Anda di halaman 1dari 240

5

JUDUL FIKS : MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN

PENULIS : MASDUKI
6

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

atas rahmat, hidayah, dan karunia Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan buku ini dengan baik.

Penulis berharap buku ini dapat menambah wawasan serta

pengetahuan bagi para pembacanya serta dapat dipergunakan

sebagaimana mestinya.  Terimakasih disampaikan kepada orang tua dan

kerabat penulis, serta semua pihak yang telah ikut membantu dalam

penyelesaian buku ini.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan

buku baik itu dalam hal ejaan dan tata bahasa, materi, maupun tata letak.

Untuk itu, sudilah kiranya para pembaca dapat memaklumi dan

memberikan kritik serta saran yang membangun agar penulis dapat

menjadi lebih baik dalam penyusunan buku berikutnya. Semoga buku ini

dapat memberi manfaat bagi bagi semua pihak yang membutuhkan.

Januari, 2021

Penulis
7

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB IIPERKEMBANGAN DI ERA GLOBAL

BAB III MANAGEMENT

BAB IV MANAGEMENT MUTU TERPADU

BAB V MUTU PENDIDIKAN


8

BAB I PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan suatu halyang sangat penting dalam

kehidupan manusia, karenadengan adanya pendidikan suatu bangsa

akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas

dan berkarakter. Selain itu, pendidikan juga dapat menggambarkan

suatu negara.Sistem pendidikan negara maju pasti sangat berbeda

dengan sistem pendidikan di negara berkembang.

DalamhaliniE.Mulyasamenyatakan bahwa: “Pendidikan

memberikan kontribusi yang besar terhadap kemajuan suatu bangsa

dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

konstitusi serta sarana dalam membangun watak bangsa

(NationCharacterBuilding). Masyarakat yang cerdas akan memberi

nuansa kehidupan yang cerdas pula, dansecara progresif akan

membentuk kemandirian. Masyarakat bangsa yang demikian

merupakan investasi besaruntuk berjuang keluar dari krisis dan

menghadapi yang global.”


9

Pendidikan sebagai sebuah sistem tidak akan mampu

menghasilkan output yang berkualitas, apalagi proses pendidikan

tersebut tidak dikelola secara baik. Oleh karena itu pendidikan harus

dikelola secara profeisonal, agar mampu berkompetisi dan

menghadapi segala tantangan global. Dalam menyikapi tantangan

tersebut diperlukan paradigma baru dalam pendidikan.

Sebagaimana pernyataan Kuhn yang dikutipolehTilaar,

menyatakanbahwa; “Apabila tantangan-tantangan baru itu dihadapi

dengan menggunakan paradigma lama maka segala usaha yang

dijalankan akan mendapatkan kegagalan. Begitujuga halnya dengan

pendidikan, apabila ingin mendapatkan keberhasilan harus di desain

ulang (rekonstruksi) supaya dapat menjawab tantangan serta

perubahan saatini (modern) baik pada sisi konsepnya,

kurikulum, kualitas sumber daya manusianya, lembaga-lembaga,

dan organisasinya namun yang paling pentinga dalah manajemen

pendidikannya itu sendiri, yang paling prioritas untuk

direkonstruksi agarrelevan dengan perubahan zaman dan tuntutan

pasar.”
10

Pendidikan yang berkualitas merupakan salah satufaktor

penunjang kepuasansiswa. Termasuk juga orang tua, orangtua akan

menjadi puas ketika anaknya memperoleh pendidikan yang

berkualitas yang diberikan oleh pihak sekolah. Tentusaja hal

tersebut menjadi tantangan yang sangat besar bagi lembaga

pendidikan saat ini. Lembaga pendidikan dituntut untuk

menghasilkan output yang berkualitas yang salah satunya dengan

meningkatkan mutu proses pengelolaan pelayanan akan

berpengaruh terhadap output.

Dalam mencapai standar kualitas yang dapat bersaing dengan

bangsa-bangsa lain, diperlukan adanya strategi pendidikan nasional.

Salah satu cara yang dilakukan untuk dapat mengendalikan mutu

dalam pendidikan adalah dengan melakukan assessment (penilaian).

Menurut Clements dan Cord dalam (Crisp, 2016) penilaian

merupakan komponen penting dalam belajar dan lingkungan

pembelajaran serta memiliki peran dalam mengetahui hasil

pembelajaran. Proses penilaian dalam pembelajaran dilakukan untuk

memperoleh data mengenai perkembangan hasil belajar peserta


11

didik. Tentunya dalam persaingan abad 21 ini, kebijakan

pembangunan pendidikan nasional saat ini diarahkan pada upaya

mewujudkan daya saing, dan akuntabilitas penyelenggaraan

pendidikan. Tolok ukur efektivitas dalam implementasi atau

pelaksanaan kebijakan tersebut dapat dilihat pada indikator-

indikator mutu pendidikan yang berupa prestasi akademik dan non-

akademik.

Pada kenyataanya, masih banyak pembelajaran yang lebih

menitik beratkan hanya aspek kognitif, sehingga aspek afektif dan

psikomotor yang bermuatan karakter kurang diperhatikan. Selain itu

kemampuan peserta didik dalam logika dan analisis harus terus

didorong, khususnya dalam mata pelajaran matematika. Menurut

survei yang dilakukan oleh Trend in International Mathematics and

Science Study (TIMSS), hanya ada 5% siswa Indonesia yang dapat

menyesaikan soal-soal dalam kategori tinggi (memerlukan

reasoning), sedangkan 71% siswa korea sanggup mengerjakanya.

Oleh karena itu, sumber daya manusia Indonesia masih jauh dari

kriteria high quality.


12

Dengan demikian, strategi penjaminan mutu sumber daya

manusia Indonesia harus didorong dengan sebuah sistem yang baik

dan fasilitas dari setiap stakeholder terkait, untuk mendongkrak

kemajuan mutu sumber daya manusia Indonesia, salah satunya

ditempuh melalui jalur pendidikan yang berkualitas.

Dalam menyelenggarakan pendidikan, setiap negara pasti

mendambakan peningkatan mutu dan kualitas

pendidikan.Meningkatkan mutu pendidikan bukan persoalan yang

gampang, begitulah kata para pakar pendidikan. Dalam proses upaya

peningkatan mutu pendidikan, guru merupakan komponen sumber

daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus.

Peran guru dalam dunia pendidikan sangat berpengaruh dengan

sukses atau tidak pendidikan tersebut kedepannya. Dalam

pendidikan formal di sekolah, guru memegang kendali penuh

terhadap anak didik/peserta didik dalam kelas. Baik atau tidaknya

pembelajaran dalam kelas bergantung pada guru sebagai ujung

tombaknya. Koswara (2008: 2) menyatakan bahwa, "Guru

memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk


13

watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai - nilai

yang diinginkan. Dari dimensi tersebut, peranan guru sulit

digantikan oleh yang lain".

Maka dari itu, alangkah baiknya dan seharusnya guru

memiliki sikap dan sifat yang baik agar para siswa yang diajarnya

dapat meniru dan mencontoh perilaku-perilaku baik tersebut.

Dengan kata lain guru harus memiliki kualitas yang baik untuk

menjadikan pendidikan lebih bermutu.

Ada tiga kompetensi yang harus dimiliki guru, yaitu

kompetensi personal, kompetensi sosial, dan kompetensi

profesional. Kompetensi personal lebih menunjukkan pada

kematangan pribadi. Di sini aspek mental dan emosional harus

benar-benar terjaga. Kompetensi sosial lebih menunjukkan pada

kemampuan guru untuk berelasi, berinteraksi. Sedangkan

kompetensi profesional lebih menunjukkan pada kemampuan yang

dimiliki guru sebagai pengajar yang baik. 


14

BAB II PERKEMBANGAN DI ERA GLOBAL

Salah satu persoalan nasional dalam menghadapi masa depan

bersama adalah peningkatan kemampuan pembangunan

(development capability). Peningkatan ini paling utama terletak pada

kemampuan sumber daya manusia sebagai subyek sekaligus obyek

dari pembangunan itu dengan dilandasi penanaman sikap dasar

yang benar terhadap usaha pembangunan itu sendiri . Sikap dasar

yang benar dan bijaksana itu akan mampu melahirkan tindakan

membangun yang sebenarnya (genuine development act) yang

membawa kepada kesejahteraan masyarakat luas, tidak hanya

sekedar tindakan membangun semu yang hanya mengejar target

semata-mata.Terkait dengan persoalan tersebut di atas, program-

program pendidikan sebagai pencetak pelaku pembangunan harus

senantiasa berorientasi ke masa depan, mengembangkan wawasan

serta sikap yang futuristic sekaligus antisipatoris. Dengan itu

pendidikan akan mampu melahirkan generasi yang dewasa, peka


15

serta peduli terhadap problematika yang akan muncul di masa

depan. Di sisi lain pendidikan demikian akanmampu mengikuti

perkembangan ilmu pengetahuan yang berakselerasi dengan sangat

cepat yang pada gilirannya akan dapat mengubah cara dan gaya

hidup manusia.

Peluang dan Tantangan menjadi isu yang sangat penting di

dalam era globalisasi pada saat ini, jika ingin meningkatkan mutu

maka sumber daya manusia lah yang harus pula ditingkatkan dalam

memenuhi peluang dan tantangan pada era globalisasi saat ini. SDM

yang berkualitas merupakan kunci bagi keberhasilan kita

menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas yang berintikan

persaingan. Karenanya berbagai usaha dalam meningkatkan kualitas

SDM harus terus menerus diupayakan. Pengembangan IPTEK yang

tetap  berlandaskan nilai agama dan budaya perlu sekaii untuk

menjamin terkendalinya pemanfaatan IPTEK demi tujuan-tujuan

yang meningkatkan kesejahteraan orang banyak, dan bukan

sebaliknya. Untuk menghasilkan SDM yang berkualitas , maka kinerja


16

organisasi penyelenggara  pendidikan tinggi mempunyai peran yang

penting.

Dunia yang semakin maju dewasa ini menuntut dan sangat

memperhatikan mutu dalam segala hal untuk memenuhi dan

memuaskan kebutuhan hidup. Baik dalam dunia industri, ekonomi,

perdagangan, kesehatan, perbankan maupun pendidikan persoalan

mutu semakin mengemuka dalam berbagai forum dan pertemuan

ilmiah dan kalangan profesi. pendidikan memiliki peran dan

kontribusi penting dalam mewujudkan bangsa yang tangguh dan

bermartabat. pembangunan dibidang pendidikan harus menjadi

prioritas utama untuk memajukan sebuah bangsa. Perubahan,

kemajuan, dan peradaban sebuah bangsa yang tangguh dan

bermartabat hanya bisa dicapai melalui pendidikan. Oleh karena itu,

Pendidikan harus dijadikan landasan dan paradigma utama dalam

mempercepat pembangunan bangsa.Karena itu, dalam

pengembangan kebijakan bidang pendidikan, pemerintah tidak bisa

melakukannya dengan pasif, statis dan sebagai rutinitas belaka, yang

tidak memiliki orientasi jelas. Tetapi, pembangunan pendidikan


17

harus dilakukan secara dinamis, konstruktif dan dilandasi semangat

reformis, kreatif, inovatif dengan wawasan jauh ke depan.Agar

Indonesia mampu menjawab tantangan dan peluang di era global

saat ini.

Peluang dan Tantangan menjadi isu yang sangat penting di

dalam era globalisasi pada saat ini, jika ingin meningkatkan mutu

maka sumber daya manusia lah yang harus pula ditingkatkan dalam

memenuhi peluang dan tantangan pada era globalisasi saat ini. SDM

yang berkualitas merupakan kunci bagi keberhasilan kita

menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas yang berintikan

persaingan. Karenanya berbagai usaha dalam meningkatkan kualitas

SDM harus terus menerus diupayakan. Pengembangan IPTEK yang

tetap  berlandaskan nilai agama dan budaya perlu sekaii untuk

menjamin terkendalinya pemanfaatan IPTEK demi tujuan-tujuan

yang meningkatkan kesejahteraan orang banyak, dan bukan

sebaliknya. Untuk menghasilkan SDM yang berkualitas , maka kinerja

organisasi penyelenggara  pendidikan tinggi mempunyai peran yang

penting. Dengan melihat kecenderungan kebutuhan tenaga keda


18

pada masamasa mendatang, nampaknya pendidikan professional,

termasuk  pendidikan program diploma, merupakan alternatif yang

tepat bagi pengembangan kualitas SDM yang sesuai dengan tuntutan

kerja di masa-masa yang akan datang. Upaya-upaya meningkatkan

kualitas SDM harus lebih ditingkatkan, baik melalui jalur pendidikan

formal, jalur latihan maupun meialui jalur pengalaman kerja. Karena

dimasa-masa mendatang dibutuhkan SDM yang memiliki keahlian

dan yang professional. Untuk lebih meningkatkan kinerja organisasi

penyelenggara pendidikan, karena dengan pengelolaan organisasi

yang baikiah yang dapat menjamin hasil kerja yang bermutu yakni

menghasilkan SDM yang berkualitas. Bagi setiap individu harus lebih

berusaha meningkatkan kemampuannya baik dalah hal bahasa asing

maupun penggunaan alat-alat teknologi, agar dapat bersaing dalam

memperoleh pekerjaan.1 Perkembangan IPTEK yang semakin pesat,

adanya persaingan antar bangsa yang semakin ketat, serta dampak

arus globalisasi yang semakin meluas, menuntut serangkaian tidakan

yang kritis. Serangkaian tindakan yang dimaksud adalah

menyangkut pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan IPTEK


1
 Nahruddin, Zulfan. 2018. Isu-Isu Permasalahan SDM Pemerintahan. Open Science Framework
19

secara lebih tepat, cepat dan cermat serta bertanggung jawab

sehingga mampu memacu  pembangunan dalam menuju

terwujudnya masyarakat yang mandiri, maju dan sejahtera.

Serangkaian tindakan ini sekaligus juga menyiratkan arah daripada

pembangunan IPTEK itu sendiri. Selanjutnya, pengembangan dan

penerapan IPTEK haruslah didukung oleh SDM yang  berkualitas

metalui pendidikan dan petatihan, penataan sistem kelembagaan,

serta penyediaan sarana dan prasarana penefitian, penerapan dan

pengembangan yang memadai. Dalam konteks ini, perhatian pada

imbalan, jaminan karier dan promosi,kondisi kerja, dana penelitian

dan  pengembangan yang mendorong orang untuk berprestasi

optimal sangatiah diperlukan.

A. Pendidikan Di Era Global

Pendidikan merupakan bagian penting dari proses

pembangunannasional yang memiliki peran yang sangat besar dalam

menentukan masadepan suatu bangsa. Selain itu, pendidikan

merupakan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia, di

mana peningkatan kecakapan dan kemampuan diyakini sebagai


20

faktor penting pendukung sumber daya manusia dalam mengarungi

kehidupan dengan berbagai problematika. Kemajuan di bidang

pendidikan akan berpengaruh terhadap pola pikir dan sikap dari

sumber daya manusia yang dihasilkannya untuk bisa bertahan,

sehingga selaras dengan kemajuan zaman dan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Upaya peningkatan kualitas pendidikan

pada sekolah, baik mengenai pengembangan kurikulum, peningkatan

profesionalitas guru,pemenuhan kebutuhan sarana prasarana dan

pemberdayaan pendidikan telah, sedang, dan akan dilaksanakan

secara terus menerus. Salah satu upaya tersebut adalah

meningkatkan manajemen mutu dari sekolah tersebut dengan

memberikan kepuasan terhadap semua sistem yang ada dalam

pendidikan.2

Secara etimologi, menurut kamus besar bahasa Indonesia

“era” diartikan sejumlah tahun dalam jangka waktu antara beberapa

peristiwa penting dalam sejarah atau masa. Sedangkan menurut

2
Abdul Rachman Saleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, ( Jakarta : Raja
Grafindo
Persada, 2014), h. 12.
21

kamus ilmiah popular era berarti zaman, masa atau kurun

waktu. Sedangkan kata “globalisasi” berasal dari kata dasar global,

yang artinya menyeluruh, seluruhnya, garis besar, secara utuh,

dan kesejagatan. Jadi globalisasi dapat diartikan sebagai

pengglobalan seluruh aspek kehidupan, perwujudan (perubahan)

secara menyeluruh aspek kehidupan. Dan perubahan merupakan

suatu proses actual yang tidak pernah hilang selama manusia hidup

di muka bumi ini. Keharusan ini dimungkinkan karena manusia pada

dasarnya adalah makhluk kreatif sebagai sunnatullah atas rasa, cipta,

dan karsa yang diberikan maha pencipta kepadanya.

Era globalisasi dalam arti terminologi adalah sebuah

perubahan sosial, berupa bertambahnya keterkaitan diantara

masyarakat dan elemen-elemen yang terjadi akibat transkulturasi

dan perkembangan teknologi dibidang transportasi dan komunikasi

yang memfasilitasi pertukaran budaya dan ekonomi internasional.

Globalisasi juga dimaknai dengan gerakan mendunia, yaitu suatu

perkembangan pembentukan sistem dan nilai-nilai kehidupan yang

bersifat global. Era globalisasi memberikan perubahan besar pada


22

tatanan dunia secara menyeluruh dan perubahan itu dihadapi

bersama sebagai suatu perubahan yang wajar. Sebab mau tidak mau,

siap tidak siap perubahan itu akan terjadi. Era ini di tandai dengan

proses kehidupan mendunia, kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi, terutama dalam bidang tranformasi dan komunikasi serta

terjadinya lintas budaya.

Dampak globalisasi sebagai akibat dari kemajuan di bidang

informasi dan komunikasi terhadap peradaban dunia merujuk

kepada suatu pengaruh yang mendunia. Kecenderungan seperti itu

harus diantisipasi oleh dunia pendidikan jika ingin menempatkan

pendidikan pada visinya sebagai agen pembangunan dan

perkembangan yang tidak ketinggalan zaman. Dalam konteks ini,

pendidikan sebagaimana dinyatakan Amir Faisal, harus mampu

menyiapkan sumber daya manusia yang tidak sekedar sebagai

penerima arus informasi global, tetapi juga harus memberikan bekal

agar dapat mengolah, menyesuaikan dan mengembangkan segala hal

yang diterima melalui arus informasi itu, yakni manusia yang kreatif

dan produktif. Manusia yang kreatif dan produktif inilah menurut


23

Mochtar Buchori yang harus dijadikan visi pendidikan, karena

manusia yang demikianlah yang didambakan kehadirannya baik

secara individual, sosial, maupun nasional.

Di sinilah pendidikan diharuskan menampilkan dirinya,

mampu mendidik dan menghasilkan para siswa yang berdaya saing

tinggi (qualified), serta mampu dalam menghadapi gempuran

berbagai kemajuan dinamika globalisasi tersebut. Dengan demikian,

era globalisasi adalah tantangan besar bagi dunia pendidikan. Dalam

konteks ini, Khaerudin Kurniawan (1999), memerinci berbagai

tantangan pendidikan menghadapi era global.

1. Tantangan untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu

bagaimana meningkatkan produktivitas kerja nasional serta

pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebagai upaya untuk

memelihara dan meningkatkan pembangunan berkelanjutan

(continuing development ).

2. Tantangan untuk melakukan riset secara komprehensif

terhadap terjadinya era reformasi dan transformasi struktur

masyarakat, dari masyarakat tradisional-agraris ke


24

masyarakat modern-industrial dan informasi-komunikasi,

serta bagaimana implikasinya bagi peningkatan dan

pengembangan kualitas kehidupan sdm.

3. Tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu

meningkatkan daya saing bangsa dalam menghasilkan karya-

karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil pemikiran,

penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan

seni.Tantangan terhadap munculnya invasi dan kolonialisme

baru di bidang iptek, yang menggantikan invasi dan

kolonialisme di bidang politik dan ekonomi.

Semua tantangan tersebut menuntut adanya SDM yang

berkualitas dan berdaya saing di bidang-bidang tersebut secara

komprehensif dan komparatif yang berwawasan keunggulan,

keahlian profesional, berpandangan jauh ke depan (visioner), rasa

percaya diri dan harga diri yang tinggi serta memiliki keterampilan

yang memadai sesuai kebutuhan dan daya tawar pasar. Kemampuan-

kemampuan itu harus dapat diwujudkan dalam proses pendidikan

yang berkualitas, sehingga dapat menghasilkan lulusan yang


25

berwawasan luas, unggul dan profesional, yang akhirnya dapat

menjadi teladan yang dicita-citakan untuk kepentingan masyarakat,

bangsa dan negara.3

B. Tuntutan Mutu Pendidikan Nasional

Dunia yang semakin maju dewasa ini menuntut dan sangat

memperhatikan mutu dalam segala hal untuk memenuhi dan

memuaskan kebutuhan hidup. Baik dalam dunia industri, ekonomi,

perdagangan, kesehatan, perbankan maupun pendidikan persoalan

mutu semakin mengemuka dalam berbagai forum dan pertemuan

ilmiah dan kalangan profesi. Menurut Charles Hoy dalam Improving

Quality in Education, menjelaskan mutu pendidikan adalah suatu

evaluasi terhadap proses pendidikan dengan harapan tingggi untuk

dicapai dan mengembangkan bakat- bakat para pelanggan

pendidikan dalam proses pendidikan.4

Mutu adalah hal yang esensial sebagai bagian dalam proses

pendidikan. Proses pembelajaran adalah tujuan organisasi

3
Hanafiah Nanang. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama.
Hal 67.
4
Syafaruddin, dkk. 2006. Pendidikan Bermutu Unggul, Bandung: Citapustaka Media.h.26
26

pendidikan. Perbaikan proses pendidikan adalah level tertinggi dari

keunggulan yang akan dicapai.5 Mutu pendidikan adalah mutu

lulusan dan pelayanan yang memuaskan pihak terkait pendidikan.

Mutu lulusan berkaitan dengan lulus dengan nilai baik (kognitif,

efektif, dan psikomotorik) diterima melanjutkan ke jenjang

pendidikan lebih tinggi yang berkualitas dan memiliki kepribadian

yang baik. Sedangkan mutu pelayanan berkaitan dengan aktivitas

melayani keperluan pelajar, guru dan masyarakat secara cepat dan

tepat sehingga semua merasa puas atas layanan sekolah.

Di samping kriteria di atas, kualitas pendidikan yang berhasil

ditandai dari:

a. Tingginya rasa kepuasan pengajaran, termasuk tingginya

pengharapan murid.

b. Tercapainya target kurikulum pengajaran.

c. Pembinaan yang sangat baik terhadap spiritual, moral, sosial

dan pengembangan budaya para pelajar.

5
Syafaruddin, dkk, 2002. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Jakarta: Grasindo.
h.57
27

d. Tidak ada murid yang bermasalah dalam kejiwaan atau risiko

emosional.

e. Tidak ada pertentangan antara hubungan murid dengan para

staf/guru.

Ada banyak pendapat mengenai kriteria mutu pendidikan.

Sallis (1993) mengemukakan dua standar utama untuk mengukur

mutu, yaitu: (1) standar hasil dan pelayanan, dan (2) standar

pelanggan. Indikator yang termasuk ke dalam standar hasil dan

pelayanan adalah conformance to specification, fitness for purpose or

use, zero defects, dan right first time, every time. Artinya, standar hasil

pendidikan mencakup spesifikasi pengetahuan, keterampilan, dan

sikap yang diperoleh oleh anak didik; hasil pendidikan itu dapat

dimanfaatkan di masyarakat atau di dunia kerja; tingkah kesalahan

yang sangat kecil; bekerja benar dari awal, dan benar untuk

pekerjaan berikutnya. Indikator yang termasuk ke dalam standar

pelanggan adalah consumer satisfaction, exceding customer

expectations, dan delightimng the customer. Dengan demikian,


28

standar pelanggan mencakup terpenuhinya kepuasan, harapan, dan

pencerahan hidup bagi pelanggantersebut.

Mutu pendidikan tidak semata- mata diukur dari mutu

keluaran pendidikan secara utuh (educational outcomes), akan tetapi

dikaitkan dengan konteks mutu itu ditempelkan dan persyaratan

tambahan yang diperlukan untuk itu. Misalnya, jika seseorang

lulusan SMK untuk termasuki dunia kerja tidak perlu mendapatkan

pelatihan tambahan sebelum memberikan layanan di tempat

kerjanya, berarti dia adalah lulusan yang lebih bermutu, daripada

yang masih harus menempuh pelatihan pra penempatan dengan

spesifikasi yang sama. Mutu pendidikan juga dapat diukur dari

besarnya kapasitas layanan pendidikan dalam memenuhi customers

needs and wants dikaitkan dengan besarnya harus dikeluarkan oleh

masyarakat dan pemerintah, lama belajar, dan biayabiaya tidak

langsung.

Dilihat dari sudut pandang ekonomi, mutu pendidikan dapat

diukur dari besarnya earnings yang diperoleh oleh lulusan setelah ia

secara formal menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu dengan


29

kurun waktu kerja yang tertentu pula6. Dengan begitu mutu

pendidikan adalah hasil atau pencapaian pendidikanoleh sekolah

dan sistem pendidikan nasional secara keseluruhan. Baik nilai

akademik maupun non akademik, serta kualitas seluruh komponen

pendidikan sesuai standar mutu yang ditetapkan.

Masalah dasar yang perlu kita telaah lebih lanjut adalah

bagaimana pendidikan nasional dapat benar- benar berfungsi

mengembangkan kemampuan, nilai, sikap, dan perilaku yang sesuai

dengan tuntutan masyarakat dalam perkembangan di era globalisasi

ini. Dengan kata lain, bagaimana berbagai fungsi pendidikan nasional

dan institusional yang telah digariskan dalam UUD 1945 dan

Undang- Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat

dilaksanakan secara efesien dan efktif.

Dalam kaitan dengan hal-hal tersebut di atas, fungsi

pendidikan nasional sebagai berikut:

6
Danim, Sudarwan,. 2003. Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. hl.80
30

Pertama, bahwa melaksanakan fungsi pendidikan nasional,

yaitu ikut mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur

melalui dihasilkannya manusia berpendidikan yang memiliki

kemampuan, nilai, sikap, watak, dan perilaku yang tangguh adalam

memenuhi tuntutan perkembangan masyarakat memerlukan suatu

lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai pusat sosialisasi dan

pembudayaan berbagai kemampuan, nilai, sikap, watak, dan perilaku

yang pada umumnya belum dimiliki oleh anggota masyarakat negara

berkembang.

Kedua, bahwa untuk melaksanakan fungsi sebagai lembaga

sosialisasi dan pembudayaan berbagai kemampuan, nilai, sikap,

watak, dan perilaku manusia Indonesia baru maka setiap lembaga

pendidikan perlu dilengkapi dengan infrastruktur yang memadai

dengan tenaga kependidikan yang profesional sehingga dapat terjadi

proses pembelajaran yang menantang dan merangsang otak,

menyentuh dan menggerakkan perasaan, serta memungkinkan

peserta didik memperaktekkan pengetahuan dan keterampilan

dalam suasana konkrit. Ini tidak dapat terjadi di lembaga pendidikan


31

dengan fasilitas yang terbatas, dengan ruang kelas yang dipadati

peserta didik, dalam waktu yang terbatas, dengan peralatan

pendidikan yang tidak lebih dari papan tulis dan kapur, dan dengan

guru yang hanya berfungsi sebagai penyaji informasi yang telah

dikemas dalam buku teks.

Ketiga, bahwa lembaga pendidikan seperti yang diharapakan

pada butir kedua di atas yang memungkinkan peserta didik berada

dalam suasana kependidikan selama belum berkumpul dengan orang

tua dan dilengkapi dengan lampangan bermain, berolahraga,

olahseni, dan rekreasi disamping peralatan pendidikan lainnya.

Keempat, bahwa melalui lembaga pendidikan yang demikian

itu kita dapat berharap bahwa proses pembelajaran yang meli[puti

empat pilar belajar untuk memasuki abad ke- 21, yaitu learning to

know, learning to do, learning to be, and learning to live together

dapat berlangsung. Proses pembelajaran yang ideal ini dengan

sendirinya akan selalu berorientasi pada kepentingan dan kebutuhan

masyarakat, dan akan dapat menghasilkan manusia terdidik yang

mampu membangun masyarakat, dan dengan demikian masyarakat


32

akan merasakan manfaat pendidikan. Melalui pengembangan

pendidikan yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat kita akan

dapat memperoleh dukungan dan partisipasi aktif dari masyarakat.

Kelima, melalui serangkaian uraian yang disajikan, penulis

berkesimpulan bahwa pendidikan yang bebasis masyarakat adalah

pendidikan yaang berorientasi pada kepentingan dan kebutuhan

masyarakat, dan ini adalah pendidikan yang dapat menghasilkan

lulusan yang bermanfaat bagi pembangunan masyarakat melalui

kemampuan, sikap, nilai, dan watak serta perilaku lulusan yang

dapat memenuhi harapan masyarakat dalam upaya meningkatkan

mutu kehidupan mereka.

Dengan pendidikan seperti ini, seorang lulusan pendidikan

dasar diharapkan akan memiliki kemampuan lebih dari orang tuanya

yang hanya lulusan SD dalam bertani secara berilmu, dan dalam

berdagang secara berilmu, dan dalam yang diajukan ini dapat

memperoleh tanggapan bersama dalam mengembangkan sistem


33

pendidikan nasional yang mampu meningkatkan daya tahan dan jati

diri bangsa.7

C. Pengembangan Mutu Pembelajaran Dengan Penerapan


Sistem High Order Thinking Skills

Mutu pembelajaran ditentukan oleh tiga variabel, yakni

budaya sekolah, proses belajar mengajar, dan realitas sekolah.

Budaya sekolah merupakan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan,

upacara-upacara, slogan-slogan, dan berbagai perilaku yang telah

lama terbentuk di sekolah dan diteruskan dari satu angkatan ke

angkatan berikutnya, baik secara sadar maupun tidak. Budaya ini

diyakini mempengaruhi perilaku seluruh komponen sekolah, yaitu

guru, kepala sekolah, staf administrasi, siswa, dan juga orang tua

siswa. Budayayang kondusif bagi peningkatan mutu akan

mendorong perilaku warga kearah peningkatanmutu sekolah,

sebaliknya budayayang tidak kondusif akan menghambat upaya

menuju peningkatan mutu sekolah.

Dalam rangka mewujudkan mutu pembelajaran yang

berkualitas, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.19


7
Soerdijarto, 2000. Pendidikan Nasional, Jakarta: Cinaps. hl. 84
34

tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagai

penjabaran lebih lanjut dari Undang-undang Sistem Pendidikan

Nasional, yang di dalamnya memuat tentang standar proses. Dalam

Bab I Ketentuan Umum SNP, yang dimaksud dengan standar proses

adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan

pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai

standar kompetensi lulusan. Bab IV Pasal 19 Ayat 1 SNP lebih jelas

menerangkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan

diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,

menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,

serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan

kemampuan sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik dan

psikologis peserta didik.

Uraian di atas menunjukkan bahwa mutu pembelajaran

dianggap bermutu bila berhasil mengubah sikap, perilaku dan

keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tujuan pendidikannya.

Mutu pendidikan sebagai sistem selanjutnya bergantung pada mutu


35

komponen yang membentuk sistem, serta proses pembelajaran yang

berlangsung hingga membuahkan hasil

Mutu pembelajaran merupakan hal pokok yang harus

dibenahi dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Dalam hal ini

guru menjadi titik fokusnya. Berkenaan dengan ini Suhardan 8

(2010:67) mengemukakan pembelajaran pada dasarnya merupakan

kegiatan akademik yang berupa interaksi komunikasi anatara

pendidik dan peserta didik proses ini merupakan sebuah tindakan

professional yang bertumpu pada kaidah-kaidah ilmiah. Aktivitas ini

merupakan kegiatan guru dalam mengaktifkan proses belajar

peserta didik dengan menggunakan berbagai metode belajar.

Menurut Hamalik (2014:57), pembelajaran adalah suatu kombinasi

yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,

perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai

tujuan pembelajaran.

Menurut Sudrajat (2008:1) sumber belajar memiliki

pengertian segala sesuatu baik berupa sarana, daya, maupun bahan-


8
Suhardan, Dadang. 2010. Supervisi Profesional (Layanan dalam Meningkatkan Mutu
Pengajaran di Era Otonomi Daerah). Bandung: Alfabeta. hl. 67
36

bahan, dan secara terpisah maupun terkombinasi yang dapat

digunakan oleh guru maupun peserta didik untuk membantu proses

belajar mengajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Sumber belajar memiliki kriteria, seperti diungkapkan

Sudrajat (2008:1), dalam memilih sumber belajar harus

memperhatikan kriteria sebagai berikut : (1) Ekonomis; tidak

berpatok pada harga yang mahal. (2) Praktis; tidak memerlukan

pengelolaan yang sulit, rumit dan langka. (3) Mudah; dekat dan

tersedia di sekitar lingkungan kita. (4) Fleksibel; dapat dimanfaatkan

untuk berbagai tujuan instruktusional. (5) Sesuai dengan tujuan;

mendukung proses dan tujuan belajar, dapat membangkitkan

motivasi. Menurut Warsita9 (2008:212) ditinjau dari tipe atau asal-

usulnya, sumber belajar dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design),

yaitu sumber belajar yang secara khusus atau sengaja dirancang atau

dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.

Contohnya, buku pelajaran, modul, program VCD pembelajaran,


9
Warsita, Bambang. (2008)Teknologi Pembelajaran: Landasan &Aplikasinya, Jakarta:
Rineka. hl.212
37

program audio pembelajaran, transparansi, CAI (Computer Asisted

Instruction), programmed instruction dan lain-lain.

2. Sumber belajar yang sudah tersedia dan tinggal dimanfaatkan

(learning resources by utilization), yaitu sumber belajar yang secara

tidak khusus dirancang atau dikembangkan untuk keperluan

pembelajaran, tetapi dapat dipilih dan dimanfaatkan untuk

keperluan pembelajaran. Contohnya : surat kabar, siaran televisi,

pasar, sawah, pabrik, museum, kebun binatang, terminal, pejabat

pemerintah, tenaga ahli, pemuka agama, olahragawan dan lain-lain.

Berdasarakan AECT (Associantion of Educational Communication

Technology) dalam Warsita10, (2008:209-210) sumber belajar

dibedakan menjadi enam jenis seperti yang tercantum dalam tebel di

bawah ini:

10
Idem hl.209-210
Jenis Sumber Belajar Pengertian Contoh

Menurut AECT

Sumber Belajar

Pesan Ajaran/informasi yang Materi pembelajaran

akan disampaikan oleh

komponen lain : dapat

berbentuk ide, fakta,

makna dan data.

Orang Orang-orang yang Guru, siswa,

bertindak sebagai pembicara, tokoh

penyimpan dan atau masyarakat

penyalur pesan

Bahan Barang-barang (lazim Buku teks, majalah,

disebut media atau video, tape recorder,

perangkat pembelajaran

lunak/software) yang terprogam, film

biasanya berisi pesan

38
untuk disampaikan

dengan menggunakan

peralatan. Kadang-kadang

bahan itu sendiri sudah

merupakan bentuk

penyajian

Alat Barang-barang (lazim OHP, proyektor film,

disebut perangkat tape recorder, video,

keras/hardware) pesawat TV, pesawat

digunakan untuk radio

menyampaikan pesan

yang terdapat dalam

bahan

Teknik Prosedur atau langkah- Simulasi, permainan,

langkah tertentu dalam studi lapangan,

menggunakan bahan, alat, metode bertanya,

tata tempat dan orang pembelajaran

untuk menyampaikan individual,

pesan pembelajaran

kelompok, ceramah,

39
diskusi

Latar Lingkungan dimana Lingkungan fisik,

pesan diterima oleh siswa gedung sekolah,

perpustakaan, pusat

sarana belajar, studio,

museum, taman,

peninggalan sejarah,

lingkungan non fisik,

penerangan, sirkulasi

udara

D. High Order Thinking Skills (HOTS)

High Order Thinking Skills merupakan suatu proses berpikir

peserta didik dalam level kognitif yang lebih tinggi yang

dikembangkan dari berbagai konsep dan metode kognitif dan

taksonomi pembelajaran seperti metode problem solving, taksonomi

bloom, dan taksonomi pembelajaran, pengajaran, dan penilaian 11.

High order thinking skills ini meliputi di dalamnya kemampuan

11
Saputra, Hatta. 2016. Pengembangan Mutu Pendidikan Menuju Era Global:
Penguatan Mutu Pembelajaran dengan Penerapan HOTS (High Order Thinking Skills).
Bandung: SMILE’s Publishing. hl.91
40
pemecahan masalah, kemampuan berpikir kreatif, berpikir kritis,

kemampuan berargumen, dan kemampuan mengambil keputusan.

Menurut King, high order thinking skills termasuk di dalamnya

berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan kreatif, sedangkan

menurut Newman dan Wehlage (Widodo, 2013:162) dengan high

order thinking peserta didik akan dapat membedakan ide atau

gagasan secara jelas, berargumen dengan baik, mampu memecahkan

masalah, mampu mengkonstruksi penjelasan, mampu berhipotesis

dan memahami hal-hal kompleks menjadi lebih jelas. Menurut Vui

(Kurniati, 2014:62) high order thinking skills akan terjadi ketika

seseorang mengaitkan informasi baru dengan infromasi yang sudah

tersimpan di dalam ingatannya dan mengaitkannya dan/atau menata

ulang serta mengembangkan informasi tersebut untuk mencapai

suatu tujuan atau menemukan suatu penyelesaian dari suatu

keadaan yang sulit dipecahkan.

Tujuan utama dari high order thinking skills adalah bagaimana

meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik pada level yang

lebih tinggi, terutama yang berkaitan dengan kemampuan untuk

41
berpikir secara kritis dalam menerima berbagai jenis informasi,

berpikir kreatif dalam memecahkan suatu masalah menggunakan

pengetahuan yang dimiliki serta membuat keputusan dalam situasi-

situasi yang kompleks12. Konsep dari high order thinking skills

didasari oleh beberapa pendapat, seperti bisa dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 1. Dasar Taksonomi Taksonomi High Order

Konsep High Kognitif Bloom Bloom Revisi Thinking Skills

Order Thinking Original (1956) Ander &

Skills Problem Krathwohl

Solving Krulik (2001)

& Rudnick

(1998)

Recall Knowledge Remember

Basic (Dasar) Comprehense Understand

12
Idem , hl.91-92
42
Application Apply

Critical Analysis Analize Critical Thinking

Creative Synthesis Evaluate Creative Thinking

Evaluation Create Problem Solving

Decision Making

Terlihat pada tabel di atas, Bloom membagi domain kognitif menjadi

enam level berpikir yaitu, (1) knowledge atau pengetahuan tentang

mengingat kembali infomasi yang telah dipelajari, (2) comprehension

atau memahami makna dari materi, (3) application, menggunakan

pengetahuan pada situasi baru dan situasi yang belum pernah

dialami sebelumnya atau menerapkan aturan atau prinsip-prinsip,

(4) analysis, mengidentifikasi dan memahami bagian-bagian materi

atau keseluruhan materi, (5) synthesis, menggabungkan elemen

untuk membentuk keseluruhan yang baru, dan (6) evaluation,

memeriksa atau menilai secara hati-hati berdasarkan beberapa

kriteria

43
Revisi teksonomi bloom yang dilakukan oleh Anderson dan

Krathwohl lebih berfokus pada bagaimana domain kognitif lebih

hidup dan aplikatif bagi pendidik dan praktik pembelajaran yang

diharapkan dapat membantu pendidik dalam mengolah dan

merumuskan tujuan pembelajaran dan strategi penilaian yang

efisien. Ketiga konsep di atas yang menjadi dasar high order thinking

skills merujuk pada aktivitas menganalisis, mengevaluasi, mencipta

pengetahuan yang disesuaikan dengan konseptual, prosedural dan

metakognitif. Menurut Krathwohl (2002) dalam A revision of

Bloom’s Taxonomy, menyatakan bahwa indikator untuk mengukur

kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi menganalisis (C4) yaitu

kemampuan memisahkan konsep ke dalam beberapa komponen dan

menghubungkan satu sama lain untuk memperoleh pemahaman atas

konsep secara utuh, mengevaluasi (C5) yaitu kemampua

menetapkan derajat sesuatu berdasarkan norma, kriteria atau

patokan tertentu, dan mencipta (C6) yaitu kemampuan memadukan

unsur-unsur menjadi sesuatu bentuk baru yang utuh dan luas, atau

membuat sesuatu yang orisinil.

44
E. Revitalisasi Peran Guru Dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan
penyelenggaraan pembelajaran secara efektif dan efisien,

sehingga menghasilkan manfaat yang bernilai tinggi bagi pencapaian

tujuan pengajaran yang telah ditentukan. Sebagaimana yang telah

dikemukakan bahwa peningkatan mutu pembelajaran akan terwujud

secara baik apabila dalam pelaksanaannya didukung oleh

komponen-komponen peningkatan mutu yang ikut andil dalam

pelaksanannya, antara lain:

1. Penampilan Guru. Komponen yang menunjang terhadap

peningkatan mutu pembelajaran adalah penampilan guru,

artinya bahwa rangkaian kegiatan yang dilakukan seorang

guru dalam melaksanakan pengjaran sangat menentukan

terhadap mutu pembelajaran yang dihasilkan. Kunci

keberhasilannya mengingat bahwa guru yang merupakan

salah satu pelaku dan bahkan pemeran utama dalam

penyelenggaraan pembelajaran, sehingga diharapkan

penampilan gutu harus benar-benar memiliki kemampuan,

keterampilan dan sikap yang profesional yang pada akhirnya

45
mampu menunjang terhadap peningkatan mutu

pembelajaran yang akan dicapai.

2. Penguasaan Materi/Kurikulum. Komponen lainnya yang

menunjang terhadap peningkatan mutu pembelajaran yaitu

penguasaan materi/kurikulum. Penguasaan ini sangat

mutlak harus dilakukan oleh guru dalam menyelenggarakan

pembelajaran, mengingat fungsinya sebagai objek yang akan

disampaikan kepada peserta didik. Dengan demikian

penguasaan materi merupakan kunci yang menentukan

keberhasilan dalam meningkatkan mutu pembelajaran,

sehingga seorang guru dituntut atau ditekan untuk

menguasai materi/kurikulum sebelum melakukan

pengajaran di depan kelas.

3. Penggunaan Metode Mengajar. Penggunaan metode mengajar

juga merupakan komponen dalam peningkatan mutu

pembelajaran yang menunjukkan bahwa metode mengajar

yang akan dipakai guru dalam menerangkan di depan kelas

tentunya akan memberikan konstribusi terhadap


46
peningkatan mutu pembelajaran. Dengan menggunakan

metode mengajar yang benar dan tepat, maka

memungkinkan akan mempermudah siswa memahami

materi yang akan disampaikan.

4. Pendayagunaan Alat/Fasilitas Pendidikan. Kemampuan

lainnya yang menentukan peningkatan mutu pembelajaran

yaitu pendayagunaan alat-fasilitas pendidikan. Mutu

pembelajaran akan baik apabila dalam pelaksanaan

pembelajaran didukung oleh alat/fasilitas pendidikan yang

tersedia. Hal ini akan memudahkan guru dan siswa untuk

menyelenggarakan pembelajaran, sehingga diharapkan

pendayagunaan alat/fasilitas belajar harus memperoleh

perhatian yang baik bagi sekolah-sekolah dalam upaya

mendukung terhadap peningkatan mutu pembelajaran.

5. Penyelengaraan Pembelajaran dan Evaluasi. Mutu

pembelajaran ditentukan oleh penyelenggaraan

pembelajaran dan evaluasi yang menunjukkan bahwa pada

dasarnya mutu akan dipengaruhi oleh proses. Oleh karena itu


47
guru harus mampu mengelola pelaksanaan dan evaluasi

pembelajaran, sehingga mampu mewujudkan peningkatan

mutu yang optimal.

6. Pelaksanaan Kegiatan Kurikuler dan Ekstra-kurikuler.

Peningkatan mutu pembelajaran dipengaruhi pula oleh

pelaksanaan kegiatan kurikuler dan ekstra-kurikuler yang

menunjukkan bahwa mutu akan mampu ditingkatkan apabila

dalam pembelajaran siswa ditambah dengan adanya kegiatan

kurikuler dan esktra-kurikuler. Kegiatan tersebut perlu

dilakukan, mengingat akan menambah pengetahuan siswa di

luar pengjaran inti di kelas dan tentunya hal ini akan menjadi

lebih baik terutama dalam meningaktkan kreativitas dan

kompenetis siswa.

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa selain kepala

sekolah hal yang tidak kalah pentingnya dalam rangka meningkatkan

mutu pendidikan di sekolah adalah peran, fungsi dan tanggung jawab

guru, mengingat guru merupakan orang yang secara langsung

berhadapan dengan peserta didik dalam melaksanakan PBM,


48
sehingga pada akhirnya out put pendidikan dapat dirasakan oleh

masyarakat. Keadaan tersebut dapat terlaksana apabila ditunjang

dengan adanya upaya peningkatan kemampuan guru dalam

mengelola dan berperan langsung dalam mengajar serta mendidik

para siswanya. Guru merupakan pelaksana terdepan pendidikan

anak-anak di sekolah. Oleh karena itu berhasil tidaknya upaya

peningkatan mutu pendidikan banyak ditentukan juga oleh

kemampuan yang ada pada guru dalam mengemban tugas pokok

sehari-harinya yaitu pengelolaan pembelajaran di sekolah. Adapun

peran dan fungsi guru dalam meningkatkan mutu pendidikan

menurut Usman (2004:6-9) meliputi:

1. Guru sebagai demonstrator berfungsi untuk

mendemonstrasikan suatu materi pembelajaran, sehingga

lebih mudah dimengerti dan dipahami oleh siswa. Oleh

karena itu guru harus mampu menguasai bahan atau materi

pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa

mengembangkan kemampuannya yang pada akhirnya

49
mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara

didaktis.

2. Guru sebagai pengelola kelas berfungsi untuk mengendalikan

dan mengorganisasikan siswa di dalam kelas agar lebih

terarah kepada tujuan pembelajaran. Oleh karena itu guru

harus mampu mengelola kelas karena kelas merupakan

lingkungan belajar serta merupakan suatu aspek dari

lingkungan sekolah yang perlu diorganisasikan.

3. Guru sebagai mediator dan fasilitator berfungsi untuk

memperagakan suatu media atau alat pembelajaran yang

mendukung materi sehingga siswa lebih merasa jelas. Oleh

karena itu guru hendaknya memiliki pengetahuan dan

pemahaman yang cukup tentang media pendidikan sebagai

alat komunikasi guna mengefektifkan pembelajaran.Guru

sebagai evaluator berfungsi untuk mengevaluasi hasil belajar

siswa. Oleh karena itu guru harus melaksanakan evaluasi

pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan

50
untuk mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah

dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik.

F. Menyambut Tantangan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau ASEAN Economic

Community (AEC) merupakan realisasi dari Visi ASEAN 2020 yaitu

untuk melakukan integrasi terhadap ekonomi negara-negara ASEAN

dengan membentuk pasar tunggal dan basis produksi bersama.

Integrasi ASEAN melalui ASEAN Economic Community bertujuan

untuk dapat mencapai integrasi ekonomi yang berdampak pada

perubahan bukan hanya pada perubahan di pemerintahan dan

politik saja, namun juga berdampak pada dunia bisnis, ekonomi dan

pendidikan. Pelaksanaannya pada tanggal 1 Januari tahun 2016 yang

lalu. MEA diharapkan dapat memperkuat ekonomi negara-negara

ASEAN, selain itu juga diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah

dalam bidang perekonomian antar negara dan jasa antar negara

ASEAN bersaing dengan bebas. Hanya produk dan jasa yang

berkualitas dan bersertifikat yang dapat bersaing di MEA. Untuk

mewujudkan MEA tersebut, para pemimpin negara ASEAN pada KTT

51
ASEAN ke-13 pada bulan November 2007 di Singapura, menyepakati

ASEAN Economic Community (AEC), sebagai acuan seluruh negara

anggota dalam mengimplementasikan komitmen MEA. Melalui cetak

biru MEA, ASEAN telah melakukan berbagai pembangunan. Antara

lain adalah dengan pelaksanaan pembangunan fasilitas perdagangan

pada sektor informasi, teknologi, dan transportasi. Kesepakatan

pelaksanaan MEA ini diikuti oleh 10 negara anggota ASEAN yaitu:

Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darusalam,

Kamboja, Vietnam, Filipina, Laos dan Myanmar. MEA mewujudkan

kawasan pasar bebas ASEAN yang merupakan peluang sekaligus

tantangan bagi para pelaku usaha di negara-negara anggota ASEAN,

karena persaingan produk dan jasa. Total penduduk negara anggota

ASEAN tahun 2016 berjumlah ± 600 juta jiwa dan sekitar 43%

jumlah penduduknya berada di Indonesia. MEA merupakan momen

penting karena akan memberikan peluang kepada pelaku usaha di

Indonesia untuk memperluas pasar bagi produk-produk industri

nasional. Di lain pihak, pemberlakuan MEA juga akan menjadi

tantangan, mengingat penduduk Indonesia yang sangat besar akan

52
menjadi tujuan pasar bagi produk-produk negara ASEAN lainnya.

Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan MEA ini

memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah

ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi

semakin ketat.13

Menghadapi pasar tunggal ASEAN, dunia pendidikan

ditantang untuk berpartisipasi aktif dalam mendidik anak bangsa

yang lulusannya berdaya saing tinggi. Tantangan ini harus

dijawab,dengan mengembangkan suatu model pembelajaran yang

mampu menyelesaikan masalah (problem solving). Dunia

pendidikan harus mempunyai suatu strategi dalam menghadapi MEA

2016 agar ikut bermain menjadi aktor dan bukan menjadi penonton.

MEA dan gobalisasi ekonomi menuntut peningkatan

kemampuan daya saing yang kuat dalam sains, teknologi,

manajemen, sumber daya manusia serta upaya terus menerus dalam

mengembangkan inovasi dan menciptakan efisiensi cost sehingga

13
Asia : HDI - Human Development Index by country - 2016,
en.actualitix.com/country/asie/east-asia-human-development-index.php ( diakses
pada tanggal 19 September 2019)
53
mampu berkompetisi dalam persaingan dunia tanpa batas

(borderless) dimana batas-batas antar suatu negara tidak jelas.

Globalisasi mempunyai dimensi ideologi yaitu kapitalisme, dan

dimensi ekonomi yaitu pasar bebas, di samping dimensi teknologi

yaitu teknologi informasi yang menyatukan dunia. Dengan

runtuhnya sekat-sekat dunia maka musuh yang dihadapi tidak

berada di luar tembok, tetapi telah berada dalam lingkungan kita.

Dunia berkembang secara dinamis, terus berubah tanpa ada yang

bisa mengontrol gerak lajunya. Dunia terasa menjadi semakin kecil,

dunia menjadi sebuah desa global, di mana segala macam informasi,

modal, dan kebudayaan bergerak secara cepat, tanpa halangan batas-

batas kedaulatan. Kemajuan tersebut dinamakan sebagai globalisasi.

Globalisasi dapat juga dilihat baik secara positif maupun negatif.

Secara positif berdasarkan teknologi canggih dapat menghasilkan

komunikasi yang transparan dan luas jangkauannya. Globalisasi

dapat dilihat sebagai sesuatu yang negatif karena usahanya dalam

penghomogenisasian. Padahal di era pemikiran pascamodernisme

intelektualis saat ini justru menggarisbawahi atau yang artinya

54
menekankan kepentingan mereka dalam mengangkat lokalitas

kebudayaan, keragaman interpretasi, pluralitas pemikiran yang

semuanya itu serba relatif. Dalam era global perusahaan-perusahaan

raksasa, apa yang disebut Trans National Corporations (Angkutan

terbesar di Malaysia dan Singapura), sangat mungkin

mencengkeramkan kekuasaan dan meningkatkan kekayaannya, yang

pada gilirannya untuk dapat melakukan kontrol politik terhadap

dunia.

Globalisasi dengan dimensi pasar bebasnya mengajarkan tiga

ajaran fundamental neo-liberalisme yaitu perdagangan bebas atas

barang dan jasa, sirkulasi modal secara bebas/ liberalisasi keuangan,

dan kebebasan investasi. Upaya untuk memacu produktivitas bukan

hanya tanggung jawab pemerintah saja akan tetapi peran serta

institusi terkait dan swasta sangat penting dan ini merupakan

agenda yang harus dijalankan. Sehingga SDM Indonesia akan bisa

bersaing dengan SDM dari negara-negara ASEAN lainnya. Ini

merupakan agenda besar untuk meningkatkan kualitas dan

produktivitas ekonomi secara umum, khususnya produktivitas

55
dalam kompetensi teknis yang lebih baik. Negara-negara ASEAN

akan menghadapi era baru liberalisasi, termasuk liberalisasi pasar

keuangan, yang dicanangkan sebagai salah satu tujuan dalam ASEAN

Economic Comumunity (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN

(MEA) pada tahun 2015.

Dunia pendidikan tinggi mau tidak mau terlibat MEA,

sejatinya adalah mempersiapkan sumber daya manusia yang

terampil, profesional dan kritis. Terampil bekerja, profesional di

bidangnya dan kritis dalam berperan. Ketiga kecakapan ini mutlak

hadir dalam MEA. MEA tidak bisa dipahami dari aspek ekonomi saja,

melainkan juga dari aspek nonekonomi yaitu ideologi, sosial, politik,

budaya, pendidikan dan sebagainya. Pemahaman ini perlu dibangun

dan diinternalisasikan agar Indonesia menjadi negara yang mandiri

dan bermartabat. Mandiri berarti bebas dari intervensi bangsa lain

dalam menentukan arah kebijakannya, termasuk kebijakan

mencerdaskan dan menyejahterakan rakyatnya. Bermartabat berarti

bekerjasama dengan bangsa lain tanpa harus kehilangan (karena

menjual) harga diri. Indonesia tidak bisa lagi menutup pasar tenaga

56
kerja bagi negara ASEAN lainnya. Implementasi MEA membebaskan

aliran tenaga kerja sehingga Indonesia harus mengantisipasi dengan

menyiapkan strategi karena potensi membanjirnya tenaga kerja

asing (TKA) akan berdampak pada naiknya pengiriman uang

(remitansi) TKA yang saat ini pertumbuhannya lebih tinggi daripada

peningkatan remitansi TKI, akibatnya berpotensi menjadi tambahan

beban bagi Indonesia dalam menjaga neraca transaksi berjalan dan

mengatasi masalah pengangguran. MEA sebagai realitas

diberlakukannya pasar bebas ASEAN semestinya diterima dan

dihadapi secara kritis, artinya Indonesia ikut aturan main pasar

kawasan regional tersebut, dengan daya saing yang dimilikinya. Bagi

negara Indonesia, pasar tunggal harus menjadi arena show of force

atas keunggulan-keunggulan kompetitif yang dimiliki, sekaligus

menjadi cermin koreksi atas ketinggalan-ketinggalan dari negara

anggota ASEAN yang lain, khususnya ketertinggalan dalam mendidik

rakyatnya sebagai sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi.

Kondisi ini dapat terlihat dari indeks pembangunan manusianya.

57
Sumber daya manusia (SDM) begitu menjadi sangat penting

dalam menghadapi persaingan tersebut. Ini menjadi pekerjaan

rumah untuk pemerintah dan instansi terkait dalam memajukan dan

meningkatkan kualitas kompetensi SDM Indonesia agar dapat

bersaing dengan SDM dari Negara-negara ASEAN lainnya. Saat ini

lembaga pendidikan tinggi didorong untuk dapat menghasilkan

lulusan berkualitas Regional dan Internasional yang dilengkapi

dengan keterampilan profesional, keterampilan bahasa dan

keterampilan antar budaya. Liberalisasi perdagangan jasa

pendidikan merupakan kesempatan bagi lembaga-lembaga

pendidikan tinggi untuk menyambut mahasiswa asing terutama dari

negara-negara anggota ASEAN. Namun pada dasarnya institusi

pendidikan tinggi harus meningkatkan kualitas program studi,

fakultas, kurikulum dan fasilitasnya untuk memenuhi standar

nasional dan internasional. Selain itu, pendidikan tinggi juga dituntut

dapat mengembangkan keterampilan baik dengan kerja sama

dengan institusi atau pihak lain maupun dengan pengembangan unit

kegiatan mahasiswa. Sehingga diharapkan dapat tercipta SDM yang

58
terdidik dengan keterampilan yang terlatih. Manusia terdidik pada

akhirnya mewujud menjadi manusia yang berpartisipasi aktif dan

siap menghadapi realitas secara kritis. Kecakapan dan kompetensi

yang dimiliki akan menjadi pisau analisis sekaligus jalan keluar

terhadap problematika yang dihadapi. Indonesia bisa menjadi negara

yang besar dan mampu bersaing atau bahkan sebaliknya bisa

menjadi semakin terpuruk karena kalah bersaing di era pasar bebas

yang berarti pula kita menjadi penonton dan bukan pemain di

dalamnya.14

G. Pendidikan Nasional Dan Daya Saing Bangsa

Pada hakekatnya bahwa pendidikan nasional merupakan

suatu kekuatan (power).Theodore Brameld (1965) menegaskan

bahwa education is power, artinya bahwa dengan pendidikan

seseorang bisa menguasai dunia. Seiring dengan itu Francis Bacon

(Brameld, 1965) berpendapat bahwa ”Knowledge is power”. Hal ini

diperkuat dengan sabda Rasulullah saw, yaitu: Barang siapa yang

ingin menghendaki dunia hendaknya menguasai ilmu, barang siapa

14
http://humancapitaljournal.com/tingkatkan-kompetensi-sdm-dalam-menghadapi-
mea-2015/ (diakses pada tanggal 19 September 2019)
59
yang menghendaki akhirat hendaknya menguasai ilmu, dan barang

siapa yang ingin menguasai dunia dan akhiran hendaknya menguasai

ilmu. Dengan demikian semakin yakin akan pentingnya pendidikan

nasional dalam kehidupan bangsa dan negara.

Menyadari akan posisi pendidikan nasional, maka visi

pendidikan sebagaimana yang tersurat dalam Penjelasan UU No. 20

tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional adalah terwujudnya

sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa

untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang

menjadi manusia yang berkualitas, sehingga mampu dan proaktif

menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Atas dasar visi

tersebut, diharapkan pendidikan nasional dapat dijadikan suatu

faktor yang sangat strategis dalam membangun bangsa Indonesia di

masa depan. Walau pendidikan memiliki posisi yang sangat strategis,

pada kenyataannya kinerja pendidikan nasional masih jauh dari yang

diharapkan, bahkan hampir tiada henti-hentinya beberapa anggota

masyarakat menghujat sistem pendidikan nasional, di antaranya

60
berkenaan dengan peraturan perundang-undangannya, desain

kurikulum, sistem evaluasi, anggaran pendidikan, dan sebagainya. 15

Terlepas dari persoalan yang ada di seputar praktek

pendidikan nasional, bangsa Indonesia berkepentingan untuk

menghadapi kompetisi global.Untuk itu sistem pendidikan nasional

tetap menjadi tumpuan bangsa dan negara. Karena itulah perlu

diupayakan berbagai strategi menegakkan sistem pendidikan

nasional menuju masa depan Indonesia yang cerah.

Memasuki era globalisasi yang ditandai dengan semakin

terbukanya pasar dunia, Indonesia dihadapkan pada ajang

persaingan yang semakin luas dan berat. Ketidakmampuan dalam

meningkatkan daya saing baik SDM, produk maupun industri

nasional menyebabkan posisi Indonesia dalam kancah persaingan

global semakin terpuruk. Keterpurukan ekonomi Indonesia dalam

krisis yang berkepanjangan juga tidak terlepas dari persoalan

lemahnya daya saing nasional sehingga tidak mampu bangkit dari

15
Departemen Pendidikan Nasional, Direktrat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
61
problem-problem yang terus bermunculan. Daya saing sebuah

bangsa tidak bisa dipisahkan dari mutu dan kualitas SDM bangsa

tersebut. Ada banyak faktor yang menyebabkan masih rendahnya

kualitas SDM penduduk Indonesia, diantaranya adalah kemiskinan

dan pendidikan. Berkaitan dengan ketertinggalan di bidang

pendidikan, problem yang harus segera ditangani adalah: rendahnya

partisipasi pendidikan, banyaknya guru/dosen yang belum

memenuhi persyaratan kualifikasi, tingginya angka putus sekolah,

dan tingginya jumlah warga negara yang masih buta huruf.

Menyadari akan persaingan yang semakin berat, maka perlu

ada perubahan paradigma dari yang semula mengandalkan

pada resource-based competitiveness menjadi knowledge-based

competitiveness. Kedua konsep ini sangat berbeda dimana konsep

yang pertama bertumpu pada keunggulan sumberdaya alam, lokasi

dan kondisi geografis. Sebaliknya konsep yang terakhir bertumpu

pada ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) serta pembangunan

SDM. Disinilah peran pendidikan dan ilmu pengetahuan menjadi

sangat penting. Bangsa-bangsa bersaing lebih menggunakan “otak”

62
dari pada menggunakan “otot”. Kemampuan suatu bangsa untuk

mengembangkan sistem pendidikan yang baik dan mengembangkan

pengetahuan serta keterampilan tenaga kerjanya menjadi sangat

menentukan dalam memenangkan persaingan global.

Untuk mengejar ketertinggalan daya saing global, kebijakan di

bidang pendidikan harus konsisten dan berkelanjutan.Indonesia

harus segera melakukan strategi baru dalam memperbaiki dan

meningkatkan kualitas bangsa melalui pendidikan yang berkualitas.

Sehingga diharapkan mampu menghasilkan manusia-manusia yang

unggul, cerdas dan kompetitif.  Alokasi dana APBN yang

diamanatkan UUD 45 minimal 20% dari APBN dan ketentuan lainnya

wajib segera diimplementasikan, buka hanya sekedar angin surga

atau tebar pesona belaka.

pendidikan memiliki peran dan kontribusi penting dalam

mewujudkan bangsa yang tangguh dan bermartabat. Dalam konteks

bangsa Indonesia, para pendiri bangsa ini telah memandang penting

akan hakikat pendidikan sebagai sarana mencerdaskan kehidupan

bangsa. Ini berarti bahwa pembangunan dibidang pendidikan harus


63
menjadi prioritas utama untuk memajukan sebuah bangsa.

Perubahan, kemajuan, dan peradaban sebuah bangsa yang tangguh

dan bermartabat hanya bisa dicapai melalui pendidikan. Oleh karena

itu, Pendidikan harus dijadikan landasan dan paradigma utama

dalam mempercepat pembangunan bangsa.Karena itu, dalam

pengembangan kebijakan bidang pendidikan, pemerintah tidak bisa

melakukannya dengan pasif, statis dan sebagai rutinitas belaka, yang

tidak memiliki orientasi jelas. Tetapi, pembangunan pendidikan

harus dilakukan secara dinamis, konstruktif dan dilandasi semangat

reformis, kreatif, inovatif dengan wawasan jauh ke depan.

Pembangunan sektor pendidikan haruslah menghasilkan sistem nilai

yang mampu mendorong terjadinya perubahan-perubahan positif

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga, dapat

menciptakan kehidupan masyarakat yang adil, sejahtera, dan aman. 16

pendidikan harus dikonseptualisasikan sebagai suatu usaha

dan proses pemberdayaan, yang benar-benar dan harus disadari

16
Kementerian Pendidikan Nasional, Badan Penelitian Dan Pengembangan
PusatKurikulum. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa.
Jakarta: Kemendiknas.
64
secara kolektif, yang perlu dilakukan oleh individu, keluarga,

masyarakat, dan juga pemerintah dalam rangka melakukan investasi

masa depan bangsa. Bukan sekadar upaya tambal sulam program

yang tidak akan mampu memberdayakan masyarakat secara

keseluruhan. Pendidikan sebagai investasi masa depan bangsa akan

menjadi realitas dalam kebijakan dan praksis, jika masyarakat,

keluarga, dan pemerintah secara bersama memiliki kepedulian yang

tinggi terhadap pencarian solusi bagi semua persoalan dan

tantangan pendidikan yang kita hadapi saat ini dan masa-masa yang

akan datang. Oleh karena itu, pendidikan nasional harus mampu

menanamkan nilai-nilai (values) kepada anak bangsa agar memiliki

sikap hidup yang toleran, saling mempercayai satu sama lain,

sehingga pada akhirnya masyarakat kita memiliki kemampuan untuk

hidup dalam berbagai bentuk pluralitas kehidupan.17

Dalam sistem kehidupan global, penguasaan teknologi

informasi menjadi sangat penting bagi eksistensi dan perubahan

suatu bangsa. Oleh karena itu, dilihat dari aspek relevansi, era global

17
Sanjana, wina. 2013. Penelitian pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
65
akan berdampak pada cepat usangnya hardware dan software bidang

pendidikan. Dengan demikian sektor pendidikan harus diberdayakan

setiap saat, berkelanjutan, dan tersistem. Ini semua menurut adanya

kemauan dan niat yang kuat untuk selalu menjaga dan menciptakan

tingkat unggulan kompetitif yang tinggi. Dan, kita memerlukan

inovasi yang pesat dalam dunia pendidikan. Karena, menjadi bangsa

yang berharkat memerlukan unggulan kompetitif dalam berbagai

bidang. Oleh karena itu, pendidikan nasional perlu menanamkan

kesadaran akan pentingnya memiliki unggulan kompetitif di masa

yang akan datang, agar anak bangsa mampu hidup dalam konteks

interdependensi. Tanpa memiliki visi yang jauh ke depan, kita akan

terjerembab pada dependensi kehidupan.

Karena itu, agar dunia pendidikan Indonesia mampu

melahirkan anak bangsa yang tangguh dan bermartabat, maka

kebijakan pendidikan harus diarahkan pada penekanan akan

pentingnya para anak bangsa untuk menjadi insan cerdas

komprehensif dan kompetitif. Yakni, dimilikinya kecerdasan spiritual

(Olah Hati), kecerdasan emosional & sosial (Olah Rasa), kecerdasan

66
intelektual (Olah Pikir), dan kecerdasan kinestetis (Olah Raga).

Ditambah lagi dengan memiliki kemampuan Kompetitif.

Berkaitan dengan kemampuan kompetitif dan

profesionalisme ini, terdapat empat atribut yang dapat dianggap

mewakili profesionalisme, yaitu: 1) memiliki keterampilan tinggi

yang didasarkan pada pengetahuan teoritis dan sistematis, 2)

memiliki jiwa pelayanan yang altruistis, artinya lebih berorientasi

kepada kepentingan umum dibandingkan dengan kepentingan

pribadi, 3) menjunjung tinggi moralitas yang dihayati dalam proses

sosialisasi pekerjaan, dan 4) dapat menerima sistem balas jasa

(berupa uang, promosi, jabatan, dan kehormatan) yang merupakan

lambang prestasi kerja.18

H. Membangun Generasi Terdidik Berdaya Saing Global

Indonesia merupakan negara yang akan mendapatkan bonus

demografi apabila dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik.

Dalam mewujudkan hal tersebut , maka dinamakan dengan Generasi

Emas. Pendidikan bermutu akan dapat terwujud jika upaya


18
Samani, Muchlas., Hariyanto. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
67
pendidikan dapat membantu individu sebagai generasi emas yang

sedang tumbuh dan kembang secara dinamis dan aktif dalam

pembentukan diri menjadi insan Indonesia yang berkarakter, cerdas

dan kompetitif,serta insan yang produktif baik dalam arti

menghasilkan barang atau jasa atau hasil karya lainnya, maupun

menghasilkan suasana lingkungan atau suasana hati serta alam

pikiran yang positif dan menyenangkan. Individu sebagai generasi

emas yang produktif perlu memiliki kemampuan intelektual,

keterampilan, bersikap dan menerapkan nilai-nilai berkenaan

dengan berbagai bidang kehidupan. Generasi emas yang produktif

merupakan wujud dari manusia yang berkualitas, yang berkembang

secara utuh dalam menyelenggarakan kehidupannya secara berguna

bagi manusia lain dan lingkungannya. Manusia produktif adalah

manusia yang mampu mengembangkan perilaku efektif-normatif

dalam kehidupan keseharian dan yang terkait dengan masa depan.

Pendidikan mengupayakan pengembangan segenap potensi individu

secara optimal pada setiap tahap perkembangan, dan berperan aktif

dalam pembentukan manusia produktif. Pengembangan ini akan

68
dilengkapi dan meningkatkan pengembangan kemampuan

intelektual dan keterampilan dengan pengembangan nilai dan

sikap19

Terdapat cara pembelajaran oleh guru dalam menyiapkan

Generasi terdidik berdaya saing global atau disebut dengan Generasi

Emas yaitu:

“Learning to Know” adalah proses pembelajaran yang

memungkinkan peserta didik menguasai teknik memperoleh

pengetahuan dan bukan semata-mata memperoleh pengetahuan.

Dalam belajar mengutamakan proses pembelajaran yang

memungkinkan peserta didik terlibat dalam proses meneliti dan

mengkaji. Ini berarti pendidikan berorientasi pada pengetahuan

logis dan rasional sehingga leaner berani menyatakan pendapat dan

bersikap kritis serta memiliki semangat membaca,mengkaji dan

meneliti yang tinggi.

19
Mohamad Ali (2009). Pendidikan Nasional untuk Pembangunan Nasional. Menuju Bangsa
Indonesia yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi. Bandung. PT Imperial Bhakti Utama.

69
Pada “learning to do”, sasarannya adalah kemampuan kerja

generasi muda untuk mendukung dan memasuki ekonomi industri.

“Learning to do” (belajar berbuat/hidup), aspek yang dicapai dalam

visi ini adalah keterampilan seorang peserta didik dalam

menyelesaikan problem keseharian yang berkaitan dengan

kehidupan

Pendidikan tidak hanya membekali peserta didik untuk

menguasai IPTEK dan kemampuan bekerja serta memecahkan

masalah,melainkan kemampuan untuk hidup bersama dengan orang

lain yang berbeda dengan penuh toleransi,pengertian, dan tanpa

prasangka. Pendidikan diarahkan dalam pembentukan peserta didik

yang berkesadaran bahwa kita ini hidup dalam sebuah dunia yang

global bersama banyak manusia dari berbagai bahasa dan latar

belakang etnik,agama dan budaya. Disinilah pentingnya pilar ketiga

yaitu “learning to live together” (belajar hidup bersama).

Hasil akhirnya adalah manusia yang mampu mengenal

dirinya, menerima dirinya, mengarahkan dirinya, mengambil

keputusan dan mengaktualisasikan dirinya. Manusia yang mandiri


70
yang memiliki kemantapan emosional, intelektual, moral, spiritual,

yang dapat mengendalikan dirinya, konsisten dan memiliki rasa

empati atau dalam kamus psikologi disebut memiliki kecerdasan

emnosional, kecerdasan intelektual, kecerdasan moral, dan

kecerdasan spiritual. Inilah makna “learning to be”,

Untuk dapat mewujudkan paradigma pembelajaran tersebut,

pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban : (a) menciptakan

suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif,

dinamis, dan dialogis; (b) mempunyai komitmen secara profesional

untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan (c) memberi teladan dan

menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan

kepercayaan yang diberikan kepadanya.

71
BAB III MANAGEMENT

A. KonsepManajemen

Secara etimologis kata manajemen berasal dari bahasa

Perancis Kuno ménagement, yang berarti seni melaksanakan dan

mengatur, sedangkan secara terminologis para pakar

mendefinisikan manajemen secara beragam.

Folletyang dikutip oleh Wijayanti (2008:1) mengartikan

manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui

orang lain. Menurut Stoner yang dikutip oleh Wijayanti (2008:1)

manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi

dan penggunaan sumberdaya-sumberdaya manusia organisasi

lainnya agarmencapai tujuan organisasiyangtelah ditetapkan.

Gulick dalam Wijayanti (2008:1) mendefinisikan manajemen

sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha

secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana

72
manusia bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan dan

membuat sistem ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.

Schein (2008:2) memberi definisi manajemen sebagai profesi.

Menurutnya manajemen merupakansuatuprofesiyang

dituntutuntukbekerja secara profesional,karakteristiknyaadalahpara

profesionalmembuat keputusanberdsarkanprinsip-

prinsipumum,para profesionalmendapatkan

statusmerekakarenamerekamencapaistandarprestasikerjatertentu,d

an paraprofesional harus ditentukan suatu kode etikyangkuat.

Terry (2005:1)memberipengertian

manajemenyaitusuatuprosesatau kerangkakerja,yang

melibatkanbimbinganataupengarahansuatukelompok orang-orang

kearahtujuan-tujuanorganisasionalataumaksud-maksudyang

nyata.Haltersebutmeliputipengetahuantentang apayang

harusdilakukan, menetapkan

carabagaimanamelakukannya,memahamibagaimanamereka

harusmelakukannyadanmengukurefektivitasdariusaha-

usahayangtelahdilakukan.
73
Daribeberapadefinisiyang

tersebutdiatas,dapatdisimpulkanbahwa

manajemenmerupakanusahayang dilakukansecarabersama-

samauntuk menentukan dan mencapai tujuan-tujuan

organisasisecara efisien danefektif denganpelaksanaanfungsi-

fungsiperencanaan(planning), pengorganisasian (organizing),

pelaksanaan(actuating), danpengawasan (controlling).

Manajemenmerupakan

sebuahkegiatan;pelaksanaannyadisebutmanajing dan orangyang

melakukannyadisebut manajer.1

Manajemenadalah segenapperbuatan

menggerakkansekelompok petugasdanmengerahkansegenapsarana

dalamsesuatuorganisasiapapun untukmencapaitujuan

tertentu.Pejabatpimpinanyang bertugasmelakukan perbuatan

menggerakkan petugas dan mengerahkan sarana itu disebut

manajer.Dalam rangkainidua tugas pokoksetiapmanajer padajenjang

organisasi apapun ialah:

74
1. Menggerakkansekelompokpetugas,dalamartimendorong,me

mimpin, menjuruskan,danmenertibkanpara pelaksana

agarmelakukan berbagai

kegiatanyangmenujukearahtercapainyatujuanorganisasiyang

telah ditentukan.

2. Mengerahkan segenap sarana, dalam arti menyiapkan

pengadaan, mengatur pemakaian,menetapkan langkah, dan

menyempurnakan daya gunaaneka

benda,biaya,alat,bangunan,metode,dansumber-sumber

lainnyayang diperlukanuntukmenyelesaikanpekerjaan

dalamorganisasi yangbersangkutan.

Manajemen dibutuhkansetidaknyauntuk mencapaitujuan,

menjaga keseimbangandiantaratujuan-

tujuanyangsalingbertentangan,danuntuk mencapaiefisiensi dan

efektivitas.

B. Fungsi-Fungsi Manajemen

75
Menurut Terry (2010:9), fungsi manajemen dapat dibagi

menjadi empat

bagian,yakniplanning(perencanaan),organizing(pengorganisasian),

actuating(pelaksanaan),dan controlling(pengawasan):

1. Planning(Perencanaan)

Planning(perencanaan)ialahpenetapanpekerjaanyang harus

dilaksanakanolehkelompokuntukmencapaitujuanyang digariskan.

Planning mencakup

kegiatanpengambilankeputusan,karenatermasuk

dalampemilihanalternatif-alternatif

keputusan.Diperlukankemampuan

untukmengadakanvisualisasidanmelihatke depanguna merumuskan

suatu poladari himpunantindakan untuk masamendatang.

2. Organizing(Pengorganisasian)

Organizingberasaldarikataorganondalambahasa Yunaniyang

berarti alat, yaitu proses pengelompokan kegiatan-kegiatan

untuk mencapaitujuan-tujuandanpenugasansetiapkelompokkepada

76
seorang manajer(Terry

&Rue,2010:82).Pengorganisasiandilakukanuntuk

menghimpundanmengatur semuasumber-sumberyang diperlukan,

termasukmanusia,sehinggapekerjaanyang dikehendakidapat

dilaksanakan dengan berhasil.

3. Actuating(Pelaksanaan)

Pelaksanaanmerupakanusaha menggerakkananggota-anggota

kelompok sedemikian rupa, hinggamerekaberkeinginandan

berusaha untuk mencapai tujuanyangtelah direncanakan bersama

Terry(1993:62).

4. Controlling(Pengawasan)

Controllingatau pengawasanadalah penemuan

danpenerapancara danalatuntukmenjaminbahwa

rencanatelahdilaksanakansesuaidengan rencanayangtelah

ditetapkan.

Secaralengkaptugasmanajemenitudapatdiperincilebihlanjutd

alam 6 aktivitas,yaitu:
77
1. Perencanaan.Polaperbuatanmenggambarkandimukahal-

halyangharusdikerjakan dan caranyamengerjakan.

2. Pembuatan keputusan.

Polaperbuatanmelakukankepemilihandiantaraberbagaikemu

ngkinan untuk menyelesaikan soal-soalyangterjadi.

3. Pembimbingan. Pola perbuatan mendorong semangat

bekerja, mengarahkan para pelaksana, dan

memberipetunjuk.

4. Pengordinasian. Pola perbuatan menghubungkan dan

menyelaraskanparapelaksanaberikut tugasnyasatu samalain.

5. Pengontrolan. Pola perbuatan memeriksa dan mencocokkan

agar pekerjaan-pekerjaan terlaksanasesuai

denganrencanadan hasilyangditentukan.

6. Penyempurnaan. Polaperbuatanmemperbaikitata-

rangkadantatakerjadalamorganisasi yangbersangkutan.

C. KonsepMutu

Definisimutumemiliki konotasiyang bermacam-

macamtergantung orangyang
78
memaknainya.Mutuberasaldaribahasalatin,qualisyang artinya what

kind of. Mutu menurut Deming ialah kesesuaian dengan kebutuhan

pasar. Mutumenurut Juranialahkecocokandenganproduk.Sedangkan

menurutCrosbyialahkesesuaiandengan

yangdisyaratkan.20Adapunmutu menurut Peters dan Austin adalah

nafsu dan kebanggaan.

Stewartyang

dikutipStoner,FreemandanGilbertmemberikandefinisi

yangrelativeumum;“Qualityisasenseofappreciationthatsomethingisbet

terthansomethingelse”yangmemilikiartibahwamutuadalahsebuah

pengertian apresiasi bahwa sesuatu lebih baik dibandingkan sesuatu

yang lainnya.21

MenurutIbrahim,mutuadalahsuatustrategidasar bisnisyang

menghasilkanbarang danjasayang

memenuhikebutuhandankepuasan

20
HusainiUsman,ManajemenTeoriPraktikDanRisetpendidikan(Jakarta:BumiAksara,2008), h.
482.

21
JamesA.F.Stoner,R.EdwardFreemandanDanielR.Gilbert,Jr.,Management(NewJersey:
Prentice-hall,inc.,EnglewoodClift,1995),h. 120.
79
konsumeninternaldaneksternal,secaraeksplisitdanimplisit.

Strategiini menggunakanseluruhkemampuansumber daya

manajemen,pengetahuan, kompetensi inti, modal, teknologi,

peralatan, material, sistem, dan manusia.

MenurutAmericanSocietyforQualityControl, mutudidefinisikan

sebagaitotalitaskeistimewaandankarakteristikbarangataujasayang

nyata pada kemampuannyamemuaskankebutuhan

konsumen.Menurutorganisasi standarisasaiinternasional(ISO)

8402,sebagaimanayangdikutipoleh

Gaspersz,mutumerupakantotalitas dari

karakteristiksuatuprodukyang menunjang kemampuannya untuk

memuaskan kebutuhan yang

dispesifikasikanatauditetapkan.Dalamartiinimutusering

dianggapsebagai

konformansiterhadapkebutuhanataupersyaratan.22Dalamkaitannyad

engan mutuKarlofdanOstblommengemukakanbahwagagasantentang

penilaian mutumenurutkacamata konsumenadalah untukmenjaga

22
Gaspersz,op.cit.,h.5.
80
kepuasankonsumen diberbagai segi. Apa sesungguhnya kiat

sukses yang dilakukan oleh perusahaan agar selalusuksesberada

selangkahdidepankonsumendan bagaimana

perusahanitumenemukancaramemuaskankonsumennya. Bagaimana

perusahaanmelakukansegmentasipasar,metode pengukuranapa

yangdigunakan dan bagaimanahasil pengukuranditerjemahkan

kedalam tindakan.23

Garvinyang dikutipLovelockmengidentifikasikandan

menggambarkansudutpandangmengenaimutukedalamlima

pendekatan, yaitu24

1. Transcendence view, yaitu pendekatan yang

memandangmutu sebagai innate

excellence.Mutudapatdirasakanatau

diketahui,tetapisulituntuk didefinisikan atau

dioperasionalisasikan.

23
BengtKarlofdanSvanteOstblom,BenchmarkingaSignposttoExcellenceinQualityandProductiv
ity(NewYork:JhonWilley&SonsInc,1995),h.42.

24
ChristopherLovelock,ProductPlut:HowtoProduct+ServiceCompetitiveAdvantage(New
York:McGraw-Hill,1994),h.98
81
2. Theproduct-basedapproach,yaitupendekatanyang

menyatakanbahwa

mutumerupakankarakteristikatauatributyang

dapatdikuantitatifkandan dapat diukur. Perbedaan mutu

suatu produk diukur dari perbedaan sejumlah unsur atau

atributyangdimilikiproduk.

3. User based definitions, yaitu pendekatan didasarkan pada

pemikiran bahwamutusuatuproduktergantung

padaorangyang memakainya. Produkyang

bermututinggibagiseseorang adalahprodukyang paling

memuaskanpersepsinya.Dengandemikian

persepsiinibersifatsubyektif

danberbasispermintaan(demand-based),karenasetiaporang

memiliki kebutuhan dan keinginanyangberbeda-beda.

4. The manufacturing-based approach, yaitu pendekatan yang

bersifat berbasispenawaran (Supply-based).

Mutudidefinisikansebagaisuatu kesesuaian

denganpersyaratan, sehingga pendekatan inilebihbersifat

82
mendorong

operasidancenderungberfokuspadapenyesuaianspesifikasi

dandidorong oleh

tujuanpeningkatanefesiensidanproduktivitas, penentuan

mutuadalahstandar-standaryangtelah ditetapkanoleh

perusahaan, bukan oleh konsumen.

5. Value-based definitions, yaitu pendekatan yang memandang

mutu dari seginilai dan harga. Maksudnyamutu suatuproduk

itu diukur dengan mempertibangkankesepakatan (trade-off)

antara kinerja produkdan harganya,sehingga

mutujugadidefinisikan sebagaiaffordable-excellence atau

mampumenghasilkankeuntungan.

Pendekataninimemberikanarti bahwamutu

bersifatrelatif,sehinggaprodukyang memilikimutupaling

tinggi belum tentu merupakan produk paling bernilai

yangmerupakan produkyangpalingtepatuntuk dibeli.

Setiaporang selalumengharapkan

bahkanmenuntutmutudariorang lain,sebaliknya orang

83
lainjugaselalumengharapkandanmenuntutmutudari

dirikita.Iniartinya,mutubukanlahsesuatuyangbaru,karenamutuadala

h nalurimanusia.Bendadanjasasebagaiprodukdituntut

mutunya,sehingga orang lainyang

menggunakanpuaskarenanya.Dengandemikian,mutuadalah

paduansifat-sifatdari barang ataujasa,yang

menunjukkankemampuannya dalam memenuhikebutuhan

pelanggan, baikkebutuhanyang dinyatakan maupunyangtersirat.

Bendadanjasasebagaihasilkegiatanmanusiayang secarasadar

dilakukannya disebut “kinerja”. Kinerja itulah yang dituntut

mutunya, sehingga muncul istilah “mutu kinerja manusia”. Suatu

kinerja disebut bermutujika

dapatmenemuhiataumelebihikebutuhandanharapan

pelanggannya.Olehkarena itu,makasuatu produkatau jasa

sebagaikinerja harusdibuatsedemikianrupa

agardapatmemenuhikebutuhandanharapan

pelanggannyayangditandai dengan kepuasan.

D. KonsepManajemen Mutu
84
Manajemenmutu merupakan sebuah keharusan untuk

diterapkan oleh organisasi atau perusahaan yang ingin memiliki

daya saing yang tinggi.

HermandanHermanmenjelaskankonsepmanajemen

mutudenganmerujuk pada tiga batasan, sebagaimana dijelaskan

sebagai berikut: Quality managementdefined:

(1)itisaphilosophythatstatesthatallproducts and

servicescanandmustcontinuallybeimproved,(2)itisgoalthatidentifies

eachmilestoneleadingtothedeliveryofeach productorservice tointernal

and externalcustomers,and itprogressivelyimproves themin

orderthatthe

finalproductorservicedeliveredisofthehigestqualitypossible. This

approachwillultimately lead tovery satisfiedcustomers,

(3)itisprocessthat obtainsandusesfeedbackfromawidevarietyof

customerstodevelopquality

specificationsortheorganizationsproductandservice,anditisaprocess

thatempowersandtrainsallemployeestoassistinimprovingquality

ateach value-

85
addedstepofthedevelopmentofeachproductorserviceultimatelydeliverd

.25

Menurutkonsepdiatas,manajemenmutudapatdidefinisikandal

am tiga pengertianyaitu,yangpertamafilosofiyang

menyatakanbahwasemua

produkataupelayanandapatdanharussecaraterusmenerusditingkatka

n, yang keduabertujuan

utukmengidentifikasisetiapkejadianpentingyang mengarahpada

penyampaiansetiapprodukataujasauntukpelangganinternal

daneksternal,dansecara progressif

meningkatkannyaagarprodukataujasa

akhirdiberikandenganmutusetinggimungkin,danyang

terakhirmerupakan prosesmendapatkan dan menggunakan

umpanbalik daripelangganyang berbeda

untukmengembangkanmutuspesifikasiuntukprodukataujasa

organisasi,sertaprosesyang

25
JerryHermandanJaniceL.Herman,
EducationQualityManagement:EffectiveSchoolsThroughSystemicChange(Pennysylvania:Tech
nomicPublishingCompany,Inc.,1994)h.97.
86
memberdayakandanmelatihsemuakaryawan untuk membantu

meningkatkan mutu pada masing-masing tahapan nilai

tambahataspengembangansetiapprodukataujasayang padaakhirnya

diberikan.

Berdasarkanbeberapa artikatadanpendapatdapatdisimpulkan

manajemenmutupendidikanadalah menggerakkanlembaga

pendidikanuntuk secara

terusmenerusdanberkesinambunganmeningkatkankapasitasdan

kemampuanlembaganyauntukmemenuhituntutankebutuhanpeserta

didik dan masyarakat dan mampu bersaingditengah-tengah

kemajuanglobalisasi.

E. Aspek-AspekManajemenMutu

1. Otonomi

Otonomimenjadiprasyaratpenting agar

individuatauorganisasi dapat menjalankan pekerjaannyadengan

hasilterbaik. Otonomi akan memberikankeleluasaanbagiindividuatau

organisasiuntukberkreativitas

87
dalambekerja.Pentingnyaotonomikarena

setiapindividumembutuhkan hak untuk membuat keputusan dan

tidak diawasi terus menerus.

Secarakonseptual,Mullinsmenjelaskantentang otonomiyaitu

“autonomy refertotheextenttowhichajobprovidesfreedom,

independenceanddiscretioninplanningtheworkanddetermininghowtou

ndertakeit.”26Otonomiberartikebebasandankemandiriandalam

merencanakandanmenetapkanbagaimana

pekerjaandilakukan.Otonomi yangtinggi

umumnyaberkontribusipadamotivasiintrinsik.

Khususnya dalamkontekspendidikan,otonomiterkaitdengan

pelaksanaanprinsipkebebasandalampendidikan, sebagaimana

diungkapkanPenneman“autonomy isthe expressionofthe principle of

freedom ofeducation and the rightto maintainand runprivate religious

school,and is apparent from thebodies entrustedwith running school.”27

26
Laurie J. Mullins, Managementand OrganisationalBehaviour(Essex:PearsonEducation
Limited,2005),h. 716.

27
HildePenneman,“AutonomyinEducation:ReviewoftheCountryReports”,eds. WalterBerka,
JanDeGroofdanLildePenneman(Cambridge:KluwerLawInternational,2000),h.30.
88
Dengan demikian, prinsip otonomi dalam pendidikan berarti

adanya kebebasanbagilembaga pendidikanatausekolah

danterjaminnya hak untuk menjagadanmenjalankan proses

pendidikannya.

2. Partisipasi

Partisipasimerupakan halpenting

didalamorganisasi.Partisipasi dalamlingkunganorganisasiatau

masyarakatdibutuhkandalam rangka

memberikanmasukandansumbanganpemikiranyang

bermanfaatdalam proses pengambilan kebijakan dalamaktivitas

lainnya.

Terkait dengan partisipasi, Adinugroho,et

al.menjelaskanbahwa

partisipasisebagaiketerlibatanmentaldanemosionalseseorang dalam

suatukelompokyangmendorongnyauntukbersedia memberikan

89
sumbangan bagi tercapainya tujuan kelompok dan turut

bertanggung jawab atas usaha-usahayangdilakukan kelompoknya.28

Definisipartisipasiini mengandung tigagagasanpokok,yaitu:

(1) partisipasiitu sesungguhnyamerupakan keterlibatan mentaldan

perasaan danbukanhanyaketerlibatanfisik;(2)

kesediaanmemberikansumbangan

kepadausahauntukmencapaitujuankelompok;dan(3)tanggungjawab

merupakan segiyangmenonjoldari perasaaan menjadi

anggotakelompok.

Partisipasijugamenjadiinstrumenpenting untuk mendorong

suatu perubahan.Dalammendorong

partisipasidilingkunganorganisasi,juga butuhadanyaseorang

pemimpinyang menerapkangaya kepemimpinan partisipatif.

28
WahyuCaturAdinugroho,I.N.N.Suryadiputra,BambangHeroSaharjodanLabueniSiboro,
PanduanPengendalianKebakaranHutandanLahanGambut(Bogor:WetlandsInternasional,
2004),h. 132.
90
Jikapemimpintidakmemberikanruang berpartisipasi,maka sulit

partisipasi dapat berjalan dengan baik dilingkungan organisasi.

Terkaitdengankepemimpinan partisipatif Schermerhorn

menjelaskan, “participative leader involves others in decision

making;

asksforandusessuggestions.”29Pemimpinpartisipatifmelibatkanorang

lain dalam mengambil keputusan, bertanya, dan menggunakan

saran.

Partisipasi memegang peranan penting terutama bagi

organisasi ataulembagayang berhubunganlangsung

masyarakat.MenurutConyers yangdikutip Solekhan,tigaalasanutama

mengapa partisipasimasyarakat mempunyai arti sangat penting.

Pertama, partisipasi masyarakat merupakansuatualatguna

memperolehinformasimengenaikondisi,

kebutuhan,dansifatmasyarakatsetempatyang

tanpakehadirannyaproyek pembangunanserta proyek-

proyeklainnya akangagal.Kedua,masyarakat akan lebih


29
JohnR.Schermerhorn,Jr.,ExploringManagement(NewJersey:JohnWiley&Sons,Inc., 2010),h.
240.
91
mempercayai program atau proyek pembangunan jika

dilibatkan dalam prosespersiapan dan perencanaan. Ketiga, dalam

perspektif demokrasi,partisipasi merupakan hakmasyarakat untuk

dapat terlibat dalam pembangunan.30

3. Kepemimpinan

Kepemimpinan diyakiniolehbanyak pihaksebagaifaktor

penting yang

berpengaruhterhadapkesuksesanorganisasi.Kepemimpinansecara

umumdipahamisebagai“the processofinfluencingotherstounderstand

andagreeaboutwhatneedstobedoneandhowtodoit,andtheprocess

offacilitatingindividualand collectiveeffortsto accomplish shared

objectives.”31Hal ini berarti bahwa kepemimpinan adalah proses

mempengaruhi orang lain untuk memahami dan menyetujui apa

yangharusdilakukandanbagaimana cara mengerjakannyasertaproses

memfasilitasiindividudanusaha

kolektifuntukmencapaitujuanbersama. Dengandemikian,

30
MochSolekhan,PenyelenggaraanPemerintahanDesa,(Malang:SetaraPress,2012),h. 85.

31
GaryYukl,LeadershipInOrganization,(NewJersey:PearsonEducation,Inc.,2010),h. 26.
92
kepemimpinanmemang memilikiperanpentingdalam kesuksesan

organisasi.

Salah satumodel kepemimpinanyang dapatmengarah pada

pencapaian kesuksesanorganisasi,khususnya

dalammembangunmutu, adalahkepemimpinanyang

berorientasipadamutu(qualityleadership).

Terkaitdengankepemimpinanmutu,Kerzner

menyatakanbahwa“quality

leadershipisanalternativethatemphasizesbyworkingonmethods.In

thistype ofmanagement,everyworkprocessisstudiedandconstantly

improvedsothatthe finalproductorservicesnotonly meetsby exceeds

customer expectation.”32

Pernyataan ini menunjukkan bahwa kepemimpinan mutu

merupakan sebuahalternatifyang

menekankanbekerjapadametode.Pada tipe

manajemenini,setiapproseskerja dipelajaridansecara berkelanjutan

32
Harold Kerzner, Project Management:A System Approach to Planning, Scheduling,
andControlling,(Canada:JohnWiley&Sons,Inc.,2019),h. 915.
93
diperbaiki, sehingga pada akhirnya produk atau jasa tidak

hanya memenuhi pelanggan, tetapi melampaui harapannya.

Sarmamengungkapkan bahwakepemimpinan

mutuharusdapat memotivasidengankuatseseorang

untukbekerjakerasmencapaitujuan dan menetapkan standar tinggi

baik atas kinerjanya sendiri maupun anggota

tim.Pemimpinjugaharusenergikuntuk menghadapidan

memanfaatkanpeluangserta

memilikikemampuanuntukmenggunakan sumber

dayadisekitarnya.Selain itu, pemimpinjugaharus mampu

mengatasikrisisdanhambatan agar dapatmewujudkan tujuanyang

dikehendaki.

Kepemimpinan mutu meliputi berpikir sistem,

pengetahuan statistik,penggunaan data dalam pengambilan

keputusan, danpenerapan metode ilmiah untuk meningkatkan

proses berkelanjutan. Hal

inimembutuhkanlingkungankerjasama,dimanapemimpinberfungsise

bagaipelatih. Jeniskepemimpinan ini mendorongseluruh tim untuk


94
berkontribusi memecahkan masalah, dibandingkan mengandalkan

kharisma dalammemerintah pegawai untukmengerjakanapayang

dikatakan.

Dalammenjalankankepemimpinanmutu,maka ada beberapa

prinsippentingyang perludiperhatikan,yaitu:(1)visispesifik:kejelasan

dalam pikiran, (2) antusiasmediri, (3)integritas pengetahuan diri

dan controldiri,(4) komitmenuntukmencapaimutu,

(5)keingintahuan,yaitu kesediaanuntukbelajar, (6)dorongan,

merupakan kesediaan untuk

mengambilresikoyangtelahdiperhitungkan,(7) pemberdayaan,(8)

pengakuandanpenghargaantimkerja,(9) rasa

hormat,banggaterhadap tugas dankejelasan maksud, dan (10)

komunikatif.

Selanjutnya dikatakanbahwa peranpemimpindalamperbaikan

mutuyang berkelanjutan meliputi:(1) mengidentifikasifokusdan

kebutuhanpelanggan,(2) merencanakankerangka kerja mutu,(3)

mendidik, melatih, memberdayakan danmengembangkan karyawan,

(4) mendapatkan keterlibatandankomitmenkaryawan,(5)


95
perbaikanproses, (6) pengukuran dan penggunaan

perangkatstatistik, dan (7) mengakuidan mengintegrasikan

sistempenghargaandengan praktek manajemen.33

4. Transparansi

Transparansiterbentukdarigabunganduakatadariduakonsep

yang berbeda,yaitu:Transyang bermaknagerakan,danParentyang

memilikimakna terlihat.Oliver

menjelaskanpenggunaanawalkatadalam bahasaInggrisaslinya

transparanberarti:sepertikhasiatmentransmisikan

cahayadapatmembuat sesuatuyang

sebelumnyatidakterlihatsamasekali menjaditerlihat.Sebagian

besarkamussekarang inimenjelaskan

transparansisebagai“bebasdariakalbulus/tipu

muslihat(guile),kandid atau terbuka, atau jujur/terus terang/blak-


33
R.S.NaagarazandanA.A.Arivalagar,TotalQualityManagement(NewDelhi:NewAgeInternatio

nal(P), Ltd.,2005),h. 12-13.

96
blakan(forthright)”. Implikasi

bagiindividuatauorganisasibahwatransparansimembolehkanpihaklai

nuntuk melihat kebenaran,tanpamencoba untuk menyembunyikan

atau mengaburkan makna, atau merubah fakta untuk dijadikan lebih

baik.34

Dalamkaitannyadengantransparansitersebut, BennisO’Toole,

danGolemanmenyatakanbahwa definisitransparansebenernyacukup

sederhana,yaitumampudilihatsecara tembuspandang,tanpa muslihat

ataupun menutup-nutupi, terbuka, jujur, dan terusterang.35

Selanjutnya Oliver mendefinisikantransparansi “islettingthe

truth beavailableforotherstoseeiftheysochoose,orperharpsthinktolook,

or have the time, mean, and skill to look”. Transparansi berarti

membiarkankebenerantersedia bagipihak lainuntukmelihatjika

mereka ingin,ataupikiran untukmelihat,ataumempunyai

waktu,tujuan, dan keterampilan untukmelihat.36

34
RichardW.Oliver,Whatistransparency?(NewYork:McGraw-Hill,2004),h. 3.

35
WarrenBennis,JamesO’Toole,danDanielGoleman,Transparansi:BagaimanaPemimpinMenci
ptakanBudayaKeterbukaan(Jakarta:Libri,2009),h.109.

36
Ibid.,h. 3.
97
Menurut Organization forEconomicCo-operation and

Development(OECD)memberikan definisi transparansi sebagaisuatu

lingkungan di manatujuan kebijakan, undang-undang, kerangka

kelembagaanekonomi,keputusankebijakandandasar

pemikirannya,data dan informasiyangberhubungandengan

kebijakan moneter dan keuangan,

danterminologydaritanggungjawabagenyang disajikanuntuk

masyarakatdalamsuatucara dapatdimengerti,dapatdiakses,dantepat

waktu.37

Kemudian Metzinger yang dikutip Livet mendefiniskan

transparansisebagaiperangkat(property)

darikondisifenomenaldimana

isidariperangkattersebutdapatdiaksessecaraintrospektif

dengansubjek pengalaman. Dengan kata lain, transparansi adalah

suatu mutu pengalaman fenomenal,derajat

perangkattersebutsecaraterbalik proposional dengan derajat

introspektif ketersediaan intensional dari tingkat proses

37
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), Transparency,
(http;//stats,oecd,org/glossary/detail,asp?ID=4474,2002),h. 1.
98
sebelumnya.38Transparency; seeingisbelievinginveryaspecoflife.

Artinyatransparansidapatmempercayaiapayang

dilihatdalamtiapaspek kehidupannya.39

Transparansijuga dapatdiartikansebagaitingkatdimana

hukum, regulasi, kesepakatan, dan praktik perdagangan

internasional terbuka,

jelas,terukur,dandapatdiverifikasi.40Sementaraitu,Transparency

International(sebuah organisasiglobalyang mendedikasikandiri bagi

pencegahan korupsitransaksiinternasional) mendefinisikan

transparansi sebagaisuatuprinsipyang membolehkanmerekayang

terpengaruholeh keputusan administratif, transaksi bisnis, atau

pekerjaan kemanusiaan untuktahutidakhanya faktadanfigure

dasar,tapijuga mekanisme dan proses. Haliniadalah kewajiban

38
Pierre Livet, What is Transparency? Psyche 11 (5), June 2005,
http;//psyche.csse.monash.edu.au/symposia/metzinger/Livet.pdf,2006,h. 1-2.

39
Oliver,op.cit.,h. 4

40
TeachMeFinance.com-
ExplainTransparancy(http://www.teachmefinance.com/Financial_Terms/transparency.ht
ml,2008,h. 1)
99
petugas sipil,manajer, dan parawakil yang dipercayauntukbertindak

secaraterlihatdapatdiprediksi, dan dapat dipahami.41

Transparansimengombinasikanpaling tidak:

(1)intensionalitas sebagaimana diarahkanterhadapobjek

representasidantidakterhadap representasiitusendiri,(2)

keterarahan(directedness),(3)asumsi eksistensi,(4)

asumsiaksestugasterhadapisi,(5) insentivitasterhadap

ketidaklengkapan isi dari pengalaman kognitif kita, (6) insentivitas

terhadapkarakteryang terprosesdariinformasikesadarankita,

(7)tidak adanyaakses intensionalterhadap tingkat proses

sebelumnya.42

Transparansiadalahsuatukeadaanyang dapatdilihat,dirasakan

secarabatin,dandinilai menurutkriteriayang logis,wajar,konsistendan

konsekuen. Transparansidibangun atas dasar kebebasan arus

informasi. Proses, lembagadan informasi secaralangsung dapat

diterimaoleh mereka yang membutuhkan informasi harus dapat

41
Oliver,op.cit.,h. 5.

42
PierreLivet,op.cit.,h. 2.
100
dipahami dan dimonitor. Transparansi lebih mengarah

padakejelasan mekanismeformulasi dan implementasi kebijakan,

program dan proyek yang dibuat dan dilaksanakan pemerintah.

5. Teamwork

Teamwork atau kerjasama atau kerja tim menjadi modal yang

sangatpenting untukmencapaikesuksesandalambekerja.Secara

konseptualteamwork sendiridikemukakan oleh Devine, Clayton,

Philips, Dunford,danMalneryang

dikutipolehAamodt,yaitusebagaikumpulan

daritigaataulebihindividuyang berinteraksisecaraintensifuntuk

menyediakan sebuah produk, perencanaan, keputusan atau

pelayanan organisasional.43Tim

karyawanmerupakanperkembanganlogisdari

keterlibatankaryawandanfilosofipemberdayaan.Snell danBohlander

mendefinisikankerjasamatimsebagaikelompokindividuyang bekerja

samakearahtujuanbersama,yang manaanggotakelompokmemiliki

keterampilan saling melengkapi,saling menguntungkan


43
Michael G. Aamodt, Industrial/Organizational Pscychology (United States:
ThomsonWadsworth,2007),h. 451.
101
dankelompok memilikikeleluasaan di luar tugasyangtelah

dibentuk.44

Teamworkjuga mencakupkonsepsinergi. Sinergiterjadiketika

interaksi dan hasildari tim kerja lebih besardaripadajumlah

individuyang berusaha. Sinergi tidak secara otomatis terjadi, tetapi

harus dipelihara dalam lingkungan tim.Adapuntim

memilikisinergitinggidicirikan oleh beberapa hal,yaitu:

(1)dukungan(support) tim-timbiasa dalamsuasana

yangdilibatkan,semuaanggotatimberbicaraterusterangdanmerasa

bebasuntukmenawarkankomentaryangkonstruktif,(2)

mendengardan klarifikasi(listeningandclarification),

mendengarkansecaraaktif

dipraktekkan.Anggotatimdenganjujurmendengaryang lainnyadan

mencariklarifikasiterhadappoindiskusi,(3) ketidaksepakatan

(disagreement),ketidaksepakatandilihatsebagaisesuatuyangalamiahd

an

diharapkan.Komentaranggotatimbukanpenghakimandanfokuspadais

44
ScottSnellandGeorgeBohlander, Human ResourceManagement(Canada:Thomson,2007),
h.157.
102
u faktualdaripadakonflikpersonalitas,(4) penerimaan(acceptance),

anggotatimdinilai sebagai individu, mengenali bahwa masing-

masing orang membawaketerampilandankemampuanyang

bernilaibagi operasionaltim,dan(5)

mutu(quality),setiapanggotatimmemiliki

komitmenterhadapkinerjayangunggul.Penekanannyapadaperbaikan

dan perhatian berkelanjutan.45

Kerja sama diciptakan untuk tujuan yang bervariasi dan

menghadapi tantangan yang berbeda. Manajer dapat

menghubungkan secaralebih efektifdengan tantangannya jika

mengerti bagaimanatim

berbeda.Manajerdapatmenghubungkansecara lebihefektifdengan

tantangannya jika mengertibagaimana timberbeda.Menurut

Sundstrom yang

dikutipolehKreitnerdanKinicki,secaraumumadaempattipekerja

sama,yaitu:penasihat(advice), produksi(production), proyek

45
Ibid.,h. 157.
103
(project), danaksi(action).

Timpenasihatdiciptakanuntukmemberikaninformasi

berdasarkankeputusanmanajerial.Timpenasihatcenderung memiliki

derajatyang rendahdalam spesialisasiteknis.Koordinasi jugarendah

karenakerjatimpenasihatkebanyaaknbaikatasapayangdimilikinya.

Timproduksimerupakantipetimyang bertanggung jawabdalam

melakukan operasisehari-hari.Minimalpelatihan untuktugasrutin

diperhitungkanuntukderajatyang

rendahdarispesialisasiteknis.Namun koordinasi secarakhas tinggi

karenaaliran kerja dari satu timketim lainnya. Tim proyek

membutuhkan pemecahan masalah yang kreatif, sering

melibatkanaplikasidaripengetahuanyangdispesifikkan.Timaksi

atautindakanmerupakantimyang memilkispesialisasitinggidengan

koordinasiyangtinggi.46SementaraBateman

danSnellmenyebutkanadaempat tipetim, Pertama, timproyek dan

pengembangan (projectand developmentteams).

Timinibekerjapadaproyekjangkapanjang,umumnyalebihdarisatutah

un.Timmemilikitugasspesifik,sepertipenelitianataupengembangan
46
KreitnerandKinicki,op.cit.,h. 307-309.
104
produkbaru dananggota biasanya

harusmenyumbangkanpengetahuan ahli, Kedua, tim paralel (parallel

teams). Tim ini beroperasi secara terpisahdaristruktur kerjayang

biasadari sebuahperusahaan.Anggota sering datang dari unit dan

pekerjaan yang berbeda dan apa yang

dikerjakantidaknormalsebagaimana struktur standar,Ketiga,tim

manajemen(managementteams).Timini mengkoordinasikandan

menyediakanarahan untuk subunitdibawahyurisdiksidan kerjayang

terintegrasidiantarasubunit.Timmanajemendidasarkanpadaotoritas

dariurutanhirarkisdanbertanggunng jawabatassemuaunitbisnis,

Keempat,timtransnasional(transnational

teams).Timinimerupakantim kerjayang

terdiridarianggotamultinasionalyangaktivitasnyalintas negara.47

Timkerjayang akanmencapaikeberhasilanadalahtimkerjayang

paduataukohensif.GeorgedanJonesmenjelaskankonsepkohesivitas

47
Thomas S. Bateman and Scott A. Snell, Management: Leading &Collaboration in

aCompetitiveWorld(NewYork:McGraw-Hill,2007),h. 462.
105
tim,“teamcohesivenessrefertotheattractivenessofagroupto it’s

member”.48

Konsep ini bermakna bahwa kohesivitas berkaitan dengan

dayatarik sebuah kelompok bagianggota-anggotanya.Kemudian

Schermerhorn,Hunt,danOsborn menjelaskan“team cohesivenessisthe

degree to which members are attracted to a group and motivated to

remain a part of it.49Menurut pengertian ini, kohesivitas

berarti sejauhmana anggota tertarik terhadap kelompok dan

termotivasi untuk tetap menjadi bagian kelompok tersebut.

Berdasarkan pengertian ini terlihat bahwa kohesivitas dicirikan

dengan dua hal penting, yaitu memiliki ketertarikan dan termotivasi

untuk tetap bertahan.

F. KonsepManajemen MutuTerpadu(Total Quality Management)

48
Jenifer M. George and Gareth R. Jones, OrganizationalBehavior (New Jersey:
PearsonEducation,Inc,2002),h. 307.

49
JohnR.Schermerhorn,Jr.,JamesG.Hunt,andRichardN.Osborn,OrganizationalBehavior(NewJe
rsey:JohnWiley&Sons,Inc.,2002),h. 108.
106
Konsep manajemen mutu terpadu merupakan konsep yang

diawali olehfilosofitentang

pentingnyamembangunmutubaikterkaitdenganproduk maupun jasa.

Deming memperkenalkan14prinsipyangmembentukdasar-

dasar TQM. SedangkanJuranmengidentifikasi tigafungsi pokok

proses manajemen kualitas,yaitu perencanaan,

pengorganisasian,danpengendaliansebagai langkah-

langkahuntukprogramperbaikankualitas.Sementara untuk

kesuksesan perbaikankualitas, Feigenbaummenekankan perlunya

kepemimpinan, komitmen untuk melaksanakan kualitas dalam

praktek-praktek organisasi dan partisipasi dari seluruh karywan.50

Khusus dalam lingkungan pendidikan, terkait dengan

prinsip mutu yang berkenaandengan penerapan TQM terdapat

empatfaktor,yaitu lingkungan pendidikan itu sendiri (environmental

50
SatishMehraandSampathRanganathan,“Implementingtotalqualitymanagement

withafocus onenhancingcustomersatisfaction”, Internasional

JournalofQuality&ReliabilytyManagement, Vol.25No.9,2008,h. 913-927.

107
education), pertanggungjawaban (accountability), perubahan

budaya (culture change), dan pihak yang berkempentingan serta

konsumen (stakeholder and customers). Pada aspeklingkungan

pendidikan,strategidan kepemimpinan memegang

perananyangpenting untukmencapaikeberhasilan. Dalamstrategi ini

terdapat aspek-aspek seperti komitmen, kebijakan mutu,

analisis organisasi, misi dan perencanaan stategis,

dankepemimpinan. Pada aspek pertanggungjawaban melibatakan

aspek sistem dan prosedur, yang

didalamnyameliputiefesiensiadministratif,data-

datayangbermanfaat,ISO

9000,danpembiayaanmutu.Padaaspekbudayaterdapatkerjasama,yan

g di dalamnya terdapataktivitassepertipemberdayaan,mengelola

kelompok sendiri,menggunakanperangkatmutu,mendelegasikan

anggaran,pemecahan masalah, strategi pembelajaran, dan

pembelajaranitu sendiri. Kemudian dalam

aspekpihakterkaitdankonsumenterdapatpenilaiansendiri,pemantaua

n, dan evaluasi, melalui survei kebutuhan konsumen, dan

108
memverifikasi standar.

Semuaaspektersebutpadaakhinyaadabermuarapadaorganisasiyang

belajar yaituorganisasiyang

terusmenerusberusahanuntukmelakukansebuah perbaikan.

Setelahdiatasdipaparkantentang

mutu,selanjutnyadiuraikantentang konsep TQM. Mengenai TQM

diungkapkan olehTalha, “TQM refertothe boardsetofmanagement

andcontrolprocesses designedtofocusanentireorganizationand allofits

employessonproviding products orservicethatdo the best possiblejob

ofsatisfiiying the customer.”51

Pengertiantersebutmenunjukkanbahwa

TQMadalahperangkatluas atasmanajemendanprosespengendalian

yangdidesainuntukfokuspada keseluruhanorganisasidansemua

karyawandalammenyediakanprodukdan jasayangdilakukan dengan

sebaik mungkin untuk kepuasan pelanggan.

51
MohammadTalha,“TotalQualityManagement(TQM):Anoverview”,ManagingLibraryFinanc
es,Vol.17,Number1, 2004,h. 15-19
109
Terdapatlima

masukanyangdibutuhkanunntukmenjalankanprogram

TQM,yaitu:pertama,diagnosis lingkungan internal. Penilaian

terhadap lingkungan internaldilakukan untukkesiapan

organisasidalam melaksanakan programTQM,makapenting

untukmenentukankemajuandankesesuaian antaraprogram

danorganisasi. Penilaianinternalakanmelibatkan pemetaan proses

bisnisutamauntuk mengidentifikasi komponen internal rantai

pasokan.

Kedua,strategidankebijakanorganisasi. ProgramTQMharus

selaras denganstrategidankebijakanorganisasisertapenting

untukmelihatkembali bahwa

programTQMmenciptakanrujukaneksplisitterhadapkebijakandan

strategi, sehinggaketerkaitannyadapat dilihat olehsemua.

Ketiga, diagnosis lingkunganeksternal.

Penilaianlingkunganeksternal saat ini dan yang akan datang harus

dilakukan. Hal ini mencangkup lingkungan teknologidan ekonomi

dimanaorganisasi beroperasidan berkembang.Lingkungan ekonomi


110
meliputi konsumen, kompetisi, rantai pasokan, industripublik,dan

kebijakanperdagangan, kebijakankeuangan,dan kebijakanpasar.

Sementara lingkungan teknologi mencakup inovasi produk, proses,

dan pelayanan.

Keempat,referensimodelmanajemenmutu.Halyang

sangatpenting adalah

organisasisepenuhnyamemahamikonsepdanpendekatanTQMserta

modelreferensiuntukprogramTQMyang

bermanfaatuntukmemastikan

bahwasemuamemilikipemahamanyang samatentangkonsep dan

keyakinan yangmendasar.

Kelima, metodologidanperangkatmanajemen mutu.Terdapat

hubunganyang

dekatantarametodologidanperangkat,sehinggapenting

membatasisalahsatuyang digunakanuntukmembantukomunikasidan

menghindarikebingungansertamembatasijumlahpelatihanyang

diperlukan bagipihakyang

telahmenggunakannyadanuntukberinteraksidengan perangkat.
111
Padadasarnyaruang lingkupTQMmengandung

beberapaprinsip umumyangdapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Customer Focus (Fokus setiap usahaselalukepadakomitmen.)

2. QualityLeadership (Kepemimpinan yang berkualitas.)

3. Stakeholder Focus (Fokus kepada kepentingan semua

pemegang saham, seluruh karyawan perusahaan, pemasok,

konsumen serta masyarakatpadaumumnya.)

4. Integrated Business Strategy (Falsafah dan perencanaan mutu

sudah diintegrasikan dalam strategi bisnis.)

5. Teamwork (Memelihara kerjasamayangbaik dalam tim.)

6. Empowerment (Kemampuan memberikan kepercayaan dan

wewenang.)

7. Process Management (Manajemen proses dengan mutu

tinggi.)

8. Asset Management (Manajemen asetyangefesien.)

9. Continuous Improvement (Perbaikan mutuyangdilakukan

secaraterus menerus)

112
10. Learning Organization (Menanamkan paradigmauntuk

belajarsecaraterusmenerus.)

11. Mearsurement(Pengukuransemua prosesuntuk mencapai

standar mutuyangtelahdisetujui.)

12. Marketing Management (Kemampuan menciptakan pasar

baruataumencaricelahpasardan mempertahankan segment

pasar.)

Pendekatan TQM dilakukan berdasarkanenam konsep

dasar,yaitu:

1. Suatu manajemenyang mempunyaikomitmen dan terlibat

penuh untuk memberi dukungan organisasidari atas

kebawah.

2. Suatu fokus terus menerus kekonsumeninternal dan

eksternal.

3. Melibatkan danmemberdayakanseluruh sumberdayamanusia

organisasi secara efektif.

4. Perbaikan kontinuatau

terusmenerusdariseluruhbisnisdanproses produksi.
113
5. Melibatkan parapemasok sebagai mitrakerja.

6. Menentukan sistem pengukuran untuk semuaproses.

7. Terdapat empat hal yang perlu dipahami lebih jauh

mengenai manajemen mutu terpadupendidikan,yaitu:

a. Pencapaian dan pemuasan harapan pelanggan.

Pemuasaan harapan pelanggan

berartimengantisipasikebutuhanpelangganmasa datang,

mengambilresiko,danmengembangkanproduk,serta

melayani pelanggan yangtidak pernah merekalihat,

namun mereasuka atau membutuhkan.

b. Perbaikanyang senantiasadilakukansecara

terusmenerus.Perbaikanyang

dilakukansecaraterusmenerusberartisesuatuyang

belumpernah dilakukan. Suatu tindakan pengejaran

atas mutu, prosesnya harus dilakukansecara

terusmenerusdiperbaikidandiubah,ditambah,

dikembangkan dan dimurnikan.

114
c. Pembagiantanggung jawabdenganpara pegawai.Para

gurudanpegawai

dapatdiberdayakansepenuhnyadenganmemberikantangg

ung jawabdan keterampilan dalam rangkapencapaian

kinerjasekolah.

d. Pengurangansisa

pekerjaandanpengerjaanulang.Dalamkegiatan pendidikan,

seringkalipengelolaan sekolah bersifat kekeluargaan.

G.KonsepManajemenBerbasis Sekolah

Manajemen berbasis sekolah dapat di artikan sebagai suatu

proses kerjakomunitassekolahdengancara menerapkankaidah-

115
kaidahotonomi, akuntabilitas, partisipasi,dansustainability

untukmencapaitujuanpendidikan dan pembelajaran

secarabermutu.52

Menurut Judith Capman, MBS adalah “school based

management referstoformofeducationadministration

inwhichtheschoolbecomethe primaryunitfordecisionmaking,itdiffers

frommoretraditionalformof educationaladministrationinwhich

centralbureaucracy dominate inthe decisionmakingprocess”yang

memilikiarti“manajemen berbasissekolah adalah merujukpada

suatubentukadministrasipendidikan,dimana sekolah

menjadiunitkecilutama dalampengambilankeputusan.Haliniberbeda

dengan bentuktradisional administrasipendidikan,yakni pemerintah

pusat sangat menonjoldalam pengambilan keputusan).53

ManajemenBerbasisSekolahadalahkonsepyang

menggambarkan perubahanformalstruktur penyelenggaraansekolah

52
SudarwanDanim,VisiBaruManajemenSekolah,dariUnitBirokrasikeLembagaAkademik,
(Jakarta:BumiAksara,2007),h. 33-34.

53
JamalMa’murAsmani,(TipsAplikasiManajemenSekolah),DIVApress(anggotaIKAPI),n2012h.
33.
116
sebagaisuatubentuk desentralisasiyangmengidentifikasisekolah

itusendiri sebagaiunitutama peningkatan sertabertumpupada

redistribusikewenanganpembuatan keputusan sebagai sarana

penting yang dengannya peningkatan dapat didorong dan

dipotong.54

ManajemenBerbasisSekolah pada prinsipnya bertumpupada

sekolah danmasyarakatsertajauhdaribirokrasiyang

bertumpupadatingkatsekolah. ManajemenBerbasisSekolah

dimaksudkanuntukmeningkatkan otonomi

sekolah,menentukansendiriapayang

perludiajarkan,danmengelolasumber daya yang ada untuk

berinovasi. Menurut Mulyasa manajemen berbasis sekolah

merupakansalahsatuwujuddari reformasipendidikanyang

menawarkankepada sekolah untukmenawarkankepala sekolah

untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi

para peserta didik.Otonomidalam

manajemenmerupakanpotensibagisekolahuntuk

54
Mulyasa,ManajemenBerbasisisSekolah,(Bandung:PT.RemajaRosdakarya,2006), h. 10-11
117
meningkatkankinerjapara

staff,menawarkanpartisipasilangsungkelompok

kelompokyangterkaitdanmeningkatkan pemahaman

masyarakatterhadap pendidikan.55

Ada beberapa

halyangharusdiperhatikandalamkonsepmanajemen

berbasissekolah(MBS)di antaranya:

1. Pengkajian konsep MBS terutama yang menyangkut kekuatan

desentralisasi,kekuatanatau kewenangan ditingkatsekolah,

dalam sistem keputusanharus

dikaitkandenganprogramdankemampuandalam peningkatan

kinerjasekolah.

2. Program MBS berkenaan dalam desentralisasi

kekuasaandanprogram peningkatan partisipasi(local

stakeholders). Pendelegasian

otoritaspenbilankeputusandalamkaitannya dengan

55
E.Mulyasa,ManajemenBerbasisSekolah(Jakarta:RosdaKarya,2004),h.24.
118
pemberdayaan sekolah, perlu dibangun denganefektifitas

programnya.

3. StrategiMBSharuslebihmenekankankepada elemen-

elemenmanajemen partisipasif. Kemampuan, informasi, dan

imbalanyang memadai merupakanelemenelemenyang

menentukanefektivitasprogram manajemen berbasissekolah

dalam meningkatkankinerja sekolah.56

Faktor-faktor

yangdiperhatikandalammanajemenberbasissekolah

adalahbentukalternativesekolahdariprogramdesentralisasidalambid

angpendidikan.Berikutadalahtujuankurikulumyangakandicapaidala

mjangka panjang darikurikulumyangdirancang

berdasarkanMBSadalahpenguasaan keterampilan dasardan

prosesfundamental,pengembangan intelektual, pendidikankarir

danpendidikanvokasioal,pemahaman interpersonal,moral serta

karakter etis,keadaanemosionaldanfisik,keratifitasdanekspresi

56
DepartemenPendidikanNasional,PelatihanManajemenBerbasisSekolahUnit2.
119
estetika,perwujudandiri,perosesbelajar mengajaryangrelevan,dan

lingkungan sekolahyang menyenangkan.

Tujuan adanya manajemen berbasis sekolah adalah untuk

meningkatkanmutupendidikandengancara

memberdayakanseluruhpotensi sekolah

danstakeholdernyasesuaidengankebijakanpemerintahdengan

menerapkan kaidah kaidah manajemen pendidikansekolah

professional.

Tujuan penerapan MBS adalah untuk meningkatkan

kualitas pendidikansecara

umum,baikitumenyangkutkualitaspembelajaran,kualitas

kurikulum,kualitassumber

dayamanusia,gurumaupuntenagakependidikan lainnya,dan kualitas

pendidikansecara umum.Bagisumber dayamanusia, peningkatan

kualitasbukanhanyameningkatkan pengetahuandan

keterampilannya, melainkan kesejahteraannyapula. Karena

tujuanMBSadalah untukmeningkatkan mutukeputusanuntuk

mencapaitujuan,makapelaksanaanMBSmemerlukantujuanyang
120
hendak dicapaisecara

jelas,jelasindikatornya,jelaskriteriapencapaiannyaagar keputusan

lebih terarah.Lebihdariitu, denganprosespengambilan keputusan

bersamaharus sesuaidengankepentingansiswa belajar.Dilihatdarisisi

standarisasi,makapenerapanMBSberartimeningkatkankinerja

belajarsiswa melaluipengambilan keputusan

bersama,meningkatkanpartisipasidalam melaksanakan kegiatan,dan

meningkatkankontrol dan evaluasi agarlebih akuntabel.

121
BAB IVMANAGEMENT MUTU TERPADU

A. Sejarah Manajemen Mutu Terpadu

Sejarah Manajemen Mutu Terpadu berawal dari perjalanan

industri Jepang yang mengalami kehancuran total akibat Perang

Dunia II. Untuk membangun kembali dan bangkit dari kehancuran

industrinya tersebut, pada tahun 1950 Asosiasi Insinyur Jepang

mengundang William Edward Deming yang dikenal sebagai “Bapak

Mutu” untuk melatih para insinyur Jepang dalam bidang manajemen

untuk mencapai mutu, yang kemudian dikenal dengan Total Quality

Management. Deming mengajarkan bahwa barang atau jasa bermutu


122
adalah yang dapat memenuhi kebutuhan para pelanggan.Oleh karena

itu, dalam mengadakan barang atau jasa yang bermutu, kebutuhan

pelanggan harus diketahui terlebih dahulu dengan sebaik-baiknya. 57

Berdasarkan pengetahuan itulah lalu kemudian dibuat

rencana pengadaan barang atau jasa, dan pembuatannya pun harus

sesuai dengan rencana itu. Karena kebutuhan pelanggan berubah-

ubah dari waktu ke waktu, maka mutu barang atau jasa pun juga

berubah.Maka dari itu, mutu itu tidak absolut, tidak berakhir pada

mutu itu sendiri, melainkan harus selalu ditingkatkan secara terus-

menerus, sehingga senantiasa dapat memenuhi kebutuhan

pelanggan.Konsep Deming di atas ternyata cukup berhasil di Jepang,

justru di negaranya sendiri yaitu Amerika Serikat, tidak mendapat

perhatian sebelum Perang Dunia II, karena para industriawan di

Amerika Serikat telah puas denga keberhasilan mereka. Namun

setelah industri Jepang, terutama pada industri mobil merajai pasar

dunia, baru mereka sadar akan pentingnya pemikiran Deming.

57
Jerome S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu: Prinsip-Prinsi p Perumusan dan Tata
Langkah Penerapan (Yogayakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 8.
123
Mereka mulai mempelajarinya kembali lalu kemudian

menerapkannya.

Beberapa prinsip pokok dari deming yang dapat diterapkan

dalam bidang pendidikan adalah:

a) Anggota dewan sekolah dan administrator harus

menetapkan tujuan mutu pendidikan yang akan dicapai.

b) Menekankan pada upaya pencegahan kegagalan pada siswa,

bukannya mendeteksi kegagalan setelah peristiwanya

terjadi.

c) Asal diterapkan secara ketat, penggunaan metode kontrol

statistik dapat membantu memperbaiki outcomes siswa dan

administratif.

Mutu dapat dijamin dengan cara memastikan bahwa setiap

individu memiliki bidang yang diperlukannya untuk menjalankan

pekerjaan yang tepat. Dengan perangkat yang tepat, para pekerja

akan membuat produk atau jasa yang secara konsisten sesuai dengan

harapan pelanggan. Sesuai dengan perkembangannya mutu memiliki

124
tahapan-tahapan, sebagaimana Husaini Usman dalam bukunya

menyebutnya dengan hirarki mutu. Adapun hirarki mutu tersebut

ialah:58

a) Inspeksi, yaitu menjaga mutu dengan ketelitian pengawas.

b) Quality Control (QC), yaitu menjaga mutu dengan

pendeteksian.

c) Quality Assurance (QA), yaitu menjaga mutu dengan

carapencegahan.

d) Total Quality Management (TQM), yaitu menjaga mutu

dengan cara terus-menerus.

e) Wide Quality Management (WQM), yaitu memecahkan

masalah mutu. Kelima hirarki mutu tersebut dapat

digambarkan sebagai berikut.

58
Husaini Usman, Manajemen Teori Praktik Dan Riset pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), hlm 482
125
B. Kepemimpinan MMT dalam Pendidikan

Kepemimpinan MMT (manajemen mutu terpadu) dalam

Pendidikan menurut Spanbauer dalam bukunya Edward Sallis

memberikan model kepemimpinan untuk memberdayakan pengajar

sebagai berikut:

1. Melibatkan para guru dan seluruh staf dalam aktifitas

penyelesaian masalah, dengan menggunakan metode ilmiah

dasar, prinsip-prinsip mutu statistik dan kontrol proses.

2. Memilih untuk meminta pendapat mereka tentang berbagai

hal dan tentang bagaimana cara mereka menjalankan proyek

dan tidak sekedar menyampaikan bagaimana seharusnya

bersikap.

126
3. Menyampaikan sebanyak mungkin informasi manajemen

untuk membantu pengembangan dan peningkatan komitmen

mereka.

4. Menanyakan pendapat staf tentang sistem dan prosedur

mana saja yang menghalangi mereka dalam menyampaikan

mutu kepada para pelanggan: pelajar, orangtua, dan patner

kerja.

5. Memahami bahwa keinginan untuk meningkatkan mutu para

guru tidak sesuai dengan pendekatan manajemen atas ke

bawah (top-down).

6. Memindahkan tanggungjawab dan kontrol pengembangan

tenaga profesional langsung kepada guru dan pekerja teknis.

7. Mengimplementasikan komunikasi yang sistematis dan

kontinyu di antara setiap orang yang terlibat dalam sekolah.

8. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah serta

negosiasi dalam rangka menyelesaikan konflik.

9. Memiliki sikap membantu tanpa harus mengetahui semua

jawaban bagi setiap masalah dan tanpa rasa rendah diri.

127
10. Menyediakan materi pembelajaran konsep mutu seperti

membangun tim, manajemen proses, layanan pelanggan,

komunikasi serta kepemimpinan.

11. Memberikan teladan yang baik, dengan cara memperlihatkan

karakteristik yang diinginkan dan menggunakan waktu

untuk melihat-lihat situasi dan kondisi institusi dengan

mendengarkan keinginan guru dan pelanggan lainnya.

12. Belajar untuk berperan sebagai pelatih dan bukan sebagai

bos.

13. Memberikan otonomi dan berani mengambil resiko.

14. Memberikan perhatian yang berimbang dalam menyediakan

mutu bagi para pelanggan eksternal (pelajar, orang tua dan

lainnya) dan kepada para pelanggan internal (pengajar,

anggota dewan guru, dan pekerja lainnya.59

Sedangkan Peter dan Austin sebagaimana yang dipahami oleh

Husaini Usman memberikan atribut kepemimpinan pendidikan

sebagai berikut: Visi dan simbol; kepala sekolah harus

59
Edward Sallis, Total Quality Management..., hlm. 176-178
128
mengkomunikasikan nilai-nilai sekolah kepada seluruh warga

sekolah dan masyarakat luas. Management By Walking About

(MBWA);60 gaya kepemimpinan ini dibutuhkan oleh setiap sekolah.

Untuk anak-anak (for the kids): istilah ini sama dengan “dekat

dengan pelanggan” dalam pendidikan. Ini memastikan bahwa

institusi memiliki fokus yang jelas terhadap pelanggan utamanya.

Otonomi, percobaan, dan memaafkan kesalahan; kepala sekolah

harus berani mendorong inovasi guru dan staf tata usahanya untuk

belajar dari kesalahan sehingga sekolah memiliki inovasi yang lebih

baik.Menciptakan suasana “kekeluargaan”; kepala sekolah

membutuhkan komunikasi dalam suasana yang akrab penuh

kekeluargaan dengan warga di sekolah dan di luar sekolah.

Perasaan menyeluruh, irama, kemauan besar untuk mencapai

tujuan sekolah, intensitas, dan penuh perhatian; hal ini adalah mutu

personal mendasar yang dibutuhkan oleh pemimpin

pendidikan.61Lembaga Pendidikan Bermutu Terpadu Bila diterapkan

dengan tepat, MMT merupakan metodologi yang dapat membantu


60
Lihat: Edward Sallis, Total Quality Manajemen..., hlm. 170.

61
14Husaini Usman, Manajemen: Teori Praktik dan..., hlm. 544
129
para profesional pendidikan menjawab tantangan lingkungan masa

kini.MMT dapat dipergunakan untuk mengurangi rasa takut dan

meningkatkan kepercayaan di lembaga pendidikan itu sendiri. Untuk

menghantarkan sebuah lembaga menjadi lembaga pendidikan

bermutu terpadu, Arcaro menawarkan lima pilar kinerja mutu, yaitu:

1) fokus pada pelanggan 2) keterlibatan total 3) pengukuran 4)

komitmen dan 5) perbaikan berkelanjutan. Kelima pilar tersebut

akan di uraikan di bawah ini.

Fokus pada pelanggan Misi utama MMT adalah memenuhi

kepuasan pelanggan.Mutu harus sesuai dengan persyaratan yang

diinginkan pelanggan. Tanpa mutu yang sesuai dengan keinginan

pelanggan, lembaga pendidikan akan kehilangan pelanggannya, dan

pelanggan adalah raja yang harus dilayani dengan sebaikbaiknya.

Agar lembaga pendidikan mengembangkan fokus mutu, setiap

individu harus mengakui bahwa setiap outpun lembaga pendidikan

adalah pelanggan.62Namun meskipun demikian, tidak dengan

15Jerome S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu..., hlm. 11. 16Husaini Usman,


Manajemen: Teori Praktik dan..., hlm. 533

62
15Jerome S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu..., hlm. 11.
130
sendirinya merupakan sebuah kondisi yang mencukupi untuk

meyakinkan bermutu total.Lembaga pendidikan masih butuh

penyusunan strategi yang lengkap untuk menemukan persyaratan

yang diinginkan pelanggan.Keterlibatan total Setiap orang harus

terlibat dalam transformasi mutu.Manajemen harus memiliki

komitmen untuk memfokuskan pada mutu.Transformasi mutu

diawali dengan mengadopsi paradigma baru pendidikan.

Menurut Arcaro dalam bidang pendidikan memang sangat

sulit bagi individunya untuk mengembangkan paradigma baru

pendidikan. Ada dua keyakinan pokok yang menghalangi tiap upaya

penciptaan mutu dalam sistem pendidikan. Pertama, banyak

profesional pendidikan yakin bahwa mutu pendidikan

bergantungpada besarnya dana yang dialokasikan untuk pendidikan.

Lebih banyak uang yang diinvestasikan dalam pendidikan maka

lebih tinggi juga mutu pendidikan.Studi kasus mutakhir

meruntuhkan keyakinan ini.Kedua, banyak profesional pendidikan

secara terbuka menyatakan bahwa mereka memiliki komitmen

terhadap tranformasi mutu Deming.Namun tindakan mereka

131
menunjukkan, mereka tidak mengembangkan filosofi baru dalam

pendidikan yang didasarkan pada 14 butir mutu Deming. 63Mutu

pendidikan tidak akan mengalami perbaikan yang signifi kan sampai

ada penyelesaian terhadap kedua masalah tersebut. Pengukuran

Secara tradisional ukuran mutu atas keluaran pada lembaga

pendidikan adalah prestasi siswa.Ukuran dasarnya adalah hasil

ujian.Bila hasil ujian bertambah baik, maka mutu pendidikan pun

membaik.Para profesional pendidikan seharusnya belajar untuk

mengukur mutu. Mereka perlu memahami pengumpulan dan analisa

data yang diperlukan dalam proses pengukuran tersebut. Begitu

mereka belajar mengumpulkan dan menganalisa data, maka mereka

dapat mengukur dan menunjukkan nilai tambah

pendidikan.Komitmen Setiap individu dalam lembaga pendidikan

harus memiliki komitmen pada mutu. Bila mereka tidak memilki

komitmen, proses transformasi mutu tidak akan dapat dimulai.

Setiap orang perlu mendukung upaya mutu. Mutu merupakan

perubahan budaya yang menyebabkan organisasi merubah cara

63
Husaini Usman, Manajemen: Teori Praktik dan..., hlm. 533

132
kerjanya. Orang biasanya sulit untuk mau berubah, namun

manajemen harus mendukung proses perubahan dengan memberi

penndidikan, perangkat, sistem dan proses untuk meningkatkan

mutu. Perbaikan berkelanjutan

Konsep dasarnya, mutu adalah sesuatu yang dapat diperbaiki.

Menurut filosofi manajemen lama, “ jika belum rusak, janganlah

diperbaiki”. Mutu didasarkan pada konsep bahwa setiap proses

dapat diperbaiki dan tidak ada proses yang sempurna. Menurut

filosofi manajemen yang baru, “ jika belum rusak perbaikilah, karena

bila anda tidak melakukannya orang lain pasti melakukannya”. Inilah

yang disebut konsep perbaikan berkelanjutan atau dikenal pula

dengan perbaikan terus-menerus.

C. Manajemen Mutu Terpadu (TQM) di sekolah

Di lingkungan organisasi non profit, khususnya pendidikan,

penetapan kualitas produk dan kualitas proses untuk

mewujudkannya, merupakan bagian yang tidak mudah dalam

pengimplementasian Manajemen Mutu Terpadu (TQM). Kesulitan ini

disebabkan oleh karena ukuran produktivitasnya tidak sekedar

133
bersifat kuantitatif, misalnya hanya dari jumlah lokal dan gedung

sekolah atau laboratorium yang berhasil dibangun, tetapi juga

berkenaan dengan aspek kualitas yang menyangkut manfaat dan

kemampuan memanfaatkannya.Demikian juga jumlah lulusan yang

dapat diukur secara kuantitatif, sedang kualitasnya sulit untuk

ditetapkan kualifikasinya. Sehubungan dengan itu di lingkungan

organisasi bidang pendidikan yang bersifat non profit, menurut

Hadari Nawari, ukuran produktivitas organisasi bidang pendidikan

dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Produktivitas Internal, berupa hasil yang dapat diukur secara

kuantitatif, seperti jumlah atau prosentase lulusan sekolah, atau

jumlah gedung dan lokal yang dibangun sesuai dengan

persyaratan yang telah ditetapkan.

2. Produktivitas Eksternal, berupa hasil yang tidak dapat diukur

secara kuantitatif, karena bersifat kualitatif yang hanya dapat

diketahui setelah melewati tenggang waktu tertentu yang cukup

lama.

134
Masih menurut Hadari Nawawi, bagi organisasi pendidikan,

adaptasi manajemen mutu terpadu dapat dikatakan sukses, jika

menunjukkan gejala–gejala sebagai berikut :

1. Tingkat konsistensi produk dalam memberikan pelayanan

umum dan pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan

peningkatan kualitas SDM terus meningkat.

2. Kekeliruan dalam bekerja yang berdampak menimbulkan

ketidakpuasan dan komplain masyarakat yang dilayani

semakin berkurang.

3. Disiplin waktu dan disiplin kerja semakin meningkat

4. Inventarisasi aset organisasi semakin sempurna, terkendali

dan tidak berkurang/hilang tanpa diketahui sebab –

sebabnya.

5. Kontrol berlangsung efektif terutama dari atasan langsung

melalui pengawasan melekat, sehingga mampu menghemat

pembiayaan, mencegah penyimpangan dalam pemberian

pelayanan umum dan pembangunan sesuai dengan

kebutuhan masyarakat.

135
6. Pemborosan dana dan waktu dalam bekerja dapat dicegah.

7. Peningkatan ketrampilan dan keahlian bekerja terus

dilaksanakan sehingga metode atau cara bekerja selalu

mampu mengadaptasi perubahan dan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, sebagai cara bekerja yang paling

efektif, efisien dan produktif, sehingga kualitas produk dan

pelayanan umum terus meningkat.

Berkenaan dengan kualitas dalam pengimplementasian TQM,

Wayne F. Cassio dalam bukunya Hadari Nawawi mengatakan :

“Quality is the extent to which product and service conform to

customer requirement”. Di samping itu Cassio juga mengutip

pengertian kualitas dari The Federal Quality Institute yang

menyatakan “quality as meeting the customer’s requiremet the first

time and every time, where costumers can be internal as wellas

external to the organization”.Senada dengan itu Goetsh danDavis

seperti yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1996)

yang mengatakan : “kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang

berhubungan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang

136
memenuhi atau melebihi harapan”. Dilihat dari pengertian kualitas

yang terakhir seperti tersebut di atas, berarti kualitas di lingkungan

organisasi profit ditentukan oleh pihak luar di luar organisasi yang

disebut konsumen, yang selain berbeda – beda, juga selalu berubah

dan berkembang secara dinamis.

Manajemen Mutu Terpadu di lingkungan suatu organisasi

non profit termasuk pendidikan tidak mungkin diwujudkan jika

tidak didukung dengan tersedianya sumber – sumber untuk

mewujudkan kualitas proses dan hasil yang akan dicapai. Di

lingkungan organisasi yang kondisinyan sehat, terdapat berbagai

sumber kualitas yang dapat mendukung pengimplementasian TQM

secara maksimal.

Menurut Hadari Nawawi, beberapa di antara sumber –

sumber kualitas tersebut adalah sebagai berikut :

1. Komitmen Pucuk Pimpinan (Kepala Sekolah) terhadap

kualitas.

Komitmen ini sangat penting karena berpengaruh langsung

pada setiap pembuatan keputusan dan kebijakan, pemilihan dan

137
pelaksanaan program dan proyek, pemberdayaan SDM, dan

pelaksanaan kontrol. Tanpa komitmen ini tidak mungkin diciptakan

dan dikembangkan pelaksanaan fungsi – fungsi manajemen yang

berorentasi pada kualitas produk dan pelayanan umum.

2. Sistem Informasi Manajemen.

Sumber ini sangat penting karena usaha

mengimplementasikan semua fungsi manajemen yang berkualitas,

sangat tergantung pada ketersediaan informasi dan data yang

akurat, cukup/lengkap dan terjamin kekiniannya sesuai dengan

kebutuhan dalam melaksanakan tugas pokok organiasi.

3. Sumber daya manusia yang potensial.

SDM di lingkungan sekolah sebagai aset bersifat kuantitatif

dalam arti dapat dihitung jumlahnya. Disamping itu SDM juga

merupakan potensi yang berkewajiban melaksanakan tugas pokok

organisasi (sekolah) untuk mewujudkan eksistensinya.Kualitas

pelaksanaan tugas pokok sangat ditentukan oleh potensi yang

dimiliki oleh SDM, baik yang telahdiwujudkan dalam prestasi kerja

maupun yang masih bersifat potensial dan dapat dikembangkan.

138
4. Keterlibatan semua fungsi.

Semua fungsi dalam organisasi sebagai sumber kualitas, sama

pentingnya satu dengan yang lainnnya, yang sebagai satu kesatuan

yang tidak dapat dipisahkan. Untuk itu semua fungsi harus dilibatkan

secara maksimal, sehingga saling menunjang satu dengan yang

lainnya.

5. Filsafat Perbaikan Kualitas secara Berkesinambungan.

Sumber – sumber kualitas yang ada bersifat sangat mendasar,

karena tergantung pada kondisi pucuk pimpinan (kepala sekolah),

yang selalu menghadapi kemungkinan dipindahkan, atau dapat

memohon untuk dipindahkan.Sehubungan dengan itu, realiasi TQM

tidak boleh digantungkan pada individu kepala sekolah sebagai

sumber kualitas, karena sikap dan perilaku individu terhadap

kualitas dapat berbeda. Dengan kata lain sumber kualitas ini harus

ditransformasikan pada filsafat kualitas yang berkesinambungan

dalam merealisasikan TQM.

Semua sumber kualitas di lingkungan organisasi pendidikan

dapat dilihat manifestasinya melalui dimensi – dimensi kualitas yang

139
harus direalisasikan oleh pucuk pimpinan bekerja sama dengan

warga sekolah yang ada dalam lingkungan tersebut.

Menurut Hadari Nawawi, dimensi kualitas yang dimaksud

adalah :

1. Dimensi Kerja Organisasi. Kinerja dalam arti unjuk perilaku

dalam bekerja yang positif, merupakan gambaran konkrit dari

kemampuan mendayagunakan sumber – sumber kualitas,

yang berdampak pada keberhasilan mewujudkan,

mempertahankan dan mengembangkan eksistensi organisasi

(sekolah).

2. Iklim Kerja Penggunaan sumber–sumber kualitas secara

intensif akan menghasilkan iklim kerja yang kondusif di

lingkungan organisasi. Di dalam iklim kerja yang diwarnai

kebersamaan akan terwujud kerjasama yang efektif melalui

kerja di dalam tim kerja, yang saling menghargai dan

menghormatipendapat, kreativitas, inisiatif dan inovasi untuk

selalu meningkatkan kualitas.

140
3. Nilai Tambah Pendayagunaan sumber – sumber kualitas

secara efektif dan efisien akan memberikan nilai tambah atau

keistimewaan tambahan sebagai pelengkap dalam

melaksanakan tugas pokok dan hasil yang dicapai oleh

organisasi. Nilai tambah ini secara kongkrit terlihat pada rasa

puas dan berkurang atau hilangnya keluhan pihak yang

dilayani (siswa).

4. Kesesuaian dengan Spesifikasi Pendayagunaan sumber –

sumber kualitas secara efektif dan efisien bermanifestasi pada

kemampuan personil untuk menyesuaikan proses

pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya dengan karakteristik

operasional dan standar hasilnya berdasarkan ukuran

kualitas yang disepakati.

5. Kualitas Pelayanan dan Daya Tahan Hasil Pembangunan

Dampak lain yang dapat diamati dari pendayagunaan sumber

– sumber kualitas yang efektif dan efisien terlihat pada

peningkatan kualitas dalam melaksanakan tugas pelayanan

kepada siswa.

141
6. Persepsi Masyarakat Pendayagunaan sumber – sumber

kualitas yang sukses di lingkungan organisasi pendidikan

dapat diketahui dari persepsi masyarakat (brand image)

dalam bentuk citra dan reputasi yang positip mengenai

kualitas lulusan baik yang terserap oleh lembaga pendidikan

yang lebih tinggi ataupun oleh dunia kerja64

Sejarah Manajemen Mutu Terpadu (MMT) sangat tidak lepas

dengan sejarah Total Quality Management (TQM), karena seperti

yang di uraikan penulis sebelumnya bahwa Manajemen Mutu

Terpadu adalah terjemahan dari Total Quality Management itu

sendiri. Sejarah Manajemen Mutu Terpadu berawal dari perjalanan

industri Jepang yang mengalami kehancuran total akibat Perang

Dunia II. Untuk membangun kembali dan bangkit dari kehancuran

industrinya tersebut, pada tahun 1950 Asosiasi Insinyur Jepang

mengundang William Edward Deming yang dikenal sebagai “Bapak

Mutu” untuk melatih para insinyur Jepang dalam bidang manajemen

64
Yundri Akhyar, “Total Quality Management (manajemen mutu terpadu)”, Jurnal Potensia
vol.13 Edisi 1 Januari-Juni 2014, hal. 12-17
142
untuk mencapai mutu, yang kemudian dikenal dengan Total Quality

Management. Deming mengajarkan bahwa barang atau jasa bermutu

adalah yang dapat memenuhi kebutuhan para pelanggan. Oleh

karena itu, dalam mengadakan barang atau jasa yang bermutu,

kebutuhan pelanggan harus diketahui terlebih dahulu dengan

sebaik-baiknya. Berdasarkan pengetahuan itulah lalu kemudian

dibuat rencana pengadaan barang atau jasa, dan pembuatannya pun

harus sesuai dengan rencana itu. Karena kebutuhan pelanggan

berubah-ubah dari waktu ke waktu, maka mutu barang atau jasa pun

juga berubah. Maka dari itu, mutu itu tidak absolut, tidak berakhir

pada mutu itu sendiri, melainkan harus selalu ditingkatkan secara

terus-menerus, sehingga senantiasa dapat memenuhi kebutuhan

pelanggan. Mutu yang demikian itu adalah mutu yang bersifat relatif.

Inilah yang dimaksud mutu dalam MMT. Konsep Deming tersebut di

atas ternyata cukup berhasil di Jepang, justru di negaranya sendiri

yaitu Amerika Serikat, tidak mendapat perhatian sebelum Perang

Dunia II, karena para industriawan di Amerika Serikat telah puas

denga keberhasilan mereka. Namun setelah industri Jepang,

143
terutama pada industri mobil merajai pasar dunia, baru mereka

sadar akan pentingnya pemikiran Deming. Mereka mulai

mempelajarinya kembali lalu kemudian menerapkannya.

Definisi mutu memiliki konotasi yang bermacam-macam

tergantung orang yang memaknainya. Mutu berasal dari bahasa

Latin, qualis yang artinya what kind of. Mutu menurut Deming ialah

kesesuaian dengan kebutuhan pasar. Mutu menurut Juran ialah

kecocokan dengan produk. Sedangkan menurut Crosby ialah

kesesuaian dengan yang disyaratkan. Adapun mutu menurut Peters

dan Austin adalah nafsu dan kebanggaan. Perusahaan raksasa IBM

mendefinisikan mutu sebagai kepuasan pelanggan. Serupa dengan

perusahaan raksasa lainnya, salah satunya Ford Motor mendefi

nisikan mutu ialah memuaskan pelanggan sepuas-puasnya. Edward

Sallis sendiri membagi mutu menjadi dua konsep, yaitu konsep yang

relatif dan absolut. Mutu yang absolut ialah mutu yang idealismenya

tinggi dan harus dipenuhi, berstandar tinggi, dengan sifat produk

bergengsi tinggi, biasanya mahal, sangat mewah, dan jarang dimilki

orang. Mutu dengan konsep absolut berarti harus high quality atau

144
top quality. Sedangkan mutu yang relatif menurut Sallis bukanlah

sebuah akhir, namun sebagai sebuah alat dimana produk atau jasa

dinilai, yaitu apakah telah memenuhi standar yang telah ditetapkan

atau tidak, artinya sesuatu dapat dikatakan bermutu selama produk

tersebut secara konsisten sesuai dengan tuntunan pembuatannya.

Setiap orang selalu mengharapkan bahkan menuntut mutu dari

orang lain, sebaliknya orang lain juga selalu mengharapkan dan

menuntut mutu dari diri kita. Ini artinya, mutu bukanlah sesuatu

yang baru, karena mutu adalah naluri manusia. Benda dan jasa

sebagai produk dituntut mutunya, sehingga orang lain yang

menggunakan puas karenanya. Dengan demikian, mutu adalah

paduan sifatsifat dari barang atau jasa, yang menunjukkan

kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, baik

kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat. Benda dan jasa

sebagai hasil kegiatan manusia yang secara sadar dilakukannya

disebut “kinerja”. Kinerja itulah yang dituntut mutunya, sehingga

muncul istilah “mutu kinerja manusia”. Suatu kinerja disebut

bermutu jika dapat menemuhi atau melebihi kebutuhan dan harapan

145
pelanggannya.8 Oleh karena itu, maka suatu produk atau jasa

sebagai kinerja harus dibuat sedemikian rupa agar dapat memenuhi

kebutuhan dan harapan pelanggannya yang ditandai dengan

kepuasan. Adapun ciri-ciri manajemen mutu (sebagai bentuk

pelayanan pelanggan), sebagaimana yang dikehendaki dalam MMT

yaitu ditandai dengan: ketepatan waktu pelayanan, akurasi

pelayanan, kesopanan dan keramahan (unsur menyenangkan

pelanggan), bertanggung jawab atas segala keluhan pelanggan,

kelengkapan pelayanan, kemudahan mendapatkan pelayanan,

variasi layanan, pelayanan pribadi, kenyamanan, dan ketersediaan

atribut pendukung.

Spanbauer dalam bukunya Edward Sallis memberikan model

kepemimpinan untuk memberdayakan pengajar sebagai berikut:

Melibatkan para guru dan seluruh staf dalam aktifi tas penyelesaian

masalah, dengan menggunakan metode ilmiah dasar, prinsip-prinsip

mutu statistik dan kontrol proses. Memilih untuk meminta pendapat

mereka tentang berbagai hal dan tentang bagaimana cara mereka

menjalankan proyek dan tidak sekedar menyampaikan bagaimana

146
seharusnya bersikap. Menyampaikan sebanyak mungkin informasi

manajemen untuk membantu pengembangan dan peningkatan

komitmen mereka. Menanyakan pendapat staf tentang sistem dan

prosedur mana saja yang menghalangi mereka dalam menyampaikan

mutu kepada para pelanggan: pelajar, orangtua, dan patner kerja.

Memahami bahwa keinginan untuk meningkatkan mutu para guru

tidak sesuai dengan pendekatan manajemen atas ke bawah (top-

down). Memindahkan tanggungjawab dan kontrol pengembangan

tenaga profesional langsung kepada guru dan pekerja teknis.

Mengimplementasikan komunikasi yang sistematis dan kontinyu di

antara setiap orang yang terlibat dalam sekolah. Mengembangkan

kemampuan pemecahan masalah serta negosiasi dalam rangka

menyelesaikan konfik. Memiliki sikap membantu tanpa harus

mengetahui semua jawaban bagi setiap masalah dan tanpa rasa

rendah diri. Menyediakan materi pembelajaran konsep mutu seperti

membangun tim, manajemen proses, layanan pelanggan, komunikasi

serta kepemimpinan. Memberikan teladan yang baik, dengan cara

memperlihatkan karakteristik yang diinginkan dan menggunakan

147
waktu untuk melihat-lihat situasi dan kondisi institusi dengan

mendengarkan keinginan guru dan pelanggan lainnya. Belajar untuk

berperan sebagai pelatih dan bukan sebagai bos, Memberikan

otonomi dan berani mengambil resiko. Memberikan perhatian yang

berimbang dalam menyediakan mutu bagi para pelanggan eksternal

(pelajar, orang tua dan lainnya) dan kepada para pelanggan internal

(pengajar, anggota dewan guru, dan pekerja lainnya.

Bila diterapkan dengan tepat, MMT merupakan metodologi

yang dapat membantu para profesional pendidikan menjawab

tantangan lingkungan masa kini. MMT dapat dipergunakan untuk

mengurangi rasa takut dan meningkatkan kepercayaan di lembaga

pendidikan itu sendiri. Untuk menghantarkan sebuah lembaga

menjadi lembaga pendidikan bermutu terpadu, Arcaro menawarkan

lima pilar kinerja mutu, yaitu: 1) fokus pada pelanggan 2)

keterlibatan total 3) pengukuran 4) komitmen dan 5) perbaikan

berkelanjutan. Kelima pilar tersebut akan di uraikan di bawah ini.

a. Fokus pada pelanggan, Misi utama MMT adalah memenuhi

kepuasan pelanggan. Mutu harus sesuai dengan persyaratan

148
yang diinginkan pelanggan. Tanpa mutu yang sesuai dengan

keinginan pelanggan, lembaga pendidikan akan kehilangan

pelanggannya, dan pelanggan adalah raja yang harus dilayani

dengan sebaikbaiknya. Agar lembaga pendidikan

mengembangkan fokus mutu, setiap individu harus

mengakui bahwa setiap outpun lembaga pendidikan adalah

pelanggan. Namun meskipun demikian, tidak dengan

sendirinya merupakan sebuah kondisi yang mencukupi

untuk meyakinkan bermutu total. Lembaga pendidikan

masih butuh penyusunan strategi yang lengkap untuk

menemukan persyaratan yang diinginkan pelanggan.

b. Keterlibatan total, Setiap orang harus terlibat dalam

transformasi mutu. Manajemen harus memiliki komitmen

untuk memfokuskan pada mutu. Transformasi mutu diawali

dengan mengadopsi paradigma baru pendidikan. Menurut

Arcaro dalam bidang pendidikan memang sangat sulit bagi

individunya untuk mengembangkan paradigma baru

pendidikan. Ada dua keyakinan pokok yang menghalangi tiap

149
upaya penciptaan mutu dalam sistem pendidikan. Pertama,

banyak profesional pendidikan yakin bahwa mutu

pendidikan bergantungpada besarnya dana yang

dialokasikan untuk pendidikan. Lebih banyak uang yang

diinvestasikan dalam pendidikan maka lebih tinggi juga mutu

pendidikan. Studi kasus mutakhir meruntuhkan keyakinan

ini. Kedua, banyak profesional pendidikan secara terbuka

menyatakan bahwa mereka memiliki komitmen terhadap

tranformasi mutu Deming. Namun tindakan mereka

menunjukkan, mereka tidak mengembangkan filosofi baru

dalam pendidikan yang didasarkan pada 14 butir mutu

Deming. Mutu pendidikan tidak akan mengalami perbaikan

yang signifi kan sampai ada penyelesaian terhadap kedua

masalah tersebut.

c. Pengukuran. Secara tradisional ukuran mutu atas keluaran

pada lembaga pendidikan adalah prestasi siswa. Ukuran

dasarnya adalah hasil ujian. Bila hasil ujian bertambah baik,

maka mutu pendidikan pun membaik. Para profesional

150
pendidikan seharusnya belajar untuk mengukur mutu.

Mereka perlu memahami pengumpulan dan analisa data

yang diperlukan dalam proses pengukuran tersebut. Begitu

mereka belajar mengumpulkan dan menganalisa data, maka

mereka dapat mengukur dan menunjukkan nilai tambah

pendidikan.

d. Komitmen,Setiap individu dalam lembaga pendidikan harus

memiliki komitmen pada mutu. Bila mereka tidak memilki

komitmen, proses transformasi mutu tidak akan dapat

dimulai. Setiap orang perlu mendukung upaya mutu. Mutu

merupakan perubahan budaya yang menyebabkan

organisasi merubah cara kerjanya. Orang biasanya sulit

untuk mau berubah, namun manajemen harus mendukung

proses perubahan dengan memberi penndidikan, perangkat,

sistem dan proses untuk meningkatkan mutu.

e. Perbaikan berkelanjutan. Konsep dasarnya, mutu adalah

sesuatu yang dapat diperbaiki. Menurut filosofi manajemen

lama, “ jika belum rusak, janganlah diperbaiki”. Mutu

151
didasarkan pada konsep bahwa setiap proses dapat

diperbaiki dan tidak ada proses yang sempurna. Menurut fi

losofi manajemen yang baru, “ jika belum rusak perbaikilah,

karena bila anda tidak melakukannya orang lain pasti

melakukannya”. Inilah yang disebut konsep perbaikan

berkelanjutan atau dikenal pula dengan perbaikan terus-

menerus.

BAB V MUTU PENDIDIKAN

Mutu pendidikan dapat dilihat dalam dua hal, yakni mengacu

pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Proses pendidikan

dianggap atau dinilai bermutu apabila seluruh komponen

pendidikan terlibat dalam proses pendidikan itu sendiri.

Faktorfaktor dalam proses pendidikan meliputi berbagai aspek,

seperti bahan ajar, metodologi, sarana sekolah, dukungan

administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta

penciptaan suasana yang kondusif. Mutu pendidikan dalam konteks

hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah

pada setiap kurun waktu tertentu. Prestasi sekolah dapat pula


152
berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti

suasana, disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dan

sebagainya (Suryosubroto, 2004).

Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan strategi

untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produkif. Hal ini

disebabkan dalam konsep MBS, pengambilan keputusan diletakkan

pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran yaitu sekolah,

meskipun standar pelayanan minimnya ditetapkan oleh pemerintah,

akan tetapi sekolah lebih leluasa dalam mengelola sumber daya,

sumber dana, sumber belajar dalam mengalokasikannya sesuai

dengan prioritas kebutuhan di sekolah (Jalaluddin, 2015). Diyakini

bahwa Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan

suatu model pelaksanaan kebijakan desentralisasi bidang

pendidikan, sehingga dapat dijadikan suatu konsep inovatif dalam

penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

A. Manajemen Berbasis Sekolah


1. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah

153
Mutu pendidikan dalam konteks hasil pendidikan mengacu

pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu

tertentu. Prestasi sekolah dapat pula berupa kondisi yang tidak

dapat dipegang (intangible) seperti suasana, disiplin, keakraban,

saling menghormati, kebersihan, dan sebagainya (Suryosubroto,

2004). Manajemen berbasis sekolah secara konsepsional akan

membawa perubahan terhadap peningkatan kinerja sekolah dalam

peningkatan mutu, efisiensi manajemen keuangan, pemerataan

kesempatan dan pencapaian tujuan politik (demokrasi) suatu bangsa

lewat perubahan kebijakan desentralisasi diberbagai aspek baik

politik, edukatif, administratif, maupun anggaran pembiayaan

pendidikan.

Manajemen berbasis sekolah selain akan meningkatkan

kualitas belajar mengajar dan efisiensi operasional pendidikan, juga

tujuan politik terutama demokrasi di sekolah. Manajemen berbasis

sekolah (MBS) merupakan strategi untuk mewujudkan sekolah yang

154
efektif dan produktif. Hal ini disebabkan dalam konsep MBS,

pengambilan keputusan diletakkan pada posisi yang paling dekat

dengan pembelajaran yaitu sekolah, meskipun standar pelayanan

minimnya ditetapkan oleh pemerintah, akan tetapi sekolah lebih

leluasa dalam mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar

dalam mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan di

sekolah (Jalaluddin, 2015). 65

Istilah MBS (manajemen berbasis sekolah) adalah terjemahan

langsung dari School-Based Management yang secara luas berarti

pendekatan politis untuk mendesain ulang organisasi sekolah

dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada partisipan

sekolah pada tingkat lokal guna memajukan sekolah. Partisipan

sekolah adalah kepala sekolah, guru, konselor, pengembang

65
Jalahuddin. 2015. Implementasi Manajemen berbasis Sekolah di SMA Kabupaten
Aceh Utara. http://journal.um.ac.id/index.php/pendidikan-dan-
pembelajaran/article/view/7749/3568
155
kurikulum, administrator, orangtua siswa, masyarakat sekitar, dan

siswa. 66

Sementara itu Myers dan Stonehill mengemukakan, MBS

adalah strategi untuk memperbaiki pendidikan dengan mentransfer

otoritas pengambilan keputusan secara Signifikan dari pemerintah

pusat dan daerah ke sekolah-sekolah secara individual dengan

memberi kepala sekolah, guru, siswa, orangtua dan masyarakat

untuk memiliki kontrol yang lebih besar dalam proses pendidikan

dan memberikan mereka tanggung jawab tentang dana, personel dan

kurikulum.67

Perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan manajemen

pendidikan. Salah satunya adalah dengan manajemen berbasis

sekolah (MBS) memberikan otonomi yang luas kepada sekolah untuk

66
Priscilia Wohlstetter dan Susan Albers Mohrman, Assessment of School-
BasedManagement:Studies of Education Reform,. (U.S.A:Departement of Education
Office of Education Research dan Improvement, 1996.), hal 7
67
Dorothy Myers and Robert Stonehill. School Based Management. Office of
Research Education: Consumer Guide. 1993.
156
pengambilan keputusan secara partisipatif dengan melibatkan

masyarakat secara secara langsung. Diyakini bahwa Penerapan

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan suatu model

pelaksanaan kebijakan desentralisasi bidang pendidikan, sehingga

dapat dijadikan suatu konsep inovatif dalam penyelenggaraan

pendidikan di sekolah

Dalam otonomi pendidikan sekarang ini peranan sebagai

stakeholder akan tersebar kepada pihak yang berkepentingan, tidak

hanya di tangan aparat pemerintah pusat. Salah satu model

pengelolaan pendidikan yang sedang digagas Departemen

Pendidikan Nasional adalah apa yang disebut manajemen barbasis

sekolah, yang memberi otonom kepada kemandirian sekolah.

Keberhasilan dalam pelaksanaan MBS sangat ditentukan oleh

perwujudan kemandirian manajemen pendidikan pada tingkat

kabupaten atau kota.

B. Mutu Pendidikan dan Kriteria Sekolah Efektif


157
1. Sekolah Bermutu Memuaskan Pelanggan

Terdapat anggapan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah

dapat dikatakan berhasil jika memiliki pengangkatan mutu proses,

produk, dan pembelajaran. Mutu memiliki berbagai pengertian

namun dapat dikatakan sebagai keadaan yang sesuai dengan standar

yang telah dilakukan. Barang atau jasa dapat dikatakan memiliki

mutu bila memenuhi kebutuhan konsumen. Mutu dalam konteks

pendidikan mencakup pada komponen input, proses, output dan

dampaknya.

Komponen masukan atau input dapat dikatakan sebagai

beberapa hal, yaitu: (a) Kondisi sumber daya manusia; (b)

Kurikulum, sumber belajar, sarana dan prasarana pendidikan; (c)

Terpenuhinya kriteria masukan berupa perangkat lunak seperti

peraturan sekolah, struktur organisasi, dan deskripsi kerja; (d) Mutu

masukan yang bersifat keinginan berupa visi, misi, motivasi, etika

kerja, dan cita-cita. Mutu dalam proses pendidikan berupa

kemampuan sekolah dalam mengelola sumber daya berupa berbagai

jenis input untuk mencapai suatu hasil perkembangan tertentu bagi

158
peserta didik. Kesehatan, keamanan, disiplin, saling hormat,

keakraban, dan kepuasan merupakan hal-hal yang diterima oleh

subjek yang menerima dan memberikan jasa layanan. Output yang

dianggap bermutu dapat terindikasi dari kelulusan peserta didik dari

satu sekolah. Peserta didik diharapkan memiliki kompetensi,

keterampilan, akhlak mulia, dan kecerdasan emosional untuk

menjadi manusia yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat.

Manajemen berbasis sekolah dikatakan bermutu jika memiliki

sumber daya manusia yang bekerja dengan efektif dan efisien. Maka

penting bagi sekolah untuk memiliki ketertiban dalam proses

administrasinya. Contoh ketertiban tersebut adalah mekanisme kerja

yang efektif dan efisien secara horizontal maupun vertikal. Penting

untuk tenaga pendidik dan kependidikan memiliki mind set atau

mental kerja dalam menyikapi tugas dan fungsi dengan penuh rasa

tanggung jawab. Kedewasaan tersebut merupakan indikasi

manajemen berbasis sekolah yang bermutu. Merujuk pada pendapat

Edward Sallis (1993), sekolah yang bermutu memiliki ciri – ciri

sebagai berikut:

159
a. Sekolah berfokus pada pelanggan, baik pelanggan internal

maupun eksternal. Pelanggan sekolah terdiri dari tiga

komponen, yaitu pelanggan primer (peserta didik),

pelanggan sekunder (orang yang berkepentingan terhadap

mutu jasa pendidikan), dan pelanggan tersier (pelanggan

yang tidak berhubungan langsung dengan proses pendidikan,

namun terlibat kepentingan mutu jasa pendidikan karena

memanfaatkan hasil layanan jasa).

b. Sekolah berfokus pada upaya untuk mencegah masalah yang

muncul, dalam makna ada komitmen untuk bekerja secara

benar dari awal

c. Sekolah memiliki investasi pada sumber daya manusianya.

Komitmen ini perlu dijaga jangan sampai mengalami

“kerusakan”, karena “kerusakan psikologis” sangat sulit

untuk diperbaiki.

160
d. Sekolah memiliki strategi untuk mencapai kualitas, baik di

tingkat pimpinan, tenaga akademik, maupun tenaga

administratif.

e. Sekolah mengelola atau memperlakukan keluhan sebagai

umpan balik untuk mencapai kualitas dan memposisikan

kesalahan sebagai instrumen untuk berbuat benar pada

peristiwa atau kejadian berikutnya.

f. Sekolah memiliki kebijakan dalam perencanaan untuk

mencapai kualitas, baik perancanaan jangka pendek, jangka

menengah, maupun jangka panjang.

g. Sekolah mengupayakan proses perbaikan dengan melibatkan

semua orang sesuai dengan tugas pokok, fungsi, dan

tanggung jawabnya.

161
h. Sekolah mendorong orang yang dipandang memiliki

kreativitas, mampu menciptakan kualitas, dan meransang

yang lainnya agar dapat bekerja secara berkualitas.

i. Sekolah memperjelas peran dan tanggung jawab setiap

orang, termasuk kejelasan arah kerja secara vertikal dan

horizontal.

j. Sekolah memiliki strategi dan kriteria evaluasi yang jelas.

k. Sekolah memandang atau menempatkan kualitas yang telah

dicapai sebagai jalan untuk memperbaiki kualitas layanan

lebih lanjut.

l. Sekolah memandang kualitas sebagai bagian integral dari

budaya kerja.

m. Sekolah menempatkan peningkatan kualitas secara terus

menerus sebagai suatu keharusan.

162
Tentu ciri tersebut dapat dilakukan bila terdapat dukungan

yang memadai sesuai dengan konteks yang dimiliki oleh sekolah itu

sendiri. Struktur organisasi menjadi kriteria untuk mencapai mutu

yang diinginkan. Secara umum, struktur organisasi dan mekanisme

kerja sekolah yang dikehendaki menurut konsep manajemen mutu

terpadu (MMT) seperti berikut ini :

a. Struktur organisasi sekolah mampu melancarkan proses

pengelolaan mutu secara menyeluruh dan kondusif bagi

perbaikan kualitas.

b. Struktur organisasi sekolah mampu mengutamakan kerja

sama yang solid secara tim kerja.

c. Struktur organisasi sekolah mampu mengurangi fungsi

kontrol yang tidak perlu.

163
d. Struktur organisasi sekolah mampu mereduksi pekerjaan-

pekerjaan yang dilakukan secara repetitif atau tumpang-

tindih akibat kesalahan struktur kerja.

e. Struktur organisasi sekolah mampu membentuk tim yang

terstruktur dengan sistem manajemen yang sederhana,

tetapi efektif.

f. Struktur organisasi sekolah mampu mengupayakan agar

semua anggota tim memahami visi lembaga.

g. Struktur organisasi sekolah mampu mengupayakan agar

semua anggota tim mampu memahami potensi lembaga, baik

yang riil ada maupun yang mungkin diakses.

h. Struktur organisasi sekolah mampu mengupayakan agar

keseluruhan proses kerja berada di bawah satu komando

yang hubungan kerjanya sederhana.

164
i. Struktur organisasi sekolah mampu melakukan penilaian

untuk menentukan keberhasilan kerja sebuah sekolah.

Kemampuan kepala sekolah untuk menjadi pemimpin yang

mampu berkomunikasi dengan bawahannya dalam mencapai tujuan

sangat diperlukan. Terdapat lima kemampuan dasar yang harus

dimiliki oleh kepala sekolah. Pertama, kepala sekolah memahami visi

organisasi dan memiliki visi kerja yang jelas. Kedua, kepala sekolah

mampu dan mau bekerja keras. Maksudnya, kepala sekolah tidak

cukup memiliki daya dorong kerja yang tinggi, tetapi juga harus

memiliki kemampuan fisik yang kuat. Ketiga, kepala sekolah tekun

dan tabah dalam bekerja dengan bawahan, terutama tenaga

administratif dan tenaga akademiknya. Keempat, kepala sekolah

memberikan layanan secara optimal dengan tetap tampil secara

rendah hati. Kelima, kepala sekolah memiliki disiplin kerja yang kuat.

165
2. Pendekatan Prakarsa Mutu

Prakarsa-prakarsa yang mendukung tercapainya tujuan mutu

yang diharapkan perlu dipilah untuk mencapai tujuan reformasi

pendidikan pada arah pengembangan. Terdapat kerangka yang

merujuk pada pengalaman beberapa neraga dalam peningkatan

mutu yang diinginkan, yaitu:

a. Pendekatan student – centered approach dalam proses

pembelajaran. Aspek kualitatif ini merujuk pada proses

peserta didik memperoleh pendidikan ketimbang melihat

outcome.

b. Pembentukan Asosiasi Guru untuk Peningkatan Mutu

Pendidikan (AGPMP). Lembaga ini pernah menjadi

pengalaman bagi Kanada yang memiliki The Educators’

Association for Quality Education (EAQE). Lembaga ini

memiliki tugas berupa merencanakan, melaksanakan, dan

166
mengawasi program yang menyangkut peningkat mutu dan

efektivitas pendidikan.

c. Pembentukan jaringan kualitas pendidikan (The Quality

Education Network, QEN). Dimana kualitas sekolah

dipengaruhi oleh orang tua, guru, dan sentra belajar.

d. Pembentukan Koalisi Sekolah-Sekolah Esensial (KSE). Brown

University membentuk KSE sebagai bentuk terobosan bagi

pendidikan dengan menerapkan prinsip umum. Terdapat

sembilan prinsip yang ada, yaitu: (1) Fokus intelektual; (2)

Tujuan-tujuan sederhana; (3) Semua anak dapat belajar; (4)

Personalisasi; (5) Siswa sebagai pembelajar aktif; (6)

Assesment autentik; (7) Sifat; (8) Staf sebagai generalis; (9)

Waktu dan anggaran.

Prakarsa-prakarsa yang merujuk dari pengalaman sekolah di

luar negeri dapat dimodifikasi sehingga cocok dengan kebutuhan

167
manajemen berbasis sekolah di Indonesia untuk meningkatkan mutu

pendidikan. Terdapat dua hal yang patut dijadikan perhatian dalam

meningkatkan mutu yaitu pembangunan SDM (individu dan

organisasi) serta pembangunan sektor pengembangan untuk

mengimplementasikan sistem pembelajaran berbasis hasil.

1. Kriteria Sekolah yang Efektif

Masyarakat sebagai konsumen dari jasa pendidikan memiliki

keinginan dan kebutuhan tersendiri dalam memenuhi pendidikan.

Manajer pendidikan berfokus pada menyeimbangkan antara produk

kerja inovasi manajemen pendidikan dan aplikasinya di sekolah-

sekolah. Sekolah yang mencapai keseimbangan di antara produk

kerja inovasi dan aplikasinya menjadikan sekolah yang efektif.

Berikut kriteria sekolah yang efektif :

a. Mempunyai standar kerja yang tinggi dan jelas mengenai

untuk apa setiap siswa harus mengetahui dan dapat

mengerjakan sesuatu.

168
b. Mendorong aktivitas, pemahaman multibudaya, kesetaraan

gender, dan mengembangkan secara tepat pembelajaran

menurut standar potensi yang dimiliki oleh para pelajar.

c. Mengharapkan para siswa untuk mengambil peran tanggung

jawab dalam belajar dan perilaku dirinya sendiri.

d. Mempunyai instrumen evaluasi dan penilaian prestasi belajar

siswa yang terkait dengan standar pelajar (learner

standards), menentukan umpan balik yang bermakna untuk

siswa, keluarga, staff, dan lingkungan tentang pembelajaran

siswa.

e. Menggunakan metode pembelajaran yang berakar pada

penelitian pendidikan dan suara praktik profesional.

f. Mengorganisasikan sekolah dan kelas untuk mengkreasikan

lingkungan yang bersifat memberi dukungan bagi kegiatan

pembelajaran.

169
g. Pembuatan keputusan secara demokratis dan akuntabilitas

untuk kesuksesan siswa dan kepuasan pengguna.

h. Menciptakan rasa aman, sifat saling menghargai, dan

mengakomodasikan lingkungan secara efektif.

i. Mempunyai harapan yang tinggi kepada semua staff untuk

menumbuhkan kemampuan profesional dan meningkatkan

keterampilan praktisnya.

j. Secara aktif melibatkan keluarga di dalam membantu siswa

untuk mencapai sukses.

k. Bekerja sama atau ber-partner dengan masyarakat dan pihak-

pihak lain untuk mendukung siswa dan keluarganya.

Mengubah konsep pendidikan sentralisasi menjadi

desentralisasi tidaklah mudah. Dibutuhkan komitmen dalam

melaksanakan perubahan dalam sistem pengelolaan sekolah menjadi

170
sekolah yang mandiri. Terdapat ciri yang mencerminkan

keberhasilan aplikasi manajemen sekolah yang baik melalui kinerja

pelaku untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan akan

meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Berikut merupakan

indikator keberhasilan secara relatif:

a. Efikasi dan efisiensi proses pembuatan keputusan.

b. Mendengarkan dan berkomunikasi dengan beragam

konstituen sekolah.

c. Adanya kaitan yang sinergis antara kebijakan Dinas atau

Depdiknas dan perencanaan perbaikan sekolah.

d. Parameter keputusan, di mana otoritas kebijakan bergeser

dari dominan pada Diknas atau Depdiknas ke dominan pada

sekolah.

171
e. Tindakan yang dilakukan merupakan representasi dari

kebutuhan dan keinginan konstituen.

Terdapat indikator lain yang perlu dicapai seperti adanya

hubungan kerja sama yang baik antara Diknas dan Depdiknas dan

sekolah dalam menjadi unit pembentukan keputusan. Hal ini

menunjukkan harusnya ada sifat kolaboratif dan kooperatif antara

Diknas dengan sekolah atau instansi terkait lainnya. Sekolah dalam

menjalankan sistem MBS yang bersifat efektif membutuhkan

dukungan dari berbagai faktor misalnya dengan riset dan percobaan

lebih lanjut guna mengembangkan sistem MBS yang sesuai dengan

kebutuhan di Indonesia. Hal ini terdukung dengan adanya kebijakan,

peran-peran stakeholder pendidikan, dan sistem yang sesuai itu

sendiri.

2. Efek Desentralisasi bagi Prestasi Belajar Siswa

Sejatinya, efek desentralisasi pendidikan pada prestasi belajar

siswa belum mendapat perhatian khusus dalam pembuktiannya.


172
Tujuan utama MBS bukan untuk mendongkrak prestasi siswa secaea

instan, melainkan melakukan pemberdayaan sekolah. Dalam kaitan

ini Komite Sekolah tentu harus membangun komitmen untuk

mendorong ke arah keberhasilan usaha-usaha MBS. Drury (1999)

menulis “More than any other limitation, stakeholder resistance may

affect the success or failure of site-based management attempts. In

order for schools to move forward in the change process toward site-

based management, it is imperative to have buy-in from school board

members, central office administration, building-level administration,

teachers, and teachers unions.”

Berdasarkan pendapat di atas, tentu terdapat tantangan

dalam praktisi MBS menuju efektif. Sebagai perencana yang baik,

maka kemungkinan konflik yang akan ada atas berubahnya sistem

pendidikan maka diperlukan kerja sama yang baik di Komite sekolah

dalam berkomitmen mengembangkan sekolah secara mandiri.

Konflik yang terjadi pada guru dan tenaga kependidikan patut

dipertimbangkan pula. Diknas juga dirujuk untuk memberikan

kebijakan yang dapat mengatur dengan baik, namun tetap

173
memberikan ruang untuk sekolah berkembang secara mandiri.

Bentuk implementasi manajemen berbasis sekolah dapat dilakukan

secara bebas namun tetap pada aturan, maka perlu bagi setiap

stakeholder untuk berbagi tanggung jawab demi meningkatkan

prestasi siswa. Tanggung jawab tersebut menurut David (1996)

mencakup:

a. Pengembangan acuan dasar yang mendukung MBS dan merumuskan

parameter proses yang dikehendaki.

b. Peninjauan rencana di tingkat sekolah dan dokumen

penyelenggaraan sebelum menyampaikannya kepada pengawas dan

Komite Sekolah untuk disetujui.

c. Menemukan cara untuk menyediakan sumber-sumber, pelatihan,

dan dukungan bagi sekolah.

d. Pengembangan sistem komunikasi dan tukar pendapat di antara

Dinas Diknas Kabupaten/Kota, sekolah, dan komunitas.

174
e. Evaluasi prosedur dan membuat perubahan sebagai keharusan

untuk menjamin keberhasilan usaha MBS.

Tujuan analisis mengenai dampak MBS terhadap proses

pembelajaran dapat dibantu dengan penelitian yang diangkat oleh

Dellar (2000) dari Curtin University. Terdapat enam dimensi dari

dampak MBS pada proses pembelajaran, yaitu: (1) Adanya

peningkatan partisipasi guru dalam membangun sekolah meskipun

tidak berkaitan dengan peningkatan kinerja guru; (2) Diperlukannya

rumusan yang jelas mengenai perencanaan sekolah dan pentingnya

sosialisasi pada guru yang terlibat dalam proses pembelajaran.

Meskipun sebagian hasil penelitian menyatakan bahwa tujuan

kurikulum tidak menjadi basis pemrograman di level sekolah; (3)

Guru memiliki persepsi bahwa sedikitnya dampak perencanaan pada

praktik pembelajaran; (4) Keharusan kolaborasi antar guru, adanya

evaluasi program pengajaran individual, dan supervisi dalam

penerjemahan prioritas dan desain perencanaan program sekolah;

175
(5) Sulitnya pemantauan outcomes secara efektif yang sesuai dengan

perencanaan; (6) Masalah yang muncul dari cost-effectiveness yang

diterapkan.

3. Pendidikan Berbasis Luaran

Seiring dengan perkembangan zaman, tercipta tuntutan

kebutuhan masyarakat yang berubah sesuai dengan keinginan pada

masa kini. Perkembangan tersebut membuat praktisi pendidikan

menyarankan akan adanya reformasi dalam konsep fundamental

dari pendidikan berbasis luaran atau PBL. PBL secara khusus

berfokus pada outcomes atau makna yang dimiliki oleh siswa dalam

mencapai tujuan pembelajaran. Luaran bagi masyarakat sebagai

konsumen digambarkan sebagai keterampilan, kemampuan,

pengetahuan, dan sikap. Terdapat pergeseran norma yang terjadi

akibat kemajuan IPTEK yang dialami oleh masyarakat pada masa

kini. Pergeseran tersebut menuntut adanya kebutuhan luaran yang

patut menyesuaikan diri dengan perkembangan. Norma yang

dimaksud mencakup beberapa hal, yaitu:

176
a. Adanya asumsi sikap profesional yang dikedepankan, dimana

win-win results diharapkan dalam kerja sama.

b. Terjadinya pergeseran ekstisensial dari organisasi birokratis ke

organisasi tim.

c. Kultur kerja yang berubah dari negatif menjadi positif, seperti

penekanan pada sumber daya yang insiatif, percaya diri, dan

otonom di bawah payung manajemen lembaga atau dewan

sekolah.

Pada peningkatan kualitas hasil luaran pendidikan tidak

terhindar dari beberapa faktor yangmendukung. Pertama,

menciptakan perubahan dari proses pembelajaran dari

penguasaanmateri menjadi pembelajaran berdasarkan hasil akhir.

Kedua, penilaian hasil belajar pesertadidik berubah dari assessment

yang tidak autentik menjadi assessment yang berbasis kinerja.Ketiga,

berubahnya pembelajaran dari layanan berbasis kelompok menjadi

ke rencana studiyang berbasis personal. Keempat, adanya kooperasi

yang berfokus pada pemecahan masalah.Kelima, guru bukan hanya

sebagai sumber pengetahuan namun juga sebagai pelatih


177
danfasilitator yang handal. Keenam, sumber belajar yang

memanfaatkan perkembangan teknologi seperti penggunaan

internet.

C. Visi Kelembagaan Profesional dan Manajemen Berbasis Sekolah


1. Visi Baru Manajemen Sekolah

Visi pada dasarnya merupakan suatu pandangan yang

diharapkan terjadi di masa depan. Terdapat berbagai konsep lebih

jauh mengenai visi, di antaranya visi merupakan gambaran

mengenai lembaga di masa yang akan datang, merupakan suatu

inovasi yang menjadi acuan pencapaian, dan acuan dalam

menentukan strategi yang akan dilakukan oleh lembaga dalam

mencapai tujuan. Visi sendiri dalam lembaga pendidikan dapat

berupa pernyataan aspirasi dari sekolah itu sendiri, misalnya

Universitas Negeri Jakarta dengan visi "building future

leaders". Visi dapat mempengaruhi perilaku masyarakat yang

ada di sekolah.
178
Menurut Sudarwan (2008) visi tentunya memerlukan kriteria

dalam penyusunannya agar sesuai dengan kebutuan sekoah, yaitu :

a. Visi yang mampu merangsang kreativitas dan bermakna secara

fisik-psikologis bagikepala sekolah, guru, staf tata usaha, dan

anggota komite sekolah

b. Visi yang dapat menumbuhkan kebersamaan dan pencarian

kolektif bagi kepala sekolah,guru, staf tata usaha, dan anggota

komite sekolah untuk tumbuh secara profesional.

c. Visi yang mampu mereduksi sikap egoistik-individual atau

egositik-unit ke formal

d. berpikir kolegialitas, komprehensif, dan bekerja dengan cara-

cara yang dapat diterimaoleh orang lain.

e. Visi yang mampu merangsang kesamaan sikap dan sifat dalam

aneka perbedaan padadiri kepala sekolah, guru, staf tata usaha,

dan anggota komite sekolah, sekaligusmenghargai perbedaan

dan menjadikan perbedaan itu sebagai potensi untuk

majusecara sinergis.

179
f. Visi yang mampu merangsang seluruh anggota, dari hanya

bekerja secara proforma kekinerja riil yang bermaslahat, efektif,

efisien, dan dengan akuntabilitas tertentu.

2. Standar Mutu Layanan Persekolahan

Pada manajemen berbasis sekolah, sifat hierarki dalam

organisasi bergeser menjadiorganisasi yang saling bekerja sama.

Komunitas sekolah dituntut untuk bekerja samadalam mengelola

sekolah dengan tujuan yang sama. Namun, hal ini masih

menjadikesulitan bagi warga sekolah untuk memahami kepentingan

bersama dalammencapai tujuan sekolah. Manajemen partisipatif

merupakan rujukan darimanajemen berbasis sekolah dimana

hierarki diganti dengan keseluruhan yangkooperatif. Masalah yang

muncul dalam manajemen partisipatif adalah (Sudarman 75:2008):

a. Pemahaman konsep manajemen partisipatif yang minim.

b. Aplikasi konsep manajemen partisipatif yang tidak sesuai.

c. Pemahaman akan konsep pendidikan dan pembelajaran yang

kurang.

180
d. Tradisi ketergantungan pada lembaga "atas" yang

sudah berlangsung terlalu lama.

e. Profesionalisme kependidikan dan keguruan yang belum

merata.

f. Etos kerja komunitas sekolah yang tidak selaras.

g. Rasa saling percaya yang kurang.

h. Rendahnya dukungan kerja pada ketatalaksanaan sekolah.

i. Dimensi fasilitas atau sarana dan prasarana pendidikan.

j. Dukungan masyarakat yang belum menunjang.

k. Etos belajar siswa yang belum sesuai dengan tuntutan

masyarakat.

4. Multikelompok Kerja dalam Kerangka MBS

Akhir-akhir ini muncul variasi tipe organisasi sekolah yang

tumbuh secara sukses dalam membudayakan kerja dengan jalan

membentuk kelompok kerja. Kelompok kerja ini diberi tambahan

181
tanggung jawab dan umumnya hal itu berdampak pada peningkatan

kualitas dan kuantitas produksi kerja mereka. Kelompok kerja ini

dengan tanggung jawab yang diperbarui, dapat dalam bentuk tim

pengajaran, kelompok perencana, tim pengendalian mutu,

departementalisasi, divisi pekerjaan, program unit pembelajaran

terpadu, atau kelompok pendukung profesional. Esensi penugasan

kelompok ini adalah agar anggotanya dapat merangsang loyalitas

dan berfungsi memberikan dorongan secara psikologis, sebagai

perluasan atas tugas profesional kelompok. Kelompok kerja ini,

bagaimanapun susunannya dapat melatih fungsi kontrol kualitas dan

”memaksa” individu memperbaiki basis profesional yang dapat

diidentifikasikan sebagai sosok guru ideal.

Barangkali banyak guru yang menunjukkan isyarat bahwa

mereka tidak tertarik atau tidak siap menerima tanggung jawab baru

sebagai anggota kelompok. Akan tetapi, menempatkan guru dalam

satu kelompok kerja tetap dipandang penting karena dapat

182
mendorong mereka untuk tampil kreatif, lebih daripada sekadar

menyediakan suasana yang menimbulkan rasa aman. Banyak

anggota kelompok profesi formal yang merencanakan dan bekerja

bersama-sama untuk mengaktualkan kemampuan profesionalnya. Di

lingkungan lembaga pendidikan dan persekolahan, kelompok

tersebut dapat berupa Kelompok Kerja Guru (KKG) Kelompok Kerja

Kepala Sekolah (KKKS), Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS),

Musyawarah Guru Bidang Studi atau Mata Pelajaran (MGBS atau

MGMP), dan lain-lain

Melalui aneka kelompok kerja tersebut, iklim profesional

dapat diciptakan sehingga orang-orang berbagi, bertanya,

memberikan saran, membuat keputusan, dan berbagi dorongan

emosi. Berkaitan dengan KKG, Djam’an Satori (1989) antara lain

menggariskan beberapa fungsi dominannya, seperti (1) sebagai

ajang pertemuan atau silaturahmi antarsesama guru, karena melalui

forum ini mereka dapat saling mengenal dan memupuk rasa

183
kekeluargaan di antara rekan sejawat; (2) sebagai wadah bertukar

pikiran dan pengalaman antarsesama guru; (3) sebagai wadah

pemecahan masalah yang dihadapi sehari-hari; (4) sebagai wadah

peningkatan kemampuan profesional; (5) sebagai wadah menimba

pengalaman dari guru senior; (6) sebagai wadah kerja sama untuk

memecahkan masalah yang dihadapi oleh guru dalam keseharian

tugasnya; (7) memupuk sikap kritis dan terbuka terhadap

perubahan-perubahan atau inovasi baru dalam bidang pendidikan,

terutama pembelajaran; (8) sebagai wahana bagi guru untuk

mengoreksi atau menyadarkan diri atas kelemahannya; (9)

menambah pengetahuan dan kecakapan baru; (10) mengembangkan

kreativitas; (11) memupuk rasa ingin tahu; (12) membangun

kepercayaan pada diri sendiri dan sejawat; (l3) mengembangkan

sikap saling menghargai terhadap orang lain; (14) membina rasa

persatuan dan kesatuan sesama guru; (15) mengembangkan

184
Kemampuan memimpin; (16) mengurangi kebosanan kerja; (17)

menumbuhkan rasa cinta dan menghargai profesi; dan lain-lain.

Kelompok kerja melahirkan satu atau multiproses jika

dikelola secara rasional. Satu hal yang harus diingat, kelompok kerja

berpotensi untuk menciptakan konflik, meski hal itu tidak lebih dari

sebuah konflik biasa. Program pengembangan staf dapat ditawarkan

mungkin untuk menolong guru mengatasi konflik, mengatasi stres,

dan menggunakan teknik resolusi konflik untuk memajukan

kelompok. Jika diorganisasikan secara bertujuan, didorong oleh

perilaku kepemimpinan yang baik, prosedur kerja yang mantap,

evaluasi atas keberhasilan dipandu dengan kriteria yang tepat,

penugasan yang jelas dan bentuk komunikasi yang baik, kelompok

kerja guru dapat difungsikan dan dijalankan dengan produktivitas

yang masuk akal, karena dengan cara seperti itu para guru dapat

menerima tambahan tanggung jawab.

185
Untuk tujuan itu, sistem, aturan, dan filosofi dasar perlu

dibuat. Sangat mungkin di dalamnya muncul pengisolasian dan

keterisolasian untuk kemudian membangun prakarsa penyatuan.

Pengisolasian guru, misalnya, menderanya dengan aneka peraturan

yang ketat, kemungkinan menjadi satu kelemahan yang paling besar

dari sistem sekolah negeri.

Ketika MBS diterapkan, jaminan sepihak dari sekolah yang

otonom dapat saja memunculkan kebebasan yang tiba-tiba dapat

saja melahirkan bencana besar. Buku karya Snyder dan Anderson

(1986) secara cermat mencontohkan sumber informasi mengenai

kelompok kerja. Mereka menekankan bahwa sejarah, budaya, dan

konstruksi bangunan sekolah mendorong terjadinya pengisolasian

guru. Mungkin konsep isolasi ini muncul dari suatu ruangan atau

akibat dari desain ruangan di sekolah, misalnya, ruang kerja kepala

sekolah, ruang kerja guru, ruang kerja petugas usaha kesehatan

186
sekolah, ruang kerja guru bimbingan konseling, dan ruang kerja

pelayanan bantu lainnya.

Keadaan masyarakat sekarang yang rumit dan berbagai hal

yang biasa terjadi di sekolah mendorong guru sebagai tenaga

profesional harus sering berdiskusi dengan para koleganya.

Beberapa pilihan dari cara yang ada untuk memeran isolasi guru

yang sudah sukses diterapkan bertahun-tahun di beberapa tempat

berbeda, dikemukakan oleh Snyder dan Anderson (1986), yaitu

sebagai berikut:

a. tim pengajar;

b. sistem tidak bertingkat;

c. banyak tingkat/bermacam tingkatan kelas (3-4-5-6);

d. taman pendidikan;

187
e. pengelompokan pengajaran yang berbeda yang bersifat

sementara;

f. penataan staf (staffing) yang berbeda-beda;

g. perencanaan sistem administratif kerumahtanggaan sekolah;

h. sekolah alternatif;

i. sekolah mini;

j. sekolah yang menarik;

k. sekolah dengan pilihan atau derayonisasi;

l. pengajaran yang terprogram;

m. pengajaran berbasis komputer;

n. belajar mandiri;

o. kelompok belajar yang kooperatif;

p. pusat sumber belajar; pendidikan individual yang terarah;

q. pusat media;

188
r. perencanaan yang matang, kelompok kecil, kelompok besar,

dan pembelajaran individu;

s. pembelajaran yang bersifat tuntas;

t. sekolah di ruangan terbuka;

Jika sekolah mampu mengorganisasikan beberapa di

antaranya, berarti hal ini adalah suatu penerapan manajemen

sekolah yang istimewa. Penelitian Snyder dan Anderson (1986) telah

menciptakan beberapa prinsip pengorganisasian sekolah yang

efektif. Di sini, pengguna harus terlibat dalam perencanaan pada

proses pertumbuhan apa pun. Secara normatif beberapa prinsip

yang dimaksud disajikan berikut ini:

189
a. Iklim sekolah yang produktif, di mana tidak ada masalah

berapa besar yang muncul dari keberagaman hasil dialog

kelompok, pengambilan keputusan dan tindakan yang ada.

b. Inisiatif memacu produktivitas akan lebih mudah

diwujudkan oleh kelompok yang bekerja sama dalam

menyelesaikan tugas tertentu daripada usaha individual,

kecuali kalau pekerjaan itu sangat spesifik dan menuntut

keahlian tunggal.

c. Pelibatan kelompok kecil cenderung menghasilkan kejelasan

tujuan yang lebih, usaha koordinasi yang lebih besar dan

kepercayaan yang lebih besar untuk bekerja sama secara

produktif.

d. Mengorganisasikan sekolah menjadi pengelompokan yang

permanen dimaksudkan untuk mencapai tujuan

pengembangan khusus yang bersifat jangka panjang.

190
Sebaliknya, membentuk kelompok sementara untuk

melengkapi tugas jangka pendek sekolah secara keseluruhan.

e. Keanggotaan lima sampai tujuh orang adalah ukuran

kelompok kerja kecil yang optimal.

Kelompok kerja ini dapat dikategorikan menjadi tiga jenis

atau tipe, yaitu tim pengajar permanen, kelompok kerja sementara,

dan kelompok kepemimpinan. Tim pengajar permanen adalah

kelompok guru yang sebidang keahlian atau kekhususan. Kelompok

kerja sementara dapat berupa satuan tugas untuk mendesain atau

menyelesaikan persoalan khusus. Kelompok kepemimpinan,

misalnya, kepala sekolah dan wakil kepala sekolah atau kelompok

tertentu yang dikader sebagai calon pimpinan sekolah. Beberapa

191
guru bisa saja dilibatkan ke dalam tipe kelompok itu, dengan tetap

konsisten bahwa mereka harus menjadi. tim pengajaran.

Menjadi tim Pengajaran tidak berarti bahwa guru harus terus

mengajar melainkan juga melakukan tugas administratif, sosial, dan

tugas ekstra lainnya. Meski kelompok kerja guru itu bersifat

permanen, dalam aman setiap orang bekerja melalui kelompok dan

akan terus berlangsung selama tahun ajaran, pengelompokan itu

akan bersifat cukup fleksibel untuk diadakan perubahan

personalianya dan/atau perubahan tugas saat dibutuhkan.

Kelompok kecil harus dipimpin oleh orang yang memiliki

kemampuan khusus dan pelatihan kepemimpinan dapat

memfasilitasi efektivitas kelompok itu. Pemimpin dapat dipilih,

terpilih, atau sukarela. Dari kepemimpinan manapun, kelompok

mengharapkan pemimpin yang terpilih memperlihatkan

kepemimpinan (misalnya, tujuan yang jelas, tetap memusatkan pada

diskusi, membawa kelompok pada pengambilan keputusan, dan

192
evaluasi perkembangan). Pemimpin kelompok kecil harus memiliki

rasa pencapaian tujuan, prosedur pengambilan keputusan, hubungan

antar personal, dan bangunan tim (Ross, 1989).

5. Hubungan Antarindividu dan Uraian Tugas

Inti kegiatan manajemen adalah proses penggerakan sumber

daya untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Sejalan dengan itu,

MBS berintikan bukan hanya otonomi sekolah, melainkan bagaimana

dengan MBS itu terjadi optimalisasi pemberdayaan seluruh

komunitas sekolah dengan segala perangkat pendukungnya. Satu hal

umum tentang masalah manajemen lingkungan sekolah harus

berkaitan dengan produktivitas. Istilah produktivitas di sini

mewakili kata efisiensi (proses), efektivitas (produk), dan kesehatan

iklim kerja (kondisi) ketika pengelolaan sekolah berbasis MBS itu

beroperasi. Upaya ini tidak jarang menemukan ganjalan karena

193
Dinas Diknas seringkali tidak mau melimpahkan kewenangan

mereka. Bahkan, pada banyak kasus, pemerintah kabupaten atau

kota pun terlalu dominan. Pejabat yang berada pada level ini

cenderung pukul rata, tanpa adanya pemahaman bahwa pengelolaan

institusi pendidikan harus lebih menampilkan kaidah-kaidah

profesional ketimbang birokratis.

Tradisi kerja komunitas sekolah yang tidak otonom alias

banyak menggantungkan diri pada prakarsa pejabat di atasnya

menjadi salah satu penyebab tidak mudah mengimplementasikan

MBS. Pada sisi lain, partisipasi masyarakat untuk ”bergabung”

dengan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah belum menunjukkan

gairah yang signifikan.

Komponen kunci penerapan pemberdayaan adalah gaya

evaluasi, mekanisme pengembangan, dan sistem pengawasan.

Prinsip umum evaluasi guru dengan menggunakan pendekatan

management by objectives (MBOs) sebagaimana pernah disarankan

194
agaknya layak diikuti. Apa yang perlu dikuatkan di sini adalah

hubungan antara individu dan tujuan kelompok kerja. Uraian

pekerjaan untuk guru di bawah sistem pendelegasian harus benar-

benar memuat pernyataan tentang tugas kelompok kerja dan

harapan bahwa dalam beberapa derajat guru akan memusatkan

usaha profesionalnya terhadap suksesnya pemenuhan tujuan unit

kelompok kerja mereka. Di samping dimaksudkan untuk

menjelaskan peran guru. pernyataan tentang uraian tugas ini

menguatkan proses pengawasan dari kelompok kerja. Konsep

dasarnya disajikan seperti berikut ini:

a. Individu menentukan jenis dan satuan tujuan jangka panjang

dan tujuan jangka pendek, termasuk tujuan tahunan yang

dapat diukur sesuai dengan misi pembentukan kelompok

kerja mereka.

195
b. Kelompok kerja bersama-sama menentukan tujuan tahunan

yang menerangkan strategi utama yang akan diharapkan

oleh kelompok kerja agar unit ini dapat membantu sekolah

memenuhi tujuan jangka panjangnya.

c. Beberapa bentuk pengawasan dilembagakan. Ini dapat

dijadikan sebagai pemenuhan opsi, seperti observasi

terbimbing, pelatihan sejawat, umpan balik siswa, rekaman

audio visual untuk kritik, presentasi portofolio (posisi

kewajiban), dan lain-lain. Pemimpin tim, dewan guru satu

departemen atau bidang keahlian, dan asisten kepala dapat

diambil bagian dalam proses ini

d. Proses peninjauan sumatif pekerjaan tahunan dilaksanakan

oleh kepala atau perancangnya berdasarkan aktivitas

sebelumnya. Sebagai hasilnya, yaitu rekomendasi pembaruan

kontrak, perpanjangan waktu, pensiunan, tanpa program,

tugas kelompok kerja, tindakan remedial, dan promosi.

196
Tujuan yang ingin dicapai dalam kerangka pribadi dan unit

atau lembaga perlu ditulis dan dirumuskan secara jelas. Semua unit

tujuan dan tujuan guru secara individu menuntut penghargaan dari

semua administrator sekolah. Di sekolah menengah banyak guru

mengoptimalkan kinerjanya dengan tujuan agar anak didiknya dapat

menggapai studi di perguruan tinggi. Jika tujuan ini yang

dikehendaki, tujuan pencapaian masing-masing mata pelajaran

cenderung menjadi bias. Bias itu pun kerap kali mewarnai tujuan

sejati pendidikan untuk pernanusiaan, lebih dari sekadar

kemampuan menyelesaikan soal-soal ujian, hanya sekedar tahu, atau

hanya sebatas cerdas. Setidaknya seorang guru harus memiliki

perencanaan sebagai ukuran tujuannya, mengajar dengan

merencanakan cara cara baru untuk mendongkrak kinerja capaian

setiap mata pelajaran.

Tujuan ini berhubungan dengan sebagian besar tujuan unit.

Tujuan itu seharusnya dideskripsikan sedemikian rupa, misalnya

197
dalam kerangka pengawasan administratif normal, pengawasan

kelompok kerja, kontrak kerja, komitmen atas persatuan guru,

menjaga fungsi dasar personalia, dan harapan guru.

Sistem manajemen berdasarkan sasaran secara khusus

didesain untuk memperkaya tujuan, kreativitas, inovasi organisasi,

dan perbaikan sekolah. Perbaikan yang dimaksudkan disini

menganut filosofi Kaizen atau perbaikan secara terus-menerus

(continous improvement). Kepala sekolah bertanggung jawab untuk

mengawasi bahwa semua ini diperiksa dan terdapat keseimbangan,

tetapi prinsip utama kepercayaan dan profesionalisme harus

diutamakan, karena tidak ada sistem akuntabilitas yang berjalan

tanpa kepercayaan dan profesionalisme. Adakalanya sistem evaluasi

didasarkan pada minoritas guru yang membutuhkan adanya

perhatian. Sebaliknya, adakalanya sistem ini berdasar pada

mayoritas guru yang cerdas, termotivasi, terpercaya, dan profesional.

Pemberdayaan guru dan komunitas sekolah lainnya sangat

198
membantu dan memperkuat konsep ini. Daftar strategi

pengembangan sekolah tidaklah tetap dan tidak pula bertahan.

Selalu ada perubahan personalia, karakteristik organisasi siswa,

kondisi sosial dan lingkungan, ekonomi serta hal lain yang tidak

terdapat dalam kendali sekolah.

6. Pertemuan Guru dan Pemecahan Masalah

Dalam alur perjalanan rencana sekolah ketika guru menerima

pendelegasian pekerjaan, peran kelompok kecil sangat diperlukan.

Kelompok kerja guru berskala kecil efektif untuk memecahkan

masalah atau mengadakan pertemuan bagi aneka keperluan. Jika ada

prosedur internal yang membunuh atau merintangi pemberdayaan,

pertemuan kelompok kecil biasanya efektif untuk mengatasinya.

Rintangan partisipasi pada kelompok kecil mudah direduksi

ketimbang kelompok besar. Anggota kelompok kecil pun lebih

199
memahami hal-hal yang harus mereka kerjakan daripada anggota

kelompok besar yang partisipasinya cenderung semu.

Pada banyak situasi sekolah, bekerja secara efektif pada

kelompok kecil tidak akan terjadi secara otomatis. Pelatihan dan

pengembangan pada area ini harus memberikan hasil, setidaknya

dalam jangka panjang. Sayangnya, pelatihan kelompok kecil

sepertinya tidak begitu diperhatikan pada tingkat guru.

Kemungkinan administrator pendidikan atau kepala sekolah

menduga bahwa siapa saja yang dapat mengajar akan dapat

berpartisipasi dan memimpin kelompok kecil. Pendapat ini adalah

keliru karena pelatihan ini memuat persyaratan khusus, seperti

keterampilan, pengembangan rasa kerja sama, pembangkitan

motivasi, dan berbagai tanggung jawab

Mengirimkan pemimpin tim pada sesi pelatihan dapat

berlangsung jika tersedia uang. Ketersediaan uang untuk mengirim

orang mengikuti pelatihan tidaklah menggaransi hasil karena yang

200
lebih utama setelah peserta pelatihan itu kembali, mereka kerap kali

mengalami pengalaman yang sulit untuk dicontoh dan diaplikasikan

pada situasi sekolah sendiri. Kepala sekolah dan kondisi lingkungan

sekolah tidak selalu terbuka terhadap perubahan. Lebih

menyedihkan lagi, materi penataran cenderung itu lagi dan itu lagi.

Bukan nilai tambah baru yang diperoleh oleh peserta pelatihan,

melainkan kejenuhan.

Cara lain yang dapat dilakukan adalah menyewa konsultan

dari luar (outsourcing) ke sekolah untuk menolong seluruh staf

dalam proses kelompok kecil. Outsourcing adalah penggunaan jasa

tenaga ahli atau tenaga terampil dari luar dengan pola kerja

(biasanya) secara kontrak atau menurut skedul kerja tertentu. Sesi

ini biasanya berorientasi pada proses dan dapat juga digunakan

untuk membangun spirit kesetiaan dan kebersamaan anggota (esprit

de corps) serta sebagai aktivitas membangun sebuah tim. Dengan

merangkum pendapat Benyamin (1978), Leland (1976), dan Fox

201
(1987), berikut ini disajikan beberapa saran berkaitan dengan

interaksi kelompok kecil.

a. Pada perspektif sosial atau psikologikal, pertemuan secara

keseluruhan harus berorientasi kelompok. Dengan kata lain,

peran pemimpin lebih utama sebagai fasilitator daripada

pemimpin. Kepemimpinan dalam sebuah kelompok tidak

hanya sebagai sesuatu yang pemimpin lakukan, tetapi

sesuatu yang digambarkan oleh pemimpin tentang

partisipasinya. Kenyataannya, walaupun ada pemimpin yang

diangkat, kepemimpinan dibagi variasi bakat, pengalaman,

dan pengetahuan ada pada setiap pertemuan dan ketika

mungkin harus digunakan.

202
b. Semua sumber menekankan bahwa seluruh partisipan harus

menjadi pendengar aktif. Mendengarkan, memparafrasakan,

dan meringkas adalah kombinasi tanggung jawab anggota.

Komunikasi tercapai dengan baik dalam kelompok saat

orang-orang secara aktif, sungguh-sungguh, dan tanpa sikap

individualis mendengarkan tidak hanya kata-kata, tetapi Juga

kesungguhan, perasaan, dan nilai pembicara.

c. Proses pengambilan keputusan yang terencana sangat

diperlukan. Baik pemimpin maupun anggota perlu

mengetahui metode pengambilan keputusan sebelum agenda

pertemuan berjalan.

d. Waktu dan lamanya pertemuan harus diatur sesingkat

mungkin. Seperti pada kualitas putaran pertemuan dan

lamanya digambarkan di bagian awal, pertemuan singkat

yang dilakukan setelah atau pada saat Jam sekolah tidak

203
boleh melebihi satu jam. Individu guru akan lebih siap

berpartisipasi jika mereka mengetahui batasan waktu.

e. Agenda yang disiapkan lebih disukai. Agenda yang telah

dibuat sebelum pertemuan sangat membantu. Jika kepala

sekolah atau guru tidak mempunyai waktu untuk

mempersiapkan sebuah agenda untuk sebuah pertemuan,

jangan adakan pertemuan. Jika mereka tidak dapat

melakukannya dengan baik, jangan lakukan. Pernyataan ini

terdengar ekstrim, tetapi waktu bagi seorang pendidik

profesional sangat mahal.

f. Baik proses pertemuan maupun kualitas keputusan perlu

diawasi. Teknik evaluasi untuk tugas dan proses dapat

dilakukan dengan mudah dan cepat, tetapi kemungkinan hal

penting tentang hasil evaluasi pertemuan adalah ”Kami

menghargai waktu Anda”.

204
g. Partisipan harus waspada terhadap masalah yang dipikirkan

oleh kelompok. Ini adalah dinamika umum dalam kelompok

yang berarti pemikiran orang-orang didasarkan pada terkaan

mereka tentang hal yang diinginkan kelompok dan mereka

dapat menarik kembali informasi, nilai, atau perasaan karena

tekanan kelompok. Cara untuk meminimalkan masalah ini

adalah berupa penggunaan kartu masukan (input card) yang

anonim (tanpa nama atau dengan nama samaran) untuk

penentuan agenda, teknik delfi (delphi technique) yang

menyediakan anonimiti, pemilihan yang tertutup, cara

pengambilan suara yang berbeda seperti pertimbangan

respons atau pembuatan susunan peringkat pilihan, metode

angka yang berbeda, dan akhirnya keterampilan pemimpin

dalam meyakinkan orang-orang untuk berbicara pada

suasana yang tidak menekan.

205
h. Menentukan tujuan pertemuan dengan hati-hati. Yakinkan

setiap orang tahu kapan pertemuan berakhir. Cobalah untuk

menerima masukan dari semua partisipan, akan tetapi

hindari ”menelusuri seluruh lingkaran” mekanisme sebuah

pertemuan sangat penting, jangan menerima semua tujuan

orang-orang ketika pertemuan berakhir.

i. Gunakan brainstorming dengan benar, yaitu dengan

menunda evaluasi dan pemutusan tentang suatu pemikiran

sampai beberapa waktu kemudian. Bedakan antara aktivitas

brainstorming dan aktivitas lain seperti pengambilan

keputusan. Jika pemimpin atau siapa saja ingin orang-orang

tumbuh kreatif; jangan membuat komentar yang

menghakimi tentang pendapat mereka. Jika pimpinan atau

siapa saja tidak ingin munculnya orang-orang jadi kreatif,

jangan diadakan pertemuan.

206
j. Kelompok biasanya membutuhkan beberapa jenis rekaman

data atau informasi dari sekretaris. Tape recorder dapat

menambah atau memperbesar proses ini dan waktu dapat

dipersingkat lebih minimum. Sama halnya dengan agenda,

satu rekaman harus dipersiapkan selama pertemuan, siapa

yang mempresentasikan dan keputusan nyata apa yang

dibuat.

k. Aturan yang muncul ”seketika” mendapat tempat, tetapi pada

sebagian besar hal itu dihindari.

7. Guru dan Peran-Peran Baru

207
Kesiapan menerima peran baru selalu ada di dalam diri

pribadi orang-orang yang mempunyai motif berprestasi tinggi. Peran

baru itu diharapkan tidak semata-mata berimplikasi material atau

finansial. Umumnya, ada sedikit pelatihan pelayanan guru yang

dimaksudkan mempersiapkan mereka untuk menerima peran baru

sebagai profesional yang diberi pemberdayaan atau menerima

delegasi tugas tertentu.

Kemampuan, keahlian, dan keterampilan yang sesungguhnya

banyak diperoleh ketika peran-peran baru itu dijalankan. Di sinilah

makna sejati pembelajaran organisasi (learning organization). Orang

mengalami proses pembelajaran secara terus-menerus bersamaan

dengan pelaksanaan tugas keorganisasian.

Peran baru (new roles) dapat saja bervariasi antar sekolah,

antarguru, dan antarkelompok kerja. Meski berbeda-beda,

diharapkan guru dapat menerima peran baru, seperti berikut ini:

208
a. Menentukan tujuan individu dan tujuan profesional yang

tertulis dengan baik, dapat diukur dan dapat diterapkan pada

tujuan unit, sekolah, dan daerah.

b. Membicarakan dengan kepala sekolah tentang tujuan ini dan

dapat meyakinkannya bahwa tujuan telah dilaksanakan.

c. Menjadi kontak personal (orang utama dihubungi) oleh

orang tua anak di unitnya.

d. Menjadi juru bicara untuk pekerjaan sekolah atau menjadi

penghubung antara sekolah dan publik.

e. Bersiap untuk duduk dalam pertemuan tim yang efektif dan

efisien, selain berpartisipasi pada proses saling berbagi

pekerjaan.

209
f. Membantu tim membuat keputusan di sekolah dan berlatih

dalam membuat keputusan kelompok dengan berbagai

metode.

g. Menjadi tim penilai atau juri yang cakap atas materi

kurikulum. Mengetahui cara menyeleksi, menjalankan, dan

mengevaluasi materi pengajaran.

h. Bertindak sebagai pasangan pelatih atau counterpart

pelatihan tertentu.

i. Bertindak sebagai pasangan evaluator yang memanfaatkan

sistem evaluasi sekolah dan teknik observasi, selain memiliki

sikap yang objektif dan profesional.

j. Pembiasaan atas variasi teknik pengajaran, termasuk

mengetahui teknik yang terbaik bagi siswa dan mengetahui

waktu menggunakan teknik ini.

210
k. Dapat meyakinkan peran baru ini secara objektif dan cerdas

pada orang tua siswa.

l. Mendalami pemahaman tes yang standar, waktu

menggunakannya, dan proses menginterpretasikan atau

menerjemahkannya.

m. Menjadi spesialis masalah mata pelajaran pada satu atau

lebih bidang. Menjadi pendidik umum.

n. Menyusun test in house untuk pencapaian mata pelajaran.

o. Menulis tujuan pengajaran untuk memenuhi subjek (mata

pelajaran) utama.

p. Mengelola anggaran unit.

q. Mengawasi guru-guru siswa.

r. Bertindak sebagai mentor bagi guru baru.

211
s. Menyewa guru baru sebagai bagian tim pemeriksa.

t. Pandai menggunakan komputer.

u. Menjaga pendidikan pengajaran dan kecenderungan

kebijakan pendidikan dalam status yang tidak ketinggalan

zaman.

Pengembangan staf sangat penting dalam membantu guru

menerima peran baru ini. Sepuluh bumbu penting bagi rencana

pengembangan profesional yang produktif adalah sebagai berikut:

a. Merumuskan tujuan pengembangan profesi seluruh sekolah.

b. Membangun tujuan tim dan bidang keahlian tahunan.

212
c. Menerapkan sistem evaluasi yang mengembangkan orientasi.

d. Merencanakan program pengembangan profesional yang

berinteraksi dengan program evaluasi.

e. Melibatkan tenaga akademik dalam prosesnya.

f. Bereksperimen dengan aktivitas pasangan pelatihan. Jika

tercapai, kemudian menyatukannya dengan program jangka

panjang.

g. Mengadakan sistem mentor dan dorongan bagi guru yang

bermasalah.

h. Mengadakan sistem pendorong yang berkelanjutan bagi guru

bermasalah

i. Meyakinkan adanya komitmen anggaran yang cukup

213
John Daresh (1987) menyimpulkan tujuh hasil penting dari

penelitian pada pengembangan staf berikut ini:

a. Guru harus percaya mengenai esensi program

pengembangan staf Untuk menawarkan saran praktis,

misalnya saran mengatasi masalah berkepanjangan yang

dihadapi di kelas.

b. Pengembangan staf dipandang dengan lebih positif jika

direncanakan dengan penyatuan pandangan partisipan

dalam penyeleksian isi.

c. Tingkat pengalaman guru memiliki pengaruh yang besar

terhadap isi yang diinginkan pada pengembangan staf.

214
d. Pengembangan staf guru yang diinginkan ialah lebih pada

proses berks. lanjutan daripada sebuah pengalaman belajar

”sekali tembak”.

e. Partisipan pengembangan staf perlu secara aktif dilibatkan

dalam pembelajaran.

f. Hasil dari program pengembangan staf yang memungkinkan

partisipasi untuk mencapai beberapa tujuan penting individu

seperti akan diterapkan di sekolah dengan ketahanan awal

yang lebih kecil dan berlangsung dalam waktu yang lama.

g. Guru menyukai jika pasangannya merencanakan dan

menyampaikan program pengembangan staf

Beberapa program pengembangan didesain untuk

keseluruhan staf akademik, kelompok kecil seperti departemen

215
(bidang keahlian, jurusan), atau semua guru baru dan lain-lain.

Sementara yang lainnya didesain bagi perkembangan dan

pertumbuhan individu. Pengesampingan intervensi yang dilakukan

pengawas yang cerdas terhadap seorang guru selama proses

evaluasi, sebagai satu alat yang paling kuat pada pengembangan staf

adalah satu konsep yang secara umum menunjukkan pada pelatihan

sejawat (peer coaching). Pelatihan semacam ini berpengaruh pada

kemampuan memberi bantuan dan pengajaran, seperti

menyelesaikan tugas sendiri, menolong yang lain, dan membuat

program pengembangan. Pascapelatihan, dukungan kepala sekolah

bagi proses implementasi menjadi keharusan. Banyak staf yang

mengalami frustrasi setelah pulang dari pelatihan karena kondisi

internal sekolah tidak kondusif.

Dilihat dari aspek intemal guru, tidak semua yang

menyelesaikan penataran memiliki beban moral, akademik, sosial,

dan kolegial untuk mampu mengaplikasikan hasil penataran. Agar

216
mereka mampu mengaplikasikannya, sekolah harus menyediakan

hal-hal seperti:

a. Ada deskripsi kerja (job description) yang biasanya memuat

pernyataan yang menggambarkan tentang siapa melakukan

apa. Sedapat mungkin peran digambarkan secara tertulis dan

disetujui oleh guru dan manajemen dengan tim pengajar atau

unit kerja.

b. Guru harus mengetahui kemajuan tentang apa dan

bagaimana mereka mengevaluasi dan sebagian besar bahwa

evaluasi didasarkan pada uraian tugas itu, baik tugas

akademik maupun administratif.

c. Harus ada filosofi pengajaran bagi sekolah dan taktik guru

untuk unit kerja. Konsep ini harus secara jelas dipahami oleh

217
seluruh anggota yang berpartisipasi. Pemahaman ini dapat

memberi ruang bagi kebebasan akademik yang lebih luas dan

pilihan metode oleh guru. Hal ini sebaiknya didiskusikan

setidaknya satu tahun sekali. Konsep ini lebih sebagai kasus

berbagi dan saling percaya daripada sekadar suatu uraian

tertulis. Pihak-pihak yang terkait penting juga memahami

teknik, metodologi, dan gaya yang kemungkinan tidak

disebutkan dalam uraian tugas atau pekerjaan.

d. Jika berbagai macam observasi terjadi, apakah itu

berpasangan, melalui pengawas, atau orang tua, harus

diperhatikan penyelesaian dan pemahaman perkembangan

dari tujuan observasi dan konferensi tentang tindak lanjut

(follow-up) berkaitan dengan tujuan yang harus dicapai. Guru

pada semua tingkatan perlu mengetahui jawaban mengenai

apa yang dilakukan oleh sejawat di kelasnya.

218
e. Harus ada sistem pengecekan (checkpoint) pada

pengetahuan guru terhadap mata pelajaran utama yang

ditugaskan. Jika pengetahuan guru tidak bertambah, perlu

diadakan aktivitas pelatihan. Kita memerlukan kemampuan

dalam memecahkan permasalahan yang telah

direkomendasikan pada banyak laporan pendidikan

nasional. Jika seorang guru mengetahui masalah mata

pelajarannya, dia akan lebih percaya diri, tidak ragu. Dengan

demikian, dia tidak akan mengalami stres, begitu juga halnya

dengan orang lain.

f. Saat guru memiliki segala bentuk pengawasan dan peran

kepemimpinan seperti pemimpin tim atau departemen, perlu

ada klarifikasi peran itu. Kekuasaan apa (jika ada) yang telah

diberikan atau didelegasikan.

8. Kontinuasi Profesionalisme

219
Perbaikan mutu secara terus-menerus merupakan inti filosofi

Kaizen Perbaikan itu berorientasi pada masukan, proses, luaran, dan

layanan pasca jual: Inti sumber perbaikan bukanlah pada fisiknya,

melainkan pada peningkatan profesionalitas manusia pengelola atau

pelaksana. Di sinilah esensi kontinuasi profesionalisme, yang di

dalam dunia persekolahan banyak difokuskan pada guru.

Keterlambatan atau kegagalan peningkatan mutu proses dan produk

pembelajaran seringkali dikaitkan dengan pertanyaan mengenai ada

atau tidak kontinuasi profesionalisme pada kalangan guru dan unsur

manajemen sekolah

Kata profesional merujuk kepada dua hal. Pertama adalah

orang yang menyandang suatu profesi. Orang yang profesional

biasanya melakukan pekerjaan secara otonom dan dia mengabdikan

diri pada pengguna jasa disertai dengan rasa tanggung jawab atas

kemampuan profesionalnya. Istilah otonom di sini bukan berarti

menafikan kolegialitas, melainkan harus diberi makna bahwa

220
pekerjaan yang dilakukan oleh seorang penyandang profesi itu

benar-benar sesuai dengan keahliannya.

Kedua adalah kinerja atau performance seseorang dalam

melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Pada tingkat

tinggi, kinerja itu dimuati unsur-unsur kiat atau seni yang menjadi

ciri tampilan profesional seorang penyandang profesi. Seni atau kiat

itu umumnya tidak dapat dipelajari secara khusus, meski dapat saja

diasah melalui latihan.

Profesionalisme berasal dari kata bahasa Inggris

professionalism yang secara leksikal berarti sifat profesional. Tidak

jarang pula orang yang berlatar belakang pendidikan yang sama dan

bekerja pada tempat yang sama menampilkan kinerja profesional

yang berbeda, serta berbeda pula pengakuan masyarakat kepada

mereka. Sifat profesional berbeda dengan sifat paraprofesional atau

tidak profesional sama sekali. Sifat dimaksud adalah seperti apa yang

221
dapat ditampilkan dalam perbuatan, bukan yang dikemas dalam

kata-kata yang diklaim oleh pelaku secara individual.

Profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen para

anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan

profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi yang

digunakannya dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya

itu.

Seseorang penyandang profesi dapat disebut profesional

ketika elemen inti itu sudah menjadi bagian integral dari

kehidupannya. Hasil studi beberapa ahli mengenai sifat atau

karakteristik profesi itu disimpulkan sebagai berikut:

a. Kemampuan Intelektual yang Diperoleh Melalui Pendidikan

Akademik

Pendidikan yang dimaksud adalah jenjang pendidikan tinggi.

Selain itu, kemampuan intelektual didapat pula dari pelatihan


222
khusus yang berkaitan dengan keilmuan yang dimiliki oleh seorang

penyandang profesi.

b. Memiliki Pengetahuan Spesialisasi

Pengetahuan spesialisasi adalah sebuah kekhususan

penguasaan bidang keilmuan tertentu. Siapa saja bisa menjadi

”guru”, tetapi guru yang sesungguhnya memiliki spesialisasi bidang

studi (subject matter) dan penguasaan metodologi pembelajaran.

c. Memiliki Pengetahuan Praktis yang Dapat Digunakan

Langsung oleh Orang Lain atau Klien

Pengetahuan khusus itu bersifat aplikatif . Aplikasi ini

didasari atas kerangka teori yang jelas dan teruji. Makin spesialis

seseorang, makin mendalam Pengetahuannya di bidang itu, dan

makin akurat pula layanannya kepada klien. Seorang guru besar

idealnya berbeda pengetahuan teoretis dan praktisnya dibandingkan

dengan dosen atau tenaga akademik biasa.

d. Memiliki Teknik Kerja yang Dapat Dikomunikasikan

(Communicable)
223
Seorang guru harus mampu berkomunikasi sebagai guru,

dalam makna apa yang disampaikannya dapat dipahami oleh peserta

didik.

e. Memiliki Kapasitas Mengorganisasikan Kerja Secara Mandiri

(Self Organization)

Istilah mandiri di sini berarti kewenangan akademiknya

melekat pada dirinya Pekerjaan yang dia lakukan dapat dikelola

sendiri, tanpa bantuan orang lain, meski tidak berarti menafikan

bantuan atau mereduksi semangat kolegialitas

f. Mementingkan Kepentingan Orang Lain (Altruism)

Seorang guru harus siap memberikan layanan kepada anak

didiknya pada saat bantuan itu diperlukan, baik di kelas, di

lingkungan sekolah, maupun di luar sekolah.

g. Memiliki Kode Etik

Kode etik ini merupakan norma-norma yang mengikat guru

dalam bekerja, misalnya kode etik PGRI, seperti tertera di atas.

224
Pendidik yang diberi kebebasan bertindak secara profesional,

pengawas sekolah yang melakukan tugas kepengawasan, guru yang

diberi beban selain mengajar, atau guru yang menerima tugas

tambahan sebagai kepala sekolah harus diberi penghargaan,

kepercayaan, dan prestise. Pada tingkat pribadi, mereka harus

menjadi manusia yang bertanggung jawab, memiliki kemampuan

profesional, dan mengembangkan intelektualnya secara terus-

menerus.

Manajemen di tingkat kompleks sekolah harus melakukan

kontrol kualitas pada tingkat yang tepat dan dapat

mengakomodasikan tuntutannya dengan baik. Pendidik adalah satu

profesi khusus yang menghendaki keterampilan, pengetahuan, latar

belakang pendidikan akademik, pelatihan vokasional, dan

kemampuan personal tertentu. Proses kontinuasi profesionalisme

guru tidak mengenal sebutan terlambat Guru bisa menjadi pendidik

yang profesional. Kuncinya adalah tersedia wahana pembinaan dan

225
pengembangan secara terus-menerus dan ada dorongan internal

bagi mereka untuk terus tumbuh

9. Menuju Arah Profesionalisme Kepala Sekolah

Kemajuan llmu pengetahuan dan teknologi di muka bumi ini

telah mengantarkan umat manusa kepada suatu zaman yang penuh

dinamika, penuh gejolak, penuh tantangan. Permasalahan, bahkan

keprihatinan yang tidak pernah dialami oleh umat manuala

sebelumnya (Gaffar, 1994). Proses globalisasi terjadi dalam

kecepatan yang amat tinggi sehingga batas negara, kebangsaan,

kebudayaan, etnis, waktu. dan tempat diterobos oleh kekuatan yang

amat dahsyat sehingga membuat para ahli sekalipun sulit

memprediksi apa yang akan terjadi besok.

226
Untuk menjawab tantangan seperti itu, sekolah sebagai

lembaga pendidikan formal harus menjadi center of exceleace atau

pusat keunggulan dalam keseluruhan wacana pengembangan

sumber daya mamana (SDM). Dengan demikian, pengelolaan sekolah

perlu mengalami pergeseran dari pola tradisional ke pola

pengelolaan sekolah secara modern. Semua pihak yang terkait

dengan lembaga sekolah harus memberikan perhatian besar

terhadap upaya pemberdayaan sekolah sehingga sekolah benar-

benar menjadi pusat dari segala pusat keunggulan. Untuk

menciptakan sekolah seperti itu, tanggungjawab utama (key person)

berada di pundak kepala sekolah. Dikatakan demikian karena sudah

lama diakui oleh pakar manajemen pendidikan, kepala sekolah

merupakan faktor kunci efektif tidaknya suatu sekolah. Kepala

sekolah dikatakan faktor kunci karena kepala sekolah memainkan

peranan yang sangat penting dalam keseluruhan spektrum

pengelolaan sekolah. Sebagai manajer pendidikan dang profesional,

kepala sekolah bertanggung jawab sepenuhnya terhadap sukses

227
tidaknya sekolah yang dipimpinnya. Ini berarti bahwa

profesionalisme kepala sekolah menjadi sebuah keharusan.

Pendapat Keller (1979) berikut semakin memperjelas

pernyataan tersebut. The key to the educational cookie is the

principal. The principal is the motivational yeast: how high the

students and the teachers rise to their challenge is the principals

responsibility. If some of the educational ingredients in our recipe are

missing, it is the responsibility of the principal to compensate by

invention or inovation or substitution on ifnothing else, by raising hell

with the pe0ple who stock his pantry.

Beberapa riset menyimpulkan bahwa kepala sekolah

memainkan peranan penting terhadap efektivitas sekolah (Wallcot,

1993). Studi yang dilakukan oleh Gilberg Austin terhadap semua

kepala sekolah di negara bagian Maryland, Amerika Serikat,

menunjukkan bahwa perbedaan antara sekolah yang berprestasi

tinggi dan yang rendah disebabkan oleh adanya pengaruh kepala

228
sekolahnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Ruth Love

dalam Edward Deroche (1995) yang menyatakan, ”I never seen a

good school without a good principals ”. Hal yang hampir sama

dikemukakan oleh James B. Conant dalam Edward Deroche (1996)

yang menyatakan, ”the difference between a good and a poor school is

often the difference between a good and a poor principals ”.

Di Indonesia, ada kecenderungan bahwa pengangkatan kepala

sekolah lebih banyak didasarkan pada aspek loyalitas, senioritas,

kinetja sebagai guru dan atau sebagai wakil kepala sekolah,

ketimbang melihat aspek kompetensi, kualifikasi akademis, dan

profesionalitas. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999

dinyatakan juga bahwa dalam sistem pendidikan nasional dapat

diselenggarakan program pendidikan spesialis sesuai dengan

kebutuhan. Pendidikan kekepala sekolahan, pada intinya,

merupakan ”pendidikan spesialis” atau katakanlah ”pelatihan

spesialis” untuk calon kepala sekolah atau mereka yang sedang

229
menjabat. Pendidikan khusus bagi mereka yang akan mengelola

satuan pendidikan merupakan suatu keharusan formal.

Kepmendikbud No. O85/U/l994 tanggal 14 April 1994 tentang

Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Sekolah di Lingkungan

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, pada Bab III Pasal (4)

dinyatakan sebagai berikut.

a. Masa jabatan kepala sekolah satu periode selama 4 (empat)

tahun.

b. Masa jabatan kepala sekolah dapat diperpanjang 1 (satu) kali

masa jabatan.

c. Guru yang telah menduduki jabatan kepala sekolah dua kali

masa jabatan benurut-turut dapat diangkat kembali menjadi

230
kepala sekolah setelah tenggang waktu sekurang-kurangnya 1

(satu) kali masa jabatan.

Program pendidikan bagi calon kepala sekolah

diorganisasikan dengan tujuan tertentu. Tujuan program pendidikan

khusus kekepalasekolahan disajikan berikut ini. Pertama, program

ini mendidik kepala sekolah untuk tampil secara lebih profesional

daripada kemampuan yang mereka miliki sekarang, yaitu mampu

mengantisipasi dan menghadapi perubahan yang cepat, khususnya

di bidang pendidikan dan mampu memberikan solusi yang tepat

dalam rangka memberdayakan sekolah menjadi center of excellent

dengan menggunakan metode ilmiah yang bersandar pada

pendekatan manajemen modern.

231
Kedua, program ini mendidik kepala sekolah yang memiliki:

(3) kompetensi dalam merumuskan visi, misi, tujuan, program, dan

strategi sekolah; (b) kompetensi dalam pengelolaan program sekolah

secara menyeluruh; (c) kompetensi dalam pengelolaan program

pengajaran; (d) kompetensi dalam pengelolaan murid; (e)

kompetensi dalam pengelolaan personel sekolah; (f) kompetensi

dalam pengelolaan keuangan sekolah; (g) kompetensi dalam

pengelolaan sarana dan prasarana; (h) kompetensi dalam

pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat.

Untuk mencapai kompetensi itu, isi program pendidikan

ditawarkan bagi persiapan profesional kepala sekolah. Sebagai

pemegang manajemen, kepala sekolah harus memiliki serangkaian

generic skills of management yang meliputi perencanaan,

komunikasi, pengorganisasian, dan pengontrolan (Tumey, 1997).

Aspek perencanaanmencakup peran: (l ) Visioning and formulating

mission, (2) making and goal setting, (3) designing programmes, (4)

232
determining and alocating reasource, dan (5) modibzing policy plans.

Peranan di bidang komunikasi meliputi: (1) comunication system,

(2) consulting with individuals and group, (3) developing skills, dan

(4) overcoming problems. Sebagai motivator mencakupi tugas: (l)

encouraging involment, (2) enhancing teaching condition, (3)

suppporting individual and group, dan (4) fostering climate and

morale. Bidang pengorganisasian meliputi tugas: (l) developing and

modijSJing organizational structures, (2) orienting participation and

establishing high expectation, (3) assigning and delegating authority,

(4) coordinating contributions of individuals and groups. Tugas-tugas

kepala sekolah dalam bidang pengontrolan meliputi: (1)

establishing standard, (2) injluencing performance, (3) monitoring

and evaluating, dan (4) initiating corrective action.

Kelima peranan yang harus dimainkan oleh kepala sekolah

dalam praktiknya antara satu peranan dan peranan yang lainnya

saling terkait. Peran dan tugas tersebut diimplementasikan, baik

233
pada konteks kelas (the context of the classroom), sekolah, serta

sekolah dan masyarakat (school cummunity), dan sistem pendidikan

secara menyeluruh (whole educational system), yang kesemuanya

harus bersinergi.

Mengacu kepada kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala

sekolah seperti yang telah dipaparkan tersebut maka pincipalship

training programmes should be focused on the purposes and realities

of school and the systems within which they operates, the

establishment of sound interpersonal relationship and the

development of problem solving skill (Turney, 1997); Kompetensi

yang harus dimiliki oleh kepala sekolah dikembangkan berdasarkan

kondisi objektif yang harus dikelola oleh kepala sekolah dan

antisipasi perkembangan di masa yang akan datang, khususnya

berkaitan dengan MBS.

234
235
DAFTAR PUSTAKA

(https://eprints.uny.ac.id/9870/2/BAB%202%20-

%2006209241002.pdf), Diakses padatanggal 10 September

2019 pukul 03. 55 WIB.

TheLiangGie,AdministrasiPerkantoran Modern,

(Yogyakarta:Liberty,1991)

HusainiUsman,ManajemenTeoriPraktikDanRisetpendidikan(Jakarta:B

umi Aksara,2008)

JamesA.F.Stoner,R.EdwardFreemandanDanielR.Gilbert,Jr.,Manageme

nt (New Jersey: Prentice-hall, inc., Englewood Clift,1995)

BengtKarlofdanSvanteOstblom,BenchmarkingaSignposttoExcellencei

nQualityandProductivity (New York: Jhon Willey&SonsInc,1995)

Christopher Lovelock, Product Plut: How to Product + Service

CompetitiveAdvantage (New York:McGraw-Hill,1994)

Jerry

HermandanJaniceL.Herman,EducationQualityManagement:Effective

236
Schools ThroughSystemic Change(Pennysylvania:Technomic

Publishing Company,Inc., 1994)

LaurieJ.Mullins,ManagementandOrganisationalBehaviour(Essex:Pear

son EducationLimited, 2005)

HildePenneman,“AutonomyinEducation:ReviewoftheCountryReport

s”,eds.

WalterBerka,JanDeGroofdanLildePenneman(Cambridge:Kluwer

LawInternational, 2000)

WahyuCaturAdinugroho,I.N.N.Suryadiputra,Bambang Hero

Saharjodan Labueni Siboro,Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan

danLahan Gambut(Bogor: WetlandsInternasional, 2004)

JohnR.Schermerhorn,Jr.,ExploringManagement(NewJersey:JohnWile

y &Sons,Inc., 2010)

MochSolekhan,PenyelenggaraanPemerintahanDesa,

(Malang:SetaraPress, 2012)

237
GaryYukl,LeadershipInOrganization,

(NewJersey:PearsonEducation,Inc., 2010)

Harold Kerzner, ProjectManagement: A System Approach toPlanning,

Scheduling,and Controlling, (Canada: John Wiley&Sons,Inc., 2019)

R.S.NaagarazandanA.A.Arivalagar,TotalQualityManagement(NewDel

hi: New AgeInternational (P),Ltd., 2005)

Richard W. Oliver,Whatis transparency?(NewYork: McGraw-Hill,

2004)

WarrenBennis,JamesO’Toole,danDanielGoleman,Transparansi:Bagai

manaPemimpin MenciptakanBudaya Keterbukaan(Jakarta:Libri,

2009)

Organization for Economic Co-operation and Development

(OECD), Transparency,(http;//stats,oecd,org/glossary/detail,asp?

ID=4474, 2002) Pierre Livet, What is Transparency? Psyche 11

(5), June 2005,

http;//psyche.csse.monash.edu.au/symposia/metzinger/Livet.pdf,

2006

238
TeachMeFinance.com-ExplainTransparancy

(http://www.teachmefinance.com/Financial_Terms/transparency.

html, 2008)

Michael G. Aamodt, Industrial/Organizational Pscychology (United

States: Thomson Wadsworth, 2007)

Scott Snell and George Bohlander, Human Resource Management

(Canada: Thomson, 2007)

ThomasS.BatemanandScottA.Snell,Management:Leading&Collaborati

on in a CompetitiveWorld(New York: McGraw-Hill, 2007)

JeniferM.GeorgeandGarethR.Jones,OrganizationalBehavior(NewJerse

y: Pearson Education,Inc,2002)

John R. Schermerhorn, Jr., James G. Hunt, and Richard N.

Osborn, OrganizationalBehavior(New Jersey: John Wiley&Sons,Inc.,

2002) Satish Mehra and Sampath Ranganathan, “Implementing

total quality management with a focus on enhancing customer

satisfaction”,

239
InternasionalJournalofQuality&ReliabilytyManagement,Vol.25No.

9,2008

MohammadTalha,“TotalQuality

Management(TQM):Anoverview”,Managing LibraryFinances,Vol. 17,

Number 1, 2004

SudarwanDanim,VisiBaruManajemenSekolah,dariUnitBirokrasikeLem

bagaAkademik,(Jakarta: Bumi Aksara, 2007)

Jamal Ma’mur Asmani, (Tips Aplikasi Manajemen Sekolah), DIVA

press

(anggotaIKAPI), 2012 Mulyasa, ManajemenBerbasisisSekolah,

(Bandung:PT.RemajaRosdakarya, 2006)

E. Mulyasa, ManajemenBerbasis Sekolah(Jakarta: RosdaKarya, 2004)

Departemen PendidikanNasional, PelatihanManajemen

BerbasisSekolahUnit2

(https://media.neliti.com/media/publications/65418-ID-

pendekatan-manajemen-mutu-terpadu-

untuk.pdf),Diaksespadatanggal10September2019pukul 04.50 WIB.


240
Yundri Akhyar, “Total Quality Management (manajemen mutu

terpadu)”, Jurnal Potensia vol.13 Edisi 1 Januari-Juni 2014

Husaini Usman, 2008, Manajemen Teori Praktik Dan Riset pendidikan,

Jakarta: Bumi Aksara,

Jerome S. Arcaro, 2007, Pendidikan Berbasis Mutu: Prinsip-Prinsi p

Perumusan dan Tata Langkah Penerapan, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Syafaruddin, dkk, 2002. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan,

Jakarta:Grasindo.

Syafaruddin, dkk. 2006. Pendidikan Bermutu Unggul, Bandung:

CitapustakaMedia.

Hanafiah Nanang. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung:

Refika Aditama.

Danim, Sudarwan,. 2003. Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan,

Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Soerdijarto, 2000. Pendidikan Nasional, Jakarta: Cinaps

241
Samani, Muchlas., Hariyanto. 2012. Konsep dan Model Pendidikan

Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Suhardan, Dadang. 2010. Supervisi Profesional (Layanan dalam

Meningkatkan Mutu Pengajaran di Era Otonomi Daerah). Bandung:

Alfabeta

Warsita, Bambang. (2008)Teknologi Pembelajaran: Landasan

&Aplikasinya, Jakarta: Rineka.

Saputra, Hatta. 2016. Pengembangan Mutu Pendidikan Menuju Era

Global: Penguatan Mutu Pembelajaran dengan Penerapan HOTS (High

Order Thinking Skills). Bandung: SMILE’s Publishing.

Kementerian Pendidikan Nasional, Badan Penelitian Dan

Pengembangan PusatKurikulum. 2010. Pengembangan Pendidikan

Budaya Dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas.

 Nahruddin, Zulfan. 2018. Isu-Isu Permasalahan SDM Pemerintahan.

Open Science Framework

242
Asia : HDI - Human Development Index by country - 2016, tersedia di

en.actualitix.com/country/asie/east-asia-human-development-

index.php

Sanjana, wina.2013. Penelitian pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.

Departemen Pendidikan Nasional, Direktrat Jenderal Pendidikan

Dasar dan Menengah. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20

Tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasional

http://humancapitaljournal.com/tingkatkan-kompetensi-sdm-

dalam-menghadapi-mea-2015/

Danim, S. (2012). Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: Bumi

Aksara.

Jalahuddin. (2015). Implementasi Manajemen berbasis Sekolah di

SMA kabupaten Aceh Utara.Retrieved from Jurnal Pendidikan dan

Pembelajaran: http://journal.um.ac.id/index.php/pendidikan-dan-

pembelajaran/article/view/7749/3568

243
244

Anda mungkin juga menyukai