Anda di halaman 1dari 13

AKAD MUDHARABAH

Pengertian, jenis dan dasar syariah akad mudharabah prinsip pembagian hasil usaha
Bagi hasil akad mudharabah musyarakan perlakuan akuntansi

PAPERS

Oleh :

Selfi Widiyanti
1915100169

DOSEN:

FITRI YANI PANGGABEAN, SE.,M,Si

Mata Kuliah :

AKUNTANSI SYARIAH

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS SOSIAL SAINS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCA BUDI MEDAN
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas paper ini tepat pada waktunya. Adapun
judul dari paper ini adalah “ AKAD MUDHARABAH ”.
Adapun tujuan dari penulisan dari paper ini adalah untuh memenuhi tugas dari ibu Fitri
Yani Panggabean, SE.,M.Si. pada mata kuliah Akuntansi Syariah. Selain itu, paper ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan dan ilmu mengenai AKAD MUDHARABAH yang
bermanfaat kedepannya.
Demikian lah paper ini saya buat. Semoga paper ini bisa bermanfaat bagi para pembaca
dan juga bagi para penulis.

Medan, 23 Maret 2021


Penyusun

I
Daftar isi
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3.  Tujuan Makalah
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Akad Mudharabah
2.2. Syarat dan Rukun Mudharabah
2.3. Jenis – Jenis Akad Mudhdaraba
2.4. Hikmah Mudharabah
2.5. Asas-asas Perjanjian Mudharabah
2.6. Sebab-sebab Batalnya Mudharabah
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

II
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Munculnya bank syari’ah maka propogandanya dikatakan sebagai bank bagi hasil. Hal ini
dilakukan untuk membedakan bank syari’ah dengan bank konvensional yang beroperasional
dengan siembunga. Namun praktik bank syari’ah belum sepenuhnya menggunakan sistem bagi
hasil. Karena selain sistem bagi hasil masih ada sistem jual beli, sewa menyewa. Dengan
demikian, bank syari’ah memiliki ruang gerak produk yang lebih luas dibandingkan dengan bank
konvensional. Dalam operasional bank Syariah, mudharabah merupakan salah satu bentuk akad
pembiayaan yang akan diberikan kepada nasabahnya.
Sistem dari mudharabah ini merupakan akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana
pihak pertama menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Dalam
penentuan kontraknya, harus dilakukan diawal ketika akan memulai akad mudharabah tersebut.
Akad mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan
syari’ah. Seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syari’ah (selanjutnya disebut UUPS).
Pasal 19 UUPS menyebutkan, bahwa salah satu akad pembiayaan yang ada dalam
perbankan syari’ah adalah akad mudharabah. Selain itu bank Indonesisa juga mengeluarkan
Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor, 10/16/PBI/2008 Tentang Prinsip Syari’ah Dalam
Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syari’ah, juga
menyebutkan mudharabah adalah salah satu akad pembiayaan yang ada didalam perbankan
syari’ah.
Akad mudharabah berbeda dengan akad pembiayaan yang ada pada perbankan pada
umumnya (perbankan konvensional). Perbankan konvensional pada umumya menawarkan
pembiayaan dengan menentukan suku bunga tertentu dan pengembalian modal yang telah
digunakan mudharib( si pengelola) dalam jangka waktu tertentu. Namun Akad mudharabah tidak
menentukan suku bunga tertentu pada mudharib yang menggunakan pembiayaan mudharabah,
melainkan mewajibkan mudharib memberikan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh
mudharib. Pembiayaan mudharabah pada dasarnya diperuntukan untuk jenis usaha tertentu atau
bisnis tertentu. Oleh karena itu, kami sebagai pemakalah akan mencoba membahas tentang
mudharabah ini serta permasalahan yang ada didalamnya.

1
1.2. Rumusan Masalah
 Pengertian Mudharabah
 Syarat dan Rukun Mudharaba
 Jenis-jenis Mudharabah
 Hikmah Mudharabah
 Asas-asas Perjanjian Mudharabah
 Sebab-sebab Batalnya Mudharabah

1.3.  Tujuan Makalah


Makalah ini dibuat dengan tujuan selain memenuhi tugas kuliah dan dengan tujuan agar
Mahasiswa mengetahui apa itu Mudharabah, Rukun dan Syarat Mudharabah, Pembatalan
Mudharabah dan lain lain.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Akad Mudharabah


Kata mudharabah berasal dari kata dharb ( ‫ض??رب‬ ) yang berarti memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini maksudnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya
dalam menjalankan usaha. Suatu kontrak disebut mudharabah, karena pekerja (mudharib)
biasanya membutuhkan suatu perjalanan untuk menjalankan bisnis. Sedangkan pengertian
mudharabah yang secara teknis adalah suatu akad kerja sama untuk suatu usaha antara dua belah
pihak dimana pihak yang pertama (shahibulmaal) menyediakan seluruh modalnya dan sedangkan
pihak yang lain menjadi pengelolanya.
Keuntungan dari usahanya tersebut secara Mudharabah akan di bagi hasilnya menurut
kesepakatan yang telah disepakati pada perjanjian awal, dan apabila usaha tersebut mengalami
kerugian maka kerugian tersebut akan ditanggung oleh pihak pemodal selama kerugian tersebut
bukan disebabkan kelalaian pengelola modal. Dan jika kerugian tersebut disebabkan karena
kecurangan atau kelalaian pengelola modal, maka pengelola modal yang harus bertanggung
jawab atas kerugian yang telah di alaminya. Beberapa ulama memberikan pengertian
mudharabah atau qiradh sebagai berikut:
Menurut para fuqaha, mudharabah ialah akad antara dua pihak (orang) saling menanggung,
salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian
yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat yang
telah ditentukan.
Menurut Hanafiyah, mudharabah adalah “Akad syirkah dalam laba, satu pihak pemilik harta
dan pihak lain pemilik jasa”.
Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah adalah: ”Akad perwakilan, di mana pemilik
harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk diperdagangkan dengan pembayaran yang
ditentukan (mas dan perak)”.
Imam Hanabilah berpendapat bahwa Mudharabah adalah: ”Ibarat pemilik harta
menyerahakan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang berdagang dengan bagian
dari keuntungan yang diketahui”.
Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa Mudharabah adalah: ” Akad yang menentukan
seseorang menyerahakan hartanya kepada orang lain untuk ditijarahkan”.
Syaikh Syihab al-Din al-Qalyubi dan Umairah berpendapat bahwa mudharabah ialah:
“Seseorang menyerahkan harta kepada yang lain untuk ditijarhakan dan keuntungan bersama-
sama.”

3
Al-Bakri Ibn al-Arif Billah al-Sayyid Muhammad Syata berpendapat bahwa Mudharabah
ialah: “Seseorang memberikan masalahnya kepada yang lain dan di dalmnya diterima
penggantian.”
Sayyid Sabiq berpendapat, Mudharabah ialah “akad antara dua belah pihak untuk salah satu
pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk diperdagangkan dengan syarat keuntungan dibagi dua
sesuai dengan perjanjian”.
Menurut Imam Taqiyuddin, mudharabah ialah ”Akad keuangan untuk dikelola dikerjakan
dengan perdagangan.”

2.2. Syarat dan Rukun Mudharabah


Syarat yang harus dipenuhi dalam akad Mudharabah adalah:
1.      Harta atau Modal
a) Modal harus dinyatakan dengan jelas jumlahnya, seandainya modal berbentuk
barang, maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang
yang beredar (atau sejenisnya).
b) Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
c) Modal harus diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannya melakukan
usaha.
2.      Keuntungan
a) Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam prosentase dari keuntungan yang
mungkin dihasilkan nanti. Keuntungan yang menjadi milik pekerja dan pemilik modal
harus jelas prosentasinya.
b) Kesepakatan rasio prosentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam
kontrak.
c) Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib mengembalikan
seluruh atau sebagian modal kepada shahib al-mal.
Menurut madzhab Hanafiyah rukun Mudharabah adalah ucapan tanda penyerahan dari
pihak yang menyerahkan dalam suatu perjanjian (ijab) dan ucapan tanda setuju (terima) dari
pihak yang menerima dalam suatu akad perjanjian atau kontrak (qabul), jika pemilik modal
dengan pengelola modal telah melafalkan ijab qabul, maka akad itu telah memenuhi rukunnya
dan sah.
Sedangkan menurut jumhur ulama’ ada tiga rukun dari Mudharabah yaitu:
1. Dua pihak yang berakad (pemilik modal/shahib al-mal dan pengelola
dana/pengusaha/mudharib); Keduanya hendaklah orang berakal dan sudah baligh (berumur 15
tahun) dan bukan orang yang dipaksa. Keduanya juga harus memiliki kemampuan untuk diwakili
dan mewakili.

4
2. Materi yang diperjanjikan atau objek yang diakadkan terdiri dari atas modal (mal), usaha
(berdagang dan lainnya yang berhubungan dengan urusan perdagangan tersebut), keuntungan;
3.  Sighat, yakni serah/ungkapan penyerahan modal dari pemilik modal (ijab) dan
terima/ungkapan menerima modal dan persetujuan mengelola modal dari pemilik modal (qabul)[

SedangkanmenurutUlamaSyafi’iyahlebihmemerincilagimenjadi lima yaitu :


1.  Modal
2.  Pekerjaan
3.  Laba
4.  Shighat
5.  Dan 2 Orang akad

2.3. Jenis – Jenis Akad Mudhdaraba


Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara penyedia modal (shahibul maal) dan
pengelola modal (mudharib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi
jenis usaha, waktu, dan daerah yang akan digunakan untuk usahanya.
2. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah atau
specified mydharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah, yaitu mudharib dibatasi
dengan batasan jenis usaha, waktu, dan tempat usahanya. Dengan adanya pembatasan tersebut
seringkali mencerminkan kecenderungan umum shahibul maal dalam memasuki jenis dunia
usahanya.

2.4. Hikmah Mudharabah


Sebagian orang memiliki harta, tetapi tidak berkemampuan untuk
memproduktifitaskannya. Terkadang pula ada orang yang tidak memiliki harta, tetapi ia
mempunyai kemampuan memproduktifitaskannya, oleh karena itu syariat membolehkan
muamalah ini supaya kedua belah pihak dapat mengambil manfaatnya.
Pemilik harta mendapatkan manfaat dengan pengalaman mudharib (orang yang diberi
modal), sedangkan mudharib dapat memperoleh manfaat dengan harta (sebagai modal) dengan
demikian tercipta kerjasama antara pemilik modal dan mudharib. Allah tidak menetapkan segala
bentuk akad, melainkan demi terciptanya kemaslahatan dan terbendungnya kesulitan.
Adapun hikmah dari Mudharabah yang dikehendaki adalah mengangkat kehinaan,
kefakiran dan kemiskinan masyarakat juga mewujudkan rasa cinta kasih dan saling menyayangi

5
antar sesama manusia. Seorang yang berharta mau bergabung dengan orang yang pandai
memperdagangkan harta dari harta yang dipinjami oleh orang kaya tersebut.

2.5. Asas-asas Perjanjian Mudharabah


Asas-asas dalam perjanjian Mudharabah adalah;
1. Perjanjian Mudharabah dapat dibuat secara formal maupun informal, secara tertulis
maupun lisan. Namun, sesuai dengan ketentuan al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 282-283
yang menekankan agar perjanjian-perjanjian dibuat secara tertulis.
2. Perjanjian Mudharabah dapat pula dilangsungkan diantara shahib al-mal dan beberapa
mudharib, dapat pula dilangsungkan diantara beberapa shahib al-mal dan beberapa
mudharib.
3.  Pada hakekatnya kewajiban utama shahib al-mal ialah menyerahkan modal
Mudharabah kepada mudharib. Bila hal itu tidak dilakukan, maka perjanjian Mudharabah
menjadi tidak sah.
4. Shahib al-mal dan mudharib haruslah orang yang cakap bertindak hukum dan cakap
diangkat sebagai wakil.
5.  Shahib al-mal menyediakan dana, mudharib menyediakan keahlian, waktu, pikiran,
dan upaya.
6.  Mudharib berkewajiban mengembalikan pokok dana investasi kepada shahib al-mal
ditambah bagian dari keuntungan shahib al-mal.
7.  Syarat-syarat perjanjian Mudharabah wajib dipatuhi mudharib.
8.  Shahib al-mal berhak melakukan pengawasan atas pelaksanaan perjanjian
Mudharabah.
9.  Shahib al-mal harus menentukan bagian tertentu dari laba kepada mudharib dengan
nisbah (prosentase).
10. Mudharabah berakhir karena telah tercapainya tujuan dari usaha tersebut.
Sebagaimana dimaksud dalam perjanjian Mudharabah atau pada saat berakhirnya jangka
waktu perjanjian Mudharabah atau karena meninggalnya salah satu pihak, yaitu shahib
al-mal atau mudharib, atau karena salah satu pihak memberitahukan kepada pihak lainnya
mengenai maksudnya untuk mengakhiri perjanjian Mudharabahitu.

2.6. Sebab-sebab Batalnya Mudharabah


Mudharabah  menjadi batal karena hal-hal berikut:
1. Tidak terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah. Apabila terdapat satu syarat yang tidak
dipenuhi, sedangkan mudharib sudah terlanjur menggunakan modal Mudharabah untuk
bisnis perdagangan, maka dalam keadaan seperti ini mudharib berhak mendapatkan upah

6
atas kerja yang dilakukannya, karena usaha yang dilakukannya atas izin pemilik modal 
dan mudharib melakukan suatu pekerjaan yang berhak untuk diberi upah. Semua laba
yang dihasilkan dari usaha yang telah dikerjakan adalah hak pemilik modal. Jika terjadi
kerugian maka pemilik modal juga yang menanggungnya. Karena mudharib dalam hal ini
berkedudukan sebagai buruh dan tidak dapat dibebani kerugian kecuali karena
kecerobohannya.
2. Pengelola atau mudharib  sengaja tidak melakukan tugas sebagaimana mestinya dalam
memelihara modal, atau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Jika
seperti itu dan terjadi kerugian maka, pengelola berkewajiban untuk menjamin modal karena
penyebab dari kerugian tersebut.
3. Pengelola meninggal dunia atau pemilik modalnya, maka Mudharabah  akan menjadi
batal.
Jika pemilik modal yang wafat, pihak pengelola berkewajiban mengembalikan modal kepada
ahli waris pemilik modal serta keuntungan yang diperoleh diberikan kepada ahli warisnya
sebesar kadar prosentase yang disepakati. Tapi jika yang wafat itu pengelola usaha, pemilik
modal dapat menuntut kembali modal itu kepada ahli warisnya dengan tetap membagi
keuntungan yang dihasilkan berdasarkan prosentase jumlah yang sudah  disepakati.
Jika Mudharabah  telah batal, sedangkan modal berbentuk ‘urudh (barang dagangan), maka
pemilik modal dan pengelola menjual atau membaginya, karena yang demikian itu
merupakan hak berdua. Dan jika si pengelola setuju dengan penjualan, sedangkan pemilik
modal tidak setuju, maka pemilik modal dipaksa menjualnya, karena si pengelola
mempunyai hak di dalam keuntungan dan dia tidak dapat memperolehnya kecuali dengan
menjualnya. Demikian menurut madzhab Asy Syafi’i dan Hambali.

7
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal
(shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu
perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi seratus persen modal
dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
AkadMudharabahharusbejalansesuaidenganketentuan-
ketentuansyari’ahdimanasipengelolaharusmenjalankanusahanyadengan rasa tanggungjawab yang
tinggi, sesuaidenganprisipSyari’ahdanberupaya agar usahanyatidakterjadikerugian.Kerugianbisa
di akibatkanolehbeberapahal, yaitu:
1. Disebabkanolehresikobisnis;
2. Disebabkanolehmusibahataubencanaalamdan
3. Disebabkanolehkelalaianataupenyimpangan yang dilakukanolehsipengelola.

8
DAFTAR PUSTAKA

Asy-Syarbini, Muhammad,  Mugni Al-Muhtaj, Juz II


Syafei, Rachmat, Fiqih Muamalah, (Bandung : Pustaka Setia, 2001)
Al-Kasani,  Alauddin, Bada’i As-Syana’i fi Tartib Asy-Syara’i, Juz VI
Sabiq, Sayyid, Fiqhus Sunnah, Asep Sobari, Fiqih Sunah, (Jakarta : Al-I’tishom, 2008)
Rasjid, sulaiman; Fiqh Islam (hukum fiqh lengkap), bandung; sinar baru algesindo, 2011.

9
10

Anda mungkin juga menyukai