Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

Keperawatan Gawat Darurat

Trauma Abdomen

Disusun Oleh :
Rizki Pilayati
20300015
Profesi Ners

Dosen Pengampu ;
Ns. Rezka Nurvinanda, M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA ABDOMEN

A. Konsep Penyakit

1. Definisi

Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan

cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2011).

Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah

antara diafragma atas dan panggul bawah (Guilon, 2011).

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang

terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang

menusuk (Ignativicus & Workman, 2006).

Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa trauma abdomen

adalah suatu kerusakan pada daerah abdomen yang dapat disebabkan oleh benda

tumpul atau benda yang menusuk yang dapat menyebabkan cidera fisik, psikologis

ataupun emosional.

2. Etiologi

Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari

ketinggian. Penyebab trauma abdomen adalah :

a. Penyebab trauma penetrasi

1) Luka akibat terkena tembakan

2) Luka akibat tikaman benda tajam

3) Luka akibat tusukan

b. Penyebab trauma non-penetrasi


1) Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh

2) Hancur (tertabrak mobil)

3) Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut

4) Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga.

3. Klasifikasi

Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :

a. Kontusio dinding abdomen

Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat

cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah

dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.

b. Laserasi

Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen

harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.

4. Tanda dan Gejala

a. Nyeri

Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat

timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan

nyeri lepas.

b. Darah dan cairan

Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan

oleh iritasi. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) yang disebabkan

oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragik

c. Cairan atau udara dibawah diafragma


Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada

saat pasien dalam posisi rekumben.

d. Mual dan muntah

5. Manifestasi Klinis

Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis meliputi: nyeri

tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan

muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.

a. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:

1) Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen

2) Terjadi perdarahan intra abdominal.

3) Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus

tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala

mual, muntah, dan BAB hitam (melena).

4) Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma.

5) Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding

abdomen.

b. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:

1) Terdapat luka robekan pada abdomen.

2) Luka tusuk sampai menembus abdomen.

3) Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam abdomen.

4) Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan dan

dapat memperburuk keadaan


6. Anatomi fisiologi

Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas dari

atas diafragma sampai pelvis dibawah.  Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua

bagian – abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih

besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan kecil.

Sebagian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus, dan usus

besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi

lambung dan bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak dibawah hati.

Pankreas terletak dibelakang lambung, dan limpa terletak dibagian ujung pancreas.

Ginjal dan kelenjar suprarenal berada diatas dinding posterior abdomen. Ureter

berjalan melalui abdomen dari ginjal. Aorta abdominalis, vena kava inferior,

reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak didalam abdomen.

Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga dijumpai

dalam rongga ini.


7. Patofisiologi

Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat

kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari

ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor –

faktor fisik  dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang

terjadi berhubungan  dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk

menahan tubuh.

Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan  dari jaringan

tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari

permukaan  yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada

elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan

jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah

kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan.

Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.

Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan

dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus

dipertimbangkan  dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap

permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang

disebabkan beberapa mekanisme :

a. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya

tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak

benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ

berongga.

b. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan

vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.


c. Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya

robek pada organ dan pedikel vaskuler.

8. Pathway

Trauma Abdomen

Tusukan, tembakan Benturan, pukulan

Trauma penetrasi Trauma non


penetrasi/tumpul
Nyeri Pelepasan mediator
Akut Inkontinuitas
kimia Kompresi abdomen
jaringan

Pembuluh darah pecah

Perdarahan intraabdomen

Volume darah

Hipovolemia

Risiko Syok
9. Komplikasi

a. Segera : hemoragik, syok, dan cedera.

b. Lambat : infeksi

c. Trombosis Vena

d. Emboli Pulmonar

e. Stress Ulserasi dan perdarahan

f. Pneumonia

g. Tekanan ulserasi

h. Atelektasis

i. Sepsis

10. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Musliha (2010), pemeriksaan diagnostik untuk trauma abdomen, yaitu:

a. Foto thoraks: Untuk melihat adanya trauma pada thorax.

b. Pemeriksaan darah rutin

Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan

terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan

leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan

adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum

amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas

atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan

kemungkinan trauma pada hepar.

c. Plain abdomen foto tegak

Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas

retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.


d. Pemeriksaan urine rutin

Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine

yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.

e. VP (Intravenous Pyelogram)

Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma

pada ginjal.

f. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)

Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga

perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik.

Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard). Indikasi untuk

melakukan DPL sebagai berikut:

1) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya

2) Trauma pada bagian bawah dari dada

3) Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas

4) Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera

otak)

5) Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang

belakang)

6) Patah tulang pelvis

Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :

1) Hamil

2) Pernah operasi abdominal

3) Operator tidak berpengalaman

4) Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan

g. Ultrasonografi dan CT Scan


Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan

disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.

11. Penatalaksanaan Medis

a. Abdominal paracentesis

Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi

untuk laparotomi.

b. Pemeriksaan laparoskopi

Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.

c. Pemasangan NGT

Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.

d. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan

e. Pemberian antibiotic

Untuk mencegah terjadinya infeksi.

f. Laparotomi
B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian

Dalam pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan prinsip–prinsip

Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang mempunyai skala prioritas

A(Airway), B (Breathing), C (Circulation).

Hal ini dikarenakan trauma abdomen harus dianggap sebagai dari multi

trauma dan dalam pengkajiannya tidak terpaku pada abdomennya saja.

a) Anamnesa

1) Biodata

Biasanya bisa menimpa siapa saja baik laki-laki maupun perempuan.

2) Keluhan Utama

Biasanya mengeluh nyeri hebat.

3) Riwayat penyakit sekarang (Trauma)

 Penyebab dari traumanya dikarenakan benda tumpul atau peluru.

 Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan bagaimana posisinya

saat jatuh.

 Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya.

 Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana sifatnya pada

Kuadran mana yang dirasakan paling nyeri atau sakit sekali.

4) Riwayat Penyakit yang lalu

 Kemungkinan pasien sebelumnya pernah menderita gangguan jiwa.

 Apakah pasien menderita penyakit asthma atau diabetesmellitus dan

gangguan faal hemostasis.

5) Riwayat psikososial spiritual

 Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami.


 Apakah musibah tersebut mengganggu emosi dan mental.

 Adakah kemungkinan percobaan bunuh diri (tentamen-suicide).

b) Pemeriksaan Fisik

1) Sistem Pernapasan (B1 = Breathing)

 Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada dada

serta jalan napasnya.

 Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan

tertinggal.

 Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.

 Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.

2) Sistem Kardiovaskuler (B2 = blood)

 Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah

abdominal dan adakah anemis.

 Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan bagaimana

suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung

paradoks.

3) Sistem Neurologis (B3 = Brain)

 Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di kepala.

 Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak

 Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan

Glasgow Coma Scale (GCS)

4) Sistem Gatrointestinal (B4 = bowel)

 Pada inspeksi :

 Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar.


 Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam

cavum abdomen.

 Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak.

 Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa,

kemungkinan adanya abdomen iritasi.

 Pada palpasi :

 Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.

 Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.

 Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.

 Pada perkusi :

 Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.

 Kemungkinan–kemungkinan adanya cairan/udara bebas dalam cavum

abdomen.

 Pada Auskultasi :

 Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising usus atau

menghilang.

 Pada rectal toucher :

 Kemungkinan adanya darah / lendir pada sarung tangan.

 Adanya ketegangan tonus otot / lesi pada otot rectum.

5) Sistem Urologi (B5 = bladder)

 Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah distensi

pada daerah vesica urinaria serta bagaimana produksi urine dan warnanya.

 Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya

distensi.
 Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

a) Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai dengan

tekanan darah menurun dan nadi teraba lemah

b) Risiko Syok faktor risiko kekurangan volume cairan

c) Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan gelisah,

frekuensi nadi meningkat dan diaforesis.

3. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi


(SIKI)
Keperawatan hasil (SLKI)
Hipovolemia Setelah dilakukan * Terapi Intravena
askep selama 2x24 1. Identifikasi indikasi dilakukan
berhubungan
diharapakan tingkat terapi intravena
dengan kehilangan
perdarahan menurun 2. Periksa kepatenan IV sebelum
cairan aktif dengan kriteria hasil : pemberian obat atau cairan
1. Tekanan darah 3. Monitor aliran IV dan tempat
ditandai dengan
meningkat dengan penusukan kateter selama
tekanan darah
skala 4/5 terapi
menurun dan nadi 2. Hemoglobin 4. Pertahankan teknik aseptic
meningkat dengan 5. Berikan cairan pada suhu
teraba lemah
skala 4/5 kamar, kecuali ada indikasi
3. Hematokrit lain
meningkat dengan 6. Ganti kateter IV, selang infuse
skala 4/5 dan peralatan lainnya selama
4. Suhu tubuh 48-72 jam
meningkat dengan 7. Dokumentasikan terapi yang
skala 4/5 diberikan
8. Jelaskan tujuan dan langkah-
langkah
Risiko Syok faktor Setelah dilakukan *Pemantauan Cairan
askep selama 2x24 1. Monitor tanda-tanda
risiko kekurangan
diharapakan status hipovolemia (mis. Frekuensi
volume cairan
cairan membaik nadi meningkat, nadi teraba
dengan kriteria hasil : lemah, tekanan darah
1. Kekuatan nadi menurun, tekanan nadi
meningkat dengan menyempit, turgor kulit
skala 4/5 menurun, membran mukosa
2. Frekuensi nadi kering, hematokrit meningkat)
meningkat dengan 2. Monitor waktu pengisisan
skala 4/5 kapiler
3. Tekanan darah 3. Monitor hasil pemeriksaan
meningkat dengan serum (mis. Osmolaritas,
skala 4/5 serum, hematokrit, natrium,
4. Suhu tubuh kalium, BUN)
meningkat dengan 4. Identifikasi factor resiko
skala 4/5 ketidakseimbangan cairan
5. Intake cairan (mis. Trauma/perdarahan)
meningkat dengan 5. Dokumentasikan hasil
skala 4/5 pemantauan
6. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Nyeri Akut Setelah dilakukan *Manajemen Nyeri :
1. Identifikasi factor yang
berhubungan askep selama 2x24
memperberat dan
dengan agen diharapakan control
memperingan nyeri.
pencedera fisik nyeri meningkat 2. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
ditandai dengan dengan kriteria hasil :
mengurangi rasa nyeri (Mis.,
gelisah, frekuensi 1. Melaporkan nyeri
hypnosis, akupresur, terapi
nadi meningkat terkontrol dengan music, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik
dan diaforesis skala 4/5
imajinasi terbimbing, kompres
2. Kemampuan dingin/hangat, terapi bermain).
3. Fasilitasi istirahat dan tidur.
mengenali
4. Pertimbangkan jenis dan
penyebab nyeri
sumber nyeri dalam pemilihan
dengan skala 4/5 strategi meredakan nyeri.
5. Jelaskan strategi meredakan
Kemampuan
nyeri
menggunakan teknik
6. Kolaborasi pemberian
non-farmakologis analgetik, jika perlu.

dengan skala 4/5


DAFTAR PUSTAKA

Alamsyiah, 2012. Manajemen Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika

Brunner dan Suddarth, 2005. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 VoL. 4. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC

Moenir, 2008. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara

Musliha, 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika

PPNI, 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. ed. 1 cet. 3, Jakarta:Dewan

Pengurus Pusat

PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. ed. 1 cet. 3, Jakarta:Dewan

Pengurus Pusat

PPNI, 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Ed. 1 cet. 2, Jakarta:Dewan Pengurus

Pusat

Anda mungkin juga menyukai