Anda di halaman 1dari 68

ANALISIS SIKAP ILMIAH BERDASARKAN HASIL BELAJAR

KOGNITIF IPA SISWA KELAS IV SDN 1 KEDUNGWARU TAHUN


PELAJARAN 2019/2020

SKRIPSI

Oleh:

INTAN MEIDIANA RAHAYU IKA SUCI

NPM 16186206047

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI TULUNGAGUNG


2020
ANALISIS SIKAP ILMIAH BERDASARKAN HASIL BELAJAR
KOGNITIF IPA SISWA KELAS IV SDN 1 KEDUNGWARU TAHUN
PELAJARAN 2019/2020

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program


Sarjana Pendidikan

Oleh

INTAN MEIDIANA RAHAYU IKA SUCI

NPM 16186206047

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI TULUNGAGUNG

2020

i
PERSEMBAHAN

Dengan segala puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa dan atas

dukungan dan do‟a dari orang-orang tercinta, akhirnya skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Tanpa mengurangi rasa syukur

Tuhan yang Maha Esa, skripsi ini saya persembahkan kepada :

 Kedua orangtuaku, Bapak Nur Efendi dan Ibu Khoirul Nikmah yang selalu

memberikan limpahan kasih sayang, dukungan, semangat, motivasi, nasehat

dan senantiasa mendengarkan keluh kesahku serta selalu mendoakan untuk

kesuksesanku.

 Suami dan adikku tersayang, Rangga Setiaji dan Gilang Erlangga Putra yang

senantiasa memberikan semangat, motivasi, dukungan, perhatian, dan canda

tawa sebagai penghapus lelahku.

 Bapak Ibu Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah memberikan ilmu

selama kuliah.

 Dosen Pembimbingku, Ibu Alik Mustafidal Laili, M.Pd. yang dengan sabar

memberikan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

 Sahabat terbaikku, Yulanda Fifanti Maya, Linda Kusdayanti, Dwi Susanti, Via

Azizah,dkk yang selalu mendukung baik dari segi moril maupun materilnya,

mendengarkan curahan hati, dan kalian adalah tempat saya untuk kembali,

disaat saya benar dan salah, disaat saya menang dan kalah, disaat saya suka dan

duka.

ii
 Sahabat penyemangatku, Andri Safitri, Fitalia Dwi A., dan Henny Faradilla

yang yang selalu memberikan perhatian, semangat, dukungan, nasehat,

motivasi, omelan serta senantiasa mendengarkan keluh kesahku dan

membuatku tersenyum, tertawa hingga menangis.

 Keluarga besar PGSD kelas B angkatan 2016 yang selama 4 tahun selalu

berbagi canda tawa, tangis bahagia, dan berjuang bersama untuk menggapai

impian.

 Almamaterku STKIP PGRI Tulungagung yang selalu menjadi kebanggaan.

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala

limpahan rahmatNya dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Analisis Sikap Ilmiah berdasarkan Hasil Belajar Kognitif IPA Siswa

Kelas IV SDN 1 Kedungwaru Tahun Pelajaran 2019/2020” dapat diselesaikan

dengan baik dan tepat waktu.

Skripsi ini untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan

program sarjana pendidikan. Pada penyelesaian skripsi ini, penulis menyampaikan

ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara

langsung maupun tak langsung. Untuk itu dengan penuh kerendahan hati penulis

menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. Imam Sujono, S.Pd., MM, selaku Ketua STKIP PGRI

Tulungagung.

2. Bapak Dr. Tomi Listiawan, S.Si., M.Pd, selaku Wakil Ketua Bidang

Akademik di STKIP PGRI Tulungagung.

3. Bapak Wisda Miftakhul‟Ulum, M.Pd, selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar di STKIP PGRI Tulungagung.

4. Ibu Alik Mustafidal Laili, M.Pd, selaku dosen pembimbing dan penguji I

5. Bapak Nugrananda Janantaka, M.Pd, selaku penguji II

6. Ibu Ari Nafiah, S.Pd.SD selaku Kepala Sekolah SDN 1 Kedungwaru yang

telah memberikan izin melakukan penelitian.

iv
7. Kedua orang tua yang selalu mendoakandan memberikan motivasi dalam

menyelesaikan skripsi ini.

8. Ibu Dwi Srumangesti, selaku wali kelas VI SDN 1 Kedungwaru yang telah

meluangkan waktu dan turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah turut

membantu penyelesaian skripsi ini.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyempurnakan

skripsi ini., namun penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini jauh

dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis.

Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang bersifat

membangun dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat

bagi kita semua. Dan semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmatNya

kepada kita semua. Amin ya robbal ‘alamin.

Tulungagung, 2020

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i

HALAMAN PERSEMBAHAN..........................................................................ii

KATA PENGANTAR.........................................................................................iv

DAFTAR ISI.......................................................................................................v

DAFTAR TABEL...............................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................5
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................5
D. Manfaat Penelitian...................................................................................6

BAB II KAJIAN PUSTAKA..............................................................................8

A. Landasan Teori........................................................................................8
1. Pengertian Sikap Ilmiah.....................................................................8
2. Indikator Sikap Ilmiah.......................................................................14
3. Pengertian Hasil Belajar Kognitif......................................................17
4. Hakikat IPA.......................................................................................23
5. Hakikat Pembelajaran IPA................................................................25
B. Tinjauan Pustaka......................................................................................30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................38

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian..............................................................38


B. Prosedur Penelitian..................................................................................39
C. Subjek, Waktu, dan Lokasi Penelitian.....................................................43
D. Instrumen Penelitian................................................................................44
E. Tehnik Pengumpulan Data......................................................................46

vi
F. Tehnik Analisis Data...............................................................................47
G. Pengecekan Keabsahan Data...................................................................49

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................51

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Sikap Ilmiah.........................................................................14

Tabel 3.1 Pedoman Observasi Siswa Kelas IV ..................................................45

Tabel 3.2 Pedoman Wawancara Guru Kelas IV..................................................

Tabel 3.3 Kisi-kisi Angket (Kuesioner)..............................................................

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Proses belajar mengajar yang dilakukan di sekolah dasar mencakup

beberapa mata pelajaran, salah satunya yaitu pada mata pelajaran IPA. IPA

sebagai dasar penguasaan kompetensi produktif dan pengembangan diri

karena pada dasarnya hakikat dan karakteristik pembelajaran sains

khususnya pembelajaran IPA sebagai bagian dari sains terbentuk dan

berkembang melalui suatu proses ilmiah, yang juga harus dikembangkan

pada peserta didik sebagai pengalaman bermakna yang dapat digunakan

sebagai bekal perkembangan diri selanjutnya. IPA merupakan bidang ilmu

yang mengkaji tentang pengetahuan alam yang sudah teruji kebenarannya

dengan metode ilmiah. (Djojosoediro, 2010) mendifinisikan IPA sebagai

sebuah ilmu pengetahuan tentang gejala alam berbentuk fakta, konsep,

prinsip dan hukum yang memiliki kebenaran ilmiah.

IPA diajarkan pada siswa dengan konsep pendidikan IPA adalah

proses belajar siswa untuk memahami hakikat IPA sebagai produk, proses,

pengembangan sikap ilmiah, dan penerapan IPA sesuai nilai-nilai

masyarakat (Mariana & Praginda, 2019). Proses pembelajaran IPA

menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk

mengembangkan kompetensi siswa, sehingga melatih siswa untuk

1
mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi (Mariana & Praginda, 2019).

Sikap tanggung jawab terintegrasi dalam hakikat IPA sebagai sikap ilmiah.

Sikap ilmiah merupakan tingkah laku yang diperoleh dari

pemberian contoh positif yang harus dikembangkan agar bisa dimiliki

siswa. Sikap ilmiah merupakan aspek yang penting karena berpengaruh

terhadap budi pekerti serta pembentukan karakter yang baik pada diri

siswa. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Usman

Samatowa (2010: 96) bahwa “pemikiran tentang pembelajaran sains

melalui pengembangan sikap ilmiah merupakan alternatif yang sangat

tepat berkenaan dengan kondisi negara saat ini. Sikap ilmiah tersebut

secara langsung akan berpengaruh pada budi pekerti yang bersangkutan.”

Beberapa contoh sikap ilmiah yang telah dikenal oleh guru mata

pelajaran IPA atau guru kelas (untuk jenjang sekolah dasar) yaitu sikap

kritis, logis, jujur, kreatif, tekun, dan terbuka (Usman Samatowa, 2010: 6).

Sikap- sikap ilmiah tersebut merupakan cerminan seseorang yang memiliki

budi pekerti luhur. Oleh karena itu, sikap ilmiah perlu dikembangkan lebih

lanjut sesuai dengan karakteristik mata pelajaran IPA di sekolah dasar.

Menurut Harlen (Siti Fatonah dan Zuhdan K. Prasetyo, 2014),

sikap ilmiah yang perlu dikembangkan lebih lanjut dalam pembelajaran

IPA di sekolah dasar agar bisa dimiliki oleh siswa yaitu: (1) sikap ingin

tahu, (2) sikap objektif terhadap data/fakta, (3) sikap berpikir kritis, (4)

sikap penemuan dan kreativitas, (5) sikap berpikiran terbuka dan

kerjasama, (6) sikap ketekunan, serta (7) sikap peka terhadap lingkungan

2
sekitar. Sikap-sikap tersebut tentunya berpengaruh positif terhadap tingkah

laku dan budi pekerti siswa. Dengan demikian, pengembangan sikap

ilmiah melalui pembelajaran IPA di sekolah dasar sejalan dengan

penanaman karakter melalui pengintegrasian pada mata pelajaran IPA.

Adapun penelitian menurut (Tursinawati, 2013) Analisis Kemunculan

Sikap Ilmiah Siswa Dalam Pelaksanaan Percobaan Pada Pembelajaran IPA

Di SDN Kota Banda Aceh hasil penelitian menunjukkan bahwa

kemunculan sikap ilmiah siswa pada pelaksanaan percobaan pada

pembelajaran IPA menunjukkan kategori baik. Sedangkan untuk

mewujudkan sikap ilmiah dalam pembelajaran IPA perlu adanya keinginan

belajar yang sungguh-sungguh dalam diri siswa.

Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam

interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-

perubahan. Perubahan itu diperoleh melalui usaha (bukan karena

kematangan), menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil

pengalaman Purwanto (2009). Menurut Purwanto (2009) dalam bukunya

Evaluasi Hasil Belajar mendefinisikan bahwa hasil belajar dapat dijelaskan

dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan

“belajar”. Pengertian hasil (product) menunjukkan pada suatu perolehan

akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan

berubahnya input secara fungsional. Setelah mengetahui pengertian hasil

belajar, pengertian kognitif menurut Muhibin Syah (2009) dalam bukunya

Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, mengemukakan bahwa

3
kognitif berasal dari kata cognition yang padanan katanya knowing, yang

berarti mengetahui. Dalam arti yang luas, kognitif adalah perolehan,

penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam perkembangan

selanjutnya, istilah kognitif menjadi popular sebagai salah satu domain

atau wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku

mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan

informasi, pemecahan masalah, kesenjangan, dan keyakinan.

Berdasarkan observasi awal pada hari sabtu tanggal 14 Maret 2020

di SDN 1 Kedungwaru terdapat peneliti memilih kelas IV, karena kelas

IV merupakan awal mulainya kelas tinggi dan hasil observasi awal

menunjukkan bahwa siswa kelas IV lebih banyak yang menunjukkan sikap

ilmiah dibanding kelas lainnya. Berdasarkan hasil obeservasi yang

dilakukan di kelas IV pada saat proses pembelajaran IPA, tidak hanya

menekankan pada hasil belajar tetapi juga memperhatikan aspek sikap.

Penekanan pada aspek sikap dapat dilihat dari penanaman sikap ilmiah

yang dilakukan guru pada siswa kelas IV. Dari proses penanaman sikap

ilmiah tersebut, siswa kelas IV menunjukkan beberapa sikap ilmiah, yaitu

sikap ingin tahu, sikap objektif terhadap data/fakta, dan sikap berpikir

kritis. Sikap kelas IV menunjukkaisn sikap ingin tahu ketika siswa

diberikan pertanyaan oleh guru yang merangsang rasa ingin tahu mereka

yang berkaitan dengan proses pembelajaran IPA yang akan dipelajari.

Siswa antusias menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan pengetahuan

yang telah mereka miliki, tetapi belum semua siswa pada kelas IV yang

4
miliki rasa ingin tahu yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan adanya siswa

yang diam saja saat diberikan pertanyaan oleh guru. Sikap ilmiah yang lain

yaitu sikap objektif terhadap data/fakta yang terlihat oleh siswa pada saat

mengerjakan soal yang diberikan oleh guru. Siswa mengerjakan sendiri

soal sesuai dengan pengetahuan mereka masing-masing. Selain sikap

tersebut, sikap lain yang ditunjukkan oleh siswa yaitu sikap berpikir kritis.

Sikap ini terlihat pada siswa saat mereka mendapatkan hal-hal baru,

mereka aktif bertanya tentang hal tersebut. Tetapi belum semua siswa

menunjukkan sikap berpikir kritis. Sikap ilmiah lainnya yang penting bagi

siswa belum ditunjukkan oleh siswa kelas IV.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian

tentang “ANALISIS SIKAP ILMIAH BERDASARKAN HASIL

BELAJAR KOGNITIF IPA SISWA KELAS IV SDN 1

KEDUNGWARU TAHUN PELAJARAN 2019/202O”

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Bagaimana analisis sikap ilmiah bersdasarkan hasil beljajar kognitif IPA

siswa kelas IV SDN 1 Kedungwaru Tahun pelajaran 2019/2010 ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :

5
Untuk mendeskripsikan Bagaimana analisis sikap ilmiah berdasarkan hasil

belajar kognitif IPA siswa kelas IV SDN 1 Kedungwaru Tahun pelajaran

2019/2010 ?

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dan

menambah referensi dibidang pendidikan serta memberikan informasi

tentang analisis sikap ilmiah berdasarkan hasil belajar kognitif IPA siswa

kelas IV SDN 1 Kedungwaru Tahun pelajaran 2019/2010 ?

2. Manfaat Praktis

1. Bagi Peneliti

Penelitian dapat menemukan jawaban dari kasus yang terjadi di

lapangan sehingga peneliti memiliki pengalaman yang ilmiah pada

kasus analisis sikap ilmiah berdasarkan hasil belajar kognitif IPA

siswa kelas IV SDN 1 Kedungwaru Tahun pelajaran 2019/2010 ?

2. Bagi Siswa

Memberikan masukan mengenai keterkaitan sikap ilmiah

terhadap hasil belajar kognitif IPA pada siswa, sehingga diharapkan

mampu membentuk sikap ilmiah yang baik sebagai upaya dalam

meningkatkan hasil belajar kognitif IPA.

3. Bagi Guru

6
Memberikan gambaran bagi guru mengenai analisis sikap ilmiah

berdasarkan hasil kognitif IPA siswa kelas IV SDN 1 Kedungwaru

Tahun pelajaran 2019/2010 dan guru dapat memperoleh pemahaman

tentang sikap ilmiah berdasarkan hasil belajar kognitif siswa.

4. Bagi Madrasah/Sekolah

Dapat dijadikan referensi untuk melakukan bimbingan yang

terkait dengan siswa terutama dalam analisis sikap ilmiah berdasarkan

hasil belajar kognitif IPA siswa kelas IV SDN 1 Kedungwaru Tahun

pelajaran 2019/2010 ?

7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pengertian Sikap Ilmiah

Ruch (Patta Bundu, 2006) mengemukakan bahwa sikap

mengandung tiga dimensi yang saling berkaitan, yakni kepercayaan

kognitif seseorang, perasaan afektif atau evaluatif, dan perilaku

seseorang terhadap objek sikap. Pendapat ini didukung oleh Cassio

dan Gibson (Siti Fatonah dan Zuhdan K. Prasetyo, 2014) yang

menjelaskan bahwa sikap berkembang dari interaksi antara

individu dengan lingkungan masa lalu dan masa kini. Sikap ilmiah

dalam pembelajaran sains sering dihubungkan dengan sikap

terhadap sains. Keduanya memang saling berhubungan dan

mempengaruhi perbuatan. Tetapi, perlu ditegaskan bahwa sikap

ilmiah berbeda dengan sikap terhadap sains.

Sikap terhadap sains merupakan kecenderungan siswa untuk

senang atau tidak senang terhadap sains atau IPA, seperti

menganggap sains sulit dipelajari, kurang menarik, membosankan,

atau sebaliknya. Jadi, sikap terhadap sains hanya terfokus pada

apakah siswa suka atau tidak suka terhadap pembelajaran sains.

Berbeda halnya dengan sikap ilmiah, di mana sikap ilmiah

merupakan sikap yang dimiliki oleh para ilmuwan dalam mencari

dan mengembangkan pengetahuan baru, seperti objektif terhadap

8
fakta, berhati-hati, bertanggung jawab, berhati terbuka, selalu ingin

meneliti, dan lain-lain (Bundu, 2006).

Gantini (Hamdani, 2011) menyebutkan delapan ciri dari

sikap ilmiah, yaitu: (a) mempunyai rasa ingin tahu yang mendorong

untuk meneliti fakta-fakta baru, (b) tidak berat sebelah (adil) dan

berpandangan luas terhadap kebenaran, (c) terdapat kesesuaian

antara apa yang diobservasi dengan laporannya, (d) keras hati dan

rajin mencari kebenaran, (e) mempunyai sifat ragu sehingga terus

mendorong upaya pencarian kebenaran atau tidak pesimis, (f)

rendah hati dan toleran terhadap hal yang diketahui dan tidak

diketahui, (g) kurang mempunyai ketakutan, dan (h) berpikiran

terbuka terhadap kebenaran-kebenaran baru.

Berdasarkan berbagai penjelasan di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa sikap ilmiah yang dimaksudkan berkaitan

dengan sikap siswa dalam menanggapi dan menemukan

pengetahuan baru melalui beberapa metode atau proses ilmiah.

Sikap tersebut harus terus dikembangkan agar bisa dimiliki oleh

siswa sekolah dasar.

2. Sikap Ilmiah Siswa SD

Menurut Samatowa (2010), sikap ilmiah yang perlu

dilatihkan di negara kita adalah kemampuan untuk menghargai

orang lain dan keberanian siswa untuk menjawab pertanyaan,

9
mengajukan pertanyaan, serta berdiskusi. Bundu (2006)

mengemukakan bahwa paling tidak ada empat jenis sikap yang

perlu dan relevan dengan siswa sekolah dasar yaitu: (a) sikap

terhadap pekerjaan di sekolah, (b) sikap terhadap diri mereka

sebagai siswa, (c) sikap terhadap ilmu pengetahuan, khususnya

IPA, dan (d) sikap terhadap objek dan kejadian di lingkungan

sekitar. Keempat sikap tersebut akan membentuk sikap ilmiah yang

mempengaruhi keinginan seseorang untuk ikut serta dalam

kegiatan tertentu, dan cara seseorang memberikan respon kepada

orang lain, objek, atau peristiwa tertentu.

Gega (Patta Bundu, 2006) menyarankan empat sikap pokok

yang harus dikembangkan dalam pembelajaran ilmu pengetahuan

alam (IPA) pada siswa sekolah dasar yaitu sikap ingin tahu

(curiosity), sikap penemuan (inventiveness), sikap berpikir kritis

(critical thinking), dan sikap teguh pendirian (persistence).

Keempat sikap tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya

karena saling melengkapi. Sikap ingin tahu akan mendorong siswa

untuk menemukan sesuatu yang baru dan dengan berpikir kritis

maka akan meneguhkan pendirian serta berani untuk berbeda

pendapat.

Harlen mengemukakan pula pengelompokkan yang lebih

lengkap dan hampir mencakup kedua pengelompokkan yang

dikemukakan oleh para ahli tersebut, yaitu: (a) sikap ingin tahu, (b)

10
sikap objektif terhadap data/fakta, (c) sikap berpikir kritis, (d) sikap

penemuan dan kreativitas, (e) sikap berpikiran terbuka dan

kerjasama, (f) sikap ketekunan, dan (g) sikap peka terhadap

lingkungan sekitar (Siti Fatonah & Zuhdan K. Prasetyo, 2014).

a. Sikap ingin tahu

Sikap ingin tahu ditandai dengan tingginya minat dan

keingintahuan anak terhadap setiap perilaku alam di sekitarnya.

Anak sering mengamati benda-benda di sekitarnya (Samatowa,

2010) Anak yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sangat

antusias selama proses pembelajaran IPA.

b. Sikap objektif terhadap data/fakta

Proses IPA merupakan upaya pengumpulan dan penggunaan

data untuk menguji dan mengembangkan gagasan. Suatu teori pada

mulanya berupa gagasan. Oleh karena itu, diperlukan fakta untuk

memverifikasi gagasan itu (Samatowa, 2010). Pada saat

memperoleh data atau fakta, maka siswa harus selalu menyajikan

data yang apa adanya dan mengambil keputusan berdasarkan fakta

yang ada. Dengan kata lain, hasil suatu pengamatan atau percobaan

tidak boleh dipengaruhi oleh perasaan pribadi, melainkan

berdasarkan fakta yang diperoleh.

c. Sikap berpikir kritis

Berpikir kritis merupakan sebuah proses terorganisasi yang

memungkinkan siswa untuk mengevaluasi bukti, asumsi, logika,

11
dan bahasa yang mendasari pernyataan orang lain (Johnson, 2007).

Oleh karena itu, anak harus dibiasakan untuk merenung dan

mengkaji kembali kegiatan yang telah dilakukan (Samatowa,

2010). Melalui proses perenungan tersebut, siswa akan mengetahui

apakah perlu mengulangi percobaan (jika ditemukan perbedaan

data antara siswa yang satu dengan yang lain) ataukah terdapat

alternatif lain untuk memecahkan masalah-masalah IPA yang

sedang dihadapi siswa. Dengan begitu, siswa akan mampu untuk

mengembangkan sikap berpikir kritis mereka.

d. Sikap penemuan dan kreativitas

Pada saat melakukan suatu percobaan atau pengamatan,

siswa mungkin menggunakan alat tidak seperti biasanya atau

melakukan kegiatan yang berbeda dari teman yang lainnya. Mereka

mengembangkan kreativitasnya dalam mempermudah memecahkan

masalah atau menemukan data baru yang benar dengan cepat.

Selain itu, data ataupun laporan yang ditunjukkan siswa mungkin

berbeda-beda tergantung hasil penemuan dan kreativitas mereka

(Bundu, 2006). Guru perlu menghargai setiap hasil penemuan,

memupuk serta merangsang kreativitas siswanya agar sikap

penemuan dan kreativitas siswa bisa terus berkembang.

e. Sikap berpikiran terbuka dan kerjasama

Siswa perlu diberikan pemahaman bahwa konsep ilmiah itu

bersifat sementara. Hal ini berarti bahwa konsep itu bisa berubah

12
apabila ada konsep lain yang lebih tepat. Bahkan, konsep baru itu

terkadang bertentangan dengan konsep yang lama (Samatowa,

2010). Oleh karena itu, sikap berpikiran terbuka perlu ditanamkan

pada siswa. Pada saat pembelajaran, siswa dibiasakan untuk mau

menerima pendapat temannya dan mau mengubah pendapatnya

apabila pendapat tersebut kurang tepat. Siswa juga perlu menyadari

bahwa pengetahuan yang dimiliki orang lain mungkin lebih banyak

daripada yang ia miliki. Oleh karena itu, perlu kerjasama dengan

orang lain dalam rangka meningkatkan pengetahuannya. Anak

sekolah dasar perlu dipupuk sikap kerjasamanya agar dapat

bekerjasama dengan baik.

f. Sikap ketekunan

Ilmu bersifat relatif sehingga diperlukan ketekunan untuk

terus mengadakan suatu penelitian atau percobaan (Salam, 2005).

Oleh karena itu, pada saat siswa mengalami kegagalan dalam

kegiatan percobaan, maka siswa sebaiknya tidak langsung merasa

putus asa. Mereka seharusnya mencoba mengulangi percobaan

tersebut agar didapatkan data yang akurat (Utami, 2012). Dalam

hal ini, guru perlu memberikan motivasi pada siswa yang masih

mengalami kegagalan agar mereka menjadi lebih semangat dalam

menemukan fakta-fakta IPA tanpa ada rasa takut saat mengalami

kegagalan.

13
g. Sikap peka terhadap lingkungan sekitar

Selama belajar IPA, siswa mungkin perlu menggunakan

tumbuhan atau hewan yang ada di lingkungan sekitar sekolah.

Siswa mungkin perlu menangkap sejumlah serangga yang ada di

halaman sekolah. Setelah kegiatan pengamatan/penelitian, siswa

perlu mengembalikan makhluk hidup yang telah digunakan ke

habitatnya. Cara ini dapat memupuk rasa cinta dan kepekaan siswa

terhadap lingkungannya. Sikap ini pada akhirnya akan bermuara

pada sikap mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha

Esa (Samatowa, 2010).

Harlen (Siti Fatonah & Zuhdan K. Prasetyo, 2014)

menjabarkannya dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Dimensi dan Indikator Sikap Ilmiah

Dimensi Indikator
Sikap Ingin Tahu  Antusias mencari jawaban.
 Perhatian pada objek yang diamati.
 Antusias terhadap proses sains.
 Menanyakan setiap langkah kegiatan.
Sikap Senantiasa  Objektif/jujur.
Mendahulukan  Tidak memanipulasi data.
Data/Fakta  Tidak purbasangka.
 Mengambil keputusan sesuai fakta.
 Tidak mencampur fakta dengan pendapat.
Sikap Berpikir  Meragukan temuan teman.
Kritis  Menanyakan setiap perubahan/hal baru.
 Mengulangi kegiatan yang dilakukan.
 Tidak mengabaikan data meskipun kecil.
Sikap Penemuan  Menggunakan fakta-fakta untuk dasar
Dan Kreativitas konklusi.

14
 Menunjukkan laporan berbeda dengan
teman sekelas.
 Merubah pendapat dalam merespon
terhadap fakta.
 Menggunakan alat tidak seperti biasanya.
 Menyarankan percobaan-percobaan baru.
 Menguraikan konklusi baru hasil
pengamatan.
Sikap Berpikiran  Menghargai pendapat/temuan orang lain.
Terbuka Dan  Mau mengubah pendapat jika data kurang.
Kerjasama  Menerima saran teman.
 Tidak merasa paling benar.
 Menganggap setiap kesimpulan adalah
tentatif.
 Berpartisipasi aktif dalam kelompok.
Sikap Ketekunan  Melanjutkan meneliti sesudah “kebaruan”
hilang.
 Mengulangi percobaan meskipun
berakibat kegagalan.
 Melengkapi satu kegiatan meskipun teman
sekelasnya selesai lebih awal.
Sikap Peka  Perhatian terhadap peristiwa sekitar.
Terhadap  Partisipasi pada kegiatan sosial.
Lingkungan  Menjaga kebersihan lingkungan sekolah.
Sekitar

3. Manfaat Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran IPA

Sikap ilmiah adalah aspek tingkah laku yang tidak dapat

diajarkan melalui satuan pembelajaran tertentu, tetapi merupakan

tingkah laku (behavior) yang "ditangkap" melalui contoh-contoh

positif yang harus terus didukung, dipupuk, dan dikembangkan

dalam setiap pembelajaran IPA agar dapat dimiliki oleh siswa.

Salah satu tujuan dari sikap ilmiah yakni untuk menghindari

munculnya sikap negatif dalam diri siswa serta berbagi tanggung

15
jawab mereka. Sikap negatif yang dimaksudkan adalah sikap

rendah diri, di mana siswa merasakan dirinya gagal sebelum

melakukan tugas sehingga siswa tidak berusaha sungguh-sungguh

dan akhirnya benar-benar mengalami kegagalan. Sikap ilmiah

merupakan salah satu tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar

sehingga sikap ilmiah sangat penting dimiliki oleh siswa sekolah

dasar (Bundu, 2006). Selain itu, dengan adanya sikap ilmiah, maka

pembiasaan sikap selalu ingin tahu, mendahulukan fakta dan data,

menerima ketidakpastian, berpikir kritis dan hati-hati, tekun, ulet,

tabah, kreatif untuk penemuan baru, berpikiran terbuka, peka

terhadap lingkungan sekitar, serta bekerjasama dengan orang lain

akan lebih sering terjadi pada siswa. Sikap tersebut mencerminkan

budi pekerti yang baik. Oleh karena itu, penanaman sikap ilmiah

melalui pembelajaran IPA secara tidak langsung akan

meningkatkan kesadaran siswa untuk menjadi individu yang

berbudi pekerti baik atau luhur (Samatowa, 2010). Anak yang

berbudi pekerti luhur akan diterima dengan baik di lingkungannya.

Made Slamet Sugiartana, Dewa Nyoman Sudana, dan Ni

Wayan Arini (2013) menyebutkan pula bahwa sikap ilmiah dalam

pembelajaran sangat diperlukan oleh siswa karena dapat

memberikan motivasi dalam kegiatan belajarnya. Hal ini

dikarenakan sikap ilmiah memberikan gambaran bagaimana siswa

seharusnya bersikap dalam belajar, menanggapi suatu

16
permasalahan, melaksanakan suatu tugas, dan mengembangkan

diri. Dengan demikian, sikap ilmiah tentunya sangat mempengaruhi

hasil belajar siswa ke arah yang positif.

Berdasarkan uraian di atas, maka sikap ilmiah sebaiknya

dimiliki oleh semua siswa sekolah dasar. Hal ini dikarenakan sikap

ilmiah dapat mempengaruhi motivasi belajar dan tingkah laku

siswa ke arah yang lebih positif. Oleh karena itu, sikap ilmiah yang

sejalan dengan karakter yang baik perlu terus dikembangkan lebih

lanjut dalam pembelajaran IPA.

4. Hasil Belajar Kognitif

A. Pengertian Hasil Belajar Kognitif

Belajar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam

kehidupan manusia. Belajar tidak hanya melibatkan penguasaan

suatu kemampuan atau masalah akademik baru, tetapi juga

perkembangan emosi, interaksi sosial, dan perkembangan

kepribadian sosial. Belajar merupakan proses dalam diri individu

yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan

perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah aktivitas

mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan

lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan. Perubahan

itu diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan), menetap

17
dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman

Purwanto (2009).

Menurut Sopiatin dan Sahrani (2011) dalam bukunya

“Psikologi dalam Perspektif Islam” mengutip dalam buku Nana

Sudjana (Penilaian Hasil Belajar Mengajar) mengemukakan bahwa,

hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa

setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Purwanto

(2009) dalam bukunya Evaluasi Hasil Belajar mendefinisikan

bahwa hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata

yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil

(product) menunjukkan pada suatu perolehan akibat dilakukannya

suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input

secara fungsional.

Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil

belajar adalah kemampuan-kemampuan yang diperoleh oleh siswa

setelah melakukan suatu aktivitas dan setelah menerima

pengalaman belajarnya.

Sedangkan pengertian belajar menurut Hamalik (2011)

belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

pengalaman. (learning is defined as the modification or

strengthening of behavior through experiencing). Sabri (2007)

mengemukakan bahwa learning may be defined as a process by

behavior originates or is altered through training or experience.

18
(belajar dapat didefinisikan sebagai proses yang berasal dari

perilaku yang diubah melalui pelatihan atau pengalaman).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang secara terus

menerus melalui pelatihan dan pengalaman.

Setelah mengetahui pengertian hasil belajar, pengertian

kognitif menurut Syah (2009) dalam bukunya Psikologi Pendidikan

dengan Pendekatan Baru, mengemukakan bahwa kognitif berasal

dari kata cognition yang padanan katanya knowing, yang berarti

mengetahui. Dalam arti yang luas, kognitif adalah perolehan,

penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam perkembangan

selanjutnya, istilah kognitif menjadi popular sebagai salah satu

domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi setiap

perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman,

pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah,

kesenjangan, dan keyakinan.

Jadi kognitif merupakan perkembangan perolehan suatu

pengetahuan, penataan, dan penggunaan pengetahuan yang

berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahn

informasi, pemecahan masalah, kesenjangan, dan keyakinan.

Menurut Sudijono (2011) dalam bukunya Pengantar Evaluasi

Pendidikan, mengemukakan bahwa ranah kognitif adalah ranah

yang mencakup kegiatan mental. Sedangkan menurut Rahmah

19
(2012) dalam bukunya Psikologi Pendidikan mengemukakan

bahwa ranah kognitif yaitu kemampuan yang selalu dituntut pada

anak didik untuk dikuasai karena menjadi dasar bagi penguasaan

ilmu pendidikan.

Jadi ranah kognitif merupakan ranah yang bekerja dalam

bidang mental (otak) yang berkaitan dengan proses mental dan

merupakan dasar penguasaan ilmu pengetahuan yang harus

dikuasai oleh peserta didik.

Berdasarkan pengertian hasil belajar kognitif di atas, dapat

disimpulkan bahwa hasil belajar kognitif merupakan hasil akhir

yang diperoleh peserta didik dalam pemahamannya tentang ilmu

pengetahuan yang berkaitan dengan proses mental (otak) dan

merupakan dasar penguasaan ilmu pengetahuan yang harus

dikuasai oleh peserta didik setelah ia melakukan suatu

pembelajaran.

B. Macam-macam Hasil Belajar Kognitif

Daryanto (2010) Aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang

menurut Taksonomi Bloom yang diurutkan secara hierarki

pyramidal. Sistem klasifikasi Bloom tersebut dapat digambarkan

sebagai berikut :

penilaian
sintesis
analisis

penerapan

20
pemahaman

pengetahuan

berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai tiap-tiap

aspek sebagaimana diberikan dalam taksonomi bloom :

a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan (Knowledge) adalah kemampuan seseorang

untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali

tentang nama, konsep, istilah-istilah atau fakta, ide, gejala, rumus-

rumus, dan sebagainya tanpa mengharapkan kemampuan untuk

menggunakannya Sudijono (2011). Pengetahuan merupakan aspek

yang paling rendah dalam taksonomi bloom.

b. Pemahaman (Comprehension)

Pemahaman (Comprehension) adalah tingka kemampuan

yang mengharapkan mampu memahami arti atau konsep, situasi,

serta fakta yang diketahuinya Purwanto (2010).

c. Penerapan (Application)

Penerapan (Application) adalah kesanggupan seseorang

untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara

ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori,

dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkrit Sudijono

(2011).

d. Analisis (Analysis)

21
Analisis (Analysis) adalah kemampuan seseorang untuk

dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam

unsur-unsur atau komponen-komponen pembentuknya Daryanto

(2010). Pada tingkat analisis ini siswa diharapkan dapat memahami

dan sekaligus dapat memilahnya menjadi bagian-bagian.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis (Synthesis) merupakan suatu proses dimana

seseorang dituntut untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru

dengan jalan menggabungkan berbagai factor yang ada Daryanto

(2010).

f. Penilaian (Evaluation)

Penilaian (Evaluation) merupakan kemampuan seseorang

untuk membuat suatu penilaian tentang suatu pernyataan, konsep,

situasi, dsb, erdasarkan suatu kriteria tertentu. Kegiatan penilaian

dapat dilihat dari segi tujuannya, gagasannya, cara kerjanya, cara

pemecahannya, metodenya, materinya, atau lainnya Purwanto

(2010).

5. IPA

1. Hakikat IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sering disebut dengan sains.

Sains berasal dari kata latin “scientia” yang artinya adalah: (a)

pengetahuan tentang atau tahu tentang; (b) pengetahuan,

22
pengertian, paham yang benar dan mendalam (Wonorahardjo,

2010). Secara bahasa, IPA berasal dari bahasa Inggris yaitu natural

science. Natural berarti alamiah serta berhubungan dengan alam,

sedangkan science berarti ilmu pengetahuan. Dengan begitu, IPA

merupakan ilmu pengetahuan tentang alam atau ilmu yang

mempelajari peristiwa yang terjadi di alam (Samatowa, 2010). Hal

ini senada dengan pendapat Jasin (2010) bahwa IPA merupakan

ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-gejala dalam alam

semesta, termasuk bumi sehingga terbentuk konsep dan prinsip.

Jadi, secara singkat IPA dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan

yang mengkaji tentang alam semesta beserta segala isinya sehingga

didapatkan produk IPA.

Fowler (Abdullah Aly dan Eny Rahma, 2011) mendefinisikan

pengertian lain tentang IPA yaitu ilmu yang sistematis dan

dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan

dan didasarkan terutama atas pengamatan dan induksi. Carind dan

Sund (Maslichah Asy‟ari, 2006) menjelaskan bahwa IPA

merupakan suatu sistem untuk memahami alam semesta melalui

data yang dikumpulkan berdasarkan observasi atau eksperimen

yang dikontrol. Conant (Usman Samatowa, 2006) mengemukakan

pula bahwa IPA merupakan sederetan konsep dan skema

konseptual yang berhubungan satu sama lain, tumbuh dari hasil

eksperimentasi dan observasi, serta berguna untuk diamati dan

23
dieksperimentasikan lebih lanjut. Abdullah Aly dan Eni Rahma

(2011) mengemukakan lebih lanjut bahwa IPA adalah suatu

pengetahuan teoretis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang

khas/khusus, yaitu melakukan observasi eksperimentasi,

penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan

seterusnya saling berkaitan antara cara yang satu dengan yang lain.

Cara yang demikian itu dikenal dengan nama metode ilmiah.

Metode ilmiah merupakan cara yang logis untuk memecahkan

permasalahan tertentu dalam IPA. Hal ini sebagaimana yang

dikemukakan oleh Yuliati (Suciati, Arnyana, dan Setiawan, 2014)

bahwa IPA berkaitan dengan cara bagaimana mencari kebenaran

suatu fenomena alam secara sistematis dan runtut melalui proses

penemuan dengan metode ilmiah. Dengan demikian, IPA adalah

serangkaian proses atau metode ilmiah yang digunakan untuk

mencari kebenaran dan memahami alam semesta dengan segala

isinya.

Dawson (Patta Bundu, 2006) mengemukakan pendapat yang

berbeda tentang IPA yaitu aktivitas pemecahan masalah oleh

manusia yang termotivasi dari keingintahuan tentang alam di

sekelilingnya dan keinginan untuk memahami, menguasai, dan

mengolahnya demi memenuhi kebutuhan. Trianto (2010)

menjelaskan bahwa IPA merupakan suatu kumpulan teori yang

sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala

24
alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti

observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah (rasa ingin

tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya).

Dengan demikian, Berdasarkan uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa IPA merupakan serangkaian proses kegiatan

yang dilakukan oleh ilmuwan untuk memperoleh pengetahuan dan

didukung oleh sikap terhadap proses kegiatan tersebut. IPA

bukanlah hanya sekedar pengetahuan.

2. Hakikat Pembelajaran IPA

IPA merupakan bagian dari kehidupan kita dan kehidupan

kita merupakan bagian dari pembelajaran IPA. Interaksi antara

anak dengan lingkungan merupakan ciri pokok dalam pembelajaran

IPA. Cross (R. Rohandi, 2009) mengemukakan bahwa belajar IPA

bukan hanya untuk memahami konsep-konsep ilmiah dan

aplikasinya dalam masyarakat, melainkan pula untuk

mengembangkan berbagai nilai. Pendidikan IPA seharusnya tidak

hanya berguna bagi anak dalam kehidupannya, tetapi juga untuk

perkembangan suatu masyarakat dan kehidupan yang akan datang.

Pembelajaran IPA idealnya tidak hanya mempelajari tentang

produk saja, tetapi juga memperhatikan aspek proses, sikap, dan

teknologi agar siswa dapat benar-benar memahami IPA secara utuh

sesuai dengan hakikat IPA (Suciati, Arnyana, dan Setiawan, 2014).

25
Oleh karena itu, guru sebaiknya menyiapkan pengalaman belajar

bagi siswa yang menekankan pada aspek produk, proses, sikap, dan

keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari.

a. Pembelajaran IPA di sekolah dasar

IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang penting

sehingga perlu diajarkan di sekolah dasar. Ada beberapa alasan

penting yaitu (Samatowa, 2010): (1) IPA bermanfaat bagi suatu

bangsa; (2) Jika diajarkan dengan cara yang tepat, maka IPA

merupakan mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir

kritis; (3) IPA bukanlah mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka

jika diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri

oleh anak; dan (4) IPA mempunyai nilai-nilai pendidikan yakni

memiliki potensi yang dapat membentuk kepribadian anak.

Samatowa (2010) mengemukakan bahwa pembelajaran IPA

di sekolah dasar hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk

rasa ingin tahu siswa secara alamiah. Dengan begitu, pembelajaran

IPA dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan bertanya,

mencari jawaban atas suatu permasalahan berdasarkan bukti, serta

mengembangkan cara berpikir ilmiah. Menurut Cullingford (R.

Rohandi, 2009: 118), pembelajaran IPA seharusnya memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan sikap ingin tahu

dan berbagai penjelasan logis. Hal ini penting agar siswa tidak

hanya diberikan teori saja tanpa mengetahui proses lahirnya teori

26
tersebut. Dengan demikian, siswa tidak sekedar menghafal

melainkan memahami teori. Selain itu, pembelajaran tersebut dapat

mendorong siswa untuk mengekspresikan kreativitasnya,

mengembangkan cara berpikir logis, dan kemampuan untuk

membangkitkan penjelasan ilmiah.

Claxton (Usman Samatowa, 2010) mengemukakan lebih

lanjut bahwa pendidikan IPA dapat ditingkatkan apabila siswa

dapat berperilaku seperti seorang ilmuwan bagi diri mereka sendiri,

serta diperbolehkan dan didorong untuk melakukan hal tersebut.

Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Brown, dkk. (R. Rohandi,

2009) bahwa metode yang paling baik dalam pendidikan IPA

adalah dengan memperbolehkannya untuk bertingkah laku sebagai

seorang ilmuwan. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di kelas

dirancang menyerupai kegiatan yang dilakukan oleh ilmuwan di

mana siswa melakukan percobaan untuk memahami konsep baru

atau menguji beberapa ide. Dengan begitu, mereka akan menyadari

bahwa beberapa materi lebih mudah dipahami dan lebih

menyenangkan melalui pengalaman mereka menjadi seorang

ilmuwan.

Aspek pokok dalam pembelajaran IPA yaitu anak dapat

menyadari pengetahuan mereka yang masih terbatas, memiliki rasa

ingin tahu yang tinggi untuk memperoleh pengetahuan baru, dan

mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tentunya

27
harus ditunjang dengan berkembang dan meningkatnya rasa ingin

tahu anak, caranya mengkaji informasi yang ada, mengambil

keputusan, serta mencari bentuk aplikasi yang cocok untuk

diterapkan dalam dirinya dan masyarakat. Dengan begitu,

pembelajaran IPA di sekolah dasar diharapkan dapat memberikan

pengalaman yang positif dalam memberdayakan anak.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pembelajaran IPA di

sekolah dasar seharusnya mampu membantu siswa

mengembangkan sikap ilmiah mereka dengan bertindak seperti

seorang ilmuwan (melakukan proses ilmiah) untuk menemukan

fakta, konsep, dan teori, serta mampu mengaplikasikannya dalam

kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pembelajaran IPA harus

dilaksanakan sedemikian rupa agar memberikan pengalaman

belajar yang berharga bagi anak.

b. Tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar

Pendidikan IPA bertujuan agar siswa memahami atau

menguasai konsep-konsep IPA dan saling keterkaitannya, mampu

menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah

yang dihadapinya, sehingga siswa lebih menyadari kebesaran dan

kekuasaan penciptanya (Sumaji, 2009). Sementara itu, Mulyasa

(2009) mengemukakan tujuan mata pelajaran IPA di SD/MI secara

lebih terperinci adalah sebagai berikut.

28
1) Siswa memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang

Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam

ciptaanNya.

2) Siswa mampu mengembangkan pengetahuan dan pemahaman

konsepkonsep IPA yang bermanfaat dan dapat diaplikasikan dalam

kehidupan sehari-hari.

3) Siswa mampu mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif,

dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling

mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4) Siswa mampu mengembangkan keterampilan proses untuk

menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat

suatu keputusan.

5) Meningkatkan kesadaran siswa untuk berperan serta dalam

memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

6) Meningkatkan kesadaran siswa untuk menghargai alam dan

segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7) Siswa memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan

keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke

SMP/MTs.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan

pembelajaran IPA di sekolah dasar secara umum mencakup aspek

pengetahuan, keterampilan, dan sikap, sehingga siswa mampu

memahami atau menguasai konsep-konsep IPA dan mampu

29
menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah

yang dihadapinya, sehingga siswa lebih menyadari kebesaran dan

kekuasaan penciptanya.

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Beberapa hasil penelitian yang terkait dengan sikap ilmiah dan

keterampilan proses IPA yaitu sebagai berikut :

1. Penelitian Tursinawati, (2013) yang berjudul Analisis Kemunculan

Sikap Ilmiah Siswa Dalam Pelaksanaan Percobaan Pada Pembelajaran

Ipa Di SDN Kota Banda Aceh Jenis penelitian adalah studi deskriptif

persaentase. Penelitian ini dilaksanakan pada SDN Kota Banda Aceh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemunculan sikap ilmiah siswa

pada pelaksanaan percobaan pada pembelajaran IPA menunjukkan

kategori baik. menunjukkan bahwa yang berada paling rendah adalah

indicator 1 yaitu melaporkan pemerhatian asal walaupun pemerhatian

asal menyangkal hipotesis awal memperoleh nilai 3.5%. Indicator ini

merupakan bagian dari sikap ilmiah sebagai Ilmuan bersifat jujur.

Sedangakan yang menunjukkan paling tinggi berada pada indicator 20

yaitu mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam

yang sudah terjadi memperoleh nilai sebesar 89%. Indicator ini

merupakan bagian sikap ilmiah dari kesadaran atau peduli terhadap

lingkungan. Pada indicator melaporkan pemerhatian asal walaupun

pemerhatian asal menyangkal hipotesis awal memperoleh nilai 3.5%.

30
Indicator ini merupakan bagian dari sikap ilmiah sebagai Ilmuan bersifat

jujur, merupakan indicator terendah dari sikap ilmiah dibandingkan

dengan sikap ilmiah lainnya. Hal ini disebabkan adalah. Pada indicator

ini kurang munculnya sikap ilmiah siswa terhadap melaporkan data-

data apa adanya yang ada dalam pelaksanaan percobaan pada

pembelajaran IPA. Siswa secara individual kurang memperhatikan data

yang harus dikumpulkan secara apa adanya. Sehingga hal ini

menunjukkan kepada sikap ilmiah siswa kurang jujur. Sedangkan

perolehan persentase tertinggi dari 20 indikator sikap ilmiah yaitu pada

indicator ke-20 yaitu mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki

kerusakan alam yang sudah terjadi memperoleh nilai sebesar 89%.

Indicator ini merupakan bagian sikap ilmiah dari kesadaran atau peduli

terhadap lingkungan. Hal ini disebabkan karena media yang digunakan

dalam pelaksanaan percobaan pada pembelajaran yang menghindari

kerusakan lingkungan yaitu penggunaan barang bekas. Hampir seluruh

sekolah dari 10 SDN Kota Banda Aceh memanfaatkan alat dan bahan

bekas yang digunakan dalam praktikum pada pembelajaran IPA.

penggunaan barang bekas yang tidak dipakai lagi oleh masyarakat dapat

mengurangi pencemaran lingkungan. Sikap ini merupakan suatu sikap

ilmiah kesadaran atau peduli terhadap lingkungan. Secara keseluruhan

kemunculan sikap ilmiah siswa dalam pelaksanaan percobaan pada

pembelajaran IPA rerata 60% berada pada kategori cukup.

31
2. Puji Lestari 2014yang berjudul “SIKAP ILMIAH SISWA KELAS

XIIPA1 SMAN 3 BENGKULU TENGAH PADA PEMBELAJARAN

BIOLOGI BERPENDEKATAN INKUIRISikap Ilmiah Siswa Kelas

XIIPA1 SMAN 3 Bengkulu Tengah” pada Pembelajaran Biologi

Berpendekatan Inkuiri Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh

gambaran proses pembelajaran Biologi berpendekatan inkuiri yang

dilakukan guru dan sikap ilmiah siswa kelas XIIPA1 SMAN 3 Bengkulu

Tengah pada pembelajaran Biologi berpendekatan inkuiri. Jenis

penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua

siklus. Setiap siklus terdiri atas empat tahap yaitu tahap perencanaan,

pelaksanaan tindakan, obeservasi, dan refleksi. Instrumen penelitian

yang digunakan adalah lembar observasi pembelajaran berpendekatan

inkuiri dan angket sikap ilmiah siswa. Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan, pembelajaran berpendekatan inkuiri di kelas XIIPA1 SMAN

3 Bengkulu Tengah pada materi Sistem Pernapasan pada Manusia dan

Hewan tergolong baik dan meningkat dari siklus I dengan rerata 30,5 ke

siklus II dengan rerata 39. Tahap membimbing siswa merumuskan

eksplanasi/ penjelasan dari pembelajaran inkuiri di siklus I dengan rerata

5 pada konsep Frekuensi Pernapasan pada Manusia dapat diperbaiki di

siklus II dengan rerata meningkat menjadi 8,5 pada konsep Laju

Respirasi Hewan. Sikap ilmiah siswa kelas XIIPA1 SMAN 3 Bengkulu

Tengah pada pembelajaran berpendekatan inkuiri dengan materi Sistem

Respirasi tergolong baik. Sikap ilmiah siswa pada perbaikan

32
pembelajaran berpendekatan inkuiri dengan konsep Laju Respirasi

Hewan lebih baik dengan rerata 50,47 dibandingkan sebelum perbaikan

pembelajaran dengan konsep Frekuensi Pernapasan pada Manusia

dengan rerata 49,26.

3. Skripsi Sherli Malinda Nyoman Rohadi dan Rosane Medriati 2017 yang

berjudul PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK

MENINGKATKAN SIKAP ILMIAH DAN HASIL BELAJAR

KOGNITIF SISWA PADA KONSEP USAHA DAN ENERGI DI

KELAS X MIPA.3 SMAN 10 BENGKULU. Penelitian ini bertujuan

untuk meningkatkan aktivitas, sikap ilmiah dan hasil belajar kognitif

siswa. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MIPA.3

yang berjumlah 31 siswa. Penelitian ini dilakukan dalam empat tahap

yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa pada siklus I

dengan rata-rata skor sebesar 21 (kategori cukup), meningkat pada

siklus II menjadi 24,5 (kategori baik), meningkat pada siklus III menjadi

26,5 (kategori baik) dan meningkat lagi pada siklus IV menjadi 28

(kategori baik). Skor sikap ilmiah siswa pada siklus I sebesar 3,91;

meningkat pada siklus II menjadi 4,02; meningkat pada siklus III

menjadi 4,20 dan meningkat lagi pada siklus IV menjadi 4,36. Hasil

belajar kognitif siswa untuk siklus I diperoleh rata-rata 72,87 dengan

ketuntasan belajar secara klasikal 74,19%, meningkat pada siklus II

menjadi 75,97 dengan ketuntasan belajar klasikal 87,1%, meningkat

33
pada siklus III menjadi 79,58 dengan ketuntasan belajar klasikal 93,55%

dan meningkat lagi pada siklus IV menjadi 89,68 dengan ketuntasan

belajar klasikal 100%. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa

penerapan model discovery learning dapat meningkatkan aktivitas, sikap

ilmiah dan hasil belajar kognitif siswa.

4. Ida Fiteriani dan Baharudin 2017 yang berjudul ANALISIS

PERBEDAAN HASIL BELAJAR KOGNITIF MENGGUNAKAN

METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF YANG

BERKOMBINASIPADA MATERI IPA DI MIN BANDAR

LAMPUNG IDA Permasalahan penelitian ini beranjak dari data

penelitian yang menunjukkan proses pembelajaran IPA di SD/MI yang

berlangsung kurang memfasilitasi peserta didik untuk memiliki

pengetahuan sains (scientific knowledge), keterampilan proses ilmiah

(scienific process skills), dan sikap ilmiah (scienific attitute) secara

terpadu dan menyeluruh. Akibatnya mempengaruhi pencapaian hasil

belajar siswa. Dalam penelitian ini, kombinasi pembelajaran kooperatif

NHT dan STAD pada pembelajaran IPA materi proses terjadinya

fotosintesis diyakini dapat memperkuat pemahaman konsep siswa,

keterampilan mempraktekkannya dalam sebuah eksperimen (percobaan)

dan sekaligus menumbuhkan karakter ilmiah siswa, karena desain

pembelajaran yang disetting mendorong siswa untuk bisa belajar

bersama dalam mengeksplorasi dan mengelaborasi kemampuannya.

Dengan demikian, akan terbentuk sinergitas yang positif dalam

34
mengembangkan potensi diri untuk meraih prestasi dan kemajuan

bersama-sama. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif

dengan jenis penelitian eksperimen semu (quasi eksperimental design).

Desainnya Nonequivalent Control Group Design. Pada kelas eksperimen

diberi perlakuan menggunakan kombinasi pembelajaran kooperatif NHT

dan STAD, sedangkan kelas kontrol sebagaimana lazimnya metode yang

digunakan, seperti ceramah, tanya jawab, dan demonstrasi dengan

berbantu media gambar. Tempat penelitian di MIN 11 Bandar Lampung

dan waktu penelitian berlangsung pada semester genap tahun pelajaran

2017/2018. Populasi penelitian meliputi seluruh siswa kelas V yang

berjumlah 64 orang dan sampel penelitian adalah kelas V A sebagai

kelas eksperimen dan kelas V B sebagai kelas kontrol. Penetapan kelas

sampel menggunakan teknik acak (random sampling). Untuk instrumen

penelitian menggunakantes hasil belajar kognitif berbentuk pilihan

ganda, dengan jumlah 25 soal. Tes dilakukan berulang yaitu sebelum

(pretes) dan sesudah (posttes). Instrumen sebelum digunakan telah

dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Terakhir, dilakukan pengujian

hipotesis, namun sebelumnya dilakukan uji normalitas dan homogenitas

dengan taraf signifikan 5%. Pengujian hipotesis dengan rumus t (t-test)

dependent. Pengujian dibantu program SPSS 17.0. Kriteria penetapan,

jika nilai Asymp.Sig≤ α, maka H0 ditolak dan sebaliknya jika nilai

Asymp. Sig> α, maka H0 diterima. Hasil penelitian menunjukkan 1)

Perhitungan data statistik deskriptif, pada kelas eksperimen nilai rata-

35
rata 70,66, median 80, modus 80, nilai minimum 65 dan nilai maksimum

100. Sedangkan pada kelas kontrol; nilai rata-rata 53,73, median 75,

modus 75, nilai minimum 60 dan nilai maksimum 80. Hasil

membuktikan bahwa kelas eksperimen lebih unggul daripada kelas

kontrol dalam pencapaian skor/nilai hasil belajar. 2) Pengujian hipotesis,

diketahui nilai thitung sebesar 3.618 dan Sig sebesar 0,000, dengan

dibandingkan dengan taraf signifikansi α = 0,05 (5 %), maka Sig sebesar

0,000<α = 0,05 (5 %), sehingga keputusannya ????ditolak dan ??1

diterima. Kesimpulannya terdapat perbedaan hasil belajar kognitif pada

kelas eksperimen yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif

yang berkombinasi antara NHT dan STAD dibandingkan kelas kontrol

yang menggunakan metode konvensional pada materi IPA Proses

Fotosintesis di Kelas V MIN 11 Bandar Lampung. 3) Hasil analisa

mengungkapkan penyebab perbedaan pencapaian hasil belajar yang

diperoleh siswa terletak pada sistem pembelajaran yang dibangun dan

penempatan kedudukan siswa dalam belajar.

5. Skripsi yang berjudul PENGGUNAAN MEDIA KOMIK DALAM

PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI

DAN HASIL BELAJAR KOGNITIF DAN AFEKTIF yang disusun

oleh Retno Puspitorini, A.K. Prodjosantoso, Bambang Subali, dan

Jumadi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Negeri Yogyakarta 2014. Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan peningkatan motivasi, hasil belajar kognitif, hasil

36
belajar afektif peserta didik dalam pembelajaran IPA dengan

menggunakan media komik. Pe- nelitian dilakukan lewat quasi

experiment dengan desain one group pretest-posttest. Subjek penelitian

adalah 57 peserta didik kelas VII SMPN 1 Banjarnegara. Media komik

digunakan dalam pembelajaran IPA selama 6 kali tatap muka. Data

motivasi dan hasil belajar afektif diperoleh lewat angket dan observasi,

sedangkan hasil belajar kognitif lewat pretes dan postes. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa penggunaan media komik di dalam pembelajaran

IPA mampu meningkatkan motivasi belajar peserta didik dengan nilai

gain skor sebesar 0,55 (sedang); hasil belajar ranah kognitif dengan gain

skor sebesar 0,42 (sedang); dan meningkatkan hasil belajar ranah afektif

dengan gain skor sebesar 0,34 (sedang). Hasil uji beda antara sebelum

dan setelah perlakuan menunjukkan adanya perbedaan baik yang

menyangkut motivasi belajar, hasil belajar ranah kognitif, maupun hasil

belajar ranah afektif.

37
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan studi

kasus dengan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif.

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang

berlandaskan pada filsafat post positivisme, digunakan untuk meneliti

pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya eksperimen)

dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel

sumber data dilakukan secara purposivedan snowball, teknik

pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat

induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih

menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiono,2011). Studi

kasus termasuk dalam penelitian analisis deskriptif, yaitu penelitian

yang dilakukan terfokus pada suatu kasus tertentu untuk diamati dan

dianalisis secara cermat sampai tuntas. Kasus yang dimaksud bisa

berupa tunggal atau jamak, misalnya berupa individu atau kelompok.

Disini perlu dilakukan analisis secara tajam terhadap berbagai faktor

yang terkait dengan kasus tersebut sehingga akhirnya akan diperoleh

kesimpulan yang akurat (Sutedi, 2009).

38
Peneliti menggunakan metode studi kasus karena latar

belakang penelitian yang menunjukkan nilai hasil belajar siswa yang

rata-rata cukup baik. Fenomena yang menjadi kasus dalam penelitian

ini adalah sikap ilmiah siswa berdasarkan hasil belajar kognitif IPA

siswa kelas IV.

B. Prosedur Penelitian

Pada penelitian ini peneliti bertindak sebagai perencana,

pengumpul, dan menganalisis data dan pelapor hasil penelitian. Oleh

karena itu peneliti bekerjasama dengan guru kelas dan siswa kelas IV

SDN 1 Kedungwaru Kecamatan Kedungwaru Kabupaten

Tulungagung untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya.

Menurut Moleong (2014) tahap-tahap yang dilakukan pada penelitian

ini adalah sebagai berikut :

1. Tahap Pra-lapangan

Tahap ini adalah tahap paling awal dalam melakukan penelitian.

Dilakukan dengan cara (a) Menentukan subjek penelitian yaitu siswa

kelas IV SDN 1 Kedungwaru dan tempat untuk penelitian Kecamatan

Kedungwaru Kabupaten Tulungagung (b) Mengidentifikasi masalah

yang diajukan sebagai judul penelitian (c) Merumuskan masalah yang

muncul kemudian membuat rumusan masalah penelitian serta

menyusuun instrumen yang digunakan.

39
2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Tahap pekerjaan lapangan atau pelaksanaan yang harus dilakukan

peneliti dengan cara : (a) memberikan angket terkait sikap ilmiah

siswa kelas IV untuk mengetahui hasil belajar kognitif IPA siswa (b)

menganalisis hasil angket siswa untuk mengetahui sikap ilmiah siswa

berdasarkan hasil belajar kognitif IPA siswa kelas IV (c) menentukan

subjek penelitian yang akan di wawancara berdasarkan hasil tes siswa

subjeknya adalah masing-masing siswa yang dikelompokkan

berdasarkan hasil tes yaitu kemampuan rendah, sedang, tinggi (d)

melakukan wawancara terhadap subjek yang telah ditentukan,

wawancara dilaksanakan ketika peneliti sudah mengelompokkan hasil

tes sikap ilmiah siswa (e) mengumpulkan data yang diperoleh dari

subjek penelitian menggunakan hasil angket, pedoman observasi, dan

wawancara untuk memperoleh data tentang sikap ilmiah siswa kelas

IV, serta mendokumentasi selama proses penelitian berlangsung.

3. Tahap Analisis Data

Tahap analisis data diperoleh dengan cara menyusun data secara

sistematis. Data tersebut diperoleh dari sumber data dan hasil

wawancara, angket, dan lain sebagainya. Kemudian peneliti

melakukan pengecekan keabsahan data dengan cara mengecek sumber

data yang didapat dan metode perolehan data agar data benar-benar

valid sebagai dasar dan bahan untuk proses penentuan dalam

memahami judul penelitian yang sedang diteliti. Langkah terakhir

40
pada tahap analisis data yaitu peneliti menarik kesimpulan dari hasil

data yang diperoleh.

4. Tahap Penyelesaian

Tahap penyelesaian merupakan tahap akhir dari sebuah penelitian data

dengan cara menganalisis data (hasil angket dan wawancara) yang

telah diperoleh dan diolah, kemudian peneliti mengkonsultasikan hasil

penelitian ke dosen pembimbing untuk menambahkan arahan dan

masukan serta yang lebih rinci. Membahas dan menyimpulkan data

tersebut ke dalam laporan hasil penelitian berdasarkan pedoman dan

penulisan skripsi yang mengacu pada peraturan penulisan karya ilmiah

yang berlaku di STKIP PGRI Tulungagung Program Sarjana Tahun

2017 Edisi Revisi.

41
Prosedur yang digunakan peneliti dapat dilihat sebagai berikut :

Tahap Pra- 1. Menemukan


lapangan tempat
penelitian
2. Mengidentifi
kasi masalah
3. Merumuskan
masalah

Tahap Pekerjaan 1. Memberikan


angket
Lapangan
2. Menganalisis
hasil angket
3. Subjek
penelitian
yang
diwawancara
4. Mengumpulk
an data

Prosedur
Penelitian

Tahap Analisis 1. Menganalisis


Data data

1. Menganalisis
Tahap data
Penyelesaian 2. Menyajikan
data

Bagan 3.1 Prosedur Penelitian

(Moleong, 2017)

42
C. Subjek,Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN 1 Kedungwaru

yang berjumlah 35 siswa yang terdiri dari 18 siswa laki-laki dan 17

siswa perempuan. Alasan peneliti memilih kelas IV sebagai subjek

penelitian dikarenakan dikelas IV tersebut karena kelas IV merupakan

awal mulainya kelas tinggi dan hasil observasi awal menunjukkan

bahwa siswa kelas IV lebih banyak yang menunjukkan sikap ilmiah

disbanding kelas lainnya.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian merupakan seluruh kegiatan saat melakukan

penelitian. Penelitian dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak bulan

April-Juni 2020. Selama 3 bulan penelitian akan dilaksanakan mulai

tahap pra-lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data,

tahap penyelesaian.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN 1 Kedungwaru yang terletak

di Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung. SDN 1

Kedungwaru merupakan Sekolah Dasar model Adiwiyata yang ada di

Kedungwaru. Alasan peneliti memilih sekolah tersebut karena SDN 1

Kedungwaru memiliki kelas yang heterogen, yaitu kelas yang

memiliki siswa berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi dari

masing-masing siswa yang berbeda sehingga mendukung peneliti

43
untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut sesuai dengan

permasalahan yang diangkat oleh peneliti.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian kualitatif dibedakan menjadi dua

yaitu instrumen utama dan instrumen pendukung. Pada penelitian

kualitatif yang menjadi instrumen utama adalah peneliti itu sendiri,

karena peneliti bertindak sebagai instrumen kunci. Hal tersebut sesuai

dengan pendapat Sugiyono (2018)dalam menjadi instrumen atau alat

peneliti itu sendiri.

Jadi penelitian berperan sebagai perencana, pelaksana,

penganalisis, pengumpulan data, dan penarikan kesimpulan pada

penelitian yang dilakukan. Adapun instrumen utama yang digunakan

penelitian ini adalah peneliti berperan sebagai pengamat penuh.

Sedangkan instrumen pendukung dalam penelitian yang digunakan

adalah sebagai berikut :

1. Pedoman Observasi

Penggunaan pedoman observasi adalah serangkaian kegiatan

memperhatikan objek penelitian dengan seksama. Selain itu,

kegiatan observasi bertujuan untuk mencatata keadaan yang

relevan dengan tujuan penelitian. Untuk observasi menggunakan

pedoman observasi sikap ilmiah berdasarkan hasil belajar kognitif

44
IPA siswa kelas IV SDN 1 Kedungwaru menggunakan pedoman

sikap ilmiah berdasarkan hasil belajar kognitif IPA siswa kelas IV.

2. Pedoman Wawancara

Peneliti menggunakan pedoman wawancara sikap ilmiah

berdasarkan hasil belajar kognitif IPA siswa kelas IV. Wawancara

memiliki tingkat kemudahan dibandingkan dengan kuesioner

karena dalam wawancara tidak menggunakan perhitungan secara

statistika, meskipun begitu wawancara juga memiliki kelemahan

yaitu membutuhkan waktu yang relatif lama. Dalam penelitian

wawancara ini menggunakan pedoman wawancara sikap ilmiah

berdasarkan hasil belajar kognitif IPA siswa kelas IV.

3. Angket (Kuesioner)

Angket (Kuesioner) adalah teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau

pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Angket

merupakan tehnik pengumpulan data yang efisien jika peneliti tahu

dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang tidak

bisa diharapkan dari responden. Angket sebagai tehnik

pengumpulan data sangat cocok untuk mengumpulkan data dalam

jumlah besar (Sugiono,2011).

45
E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling

strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah

mendapatkan data Sugiyono (2018). Tanpa mengetahui teknik

pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang

memenuhi standar data yang ditetapkan. Teknik pengumpulan data

yang digunakan harus sesuai dengan masalah yang diteliti. Adapun

teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

tes, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik pengumpulan

data tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Observasi

Observasi ini digunakan peneliti untuk memperoleh informasi

mengenai sikap ilmiah berdasarkan hasil kognitif IPA siswa kelas

IV SDN 1 Kedungwaru dalam kegiatan pembelajaran. Pada teknik

ini peneliti menggunakan buku catatan dan handphone. Buku

catatan digunakan untuk mencatat hal-hal yang ditemui selama

penelitian. Sedangkan handphone digunakan untuk

mendokumentasikan hasil observasi.

Tabel 3.1 Pedoman Observasi Siswa Kelas IV

N Aspek yang Diamati Indikator


o
1. Sikap Ilmiah yang Ditunjukkan Siswa
a. Sikap Ingin Tahu  Mengamati objek atau
peristiwa yang aneh, baru,
dan menarik baginya.
 Mengajukan pertanyaan pada

46
guru apabila belum
memahami materi yang
sedang dibahas atau hal lain
yang ingin diketahuinya.
 Aktif mencari informasi yang
dibutuhkan dari buku
pegangan atau sumber
lainnya.
 Memperhatikan dengan
sungguh-sungguh penjelasan
dari guru.
b. Sikap Objektif  Melakukan kegiatan belajar di
Terhadap Data/Fakta sekolah sesuai dengan
petunjuk guru.
 Menuliskan hasil diskusi
kelompok atau diskusi kelas
sesuai dengan sumber yang
diperoleh.
 Membuat kesimpulan sesuai
dengan fakta yang ada.
 Menghindari tindakan
mencontoh hasil diskusi atau
hasil pekerjaanorang lain.
 Menegur teman yang
mencontek hasil diskusi atau
pekerjaan orang lain.
c. Sikap Berpikir  Meragukan pendapat atau
Kritis jawaban dari teman yang
dirasa kurang tepat.
 Menanyakan setiap perubahan
atau hal yang baru baginya.
 Menanyakan kepada guru
apabila terdapat perbedaan
antara apa yang disampaikan
oleh guru atau teman dengan
yang ada di buku pegangan
atau sumber lainnya.
 Berusaha melengkapi jawaban
temannya yang kurang tepat
berdasarkan pengetahuan yang
dimiliki.
d. Sikap Berpikiran  Bersedia menerima ide-ide
Terbuka dan atau pendapat yang
Kerjasama disampaikan oleh guru atau
teman.

47
 Bersedia memperbaiki hasil
diskusi kelompok atau hasil
pekerjaannya berdasarkan
saran dari guru atau teman.
 Mengganti kesimpulan apabila
kesimpulan sebelumnya
ternyata kurangtepat (terdapat
kesimpulan yang lebih tepat).
 Berpartisipasi aktif dalam
kegiatan diskusi di kelas.
e. Sikap Peka  Tidak menyakiti hewan atau
terhadap Lingkungan merusak tumbuhan baik yang
Sekitar pernah digunakan sebagai
sumber belajar IPA ataupun
tidak.
 Membuang sampah di tempat
sampah.
 Mengambil sampah yang ada
di dalam kelas atau di halaman
sekolah.
 Menegur teman yang
membuang sampah
sembarangan atau merusak
lingkungan.
 Mengajak teman-teman untuk
menjaga kebersihan kelas dan
sekolah.

2. Wawancara

Wawancara adalah cara untuk mengumpulkan data dengan

mengadakan tatap muka secara langsung antara orang yang

bertugas mengumpulkan data dengan orang yang menjadi sumber

data atau objek (Moleong, 2017). Subjek dalam penelitian ini

adalah guru kelas IV SDN 1 Kedungwaru.

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Wawancara untuk Guru Kelas IV

No Indikator Informan

48
1. Pemahaman tentang sikap ilmiah Guru
2. Sikap ilmiah yang ditunjukkan siswa Guru
3. Peranan guru dalam membantu Guru
penanaman sikap ilmiah siswa

3. Angket (Kuesioner)

Peneliti menggunakan metode kuesioner agar lebih efisien

setelah mengetahui variabel yang akan diukur. Selain itu,

digunakan kuesioner karena jumlah responden yang jamak atau

lebih dari satu. Kuesioner yang digunakan oleh peneliti adalah jenis

kuesioner tertutup, yaitu kuesioner yang telah menyediakan pilihan

jawaban untuk dipilih oleh responden atau objek penelitian yang

disesuaikan dengan jenjang siswa kelas IV SD. Skala yang

digunakan dalam kuesioner penelitian ini adalah Skala Likert.

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan

persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.

Dalam instrumen ini terdapat 15 pernyataan yang mencakup sikap

ilmiah siswa. Semua pernyataan diungkapkan dalam kalimat

positif. Pada masing-masing pernyataan terdapat lima alternatif

jawaban yang mengacu pada teknik Skala Likert, yaitu :

1. Sangat Setuju (SS) = 4

2. Setuju (S) = 3

3. Tidak Setuju (TS) = 2

4. Sangat Tidak Setuju (STS) = 1

49
Tabel 3.3 kisi-kisi angket (kuesioner) sebagai berikut :

Variabel Indikator
Sikap Ingin Tahu  Antusias mencari jawaban.
 Perhatian pada objek yang diamati.
 Antusias terhadap proses sains.
 Menanyakan setiap langkah kegiatan.
Sikap Senantiasa  Objektif/jujur.
Mendahulukan  Tidak memanipulasi data.
Data/Fakta  Tidak purbasangka.
 Mengambil keputusan sesuai fakta.
 Tidak mencampur fakta dengan pendapat.
Sikap Berpikir  Meragukan temuan teman.
Kritis  Menanyakan setiap perubahan/hal baru.
 Mengulangi kegiatan yang dilakukan.
 Tidak mengabaikan data meskipun kecil.
Sikap Penemuan  Menggunakan fakta-fakta untuk dasar
Dan Kreativitas konklusi.
 Menunjukkan laporan berbeda dengan
teman sekelas.
 Merubah pendapat dalam merespon
terhadap fakta.
 Menggunakan alat tidak seperti biasanya.
 Menyarankan percobaan-percobaan baru.
 Menguraikan konklusi baru hasil
pengamatan.
Sikap Berpikiran  Menghargai pendapat/temuan orang lain.
Terbuka Dan  Mau mengubah pendapat jika data kurang.
Kerjasama  Menerima saran teman.
 Tidak merasa paling benar.
 Menganggap setiap kesimpulan adalah
tentatif.
 Berpartisipasi aktif dalam kelompok.
Sikap Ketekunan  Melanjutkan meneliti sesudah “kebaruan”
hilang.
 Mengulangi percobaan meskipun
berakibat kegagalan.
 Melengkapi satu kegiatan meskipun teman
sekelasnya selesai lebih awal.

50
Sikap Peka  Perhatian terhadap peristiwa sekitar.
Terhadap  Partisipasi pada kegiatan sosial.
Lingkungan  Menjaga kebersihan lingkungan sekolah.
Sekitar

4. Dokumentasi

Dokumentasi ini digunakan untuk melengkapi hasil observasi

selama proses penelitian. Dokumentasi bisa berupa catatan, foto

selama kegiatan penelitian berlangsung. Dalam penelitian ini,

peneliti mendokumentasikan foto, video, dan catatan selama

kegiatan observasi berlangsung.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah proses mencari dan menyusun

secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, tes, dan

bahan-bahan lain, sehingga dapat diinformasikan kepada orang lain.

Menurut Sugiyono (2015) analisis data kualitatf dibagi menjadi 3,

yaitu :

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah proses pemilihan hal-hal pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, penyederhanaan data

mentah yang di dapat dari catatan yang diperoleh peneliti di

lapangan. Setelah data direduksi, gambaran tentang pengumpulan

data selanjutnya akan terlihat semakin jelas.

2. Penyajian Data

51
Setelah data direduksi, tahapan selanjutnya adalah

menyajikan data. Pada penyajian data peneliti harus berusaha

untuk menyajikan data yang sistematis, mudah dipahamai serta

mendalam guna menghasilkan kesimpulan sebagai temuan

penelitian.

3. Penarikan Kesimpulan

Langkah terakhir dalam penelitian kualitatif adalah

penarikan kesimpulan. Kesimpulan dalam penelitian kualiatif

merupakan suatu penemua baru yang sebelumnya belum pernah

ada. Temuan dapat berupa gambaran atau deskripsi suatu objek

yang sebelumnya masih remang-remang setelah diteliti menjadi

jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis, atau

teori.

G. Pengecekan Keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data dalam penelitian kualitatif yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Triangulasi

Teknik pengumpulan data triangulasi adalah teknik

pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai

teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Apabila

peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka

peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas

52
data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik

pengumpulan data dan berbagai sumber data. Pada penelitian ini,

peneliti memilih teknik triangulasi yaitu peneliti menggunakan

teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan

sumber yang sama.

2. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan berarti mencari secara konsisten

interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses

analisis yang konstan. Ketekunan pengamatan disini yakni

pengecekan data secara teliti dan terhadap apa yang didapat dan

apa yang diperlukan dalam penelitian. Lalu peneliti juga menelaah

secara seksama data-data yang akan digunakan dan diuraikan

dalam tulisannya, sehingga peneliti akan dapat memaparkan data

yang telah diperolehnya dengan baik serta semakin jelas dan lebih

terperinci.

3. Pengecekan Teman Sejawat

Pengecekan teman sejawat merupakan teknik yang

dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir

yang diperoleh dengan cara diskusi dengan teman sejawat. Pada hal

ini peneiti bisa berdiskusi atau sharing dengan peneliti yang sedang

atau telah melakukan penelitian kualitatif, sehingga diharapkan

peneliti dapan memberi masukan dan saran dari peneliti lain. Peran

53
peneliti lain atau teman sejawat bisa dijadikan sebuah pandangan

yang bersifat membangun demi kesempurnaan hasil penelitian.

54
Daftar Pustaka

Made Slamet Sugiartana, Dewa Nyoman Sudana, dan Ni Wayan Arini.

(2012). Penerapan Model TGT untuk Meningkatkan Hasil Belajar

IPA dan Sikap Ilmiah Siswa Kelas VB SD Negeri 3 Banjar Jawa.

e-Jurnal Universitas Pendidikan Ganesha.

Siti Fatonah dan Zuhdan K. Prasetyo. (2014). Pembelajaran Sains.

Yogyakarta: Ombak.

Usman Samatowa. (2010). Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta

Barat: PT Indeks Permata Puri Media.

Mariana, I. M. A., & Praginda, W. (2019). Hakikat IPA dan Pembelajaran

IPA. (Y. Paramata, Ed.). Pusat Pengembangan dan Pemberdayan

Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam

(PPPPTK IPA).

Djojosoediro, W. (2010). Pengembangan Pembelajaran IPA SD (pp. 15–

60). Retrieved from

http://hakikatipadanpembelajaranipasd.go.id/index.php

Suko, Waspodo (2014) 7 Macam Sikap Ilmiah

https://www.kompasiana.com/sukowaspodo_99/54f672b8a333118410

8b4bba/7-macam-sikap-ilmiah

55
Bustalin. 2004. Analisis Prestasi Belajar Dalam Pengajaran Remidial Pada

Mata Pelajaran IPS Ekonomi Kelas II Semester I SLTP Negeri 1

Linggang Bigung Kabupaten Kutai Barat. Artikel. http : // atrikel.

Us/ html.

Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains. Jakarta : Lembaga Penelitian

UIN, 2009.

UnoB, Hamzah. & Nurdin Mohamad.Belajar dengan Pendekatan

PAILKEM. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011.

Rustaman Y, Nuryani. et al, Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang:

UNM, 2005.

Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains. Jakarta : Lembaga Penelitian

UIN, 2009.

Abdullah Aly dan Eny Rahma. (2011). MKDU, Ilmu Alamiah Dasar.

Jakarta: Bumi Aksara.

Burhanuddin Salam. (2005). Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.

Made Slamet Sugiartana, Dewa Nyoman Sudana, dan Ni Wayan Arini.

(2012). Penerapan Model TGT untuk Meningkatkan Hasil Belajar

IPA dan Sikap Ilmiah Siswa Kelas VB SD Negeri 3 Banjar Jawa.

e-Jurnal Universitas Pendidikan Ganesha (Volume 1).

Maskoeri Jasin. (2010). Ilmu Alamiah Dasar. rev.ed. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

56
Maslichah Asy‟ari. (2006). Penerapan Pendekatan Sains – Teknologi -

Masyarakat dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar.

Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Mulyasa. (2009). Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Jakarta: Bumi Aksara.

Siti Fatonah dan Zuhdan K. Prasetyo. (2014). Pembelajaran Sains.

Yogyakarta: Ombak.

Sri Sulistyorini. (2007). Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar dan

Penerapannya dalam KTSP. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Sumaji, dkk. (2009). Dimensi Pendidikan IPA dan Pengembangannya

sebagai Disiplin Ilmu. Artikel, Pendidikan Sains yang Humanistis.

Yogyakarta: Kanisius.

Surjani Wonorahardjo. (2010). Dasar-Dasar Sains, Menciptakan

Masyarakat Sadar Sains. Jakarta Barat: PT Indeks.

Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara

Usman Samatowa. (2010). Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta

Barat: PT Indeks Permata Puri Media.

Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).

Popi Sopiatin dan Sohari Sahrani, Psikologi Belajar dalam Perspektif

Islam, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011).

57
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara,

2011).

M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional,

(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007).

Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung:

PT Remaja Rosdakarya, 2009).

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada, 2011).

Noer Rahmah, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2012)

Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010).

Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran,

(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010)

Moleong L. J. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif ((36th ed.)).

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kualitatif (2nd ed; E. S. Y.

Suryandari, ed.) Bandung Alfabeta.

58

Anda mungkin juga menyukai