linkomisin atau vankomisin

- H. influenzae : Diganti dengan sefuroksim, sefazolin, sefotaksim,

eritromisin, linkomisin atau klindamisin

- S. aureus : Diganti dengan kloksasilin, dikloksasilin,

flukloksasilin, sefazolin, klindamisin atau linkomisin

- Batang Gram (-) : Aminoglikosida (gentamisin, amikasin, dll)

- Mikoplasma : Eritomisin, tetrasiklin (untuk anak > 8 th)

b. Simtomatik (untuk panas badan dan batuk) Sebaiknya tidak

diberikan terutama pada 72 jam pertama, karena dapat mengacaukan

interpretasi reaksi terhadap antibiotik awal.

c. Suportif O2 lembab 40% melalui kateter hidung diberikan

sampai sesak nafas hilang (analisis gas sampai dengan PaO2 ≥ 60

Torr)

24
d. Cairan, nutrisi dan kalori yang memadai : Melalui oral,

intragastrik, atau infus. Jenis cairan infus disesuaikan dengan

keseimbangan elektrolit. Bila elektrolit normal berikan larutan 1:4 (1

bagian NaCl fisiologis + 3 bagian dekstrosa 5%) dosis selanjutnya

tergantung gambaran klinis 6 jam setelah dosis awal

e. Fisioterapi

Tabel 2. Dosis Obat

OBAT CARA DOSIS FRE. INDIKASI


PEMBERIAN (jam)
Gol. PENISILIN i.v., i.m. 100-200 4-6 Pneumonia berat
1. Ampisilin p.o. 40-160 6 disebabkan Gram (+),
2. Amoksisilin p.o. 25-100 8 Gram (-) ; Bakteri
3. Tikarsilin i.v., i.m. 300-600 4.6 anaerob
Fibrosis kistik
(kombinasi dengan
aminoglikosida)
4. Azlosilin i.v. 4 Sama dengan
Neonatus <7 300-600 12 tikarsilin
hr 50-150 4-8
Neonatus >7 200
hr
5. Mezlosilin i.v. 300 4 Sama dengan
Neonatus 75 6-12 tikarsilin
>2.000 g 75 8-12
Neonatus
<2.000 g
6. Oksasilin i.v. 150 4-6 Pneumonia, abses
paru, empiema,
trakeitis yang
disebabkan oleh S.
aureus

25
Gol.
SEFALOSPORIN
1. Sefalotin i.v 75-150 6 Pneumonia oleh
S.aureus bila alergi
penisilin
2. Seftriakson i.v, i.m 50-100 12-24 Bakteri gram (-)
3. Sefotaksim i.v 50-200 6 Bakteri gram (-)
Gol.AMINOGLI
KOSIDA
1. Gentamisin i.v, i.m 5 8 Terapi inisial untuk
Pneumonia dan abses
paru karena bakteri
Gram (-)
2. Amikasin i.v, i.m 15-20 6-8 Patogen Gram (-)
resisten
dengan gentamisin
Gol.
MAKROLID
1. Eritromisin p.o, i.v (infuse 30-50 6 M. pneumoniae, B.
lambat) pertussis, C.
diphtheriae, C.
trachomatis,
Legionella
pneumophila
KLINDAMISIN i.v 15-40 6 S. aureus,
p.o 10-30 6 Streptokokus,
Pneumokokus yang
alergi
penisilin dan
efalosporin Abses
paru karena bakteri
anaerob
KLORAMFENIK i.v 75-100 6 Epiglotitis, abses
OL paru,

26
pneumonia

2. Indikasi rawat

Kriteria rawat inap, yaitu:

a. Pada bayi

- saturasi oksigen ≤ 92 %, sianosis

- frekuensi napas > 60 x/menit

- distress pernapasan, apneu intermitten, atau grunting

- tidak mau minum / menetek

- keluarga tidak bisa merawat dirumah

b. Pada anak

- saturasi oksigen ≤ 92 %, sianosis

- frekuensi napas ≥ 50 x/menit

- distress pernapasan

- grunting

- terdapat tanda dehidrasi

- keluarga tidak bisa merawat dirumah

3. Kriteria pulang:

a. Gejala dan tanda pneumonia menghilang

b. Asupan peroral adekuat

c. Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)

d. Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana

kontrol

e. Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah

2.2.11 Komplikasi

27
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :

a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna

atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau

refleks batuk hilang.

b. Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam

rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.

c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang

meradang.

d. Infeksi sitemik

e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.

f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

2.2.12 Prognosis

a. Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi

didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein

dan datang terlambat untuk pengobatan.

b. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui.

Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan

peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya

malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh

terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi

bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih

besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi

apabila berdiri sendiri.

2.2.13 Pencegahan

28
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak

dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat

menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.

Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan

daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara

hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan

,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga dll. Melakukan vaksinasi juga

diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:

a. Vaksinasi pneumokokus

Dapat diberikan pada umur 2,4,6, 12-15 bulan. Pada umur 17-12 bulan

diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; pada usia > 1 tahun di

berikan 1 kali, namun keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada usia

12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur

di atas 2 tahun PCV diberikan cukup 1 kali.

b. Vaksinasi H.Influenzae

Diberikan pada usia 2, 4, 6, dan 15-18 bulan

c. Vaksinasi varisela

Yang di anjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah dapat

diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur sebelum masuk

sekolah dasar. Bila diberikan pada umur > 12 tahun, perlu 2 dosis

dengan interval minimal 4 minggu

d. Vaksinasi influenza

29
Diberiikan pada umur > 6 bulan setiap tahun. Untuk imunisasi primer

anak 6 bulan - < 9 tahun di berikan 2 kali dengan interval minimal 4

minggu (Latief, 2009)

BAB 3

PENUTUP

30
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang

mengenai parenkim paru, dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia

interstisial (bronkiolitis), dan bronkopneumonia. Bronkopneumonia disebut juga

pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir

yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya,

yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-

macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.

Bronkopneumonia dapat ditegakkan dengan dengan anamnesis,

pemeriksaan fisik, serta perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu berupa

pemeriksaan laboratorium yang terdiri dari pemeriksaan darah dan pemeriksaan

sputum, serta pemeriksaan radiologi. Pada pemeriksaan radiologi dapat dilihat

kelainan pada bronkus yang terkena. Berdasarkan pedoman WHO

bronkopneumoni dibedakan berdasarkan bronkopneumonia sangat berat dan

bronkopneumonia berat. Jika diagnosis sudah diegakkan, dapat diberikan

pengobatan medikamentosa berupa antibiotik, terapi suportif, cairan, serta

fisioterapi.

Bronkopneumonia umumnya dapat sembuh total, mortalitas kurang dari

1%, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan

malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan. Pencegahan

yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap

berbagai penyakit saluran nafas seperti cara hidup sehat, makan makanan bergizi

dan teratur, menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, serta

melakukan vaksinasi.

31
32

Anda mungkin juga menyukai