Anda di halaman 1dari 2

Kasus pembajakan hak cipta seringkali terjadi di Indonesia, dan hal ini tentu saja merugikan

Negara, dan adalah bentuk tidak menghargai hasil karya Pencipta. Jika Pemerintah dalam hal ini
mendiamkan saja kasus pembajakan ini, maka menurut Hemat penulis, Pencipta akan menjadi
malas berkarya di Indonesia.

Pada tulisan ini, Penulis mengambil contoh, kasus pembajakan CD / Compact Disc yang terjadi
pada Rhoma Irama. Menurut Merdeka.com , Polrestabes Surabaya telah memeriksa Ketua Soneta
Fans Club Indonesia Jawa Timur, Surya Aka dan Ketua Persatuan Artis Musik Melayu dangdut
Indonesia (PAMMI) Jawa Timur, Putri Rahayu terkait kasus pembajakan lagi milik Rhoma
Irama. Pemeriksaan tersebut adalah rangkaian penyidikan yang dilakukan polisi untuk menjerat
tersangka karena melakukan plagiat terhadap hak cipta karya tanpa izin pemiliknya.

Pembajakan yang dilakukan oleh Tersangka dengan inisial JLS, lagu yang dibajak sebanyak 115
lagu, dengan modus merekam kegiatan menyanyi Rhoma Irama saat ia bernyanyi di panggung
terbuka, lalu memperjualbelikannya dalam bentuk kepingan CD secara umum tanpa izin
Pencipta lagu, Rhoma Irama. Polisi menerapkan pasal 72 ayat (2) Undang-undang Nomor 19
tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara kepada
Tersangka. Rhoma Irama diduga menderita kerugian diatas Rp. 1 Miliar, sedangkan non-materi
kerugiannya bisa merusak industry music dangdut.[1]

Oleh karena itu, Penulis ingin mengkritisi bentuk-bentuk perlindungan hak cipta  di Indonesia,
dan ingin mengetahui Pengadilan apa yang berwenang untuk mengadili jika terjadi kasus
pembajakan terhadap hak cipta

Anda mungkin juga menyukai