105-Article Text-178-1-10-20200622
105-Article Text-178-1-10-20200622
18-31
sinapsunsrat@gmail.com
1
Residen Neurologi, Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulang Manado /
Rumah Sakit Umum Pusat Prof. R. D. Kandou, Manado, Sulawesi Utara, Indonesia
2
Spesialis Bedah Saraf Konsultan, Departemen Bedah Saraf, Rumah Sakit Pusat Otak Nasional, Jakarta,
Indonesia
3
Spesialis Saraf Konsultan, Departemen Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulang Manado
/ Rumah Sakit Umum Pusat Prof. R. D. Kandou, Manado, Sulawesi Utara, Indonesia
ABSTRACT
Hemifacial spasm (HFS) is a movement disorder of the seventh cranial nerve which is characterised by
either brief or persistent intermittent twitching of the muscle innervated by the facial nerve. Although
HFS is a benign disease, it can lead to increasing embarassment dan social withdrawl. There are several
treatment for HFS, such as pharmacotherapy, botulinum toxin therapy, and microvascular
decompression (MVD). MVD has been established as a first-line surgical treatment for patient with HFS
and has been reported to provide relief from spasm in over 90% of cases. In this case, Female 47 years
old, presenting with persistent intermittent twitching of his left facial muscle which getting worse for
several years. Brain MRI showed compression of N.VII sinistra with left Anterior Inferior Cerebellar
artery. Patient got consulted to neurosurgeon for DMV treatment, after she didn’t show any improvement
with pharmacotherapy. After surgical, patient showed improvement in symptoms, follow up after 3
months is needed for evaluating prognosis of the patient.
ABSTRAK
Spasme Hemifasial merupakan gangguan aktivitas otot wajah yang diinvervasi oleh nervus (n) fasialis.
Meskipun spasme hemifasial tidak mengancam jiwa, namun gangguan ini dapat mempengaruhi aktivitas
sosial penderitanya. Terdapat beberapa tatalaksana pada spasme hemifasial, seperti : farmakoterapi,
injeksi toksin botulinum, dan dekompresi mikrovaskular (DMV). DMV merupakan tatalaksana operatif
pilihan pada pasien spasme hemifasial, dilaporkan perbaikan gejala terjadi pada lebih dari 90% kasus.
Laporan kasus ini melaporkan wanita 47 tahun datang dengan keluhan kedutan pada wajah sisi kiri yang
hilang timbul dan memberat dalam beberapa tahun terakhir. MRI kepala menunjukan adanya penekanan
N.VII sinistra oleh arteri (A). serebelar anterior inferior kiri. Pasien dikonsulkan ke bedah saraf dan
direncanakan terapi DMV. Setelah operasi, pasien menunjukan perbaikan gejala, evaluasi 3 bulan setelah
operasi diperlukan untuk menentukan prognosis.
18
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 2 (2020), hlm. 18-31
19
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 2 (2020), hlm. 18-31
membaik dan kedutan masih kerap muncul. Pada pemeriksaan MRI 3T dengan
keluhan rasa kebas pada wajah disangkal, potongan aksial (DWI-ADC, T1WI, T2WI,
pasien kemudian dirujuk ke Rumah Sakit FLAIR, dan SWI), sagital T1WI, koronal
Pusat Otak Nasional (RS PON) Jakarta (T2WI dan ASL), dan MRA 3D TOF tanpa
pada bulan November 2018 untuk kontras didapatkan kesimpulan, parenkim
dilakukan pemeriksaan MRI kepala 3 Tesla otak tak tampak kelainan. Tak tampak juga
karena keluhan tidak kunjung membaik. infark, perdarahan, maupun tanda lesi desak
Pasien memiliki riwayat hipertensi, ruang (space occupying lesion/SOL).
rutin mengkonsumsi candesartan 1 x 16 mg Tampak kontak antara arteri serebelaris
dan memiliki riwayat diabetes melitus, rutin anterior inferior kiri dengan nerve root
mengkonsumsi metformin 3 x 500 mg dan nervus fasialis, terutama pada pangkal n.
gliquidon 3 x 15 mg. Penyakit dahulu fasialis kiri. Tidak tampak kelainan pada
lainnya seperti riwayat benturan pada pembuluh-pembuluh darah intrakranial.
wajah, riwayat kejang ,stroke, asam urat,
jantung, ginjal, dan liver disangkal oleh
pasien. Riwayat keluarga, hanya pasien
yang sakit seperti ini di keluarganya.
Riwayat kebiasaan merokok dan minum
alkohol disangkal oleh pasien.
Pada pemeriksaan fisik umum,
keadaan umum sedang, status antropometri
berat badan 60 kg, tinggi badan 160 cm.
Gambar 1. Hasil MRI Kepala. Keterangan :
Pada tanda vital tekanan darah 130/80
tampak adanya kontak antara A.Cerebellar
mmHg, frekuensi nadi 68 x/menit regular
anterior inferior kiri dengan pangkal dari
isi cukup, frekuensi nafas 20 x/menit, suhu
N.VII sinistra (sebelum N.VII memasuki
36,50C. Pemeriksaan fisik umum
REZ)
didapatkan dalam batas normal.
Pemeriksaan neurologis yang bermakna
Pasien didiagnosa dengan spasme
didapatkan pada pemeriksaan n.VII, tampak
hemifasial dengan topis pada root entry
gerakan kedutan spontan yang tidak
zone N. Fasialis sinistra, diagnosis etiologi
beraturan, dengan intensitas gerakan
kompresi, diagnosis patologi nerve
±3x/detik pada m.orbicularis oculi sinistra
entrapment. Pasien dilakukan tindakan
yang menyebar hingga m.orbicularis oris
DMV di RS PON Jakarta, setelah tindakan
sinistra, gerakan muncul tanpa diberikan
dekompresi diberikan terapi clonazepam
provokasi
1mg per 12 jam per oral.
20
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 2 (2020), hlm. 18-31
PEMANTAUAN LANJUT
Tanggal 02/09/19 (30 hari setelah operasi)
Intensitas kedutan wajah kiri berkurang.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan
umum sedang, GCS 15. Tanda-tanda vital
dalam batas normal. Pada pemeriksaan Gambar 3. Hasil EMG.
nervus VII sinistra, masih ditemukan Keterangan : pemeriksaan blink reflex
adanya kedutan spontan, gerakan tidak menunjukkan normal R1,R2,R2C stimulasi
beraturan dengan intensitas yang berkurang kiri dan kanan, pemeriksaan direct response
dibandingkan sebelum operasi (±1x setiap 3 N.Fasialis menunjukkan normal latensi dan
detik) pada m.orbicularis oculi sinistra yang amplitudo, pemeriksaan lateral spread
menyebar hingga m.orbicularis oris sinistra. menunjukkan ada respons pada
Pemeriksaan status motorik, sensorik, dan m.orbicularis oculi dan m.mentalis pada
otonom dalam batas normal. stimulasi cabang zygomaticus dan cabang
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan mandibularis, pemeriksaan needle EMG
EMG pada pasien berupa refleks kedip, menunjukkan adanya high frequency firing
direct response, dan lateral spread rates dengan myokimia discharges. Kesan
response (LSR), satu bulan setelah sesuai dengan spasme hemifasial dengan
dekompresi. Kesimpulannya pada lateral spread.
pemeriksaan refleks kedip dan direct
response n. fasialis normal, pada Tanggal 11/09/19 (39 hari setelah operasi)
pemeriksaan lateral spread menunjukkan Intensitas kedutan wajah kiri berkurang.
adanya respon pada m. orbikularis okuli Dari pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan
dan m. mentalis pada stimulasi cabang
21
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 2 (2020), hlm. 18-31
umum sedang, GCS 15. Tanda-tanda vital merupakan lokasi yang paling rentan
dalam batas normal. Pada pemeriksaan mengalami kompresi dan menimbulkan
nervus VII sinistra, masih ditemukan gejala. Terdapat berbagi jenis sindrom
adanya kedutan spontan, gerakan tidak kompresi neurovaskular berdasarkan nervus
beraturan dengan intensitas yang berkurang yang terkompresi, seperti neuralgia
dibandingkan sebelum operasi (±1x setiap 4 trigeminal (kompresi n.V), spasme
detik) pada m.orbicularis oculi sinistra yang hemifasial (kompresi n.VII), neuralgia
menyebar hingga m.orbicularis oris vestibulokoklearis (kompresi n.VIII), dan
sinistra.. Pemeriksaan status motorik, neuralgia glossopharyngeal (kompresi
sensorik, dan otonom dalam batas normal. n.IX). Spasme hemifasial merupakan
sindrom kedua terjarang dibandingkan
PEMBAHASAN sindrom kompresi neurovaskular lainnya,
Sindrom kompresi neurovaskular dengan angka insidensi 1 dari 100.000.5
merupakan kumpulan gejala yang Laporan kasus ini melaporkan
disebabkan karena struktur vaskular kasus seorang perempuan usia paruh baya
(umumnya arteri) yang menekan secara yang datang dengan keluhan utama kedutan
langsung segmen sisterna dari nervus kronik pada wajah sebelah kiri yang tidak
kranialis. Segmen sisterna n.kranialis pada dapat dikendalikan. Gerakan wajah yang
REZ (titik keluar radiks n.kranialis dari tidak terkendali memiliki beberapa
batang otak) merupakan zona transisi antara diagnosis banding yang perlu
mielin sentral dan perifer, segmen ini dipertimbangkan [Tabel 1].6
22
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 2 (2020), hlm. 18-31
Berdasarkan manifestasi klinis yang muncul fasialis.8 Beberapa kasus spasme hemifasial
pada pasien dibandingkan dengan Tabel 1, yang tidak dapat diidentifikasi etiologinya
pada kasus ini gerakan wajah involuntar diklasifikasikan sebagai spasme hemifasial
lebih mengarah ke diagnosis spasme idiopatik.
hemifasial. Kasus spasme hemifasial
memiliki angka kejadian lebih sering pada
perempuan dibandingkan laki-laki (2:1)
dengan rentang usia tersering pada usia 40
– 50 tahun, pada 90% kasus spasme
hemifasial, gejala awal kedutan wajah
muncul pertama kali pada m. orbikularis
okuli dan jika gejala menetap hingga bulan
– tahun dapat menyebar ke otot wajah
ipsilateral lainnya. Hal ini sesuai dengan
Gambar 4. Perjalanan Arteri Serebelaris
kasus, yakni seorang perempuan dengan
Inferior Anterior
usia 42 tahun dan memiliki gejala kedutan
yang sesuai dengan karakteristik pada
Sumber: Bambakidis N, Manjila S,
spasme hemifasial.7
DaSpasme hemifasialti S, Tarr R, Megerian
Etiologi spasme hemifasial dapat
C. Management of Anterior Inferior
dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu
Cerebellar Artery Aneurysms : An
primer, idiopatik, dan sekunder. Spasme
Illustrative Case and Review of Literature.
hemifasial primer disebabkan karena
Neurosurg Focus. 2009;26(5):1–8.
penekanan vaskular terhadap segmen
Spasme hemifasial sekunder
sisterna N.fasialis pada root entry zone
disebabkan karena adanya penyebab lain
(REZ) di area fossa posterior, arteri yang
seperti tumor sudut serebelopontin
sering menjadi penyebab adalah arteri
(cerebellopontine angle/CPA), malformasi
serebelar inferior anterior (anterior inferior
vaskular, dan lesi desak ruang lainnya yang
cerebellar artery/AICA), arteri serebelar
dapat menekan sepanjang jaras N. fasialis. 2
inferior posterior (posterior inferior
Pemeriksaan penunjang seperti EMG dan
cerebellar artery/PICA), dan arteri
MRI diperlukan untuk menentukan etiologi
vertebralis (vertebral artery/VA). N.fasialis
dari spasme hemifasial. Pada kasus ini,
pada REZ memiliki area yang berdekatan
pemeriksaan MRI 3T ditemukan adanya
dengan loop dari AICA (Gambar 4), variasi
konflik neurovaskular antara AICA dengan
anatomi ini yang memungkinkan terjadinya
N. fasialis pada REZ tanpa ditemukan
konflik neurovaskular antara AICA dan N.
adanya SOL. Hasil pemeriksaan MRA
23
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 2 (2020), hlm. 18-31
Gambar 6. Tractography
Sumber: Jacquesson T, Frindel C, Kocevar
G, Berhouma M, Jouanneau E, Attyé A,
dkk. Overcoming Challenges of Cranial
Nerve Tractography: A Targeted Review.
Neurosurgery. 1 Februari 2019;84(2):313–
25.
Gambar 5. MRI Kepala Sekuens SSFP EMG praoperatif pada kasus ini
tidak dilakukan namun pada EMG satu
Sumber: Chavhan GB, Babyn PS, Jankharia bulan setelah operasi, didapatkan
BG, Cheng H-LM, Shroff MM. Steady- kesimpulan pada pemeriksaan lateral
24
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 2 (2020), hlm. 18-31
25
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 2 (2020), hlm. 18-31
9]. Eksitasi ektopik yang berjalan tahun sebelum akhirnya pasien memutuskan
orthodromik akan secara langsung untuk dilakukan tindakan DMV, karena
mengaktivasi N.VII, sedangkan eksitasi keluhan yang dirasakan tidak membaik dan
yang berjalan antidromik yang dikenal bertambah berat. THP merupakan obat
dengan hipotesis sentral “kindling teory” golongan antikolinergik yang bekerja
akan mengaktivasi nukleus dari N.VII.12 dengan memblok secara spesifik pada
reseptor muskarinik M1 pada sistem saraf
pusat (SSP), obat golongan ini dapat
digunakan untuk terapi pada kasus tremor,
spasme otot dengan mengatur
keseimbangan kadar dopamin dan
kolinergik pada SSP.14 THP bukan
merupakan terapi medikamentosa pilihan
utama pada spasme hemifasial, karena THP
Gambar 9. Mekanisme Eksitasi Ektopik
bekerja pada SSP sedangkan
patomekanisme spasme hemifasial
Sumber: Nix WA. Pain mechanics. Dalam:
disebabkan karena adanya impuls ektopik
Muscles, Nerves, and Pain. Berlin,
dari akson saraf perifer yang mengalami
Heidelberg: Springer Berlin Heidelberg;
kompresi.
2017
Tata laksana pada kasus spasme
Pada kasus ini, pasien sebelumnya
hemifasial terbagi atas beberapa jenis, yakni
diberikan terapi medikamentosa
terapi medikamentosa, toksin botulinum,
trihexyphenydil (THP) 3 x 2 mg selama ± 4
dan operatif.
3. DMV Operasi 92-97% Terapi definitif pada Prosedur invasif, komplikasi yang
spasme hemifasial mungkin terjadi : paralisis N.VII,
dengan angka gangguan pendengaran, kebocoran
rekurensi 20%. cairan serebrospinal.
Sumber: Chaudhry N, Srivastava A, Joshi L. Hemifacial spasm: The past, present and future.
Journal of the Neurological Sciences. September 2015;356(1–2):27–31.
26
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 2 (2020), hlm. 18-31
27
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 2 (2020), hlm. 18-31
28
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 2 (2020), hlm. 18-31
29
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 2 (2020), hlm. 18-31
30
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 2 (2020), hlm. 18-31
31