Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar BelakangMasalah
Lembaga pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan
proses pendidikan karena lembaga berfungsi sebagai mediator dalam mengatur jalannya
pendidikan. Dan pada zaman sekarang ini tampaknya tidaklah disebut pendidikan jika tidak ada
lembaganya.
Lembaga pendidikan dewasa ini juga sangat mutlak keberadaannya bagi kelancaran
proses pendidikan. Apalagi lembaga pendidikan itu dikaitkan dengan konsep islam. Lembaga
pendidikan islam merupakan suatu wadah dimana pendidikan dalam ruang lingkup keislaman
melaksanakan tugasnya demi tercapainya cita-cita umat islam.
Keluarga, masjid, pondok pesantren dan madrasah merupakan lembaga-lembaga
pendidikan islam yang mutlak diperlukan di suatu negara secara umum atau disebuah kota secara
khususnya, karena lembaga-lembaga itu ibarat mesin pencetak uang yang akan menghasilkan
sesuatu yang sangat berharga, yang mana lembaga-lembaga pendidikan itu sendiri akan
mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan mantap dalam aqidah keislaman. Oleh
karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas masalah yang berkaitan dengan lembaga
pendidikan islam tersebut, yaituterkaitkonsepdanjenis-jenisLembagaPendidikan Islam.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas kami dapat memberikan beberapa rumusan masalah, yaitu:
1.      BagaimanakahkonsepLembagaPendidikan Islam secarasingkat?
2.      Apa saja jenis-jenis lembaga pendidikan islam?
C.    TujuanMasalah
1.      MengetahuikonsepLembagaPendidikan Islam secarasingkat.
2.      Memahamijenis-jenis lembaga pendidikan islam.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep Lembaga Pendidikan Islam
1.      Pengertian Lembaga Pendidikan Islam
Secara etimologi lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu yang memberi bentuk pada
yang lain, badan atau organisasi yang bertujuan mengadakan suatu penelitian keilmuan atau
melakukan sesuatu usaha. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa lembaga mengandung
dua arti, yaitu: 1) pengertian secara fisik, materil, kongkrit, dan 2) pengertian secara non-fisik,
non-materil, dan abstrak.[1]
Dalam bahasa inggris, lembaga disebut institute (dalam pengertian fisik), yaitu sarana atau
organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, dan lembaga dalam pengertian non-fisik atau abstrak
disebut institution, yaitu suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan. Lembaga dalam
pengertian fisik disebut juga dengan bangunan, dan lembaga dalam pengertian nonfisik disebut
dengan pranata.[2]
Secara terminologi, Amir Daiem mendefinisikan lembagapendidikan  dengan orang atau
badan yang secara wajar mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan. Rumusan definisi
yang dikemukakan Amir Daiem ini memberikan penekanan pada sikap tanggung jawab
seseorang terhadap peserta didik, sehingga dalam realisasinya merupakan suatu keharusan yang
wajar bukan merupakan keterpaksaan. Definisi lain tentang lembaga pendidikan adalah suatu
bentuk organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola-pola tingkah laku, peranan-peranan relasi-
relasi yang terarah dalam mengikat individu yang mempunyai otoritas formal dan sangsi hukum,
guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar.[3]
Daud Ali dan Habibah Daud menjelaskan bahwa ada dua unsur yang kontradiktif dalam
pengertian lembaga, pertama pengertian secara fisik, materil, kongkrit dan kedua pengertian
secara non fisik, non materil dan abstrak. Terdapat dua versi pengertian lembaga dapat
dimengerti karena lembaga ditinjau dari segi fisik menampakkan suatu badan dan sarana yang
didalamnya ada beberapa orang yang menggerakkannya, dan ditinjau dari aspek non fisik
lembaga merupakan suatu sistem yang berperan membantu mencapai tujuan.[4]
Adapun lembaga pendidikan islam secara terminologi dapat diartikan suatu wadah atau
tempat berlangsungnya proses pendidikan islam. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
lembaga pendidikan itu mengandung pengertian kongkrit berupa sarana dan prasarana dan juga
pengertian yang abstrak, dengan adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu, serta
penananggung jawab pendidikan itu sendiri.[5]
Pendidikan Islam termasuk masalah sosial, sehingga dalamkelembagaannya tidak terlepas
dari lembaga-lembaga sosial yang ada.Lembaga tersebut juga institusi atau pranata, sedangkan
lembaga sosialadalah suatu bentuk organisasi yang tersusun realatif tepat atas pola-polatingkah
laku, peranan-peranan dan relasi-relasi yang yang terarah dalammengikat individu yang
mempunyai otoritas formal dan sangsi hukum,guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial
dasar.
Menurut Pius Partanto, M. Dahlan Al Barry ”lembaga adalah badanatau yayasan yang
bergerak dalam bidang penyelenggaraan pendidikan,kemasyarakatan dan sebagainya”[6]
Menurut Muhaimin ”lembaga pendidikan Islam adalah suatu bentukorganisasi yang
mempunyai pola-pola tertentu dalam memerankanfungsinya, serta mempunyai struktur tersendiri
yang dapat mengikatindividu yang berada dalam naungannya, sehingga lembaga ini
mempunyaikekuatan hukum sendiri”.[7]
Merujuk dari pendapat di atas lembaga pendidikan Islam adalahtempat berlangsungnya
proses pendidikan Islam bersama dengan prosespembudayaan serta dapat mengikat individu
yang berda dalamnaungannya, sehingga lembaga ini mempunyai kekuatan hukum.
Pendidikan Islam yang berlangsung melalui proses operasionalmenuju tujuannya,
memerlukan sistem yang konsisten dan dapatmendukung nilai-nilai moral spiritual yang
melandasinya. Nilai-nilaitersebut diaktualisasikan berdasarkan otentasi kebutuhan
perkembanganfitrah siswa yang dipadu dengan pengaruh lingkungan kultural yang ada.
2.      Tujuan Lembaga Pendidikan Islam
Tujuan lembaga pendidikan Islam (madrasah) maka tidak terlepasdari tujuan pendidikan
Islam itu sendiri. Tujuan pendidikan Islam digalidari nilai-nilai ajaran Islam yang bersumber dari
al-Qur’an dan Hadits.
Menurut Muhaimin, ”Lembaga pendidikan Islam secara umumbertujuan untuk
meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayalan danpengalaman peserta didik tentang agama
Islam, sehingga menjadi manusiamuslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta
berakhlakmulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat berbangsa danbernegara”.[8]
Lembaga pendidikan Islam mempunai tujuan untuk mengembangkansemua potensi yang
dimiliki manusia itu, mulai dari tahapan kognisi, yaknipengetahuan dan pemahaman siswa
terhadap ajaran Islam, untukselanjutnya dilanjutkan dengan tahapan afeksi, yakni terjadinya
prosesinternalisasi ajaran dan nilai agama ke dalam diri siswa, dalam artimenghayati dan
meyakininya. Melalui tahapan efeksi tersebut diharapkanbertumbuh motivasi dalam diri siswa
dan bergerak untuk mengamalkandan menaati ajaran Islam ( tahap psikomotorik) yang
telahdiinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian, akan terbentukmanusia muslim yang
bertakwa dan berakhlak mulia.
3.      Tugas Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan Islam seperti halnya pada sekolah umumnya,adalah merupakan
lembaga pendidikan kedua setelah keluarga.Menurut An-Nahkawi, ”Tugas-tugas yang ditambah
oleh lembagapendidikan Islam adalah: 1.) merealisasikan pendidikan Islam yangdidasarkan atas
prinsip pikir, aqidah dan tasyri’ (sejarah) yang diarahkanuntuk mencapai tujuan pendidikan.
Bentuk dan realisasi itu adalah agaranak didik beribadah, mentahidkan Allah SWT, tunduk dan
patuh kepadaperintah dan syariat-Nya. 2.) Memelihara fitrah anak didik sebagai insanyang
mulia, agar tidak menyimpang dari tujuan Allah menciptakannya. 3.)Memberikan kepada anak
didik seperangkap peradaban dan kebudayaanIslami dengan cara mengintengrasikan antara ilmu-
ilmu alam, ilmu sosial,ilmu eksak, dengan landasan ilmu-ilmu agama, sehingga anak
didikmampu melibatkan dirinya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dantehnologi. 4.)
Membersihkan pikiran dan jiwa anak didik dari pengaruhsubyektivitas (emosi) karena pengaruh
zaman yang terjadi pada dewasaini lebih mengarahkan pada penyimpangan fitrah manusia.
5.)Memberikan wawasan nilai dan moral, dan peradaban manusia yangmembawa khasanah
pemikiran anak didik menjadi berkembang. 6.)Menciptakan suasana kesatuan dan kesamaan
antara anak didik. 7.) tugasmengkoordinasi dan membebani kegiatan pendidikan.
8.)Menyempurnakan tugas-tugas lembaga pendidikan keluarga, masjid danpesantren”
Tugas lembaga pendidikan pada intinya adalah sebagai wadah untukmemberikan
pengarahan, bimbingan dan pelatihan agar manusia dengansegala potensi yang dimilikinya dan
dapat dikembangkan dengan sebaikbaiknya.Tugas lembaga pendidikan Islam yang terpenting
adalah dapatmengantarkan manusia kepada misi penciptaannya sebagai hamba Allahsebagai
kholifah fi Al-Ardhi, yaitu seorang hamba yang mampu beribadahdengan baik dan dapat
mengembangkan amanah untuk menjaga dan untukmengelolah dan melestarikan bumi dengan
mewujudkan kebahagiaan dankesejahteraan seluruh alam.
B.     JENIS-JENIS LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir (2008) mengemukakan beberapa jenis lembaga
pendidikan islam, yaitu keluarga, masjid, pondok pesantren dan madrasah.Selain yang di
ungkapkandari Abdul MujibdanjusufMudzakkirjugaakandipaparkantentanglembagapendidikan
Islam MajelisTa’limdanPerguruanTinggi Islam (IAIN).
Keluarga Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Dalam Islam, keluarga dikenal dengan istilah usrah, nasl, ‘ali, dan nasb. Keluarga dapat
diperoleh melalui keturunan (anak, cucu), perkawinan (suami, istri), persusuan, dan
pemerdekaan.[9] Pentingnya serta keutamaan keluarga sebagai lembaga pendidikan islam
disyaratkan dalam al-Quran:[10] Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka”. (Q.S. al-Tahrim : 6)
Sebagai pendidik anak-anaknya, ayah dan ibu memiliki kewajiban dan memiliki bentuk
yang berbeda karena keduanya berbeda kodrat. Ayah berkewajiban mencari nafkah untuk
mencukupi kebutuhaan keluarganya melalui pemanfaatan karunia Allah SWT di muka bumi
(QS. Al-Jumu’ah : 10) dan selanjutnya dinafkahkan pada anak istrinya (QS. al-Baqarah: 228,
233). Kewajiban ibu adalah menjaga, memelihara dan mengelola keluarga di rumah suaminya,
terlebih lagi mendidik dan merawat anaknya. Dalam sabda Nabi SAW. dinyatakan: “Dan
perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanyai dari pimpinannya itu” (HR.
Bukhari-Muslim).[11]
Sebagai pendidikan yang pertama dan utama, pendidikan keluarga dapat mencetak anak agar
mempunyai kepribadian yang kemudian dapat dikembangkan dalam lembaga-lembaga
berikutnya, sehingga wewenang lembaga-lembaga tersebut tidak diperkenankan mengubah apa
yang telah dimilikinya, tetapi cukup dengan mengombinasikan antara pendidikan yang diperoleh
dari keluarga dengan pendidikan lembaga tersebut, sehingga masjid, pondok pesantren dan
sekolah merupakan tempat peralihan dari pendidikan keluarga.[12]
Secara umum, kewajiban orang tua pada anak-anaknya adalah sebagi berikut:[13]
1.      Mendo’akan anak-anaknya dengan do’a yang baik. (QS. al-Furqan: 74)
2.      Memelihara anak dari api neraka. (QS. at-Tahrim: 6)
3.      Menyerukan shalat pada anaknya. (QS. Thaha: 132)
4.      Menciptakan kedamaian dalam rumah tangga. (QS. an-Nisa’: 128)
5.      Mencintai dan menyayangi anak-anaknya. (QS. ali Imran: 140)
6.      Bersikap hati-hati terhadap anak-anaknya. (QS. al-Taghabun: 14)
7.      Mencari nafkah yang halal. (QS. al-Baqarah: 233)
8.      Mendidik anak agar berbakti pada bapak-ibu (QS. an-Nisa’: 36, al-An’am: 151, al-Isra’: 23)
dengan cara mendo’akannya yang baik.
9.      Memberi air susu sampai 2 tahun. (QS. al-Baqarah: 233)
Peranan para orang tua sebagai pendidik adalah:[14]
1.      korektor, yaitu bagi perbuatan yang baik dan yang buruk agar anak memiliki kemampuan
memilih yang terbaik bagi kehidupannya;
2.      inspirator, yaitu yang memberikan ide-ide positif bagi pengembangan kreativitas anak;
3.      informator, yaitu memberikan ragam informasi dan kemajuan ilmu pengetahuan kepada anak
agar ilmu pengetahuan anak didik semakin luas dan mendalam;
4.      organisator, yaitu memiliki keampuan mengelola kegiatan pembelajaran anak yang baik dan
benar;
5.      motivator, yaitu mendorong anak semakin aktif dan kreatif dalam belajar;
6.      inisiator, yaitu memiliki pencetus gagasan bagi pengembangan dan kemajuan pendidikan anak;
7.      fasilitator, yaitu menyediakan fasilitas pendidikan dan pembelajaran bagi kegiatan belajar anak;
8.      pembimbing, yaitu membimbing dan membina anak ke arah kehidupan yang bermoral, rasional,
dan berkepribadian luhur sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam dan semua norma yang berlaku di
masyarakat.

Masjid Sebagai Lembaga Pendidikan Islam


Secara harfiah, masjid adalah “tempat untuk bersujud”. Namun, dalam arti terminologi,
masjid diartikan sebagai tempat khusus untuk melakukan aktivitas ibadah dalam arti yang
luas[15]. Dalam bahasa Indonesia, masjid diartikan rumah tempat bersembahyang bagi orang
Islam. Di dalam bahasa inggris, kata masjid merupakan terjemahan dari kata mosque.[16]
Pendidikan Islam tingkat pemula lebih baik dilakukan di masjid sebagai lembaga
pengembangan pendidikan keluarga, sementara itu dibutuhkan sutau lingkaran (lembaga) dan
ditumbuhkannya. Dewasa ini, fungsi masjid mulai menyempit, tidak sebagaimana pada zaman
Nabi SAW. Hal itu terjadi karena lembaga-lembaga sosial keagamaan semakin memadat,
sehingga masjid terkesan sebagai tempat ibadah shalat saja. Pada mulanya, masjid merupakan
sentral kebudayaan masyarakat Islam, pusat organisasi kemasyarakatan, pusat pendidikan, dan
pusat pemukiman, serta sebagai tempat ibadah  dan I’tikaf.[17]
Al-‘Abdi menyatakan bahwa masjid merupakan tempat terbaik untuk kegiatan pendidikan.
Dengan menjadikan lembaga pendidikan dalam masjid, akan terlihat hidupnya Sunnah-sunnah
Islam, menghilangkan segala bid’ah, mengembangkan hukum-hukum Tuhan, serta
menghilangnya stratafikasi status sosial-ekonomi dalam pendidikan. Karena itu, masjid
merupakan lembaga kedua setelah lembaga pendidikan keluarga.[18]
Fungsi masjid dapat lebih efektif bila di dalamnya disediakan fasilitas-fasilitas terjadinya
proses belajar mengajar. Fasilitas yang diperlukan adalah sebagai berikut:[19]
1.      Perpustakaan, yang menyediakan berbagai buku bacaan dengan berbagai disiplin keilmuan.
2.      Ruang diskusi, yang digunakan untuk berdiskusi sebelum dan sesudah shalat jamaah. Program
inilah yang dikenal dengan istilah “I’tikaf ilmiah”.
3.      Ruang kuliah, baik digunakan untuk traning (tadrib) remaja masjid, atau juga untuk Madrasah
Diniyah. Omar Amin Hoesin memberi istilah ruang kuliah tersebut dengan Sekolah Masjid.
Kurikulum yang disampaikan khusus mengenai materi-materi keagamaan untuk membantu
pendidikan formal, yang proporsi materi keagamaannya lebih minim dibandingkan dengan
proporsi materi umum.
4.      Apabila memungkinkan, teknik ceramah dapat diubah dengan teknik komunikasi transaksi,
yakni antara penceramah dengan para audien, terjadi dialog aktif satu sama lain, sehingga situasi
dalam ceramah menjadi semakin aktif dan tidak monoton.
Menurut Abuddin Nata, terdapat dua peran yang dilakukan oleh masjid. Pertama, peran
masjid sebagai lembaga pendidikan informal dan nonformal. Peran masjid sebagai lembaga
pendidikan informal dapat dilihat dari segi fungsinya sebagai tempat ibadah shalat lima waktu,
shalat Idul Fitri, Idul Adha, berzikir dan berdo’a. Pada semua kegiatan ibadah tersebut terdapat
nilai-nilai pendidikan mental spiritual yang amat dalam. Adapun peran masjid sebagai lembaga
pendidikan nonformal dapat terlihat dari sejumlah kegiatan pendidikan dan pengajaran dalam
bentuk halaqoh (lingkaran studi) yang dipimpin oleh seorang ulama dengan materi utamanya
tentang ilmu agama Islam dengan berbagai cabangnya. Kegiatan tersebut berlangsung mengalir
sedemikian rupa, tanpa sebuah aturan formal yang tertulis dan mengikat secara kaku. Kedua,
peran masjid sebagai lembaga pendidikan sosial kemasyarakatan dan kepemimpinan. Hal-hal
yang berkaitan dengan kepentinagan masyarakat dapat dipelajari di masjid dengan cara
melibatkan diri dalam berbagai kegiatan yang bersiafat amaliah. Mereka yang banyak terlibat
dan aktif dalam berbagai kegiatan di masjid akan memiliki bekal pengetahuan, keterampilan, dan
kemandirian dalam melaksanakan tugas-tugas kemasyarakatan dan kepemimpinan.[20]
Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Kehadiran kerajaan Bani Umaiyah menjadikan pesatnya ilmu pengetahuan, sehingga
anak-anak masyarakat Islam tidak hanya belajar di masjid tetapi juga pada lembaga-lembaga
yang ketiga, yaitu “kuttab” (pondok pesantren). Kuttab, dengan karateristik khasnya, merupakan
wahana dan lembaga pendidikan Islam yang semula sebagai lembaga baca dan tulis dengan
sistem halaqah (sistem wetonan). Pada tahap berikutnya kuttab mengalami perkembangan pesat
karena didukung oleh dana dari iuran masyarakat serta adanya rencana-rencana yang harus
dipatuhi oleh pendidik dan peserta didik.[21]
Di Indonesia, istilah kuttab lebih dikenal dengan istilah “pondok pesantren” yaitu suatu
lemabaga pendidikan Islam yang di dalamnya terdapat seorang kiai (pendidik) yang mengajar
dan mendidik para santri (peserta didik) dengan sarana masjid yang digunakan untuk
menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukung adanya pemondokon atau asrama sebagai
tempat tinggal para santri.[22]
Menurut para ahli pesantren baru dapat disebut pesantren bila memenuhi lima syarat,
yaitu: (1) ada kiai, (2) ada pondok, (3) ada masjid, (4) ada santri, (5) ada pelajaran membaca
kitab kuning.[23]
Tujuan terbentuknya pondok pesantren adalah:[24]
1.      Tujuan umum, yaitu membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian
Islam, yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi mubalig Islam dalam masyarakat sekitar
melalui ilmu dan amalnya,
2.      Tujuan khusus, yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama
yang diajarkan oleh kiai yang bersangkutan serta dalam mengamalkan dan mendakwahkannya
dalam masyarakat.
Sebagai lembaga yang tertua, sejarah perkembangan pondok pesantren memiliki model-
model pengajaran yang bersifat nonklasikal, yaitu model sistem pendidikan dengan metode
pengajaran wetonan dan serogan. Di Jawa Barat, metode tersebut diistilahkan
dengan benndungan,  sedangkan di Sumatera digunakan istilah halaqah.[25]
1.      Metode wetonan (halaqah). Metode yang di dalamnya terdapat seorang kiai yang membaca
suatu kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab yang sama lalu santri
mendengar dan menyimak bacaan kiai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar
mengaji secara kolektif.
2.      Metode serogan. Metode yang santrinya cukup pandai men-sorog-kan (mengajukan) sebuah
kitab kepada kiai untuk dibaca dihadapannya, kesalahan dalam bacaannya itu langsung dibenari
kiai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengajar individual.
Ciri-ciri khusus dalam pondok pesantren adalah isi kurikulum yang dibuat terfokus pada
ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu sintaksis Arab, morfologi Arab, hukuk Islam, sistem
yurisprudensi islam, Hadis, tafsir Al-Quran, teologi islam, tasawuf, tarikh, dan retorika. Dan
literatur ilmu-ilmu tersebut memakai kitab-kitab klasik yang disebut dengan  istilah “kitab
kuning”.[26]
Pada tahap selanjutnya, pondok pesantren mulai menampakkan eksistensinya sebagai
lembaga pendidikan islam yang terdapat, yaitu di dalamnya didirikan sekolah, baik formal
maupun nonformal. Akhir-akhir ini pondok pesantren mempunyai kecenderungan-
kecenderungan baru dalam rangka inovasi terhadap sistem yang selama ini digunakan, yaitu:[27]
1.      Mulai akrab dengan metodelogi modern.
2.      Semakin berorientasi pada pendidikan yang fungsional, artinya terbuka atas perkembangan di
luar dirinya.
3.      Diversifikasi program dan kegiatan makin terbuka dan ketergantungannya dengan kiai tidak
absolute, dan sekaligus dapat membekali para santri dengan berbagai pengetahuan di luar mata
pelajaran agama maupun keterampilan yang diperlukan di lapangan kerja
4.      Dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.
Di pihak lain, pondok pesantren kini mengalami transformasi kultur, sistem dan nilai.
Pondok pesantren yang dikenal dengan salafiyah (kuno) kini telah berubah menjadi khalafiyah
(modern). Transformasi tersebut sebagai jawaban atas kritik-kritik yang diberikan pada pesantren
dalam arus transformasi ini, sehingga dalam sistem dan kultur pesantren terjadi perubahan yang
drastis, misalnya:[28]
1.      perubahan sistem pengajaran dari perseorangan atau serogan menjadi sistem klasikal yang
kemudian kita kenal dengan istilah madrasah (sekolah);
2.      pemberian pengetahuan umum disamping masih mempertahankan pengetahuan agama dan
bahasa arab;
3.      bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya keterampilan sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan masyarakat sekitar, kepramukaan untuk melatih kedisiplinan dan
pendidikan agama, kesehatan dan olahraga, serta kesenian yang islami;
4.      Lulusan pondok pesantren diberikan syahadah (ijazah) sebagai tanda tamat dari pesantren
tersebut dan ada sebagian syahadah tertentu yang nilainya sama dengan ijazah negeri.

Madrasah Sebagai Lembaga Pendidiakan Islam


Madrasah adalah isim masdar dari kata darasa yang berarti sekolah atau tempat untuk
belajar. Dalam perkembangan selanjutnya, madrasah sering dipahami sebagai lembaga
pendidikan yang berbasis keagamaan. Adapun sekolah sering dipahami sebagai lembaga
pendidikan yang berbasis pada ilmu pengetahuan pada umumnya. Madrasah sebagai lembaga
pendidikan merupakan fenomena yang merata di seluruh negara, baik pada negara-negara Islam,
maupun negara lainnya yang di dalamnya terdapat komunitas masyarakat Islam.[29]
Sebagian ahli sejarah berpendapat, bahwa madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam
muncul dari penduduk Nisapur, tetapi tersiarnya melalui Perdana Menteri Bani Saljuk yang
bernama Nidzam al-Muluk, melalui Madrasah Nidzamiah yang didirikannya pada tahun 1065 M.
[30] Selanjutnya, Gibb dan Kramers menuturkan bahwa pendiri madrasah terbesar setelah
Nizam al-Mulk adalah Shalah al-Din al-Ayyubi.[31]
Kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam setidaknya mempunyai empat
latar belakang, yaitu:[32]
1.      sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam;
2.      usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren ke arah suatu sistem pendidikan yang lebih
memungkinkan lulusannya untuk memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum,
misalnya masalah kesamaan kesempatan kerja dan perolehan ijazah;
3.      adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri yang terpukau pada
Barat sebagai sistem pendidikan mereka; dan
4.      sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang dilakukan oleh
pesantren dan sistem pendidikan modern dari hasil akulturasi.
Menurut Abuddin Nata, khususnya di Indonesia dinamika pertumbuhan dan
perkembangan madrasah jauh lebih kompleks dibandingkan dengan dinamika pertumbuhan dan
perkembangan madrasah di negara lain. Selain terdapat madrasah diniyah yang kurikulumnya
terdiri dari mata pelajaran agama: Al-quran, al-Hadis, Fiqh/Ushul fiqh, Aqidah Akhlak, Sejarah
Islam dan bahasa Arab juga terdapat madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas agama,
mulai dari tingkat Ibtidaiyah hingga Aliyah. Madrasah Diniyah dimaksudkan untuk membangun
sikap keberagamaan dan pemahaman terhadap materi agama yang kuat, dan hanya berlangsung
hingga kelas empat. Adapun madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas agama
dimaksudkan untuk membangun sikap keberagamaan (riligiusitas) bagi para pelajar yang
nantinya akan menekuni bidang keahlian sesuai dengan pilihannya. Di antara madrasah tersebut
sebagian besar rata-rata lebih dari 80% berstatus swasta, sedangkan sisanya berstatus madrasah
negeri.[33]
            Sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan wahana yang benar-benar memenuhi
elemen-elemen institusi secara sempurna, yang tidak terjadi pada lembaga-lembaga pendidikan
yang lain. Frank P. Besag dan Jack L. Nelson menyatakan elemen institusi sekolah terdiri atas
tujuh macam, yaitu:[34]
1.      Utility (kegunaan dan fungsi). Suatu lembaga sekolah diharapkan memberi kontribusi terhadap 
tuntutan masyarakat yang ada, tuntutan kelembagaan sendiri dan aktor.
2.      Actor (pelaku). Actor berperan dalam pelaksanaan tujuan dan fungsi kelembagaan, sehingga
actor tersebut mempunyai status dalam institusi tempat ia berada.
3.      Organisasi. Organisasi dalam institusi tergambar dengan beberapa bentuk dan hubungan-
hubungannya antar-aktor.
4.      Share in society (tersebar dalam masyarakat). Institusi memberikan seperangkat nilai, ide, dan
sikap dominan dalam masyarakat, serta mempunyai hubungan-hubungan dengan institusi lain,
baik terhadap sistem politik, ekonomi masyarakat, kebudayaan, pengetahuan, dan kepercayaan.
5.      Sanction (sanksi). Institusi memberikan penghargaan dan hukuman bagi actor. Wewenang
sanksi diperlakukan bila berhubungan dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat tempat
institusi berada, dan sanksi dijatuhkan sesuai dengan ukurannya.
6.      Ceremony (upacara, ritus, dan simbol). Upacara dalam pendidikan dilakukan sebagai pengikat
tentang status, pengetahuan, dan nilai seperti acara wisuda.
7.      Resistance to change (menentang perubahan). Institusi berorientasi terhadap status quoakan
menimbulkan problem baru. Institusi didirikan untuk tujuan sosial tertentu, sehingga ia hidup
dengan cara tertentu pula. Oleh karena itu, actor sering khawatir melakukan kesalahan, walaupun
hal-hal yang dilakukan mengandung inovasi positif. Perubahan yang terjadi akan menjadi
sorotan masyarakat.

MajlisTa’limSebagai Lembaga Pendidiakan Islam


1.      Pengertian Majlis Ta’lim
Dalam    Kamus    Bahasa      Indonesia pengertian majlis adalah   Lembaga  (Organisasi)
sebagai wadah pengajian dan kata Majlis dalam kalangan ulama’ adalah lembaga masyarakat
nonpemerintah yang terdiri atas para ulama’ Islam.
Adapun arti  Ta’lim adalah  Pengajaran , jadi menurut arti dan pengertian di atas maka
secara istilah Majlis Ta’lim adalah Lembaga Pendidikan Non Formal Islam yang memiliki
kurikulum sendiri/aturan sendiri, yang diselenggarakan secara berkala dan teratur, dan diikuti
oleh jama’ah yang relatif banyak dan bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan
yang santun dan serasi antara manusia dan Allah, manusia dan sesamanya dan manusia dan
lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.
Dari pengertian di atas tentunya Majlis Ta’lim mempunyai perbedaan  dengan lembaga
lembaga lainnya, tentunya sebagai lembaga nonformal memiliki ciri-ciri sebagai berikut  :
1.      Sebagai lembaga non formal maka kegiatannya dilaksanakan dilembaga-lembaga khusus masjid,
mushola, atau rumah-rumah anggota bahkan sampai ke hotel-hotel.
2.      Tidak ada aturan kelembagaan yang ketat sehingga sifatnya suka rela. Tidak ada kurikulum,
yang materinya adalah segala aspek ajaran agama.
3.      Bertujuan mengkaji , mendalami dan mengamalkan ajaran Islam disamping berusaha
menyebarluaskan.
4.      Antara ustadz pemberi materi dengan jamaah sebagai penerima materi berkomonikasi secara
langsung.[35]
Berarti Majlis Ta’lim adalah wadah pembentuk jiwa dan kepribadian yang agamis yang
berfungsi sebagai stabilisator dalam seluruh gerak aktivitas kehidupan umat Islam Indonesia,
maka sudah selayaknya kegiatan-kegiatan yang bernuansa Islami mendapat perhatian dan
dukungan dari masyarakat, sehingga tercipta insan-insan yang memiliki keseimbangan antara
potensi intelektual dan mental spiritual dalam upaya menghadapi perubahan zaman yang
semakin global dan maju.
2.      Tujuan dan Fungsi Majlis Ta’lim
Setelah kita tahu tentang pengertian Majlis Ta’lim sebagai lembaga non formal yang
mempunyai kedudukan dan fungsi  sebagai alat dan sekaligus sebagai media pembinaan dalam
beragama ( da’wah Islamiyah ), hal ini dapat dirumuskan fungsi Majlis Ta’lim sebagai berikut :
1.      Membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang
bertaqwa kepada Allah SWT.
2.       Sebagai taman rekreasi rohaniyah karena penyelenggaraanya bersifat santai
3.      Sebagai ajang berlangsungnya silaturrohnmi masa yang dapat menghidupsuburkan da’wah dan
ukhuwah Islamiyah.
4.      Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulama’ dan umara’ dengan umat.
5.      Sebagai media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa pada
umumnya.[36]
Dilihat dari segi tujuan, majlis ta’lim termasuk sarana dakwah Islamiyah yang secara self .
standing dan self disciplined mengatur dan melaksanakan berbaga ikegiatan berdasarkan
musyawarah untuk mufakat demi untuk kelancaran pelaksanaan ta’lim Islami sesuai dengan
tuntutan pesertanya. Dilihat dari aspek sejarah sebelum kemerdekaan Indonesia sampai sekarang
banyak terdapat lembaga pendidikan Islam memegang peranan sangat penting dalam penyebaran
ajaran Islam di Indonesia. Disamping peranannya yang ikut menentukan dalam membangkitkan
sikap patriotismedan nasionalisme sebagai modal mencapai kemerdekaan Indonesia, lembaga ini
ikutserta menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional. Dilihat dari bentuk dan sifat
pendidikannya, lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut ada yang berbentuk langgar, surau,
rangkang.[37]
3.      Peranan Majlis Ta’lim
Majlis Ta’lim merupakan lembaga pendidikan masyarakat yang tumbuh dan berkembang
dari kalangan masyarakat Islam itu sendiri yang kepentingannya untuk kemaslahatan umat
manusia.
Pertumbuhan Majlis Ta’lim dikalangan masyarakat menunjukkan kebutuhan dan hasrat
anggota masyarakat tersebut akan pendidikan agama. Pada kebutuhan dan hasra masyarakat yang
lebih luas yakni sebagai usaha memecahkan masalah–masalah menuju kehidupan yang lebih
bahagia. Meningkatkan tuntutan jamaah dan peranan pendidikan yang bersifat nonformal,
menimbulkan pula kesadarana dari dan inisiatif dari para ulama beserta anggota masyarakat
untuk memperbaiki , meningkatkan  dan mengembangkan kwalitas dan kemampuan , sehingga
eksistensi dan peranan serta fungsi majlis ta’lim benar benar berjalan dengan baik.[38]
Disamping peranan Majlis Ta’lim terdapat pada fungsi di atas , namun disini H.M. Arifin
mengatakan bahwa “ Peranan secara fungsional majelis taílim adalah mengokohkan landasan
hidup  manusia  muslim  Indonesia  pada  khususnya
di  bidang  mental  spiritual
keagamaan  Islam  dalam  upaya  meningkatkan  kualitas hidupnya  secara  integral,
lahiriah  dan  batiniahnya,  duniawi  dan  ukhrawiah 
Institit Agama Islam Negeri (IAIN)SebagaiLembagaPendidikan Islam
1.      LatarBelakangHistoris IAIN
KelahiranInstitit Agama Islam Negeri (IAIN) tidaklainkarenausahagigihummat Islam,
yangmayoritas di Indonesia ini, dalamusahamengembangkan system pendidikan Islam yang
lengkap, yang dimulaidari system pendidikanpesantren yang
sederhanasampaiketingkatperguruantinggi.[39]
Secara formal pendirian lemabaga pendidikan tinggi Islam baru dapat direalisasikan oleh
pemerintah pada tahun 1950 dengan peraturan pemerintah No. 37/1950 dengan menegrikan
fakultas Agama UII menjadi Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTAIN) dipimpin oleh KH.
Muhammad Adnan dengan tiga jurusan yaitu, tarbiyah, Qadha, dan Dakwah. Tidak lama
berselang pemerintah juga mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) di Jakarta tepatnya
tanggal 1 Juni 1957 sebagai lembaga yang mendidik dan menyiapkan pegawai negeri dengan
kemampuan akademik dan seni akademik tingkat diploma sebagai guru Agama di SLTP
Untuk mengakomodasi perkembangan IAIN di daerah-daerah maka dikeluarkan peraturan-
peraturan presiden nomor 963 sebagai pengganti Peraturan Presiden Nomor 11 tahun 1960 yang
memungkinkan terbentuknya IAIN di daerah-daerah diluar Yogyakarta dan Jakarta. Menurut
peraturan yang baru itu sekurang-kurangnya tiga jenis fakultas dapat digabungkan menjadi IAIN.
Dengan adanya peraturan itu maka bermunculanlah beberapa IAIN di luar Jakarta dan
Yogyakarta. Sampai dengan tahun 1973 tercatat ada 14 buah IAIN di seluruh Indonesia.
Menyikapi era global dengan tuntutan yang semakin berkembang serta cita-cita untuk
mengintegrasikan ilmu yang tergolong perennial knowledge dengan ilmu yang tergolong
acquired knowledge maka Keempat belas IAIN dalam perkembangan berikutnya sebagian telah
berubah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). Sampai sekarang sejak tahun 2002 telah ada
enam IAIN yang berubah menjadi UIN yaitu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, UIN Malang, UIN Syarif Qasim Pekan Baru, UIN sunan Gunung Jati
Bandung dan UIN Alauddin Makassar. Dengan adanya UIN maka pengembangan ilmu pun
menjadi bervariasi pula. Melihat tuntutan perkembangan zaman maka pengembangan keilmuwan
tidak lagi hanya pada itu tidak lagi hanya terbatas pada ilmu agama saja, akan tetapi semakin
kuat munculnya tuntutan kebutuhan pengembangan yang bervariasi. Berdasarkan hal tersebutlah
maka kehadiran Universitas Islam Negeri adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan saat sekarang
ini. 
Melihat sejarah IAIN yang dipaparkan secara singkat tersebut tamapak bahwa IAIN merupakan
lembaga pendidikan agama yang diarahkan untuk mencetak intelektual-intelektual muslim . studi
Islam merupakan wilayah kajian IAIN dari sejak lembaga ini berdiri sampai saat ini. Di satu sisi,
kuatnya studi islam di IAIN menjadi menjadi cirri kha tersendiri lembaga pendidikan ini. Namun
di sisi lain hal itu telah memunculkan persepsi dikalanag masyarakat muslim bahwa IAIN lebih
merupakan lembaga agama bahkan lembaga dakwah daripada lembaga akademik.
2.      Peranan IAIN dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dalam rangka memenuhi harapan dan kebutuhan
masyarakat di dalam mendorong dan mengembalikan perubahan sosial dalam proses
pembengunan nasional melahirkan kader-kader (tenaga sarjana) yang ahli dibidang Ushuluddin,
Syariah, Tarbiyah, dakwah dan Adab. Kader-kader inilah yang akan mewujudkan fungsi dan
peranan agama dalam mengendalikan. Mendorong, dan mengarahkan perubahan sosial dalam
proses pembangunan nasional melalui berbagai kesempatan pengabdian masyarakat yang
dilakukan secara organisatoris maupun individualis.
Kebijakan yang ditempuh IAIN dalam melakukan pengabdian masyarakat dengan
memperhatikan kebutuhan masyarakat seta fungsi dan peranan agama dalam mendorong dan
mengendalikan perubahan sosial seperti tersebut dahulu, antara lain berbagai kegiatan. Fungsi
dan peran yang dilakukan oleh IAIN sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam, yaitu:
1.      IAIN setiap tahun mencetak sarjana-sarjana yang berkualifikasi kader ulama intelektual di
bidang Agama Islam. Alumni ini kemudan akan mengintegrasikan dirinya dalam semua
lapangan di pemerintah dan masyarakat sesuai dengan profesinya masing-masing dalam
mewujudkan fungsi dan peran agama dalam mendorong dan mengendalikan perubahan sosial.
2.      IAIN melalui kegiatan-kegiatan penelitian, meneliti perkembangan dan perubahan masyarakat.
Perubahan-perubahan yang timbul dimasyarakat sebagai akibat dari perubahan sosial dan
pembangunan nasional, terutama yang mengguncangkan nilai-nilai yang telah dianut dan baku
dalam masyarakat yang bersumberkan ajaran agama, dibahas, dan dicarikan solusinya di IAIN.
3.      IAIN melalui kegiatan-kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh mahasiswa-
mahasiswanya di setiap tahun, melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikandan penyuluhan
masyarakat

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Lembaga pendidikan Islam adalahtempat berlangsungnya proses pendidikan Islam bersama
dengan prosespembudayaan serta dapat mengikat individu yang berda dalamnaungannya,
sehingga lembaga ini mempunyai kekuatan hukum.
Pendidikan Islam yang berlangsung melalui proses operasionalmenuju tujuannya,
memerlukan sistem yang konsistem dan dapatmendukung nilai-nilai moral apiritual yang
melandasinya. Nilai-nilaitersebut diaktualisasikan berdasarkan otentasi kebutuhan
perkembanganfitrah siswa yang dipadu dengan pengaruh lingkungan kultural yang ada.
Lembaga pendidikan Islam secara umumbertujuan untuk meningkatkan keimanan,
pemahaman, penghayalan danpengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi
manusiamuslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlakmulia dalam
kehidupan pribadi, bermasyarakat berbangsa danbernegara.
Tugas lembaga pendidikan pada intinya adalah sebagai wadah untukmemberikan
pengarahan, bimbingan dan pelatihan agar manusia dengansegala potensi yang dimilikinya dan
dapat dikembangkan dengan sebaikbaiknya.Tugas lembaga pendidikan Islam yang terpenting
adalah dapatmengantarkan manusia kepada misi penciptaannya sebagai hamba Allahsebagai
kholifah fi Al-Ardhi, yaitu seorang hamba yang mampu beribadahdengan baik dan dapat
mengembangkan amanah untuk menjaga dan untukmengelolah dan melesarikan bumi dengan
mewujudkan kebahagiaan dankesejahteraan seluruh alam.
Beberapa jenis lembaga pendidikan islam, yaitu keluarga, masjid, pondok pesantren dan
madrasah.Selain yang di ungkapkandari Abdul
MujibdanjusufMudzakkirjugaakandipaparkantentanglembagapendidikan Islam
MajelisTa’limdanPerguruanTinggi Islam (IAIN).

DAFTAR PUSTAKA
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. Ke-2.Jakarta: Kencana.
Nata, Abuddin. 2010.  Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Ramayulis. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. Ke-9. Jakarta: Kalam Mulia.
Salahudin, Anas. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Tafsir, Ahmad. 2010. Ilmu Pendidikan Islam Dalam Perspektif Islam. Cet. K-10.Bandung: Rosda.
Pius Partanto, M. Dahlan Al Barry, kamus ilmiah populer (Surabaya: Arkola, 1994) hlm. 406
Muhimin, Abd. Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 231

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Lembaga Pendidikan Islam
Secara terminologi menurut Hasan Langgulung lembaga pendidikan adalah suatu
sistem peraturan yang bersifat mujarrad, suatu konsepsi yang terdiri dari kode-kode,
norma-norma, ideologi-ideologi dan sebagainya, baik yang tertulis atau tidak, termasuk
perlengkapan material dan organisasi simbolik: kelompok manusia yang terdiri dari
individu-individu yang dibentuk dengan sengaja atau tidak, untuk mencapai tujuan
tertentu dan tempat-tempat kelompok itu melaksanakan peraturan-peraturan tersebut
adalah mesjid, sekolah, kuttab dan sebagainya.
Lembaga pendidikan merupakan salah satu sistem yang memungkinkan
berlangsungnya pendidikan secara berkesinambungan dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan. Adanya kelembagaan dalam masyarakat, dalam rangka proses
pemberdayaan umat, merupakan tugas damn tanggung jawabnya yang kultural dan
edukatif terhadap anak didik dan masyarakatnya yang semakin berat. Tanggung jawab
lembaga pendidikan tersebut dalam segala jenisnya menurut pandangan Islam adalah
erat kaitannya dengan usaha menyukseskan misi sebagai seorang muslim
Lembaga pendidikan Islam merupakan hasil pemikiran yang dicetuskan oleh
kebutuhan–kebutuhan masyarakat yang didasari, digerakkan dan dikembangkan oleh
jiwa Islam (al-Quran dan Al-Sunnah). Lembaga pendidikan Islam secara keseluruhan,
bukanlah sesuatu yang datang dari luar, melainkan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya mempunyai hubungan erat dengan Islam secara umum. Islam telah
mengenal lembaga pendidikan sejak detik-detik awal turunnya wahyu kepada Nabi
Muhammad saw. Rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam merupakan lembaga pendidikan
yang pertama.
Pendidikan Islam termasuk bidang sosial sehingga dalam kelembagaannya tidak
terlepas dari lembaga-lembaga sosial yang ada. Lembaga sosial tersebut terdiri dari
tiga bagian, yaitu:
1.    Asosiasi, misalnya universitas, persatuan atau perkumpulan
2.    Organisasi khusus, misalnya penjara, rumah sakit dan sekolah-sekolah
3.  Pola tingah laku yang menjadi kebiasaan atau pola hubungan sosial yang mempunyai
hubungan tertentu.
Lembaga sosial adalah himpunan norma-norma tentang keperluan-keperluan pokok di
dalam kehidupan masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu.Sedangkan lembaga
pendidikan adalah suatu bentuk organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola-pola
tingkah laku, peranan-peranan dan relasi-relasi yang terarah dalam mengikat individu
yang mempunyai otoritas formal dan sanksi hukum, guna tercapainya kebutuhan-
kebutuhan sosial dasar.

Jenis Dasar Pendidikan Islam


 

Dasar Pendidikan Islam dapat dibagi kepada tiga kategori,yaitu dasar pokok,dasar tambahan,dan
dasar operasional.[3]
1.        Dasar Pokok
a.      Al-Qur’an
Abdul Wahab mendefinisikan Al-Qur’an yaitu”Kalam Allah yang diturunkan kepada
Rasulullah melalui malaikat Jibril dengan lafaz Bahasa Arab dan makna hakiki untuk menjadi
hujjah bagi Rasulullah atas kerasulannya dan menjadi pedoman bagi manusia membacanya
sebagai ibadah”.[4]
Al-Qur’an merupakan dasar pendidikan Islam karena Al-Qur’an menyampaikan pesan-
pesan pendidikan kepada umat manusia yang berakal.Ayat-ayat yang berkaitan dengan akal
pikiran manusia cukup banyak.Bukti bahwa Al-Qur’an memberikan dorongan agar segala hal
harus menggunakan akal adalah surah Al-Baqarah:142
‫الس َفهَا ُء ِم َن النَّ ِاس َم َاو ٰل ّه ُْم َع ْن ِف ْبلَهِت ِ ُم الَّيِت ْ اَك ن ُْواعَلَهْي َاۚقُ ْل هّٰلِل ِ الْ َمرْش ِ ُق َوالْ َم ْغ ِربُۚهَي ْ ِد ْي َم ْن يَّشَ آ ُء ِاىٰل‬ ُ ‫َس َي ُق ْو ْل‬
ٍ َ ‫رِص‬
٠ ٍ ‫اط ُّم ْس َت ِقمْي‬
Artinya:”Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata,’Apakah yang memalingkan
mereka (umat Islam) dari kiblat (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya ?
’Katakanlah,’Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang
dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus”. (QS.Al-Baqarah:142)
   Tidak dapat dimungkir lagi bahwa ilmu pendidikan bersumber dari Al-Qur’an. Misalnya,Al-
Qor’an menjelaskan hukum-hukum yang berlaku di langit dan di bumi,tumbuh-
tumbuhan,hewan,dan manusia.[5]
   Dari uraian di atas,bahwa Al-Qur’an sebagai sumber ilmu pendidikan,dapat disimpulkan
bahwa kajian yang berkaitan dengan ilmu pendidikan islam bukan berarti ilmu agama Islam
sebagai salah satu mata kuliah,melainkan sebagai paradigma ilmu pengetahuan yang berbasis
kepada Islam atau sebagai sistem pendidikan.
b.      As-Sunnah
Dasar Pendidikan yang kedua adalah As-sunnah.As-sunnah ialah perkataan,perbuatan dan
ketetapan Rasulullah.As-sunnah dapat dijadikan dasar pendidikan karena As-sunnah menjadi
sumber utama pendidikan Islam,karena Allah SWT menjadikan Muhammad SAW sebagai
teladan bagi umatnya.[6]As-sunnah juga berisi aqidah dan syari’ah.sunnah berisi petunjuk untuk
kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya,untuk membina umat menjadi anusia
seutuhnya,atau muslim yang bertakwa.Untuk itu Rasulullah menjadi guru dan pendidik utama.
Oleh karena itu,sunnah merupakan landasan kedua bagi cara pembinaan pribadi manusia
muslim.
2.        Dasar Tambahan
a.      Ijtihad
Ijtihad ialah istilah para fuqaha,yaitu berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang
dimiliki oleh ilmuan syari’at Islam untuk menetapkan sesuatu hukum Syari’at Islam dalam hal-
hal yang tenyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan As-sunnah.[7]Ijtihad dlam
pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat
dari para ahli pendidikan Islam.Ijtihad tersebut haruslah dalam hal-hal yang berhubungan
langsung dengan kebutuhan hidup di suatu tempat pada situasi tertentu.
Ijtihad di bidang pendidikan ternyata semakin perlu,sebab ajaran Islam yang terdapat dalam
Al-Qur’an dan As-sunnah,hanya berupa prinsip-prinsip pokok saja.Bila ternyata ada yang agak
terinci,maka rincian itu merupakan contoh Islam dalam menerapkan prinsip pokok tersebut.
Usaha ijtihad para ahli dalam merumuskan teori pendidikan Islam dipandang sebagai hal yang
sangat penting bagi pengembangan teori pendidikan pada masa yang akan datang.[8]
b.      Perkataan,perbuatan,dan sikap para Sahabat
Pada masa Khulafa al-Rasyidin Sumber pendidikan dalam Islam sudah mengalami
perkembangan.Selain Al-Qur’an dan sunnah juga perkataan,perbuatan dan sikap para
sahabat.Perkataan mereka dapat dijadikan pegangan karena Allah sendiri di dalam Al-Qur’an
yang memberikan pernyataan,yaitu dalam Surah At-Taubah Ayat 100,yang mempunyai arti :
” Hai orang-orang yang beriman,bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama-
sama dengan orang yang benar”.
Yang dimaksud dengan orang yang benar dalam ayat itu adalah para sahabat Nabi.[9]
c.       Mashlahah Mursalah (Kemaslahatan Umat)
Mashlahah Mursalah yaitu menetapkan peraturan atau ketetapan undang-undang yang tidak
disebutkan dalam Al-Qur’an dan As-sunnah atas pertimbangan penarikan kebaikan dan
menghindarkan kerusakan”.
Para ahli pendidikan sejak dini harus mempunyai persiapan untuk merancang dan membuat
peraturan sebagai pedoman dalam proses pendidikan sehingga pelaksanaan pendidikan Islam
tidak mengalami hambatan.
Masyarakat yang berada di sekitar lembaga pendidikan Islam berpengaruh terhadap
berlangsungnya pendidikan,maka dalam setiap pengambilan kebijakan hendaklah
mempertimbangkan kemaslahatan masyarakat supaya tidak terjadi hal-hal yang dapat
menghambat berlangsungnya proses pembelajaran.
d.      Urf (Nilai-nilai dan adat Istiadat Masyarakat)
M.Kamaliddin Imam menyatakan bahwa :”Sesuatu yang tertanam dalam jiwa yang diperoleh
melalui kesaksian akan diterima oleh tabiat”.[10]
Urf adalah sesuatu perbuatan dan perkataan yang menjadikan jiwa merasa tenang
mengerjakan suatu pekerjaan,karena sejalan dengan akal sehat yang diterima oleh tabiat yang
sejahtera.Namun Tradisi yang akan dijadikan dasar pendidikan haruslah berdasarkan dengan
ketentuan Al-Qur’an dan Sunnah,kemudian tidak mengandung sifat merusak.
Ketentuan ini sangat  sejalan dengan tujuan pendidikan Islam yaitu dalam rangka menata
kehidupan yang lebih baik dengan alam,manusia dan Allah SWT.
3.        Dasar Operasional Pendidikan Islam
Dasar Operasional Pendidikan Islam adalah dasar yang terbentuk sebagai aktualisasi dari
dasar idea.[11]Menurut Hasan Langgulung,dasar operasional ada enam macam.
a.      Dasar Historis
Dasar Historis adalah dasar yang memberikan andil kepada pendidikan dari hasil pengalaman
masa lalu berupa peraturan dan budaya masyarakat.
b.      Dasar Sosial
Dasar Sosial yaitu dasar yang memberikan kerangka budaya dimana pendidikannya itu
berkembang ,seperti memindahkan,memilih,dan mengembangkan kebudayaan.
c.       Dasar Ekonomi
Dasar Ekonomi adalah dasar yang memberi persefektif terhadap potensi manusia berupa materi
dan persiapan yang mengatur sumber-sumbernya yang bertanggung jawab terhadap anggaran
pembelanjaannya.
d.      Dasar Politik
Dasar Politik yaitu,dasar yang memberikan bingkai dan idiologi dasar yang digunakan sebagai
tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah dibuat.
e.       Dasar Psikologis
Dasar Psikologis adalah dasar yang memberikan informasi tentang watak pelajar-pelajar,guru-
guru,cara-cara terbaik dalam praktek, pencapaian, penilaian, dan pengukuran secara bimbingan.
f.       Dasar Fisiologis
Dasar Fisiologis adalah dasar yang memberikan kemampuan memilih yang terbaik,memberi arah
kepada semua dasar-dasar operasional lainnya.

Tujuan pendidikan islam

Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam
Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu
bertakwa kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di
dunia dan akhirat (lihat S. Al-Dzariat:56; S. ali Imran: 102).

Dalam konteks sosiologi pribadi yang bertakwa menjadi rahmatan lil ‘alamin,
baik dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia dalam Islam
inilah yang dapat disebut juga sebagai tujuan akhir pendidikan Islam.

Tujuan khusus yang lebih spesifik menjelaskan apa yang ingin dicapai melalui
pendidikan Islam. Sifatnya lebih praxis, sehingga konsep pendidikan Islam
jadinya tidak sekedar idealisasi ajaran-ajaran Islam dalam bidang pendidikan.
Dengan kerangka tujuan ini dirumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai
di dalam tahap-tahap tertentu proses pendidikan, sekaligus dapat pula dinilai
hasil-hasil yang telah dicapai.

Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah


terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan
haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah.
Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan
tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup
menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti dalam surat
a Dzariyat ayat 56 :

“ Dan Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka beribadah
kepada-Ku”.

Jalal menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada
menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat,
ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu
mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau
disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang islam
untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang
benar.

Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala
yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran
yang disangkutkan dengan Allah.

Menurut al Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah :

1. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa


pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan
kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di
akhirat.

2. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku


masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan
masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
3. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran
sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.

Menurut al abrasyi, merinci tujuan akhir pendidikan islam menjadi

1. Pembinaan akhlak.

2. menyiapkan anak didik untuk hidup dudunia dan akhirat.

3. Penguasaan ilmu.

4. Keterampilan bekerja dalam masyrakat.

Menurut Asma hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan islam dapat diperinci
menjadi :

1. Tujuan keagamaan.

2. Tujuan pengembangan akal dan akhlak.

3. Tujuan pengajaran kebudayaan.

4. Tujuan pembicaraan kepribadian.

Menurut Munir Mursi, tujuan pendidikan islam menjadi :

1. Bahagia di dunia dan akhirat.

2. menghambakan diri kepada Allah.


3. Memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat
islam.

4. Akhlak mulia.

Anda mungkin juga menyukai