Anda di halaman 1dari 11

APLIKASI TEKNIK KOLOM SEMEN

PADA TANAH BERPASIR

Edited by....
Igun’z
Igunz24@yahoo.com
0274-9194045
Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

APLIKASI TEKNIK KOLOM-SEMEN (CEMENT-COLUMN) PADA TANAH


BERPASIR
1
Agus Setyo Muntohar, 1Anita Widianti, 1Willis Diana, 1Edi Hartono,
dan 2Ekrar Oktoviar,
1
Program Studi Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Kampus UMY Jl.Lingkar Selatan, Taman Tirto, Yogyakarta 55183
email: muntohar@umy.ac.id
2
Mahasiswa, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRAK

Teknik grouting dan deep mixing adalah teknik yang lebih efektif mengurangi likuifaksi.
Pada naskah ini akan disajikan hasil kajian laboratorium tentang pengaruh penggunaan teknik
kolom-semen terhadap kekuatan tanah di sekitar kolom-semen. Kolom-semen dibuat dalam
skala model laboratorium dengan diameter 0,051 m (2 inch) dan panjang 0,22 m (8 inch) pada
media tanah pasir berukuran 1,2 m x 1,2 m x 1,0 m untuk panjang, lebar dan tinggi. Kekuatan
tanah di sekitar kolom diukur pada arah radial dan vertikal dengan alat uji sondir konis ganda
(biconus CPT) yang diuji pada umur kolom-semen 1, 3 dan 7 hari setelah pemasangan. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa kekuatan tanah baik perlawanan ujung (qc) dan perlawana gesek
(qf) di sekitar kolom-semen meningkat setelah pemasangan kolom-semen. Kekuatan tanah
berkurang jika jaraknya semakin jauh dari kolom-semen. Kekuatan tanah juga meningkat
dengan bertambahnya umur kolom-semen. Secara umum dapat dikatakan bahwa pemasangan
kolom-semen telah mampu meningkatkan kekuatan tanah di sekitarnya baik pada arah radial
maupun vertikal. Peningkatan kekuatan ini merupakan indikasi berkurangnya resiko likuifaksi
pada tanah berpasir.

Kata kunci : likuifaksi, kolom-semen, tanah pasir, sondir

1. PENDAHULUAN

Likuifaksi sering terjadi pada tanah berpasir lepas dan jenuh air bila terjadi gempa
bumi. Akibat kehilangan kuat geser akibat gempa dapat menyebabkan terjadinya tanah longsor,
kehilangan kuat dukung pada fondasi, dan penurunan fondasi yang berlebihan. Sebagai
kelanjutannya akan terjadi kerusakan pada struktur bangunan diatasnya. Gempa bumi yang
melanda Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006 telah menyebabkan kerusakan
infrastruktur dan kerugian baik materi maupun jiwa manusia. Berdasarkan kajian awal
(reconnaissance) kelompok geoteknik Taiwan Tech diketahui bahwa lebih dari 27 lokasi telah
terjadi peristiwa sand-boiling selama gempa tersebut (Lee, Hwang dan Muntohar, 2006). Sand-
boiling merupakan indikasi terjadinya peristiwa likuifaksi (liqeufaction) akibat gempa bumi
yang melanda Yogyakarta dan Jawa Tengah tersebut. Salah satu lokasi terjadinya sand-boiling
ini adalah di Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang diikuti
dengan retaknya permukaan tanah. Lee, Hwang dan Muntohar (2006) menyebutkan bahwa pada

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 176


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

percepatan maksimum tanah (peak ground acceleration, PGA) sebesar 0,1g hingga 0,14g telah
mampu menyebabkan terjadinya likuifaksi di area Kampus UMY.
Pada prinsipnya, Tanaka dkk (1991) menjelaskan bahwa bahaya likuifaksi ini dapat
ditanggulangi dengan dua teknik yaitu (1) memperbaiki sifat-sifat tanah, dan (2) memperbaiki
kondisi yang berkaitan dengan tegangan, deformasi, dan tekanan air pori. Namun secara umum
penanganan likuifaksi dapat dilakukan dengan cara memadatkan tanah di lapangan yang
memakai teknik antara lain teknik getaran (vibro-compaction), perbaikan tanah dengan cara
deep soil mixing, atau pemadatan dinamis (dynamic compaction). Pada kebanyakan penelitian,
teknik perbaikan tanah (ground improvement) yang sering digunakan adalah teknik kolom-batu
(stone-column) atau tiang-batu (stone-piers). Teknik ini mampu mengurangi resiko kerusakan
strukur akibat peristiwa likuifaksi (Mitchell, et al., 1995; Martin, 2000). Namun demikian teknik
perbaikan tanah lainnya seperti cement/lime-column dapat digunakan sebagai alternatif untuk
mengurangi resiko likuifaksi (Seed dkk, 2001; Seed dkk, 2003). Selain itu, teknik kolom ini
juga dapat digunakan sebagai fondasi untuk bangunan gedung (Kempfert, 2003). Teknik
grouting dan deep mixing adalah teknik yang lebih efektif mengurangi likuifaksi. Hasil dari
grouting dan deep mixing ini adalah suatu kolom tanah yang mengeras akibat bercampur dengan
bahan kimia seperti semen, kapur, atau cairan kimia lainnya. Pada naskah ini akan disajikan
hasil kajian laboratorium tentang pengaruh penggunaan teknik kolom-semen terhadap kekuatan
tanah di sekitar kolom-semen.

2. METODE PENELITIAN
2.1 Kerangka Penelitian
Berdasarkan hasil kajian pustaka dapat dibuat suatu kerangka dasar penelitian tentang
likuifaksi di tanah pasir sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1. Pada dasarnya terdapat dua
alur utama penelitian tentang likuifaksi yaitu estimasi potensi likuifaksi dan mitigasi atau teknik
penanggulangan likuifaksi. Teknik mitigasi likuifaksi yang berkaitan dengan bidang geoteknik
adalah perbaikan tanah, sedangkan mitigasi dengan cara membanguan kontruksir tahan gempa
merupakan bagian dari kajian bidang struktur atau konstruksi bangunan. Perbaikan tanah pasif
(passive treatment) dengan kolom-semen (cement-column, LC) atau kolom kapur/semen
(lime/cement-column, LCC), atau silica grout memerlukan suatu media agar bahan tersebut
dapat tersebarkan secara gravitasi dan reaksi kimia dengan tanah di sekitarnya. Penyebaran dan
reaksi kimia tersebut akan terjadi jika terdapat air tanah yang tinggi. Hasil dari proses reaksi
kimia tersebut adalah mengikat partikel-partikel tanah dan pengerasan tanah permanen yang
mana akan meningkatkan kekuatan tanah terhadap gempa. Oleh karena itu, jarak penyebaran

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 177


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

kekuatan tanah di sekitar kolom-semen baik arah radial maupun vertikal dan umur pemasangan
kolom-semen perlu dijadikan sebagai variabel yang akan dikaji.

2.2 Tanah Yang Digunakan


Tanah pasir yang digunakan memiliki distribusi ukuran partikel tanah seperti disajikan
oleh kurva pada Gambar 2. Berat jenis partikel tanah dari contoh tanah adalah sebesar 2,832.
Berdasarkan kurva distribusi partikel tersebut, sebanyak 96% merupakan fraksi pasir dengan
karakteristik sebagai berikut : D10 = 0,195 mm; D15 = 0,230 mm, D30 = 0,295 mm, D60 = 0,387
mm, koefisien keseragaman (coefficient of uniformity), Cu = 1,98, koefisien kelengkungan
(coefficient of curvature), Cc = 1,15. Berdasarkan parameter tersebut, tanah yang digunakan
untuk pengujian laboratorium diklasifikasikan dalam tanah pasir bergradasi buruk (poorly-
graded sand) dengan symbol SP menurut USCS (unified soil classification system).

Gambar 1 Kerangka dasar penelitian tentang likuifaksi

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 178


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

Gambar 2 Distribusi ukuran partikel tanah pasir yang digunakan

2.3 Rancangan Model Laboratorium


Media tanah berpasir dimodelkan dengan Model 3-D di laboratorium berukuran 120 x 120
x 100 cm (Gambar 3). Pasir dimasukkan ke kontainer kotak dalam tiga lapisan hingga mencapai
ketebalan 0,90 m, masing –masing lapisan memiliki ketebalan 0,30 m. Setiap lapisan pasir
tersebut diuji kerapatannya dengan metode kerucut pasir (sand-cone method). Kerapatan tanah
pasir ini lebih sering dinyatakan dalam nilai porositas. Hasil uji sandcone menghasilkan bahwa
porositas masing-masing lapisan adalah 0,67 pada lapisan bawah (-0,60 m), 0,52 pada lapisan
tengah (-0,30 m), dan 0,60 pada lapisan atas (muka tanah). Variasi porositas tanah pasir seperti
disajikan pada Gambar 4(c). Pasir dalam kontainer dijenuhkan dengan cara merendamnya
dengan air selama 2-3 hari. Muka air tanah selanjutnya diatur pada kedalaman 0,30 m dari muka
tanah.Kolom-semen dibuat dengan ukuran diameter kolom-semen adalah D = 0,051 m (2 inch)
dengan panjang L = 0,22 m (8 inch). Kolom semen dibuat dengan cara memasukkan selubung
pipa dan mengeluarkan tanah dalam pipa dengan bor tangan, kemudian semen dimasukkan
sesuai dengan volume tanah yang dikeluarkan dan diberi tekanan agar padat.

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 179


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

Gambar 3 Model laboratorium 3D untuk pengujian kolom-semen (a) kontainer pasir, (b)
penampang kolom-semen, (c) lokasi titik uji sondir

Pengujian kekuatan tanah dilakukan sebelum dan sesudah pemasangan kolom-semen


dengan alat sondir (cone penetration test, CPT) konis ganda. Kekuatan tanah di sekitar kolom
diukur pada arah radial dan vertikal. Pengujian pada arah radial dilakukan pada jarak 0,051 m
(1D), 0,102 m (2D), 0,153 m (3D), dan 0,204 m (4D) dari kolom-semen (Gambar 3c). Untuk
mengetahui pengaruh umur kolom-semen terhadap Kekuatan tanah, maka uji sondir dilakukan
pada umur kolom-semen 1, 3 dan 7 hari setelah pemasangan

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil uji sondir pada tanah pasir sebelum pemasangan kolom-semen disajikan pada
Gambar 4. Pada Gambar 4 ini diketahui nilai perlawanan ujung (cone resistance, qc), tahanan
gesek (shaft resistance, qc), nilai tahanan gesek total (total friction, ft), dan nilai banding antara
qf dan qc (friction ratio) untuk setiap kedalaman tanah. Secara umum, dari dua titik yang diuji,
yaitu T-1 dan T-2 (Gambar 3c), nilai-nilai tahanan ujung konis dan tahanan gesek total

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 180


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

meningkat dengan kedalaman. Kuat dukung tanah untuk tanah pasir secara umum diberikan dari
nilai tahanan ujung, qc dan nilai tahanan gesek total ft (Coduto, 2001). Nilai qc sebelum
pemasangan kolom-semen berkisar antara 2 kg/cm2 – 5 kg/cm2 dengan nilai banding gesek 10 –
35. Hal ini berarti tahanan gesek lokal hanya memberikan 10% hingga 35% dari tahanan ujung.

Gambar 4 Hubungan nilai kekuatan tanah terhadap kedalaman sebelum pemasangan kolom-
semen

3.1 Penyebaran Kekuatan Tanah Sekitar Kolom-Semen


Gambar 5 dan 6 menunjukkan penyebaran nilai tahanan ujung konis qc dan tahanan
gesek total terhadap jarak pada arah radial dari kolom-semen. Tahanan ujung konis qc,
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5, secara umum meningkat 20% hingga 97% pada jarak
1 kali diameter (1D). Peningkatan nilai qc ini berangsur-angsur berkurang dengan semakin
bertambahnya jarak dari kolom semen. Sebagai contohnya, pada jarak 4 kali diameter (4D)
hanya terjadi peningkatan antara 16% hingga 80%. Muntohar dan Liao (2006) membagi zona
penyebaran kekuatan di sekitar kolom-kapur pada tanah lempung lunak menjadi dua yaitu zona
penyebaran utama (main-influence zone) dan zona penyebaran efektif (effective-influence zone).
Zona penyebaran utama ini hingga mencapai jarak 2 kali diameter (2D) atau terdapat
peningkatan kekuatan tanah sebesar minimal 50% yang mana diasumsikan bahwa faktor
keamanan (safety factor) untuk suatu struktur adalah FS = 1,5. Sedangkan zona penyebaran
efektif mencapai hingga jarak 3 kali diameter (3D) atau terjadi peningkatan kekuatan tanah
minimal 30% yang mana diasumsikan nilai faktor keamanan FS = 1,3. Dengan demikian, jika
mengikuti kriteria yang ditulis oleh Muntohar dan Liao (2006), maka secara umum zona
penyebaran utama kolom-semen mencapai 2D yang mana juga dipengaruhi oleh umur kolom-

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 181


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

semen tersebut. Hasil ini dikuatkan dengan hasil nilai tahanan gesek total pada Gambar 6 yang
mana nilai tahanan gesek total bertambah sangat besar hingga jarak 2D.

Gambar 5 Hubungan antara nilai qc dan jarak dari kolom

Peningkatan kekuatan tanah di sekitar kolom-semen ini menunjukkan adanya proses


migrasi partikel semen. Selama proses migrasi ini terjadi reaksi kimiawi antara semen dengan
tanah pasir tersebut. Sebagai hasilnya adalah tanah pasir di sekitar kolom-semen menjadi lebih
keras karena diikat oleh gel hasil reaksi antara air – semen – pasir. Hasil ini seperti ditunjukkan
pada Gambar 7 yang mana merupakan gambar kolom-semen setelah selesai pengujian pada
umur lebih dari 7 hari. Berdasarkan pengamatan (Gambar 7), ukuran kolom semen atau
diameter kolom-semen berkurang. Kondisi ini membuktikan bahwa proses migrasi partikel-
partikel semen telah terjadi selama pengujian ini.

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 182


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

Gambar 6 Hubungan antara nilai ft dan jarak dari kolom

Gambar 7 Foto kolom-semen setelah selesai pengujian pada umur lebih dari 7 hari

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 183


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

3.2 Pengaruh Umur Kolom-Semen


Pada Gambar 5 dan 6 terlihat bahwa umur kolom-semen setelah pemasangannya
mempengaruhi nilai-nilai tahanan ujung konis dan tahanan gesek. Secara teoritis, reaksi antara
partikel semen dan air serta partikel pasir adalah reaksi pozzolan yang mana akan menghasilkan
bahan yang dapat mengeras. Derajat pengerasan ini terus berlangsung seiring dengan
bertambahnya waktu. Sebagai hasilnya adalah peningkatan kekuatan tanah dan partikel dari
pengisi kolom dapat menyebar lebih jauh lagi ke arah radial dan vertikal (Muntohar dan Liao,
2006; Rao dan Rajeskaran,1996).
Nilai qc pada zona penyebaran utama (yaitu jarak 2D) dan pada kedalaman 0,2 m
hingga 0,6 m meningkat antara 10% hingga 15% dengan bertambahnya umur kolom dari 3 hari
ke 7 hari. Sedangkan pada kedalaman 0,8 m, nilai qc dapat meningkat hingga 50% pada umur
kolom-semen mencapai 7 hari setelah pemasangannya. Karakteristik perubahan nilai tahanan
gesek total terhadap umur kolom-semen pada Gambar 6 dapat menjelaskan bahwa pada umur
kolom-semen 7 hari hanya mampu meningkatkan tahanan gesek hingga jarak 1D dari kolom.
Pada jarak yang lebih jauh, secara umum dapat dikatakan bahwa bertambahnya umur kolom-
semen hingga mencapai 7 hari cenderung lebih kecil daripada umur 3 hari, namun masih lebih
besar daripada sebelum pemasangan kolom-semen. Namun, pada umur 3 hari, tahanan gesek
total mampu meningkat hingga mencapai jarak 2D. Fenomena ini dapat menjelaskan bahwa
proses pengerasan telah menyebabkan rendahnya nilai porositas tanah yang mengakibatkan
partikel semen tidak mampu bermigrasi lebih jauh lagi pada umur lebih dari 3 hari. Secara
umum, dapat dikatakan bahwa umur efektif kolom-semen yang mampu meningkatkan kekuatan
tanah pasir adalah 3 hari.

4. KESIMPULAN

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kekuatan tanah baik tahanan ujung (qc) dan
tahanan gesek (qf) di sekitar kolom-semen meningkat setelah pemasangan kolom-semen.
Kekuatan tanah berkurang jika jaraknya semakin jauh dari kolom-semen. Kekuatan tanah juga
meningkat hanya 10%-15% dengan bertambahnya umur kolom-semen. Secara umum dapat
dikatakan bahwa pemasangan kolom-semen telah mampu meningkatkan kekuatan tanah di
sekitarnya baik pada arah radial maupun vertikal. Peningkatan kekuatan ini merupakan indikasi
berkurangnya resiko likuifaksi pada tanah berpasir. Umur efektif kolom-semen yang
menghasilkan tahanan ujung konis dan tahan gesek adalah 3 hari setelah pemasangannya.

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 184


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

5. DAFTAR PUSTAKA

Coduto, D.P., 2001. Foundation Design: Principles and Design, 2nd Edition, Prentice Hall, Ch.
14.

Kempfert, H.G., 2003. Ground improvement methods with special emphasis on column-type
techniques, In Vermeer, Schwiger, and Cudny (Editors.), Proceeding of International
Workshop on Geotechnics of Soft Soil: Theory and Practice, Netherlands, Verlag
Glückauf, 101-112.

Lee, S.H.H., Ching, H.H., dan Muntohar, A.S., 2006. Study on Liquefaction Problem of
Yogyakarta Area at 052706 Earthquake, Proceeding International Seminar and
Symposium on Earthquake Engineering and Infrastructure & Building Retrofitting (EE &
IBR), 28 Agustus 2006, Yogyakarta, 6-10.

Martin, J. R. (2000). “CEE 5584: Geotechnical Aspects of Earthquake Engineering”, Course


Notes, Fall 2000, Virginia Tech, Blacksburg, Virginia.

Mitchell, J. K., Baxter, C. D. P., and Munson, T. C. (1995). “Performance of Improved Ground
during Earthquakes”, In Hryciw, R. D.(Editor): Soil Improvement for Earthquake Hazard
Mitigation, Geotechnical Special Publication No. 49, ASCE, 1-36.

Muntohar, A.S., and Liao, H.J., 2006, Strength distribution of the soil surrounding lime-column,
In Chan, D., and Law, K.T. (Eds.) : Proceeding 4th International Conference on Soft Soil
Engineering, 2-6 October 2006, Vancouver, Canada, 315-319.

Porbaha, A., Zen, K., and Kobayashi, M., 1999. Deep mixing technology for liquefaction
mitigation, Journal of Instrastructure Systems, Vol. 5 No. 1, 21-34.

Rao, S.N, and Rajasekaran, G., 1996, Reaction products formed in lime-stabilized marine clays,
Journal of Geotechnical Engineering, Vol. 122, No. 5, 329-336

Seed, R.B., Cetin, K.O., Moss, R.E.S., Kammerer, A.M., Wu, J., Pestana, J.M., and Riemer,
M.F., 2001, Recent advances in soil liquefaction engineering and seismic site response
evaluation, Proceeding 47th International Conference on Recent Advances in Geotechnical
Earthquake Engineering and Soil Dynamic, 26-31 March 2001, San Diego, California,
USA, 1 – 45.

Seed, R.B., Cetin, K.O., Moss, R.E.S., Kammerer, A.M., Wu, J., Pestana, J.M., Riemer, M.F.,
Sancio, R.B., Bray, J.D., Kayen, R.E., and Faris, A., 2003, Recent advances in soil
liquefaction engineering: A unified and consistent framework, Keynote Presentation of the
26th Annual ASCE Los Angeles Geotechnical Spring Seminar, 30 April 2003, Long
Beach, California, USA, 1 – 71.

Tanaka, Y., Nakajima, Y., and Tsuboi, H. (1991). Liquefaction control works. Symposium on
Control of Soil Liquefaction, Japanese Society of Soil Mechanic and Foundation
Engineering., Tokyo, 33–38 (in Japanese).

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 185

Anda mungkin juga menyukai