Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS BERAT BADAN LAHIR RENDAH

DI RUANGAN PERINATOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

SALATIGA

Disusun Oleh :

INDAH PUSPITASARI

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
(STIKES) WIDYA HUSADA
2018/2019
A. Definisi
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang berat badannya
kurang dari 2500 gram, tanpa memperhatikan usia gestasi. Bayi BBLR dapat
terjadi pada bayi kurang bulan (kurang dari 37 minggu usia kehamilan) atau pada
usia cukup bulan (intrauterine growth retriction) (Wong, 2008). Proverawati dan
Ismawati (2010) menyatakan bahwa definisi BBLR adalah bayi yang lahir
dengan berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan.

B. Klasifikasi BBLR
1. Ada beberapa pengelompokan dalam BBLR (Mitayani, 2009) :
a. Prematuritas murni Bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari
37 minggu dan berat badan sesuai dengan gestasi atau yang disebut
neonates kurang bulan sesuai dengan masa kehamilan.
b. Baby small for gestational age (SGA) Berat badan lahir tidak sesuai
dengan masa kehamilan. SGA terdiri dari tiga jenis.
1) Simetris (intrauterus for gestational age) Gangguan nutrisi pada awal
kehamilan dan dalam jangka waktu yang lama.
2) Asimetris (intrauterus growth retardation) Terjadi defisit pada fase
akhir kehamilan.
3) Dismaturitas Bayi yang lahir kurang dari berat badan yang seharusnya
untuk masa gestasi, dan si bayi mengalami retardasi pertumbuhan
intrauteri, serta merupakan bayi kecil untuk masa kehamilan.
2. Pengelompokan BBLR menurut ukuran (Wong, 2008) :
a. Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi yang berat
badannya kurang dari 2500 gram, tanpa memperhatikan usia gestasi.
b. Bayi berat badan lahir amat sangat rendah (BBLASR) merupakan bayi
yang berat badannya kurang dari 1000 gram.
c. Bayi berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) merupakan bayi yang
berat badannya kurang dari 1500 gram.
d. Bayi berat badan sesuai usia gestasinya merupakan bayi yang berat
badannya antara persentil ke-10 sampai ke-90 pada kurva pertumbuhan
intrauterin.
e. Berat badan kecil untuk usianya atau kecil untuk usia gestasinya
merupakan bayi yang laju pertumbuhan intrauterinnya lambat dan yang
berat badan lahirnya kurang dari persentil ke-10 pada kurva pertumbuhan
intrauterin.
f. Retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR) ditemukan pada bayi yang
pertumbuhan intrauterinnya mengalami retardasi (terkadang digunakan
istilah pengganti yang lebih deskritif untuk bayi kecil untuk usia
gestasinya).
g. Bayi besar untuk usia gestasinya merupakan bayi yang berat badan
lahirnya diatas persentil ke-90 pada kurva pertumbuhan intrauterin.
3. Maryunani dan Nurhayati (2009) menyatakan bahwa ada cara dalam
mengelompokkan bayi BBLR, yaitu:
1) Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500-2500 gram
2) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) berat lahir 1000-1500 gram
3) Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) berat lahir kurang dari
1000 gram.

C. Etiologi
1. Penyebab terjadinya bayi BBLR menurut (Rukiyah & Yulianti, 2010) bersifat
multifaktorial, sehingga kadang mengalami kesulitan untuk melakukan
tindakan pencegahan. Namun, penyebab terbanyak terjadinya bayi BBLR
adalah kelahiran prematur. Semakin muda usia kehamilan semakin besar
risiko jangka pendek dan jangka panjang dapat terjadi.
2. Etiologi atau penyebab dari BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010):
a. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, penyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Kehamilan atau obstetri
a) Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia<
20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan.
b. Faktor janin
Faktor janin meliputi: kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh: hidramnion, plasenta previa, solutio
plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban
pecah dini.
d. Faktor lingkungan Lingkungan yang berpengaruh antara lain: tempat
tinggal di dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
3. Berdasarkan tipe BBLR menurut (Proverawati & Ismawati, 2010) penyebab
terjadinya bayi BBLR dapat digolongkan menjadi sebagai berikut:
a. BBLR tipe KMK, disebabkan oleh:
1) Ibu hamil yang kekurangan nutrisi;
2) Ibu memiliki hipertensi, preeklampsia, atau anemia;
3) Kehamilan kembar, kehamilan lewat waktu;
4) Malaria kronik, penyakit kronik;
5) Ibu hamil merokok.
b. BBLR tipe prematur, disebabkan oleh:
1) Berat badan ibu yang rendah, ibu hamil yang masih remaja,
kehamilan kembar;
2) Pernah melahirkan bayi premature sebelumnya,
3) Cervical imcompetence (mulut rahim yang lemah hingga tak mampu
menahan berat bayi dalam rahim);
4) Pendarahan sebelum atau saat persalinan (antepartum hemorrhage);
5) Ibu hamil yang sedang sakit;
6) Kebanyakan tidak diketahui penyebabnya.

D. Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang
belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas.
Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan
(BB) lahirnya lebih kecil dari masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500
gram. Masalah ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu
dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan
plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai
makanan ke bayi jadi berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin
tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat
badan lahir normal. Kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal,
tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun
saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat dari pada ibu
dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi
kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan
kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.Ibu hamil
umumnya mengalami deplesi atau penyusutan besi sehingga hanya memberi
sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang
normal.Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada
pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak.Anemia gizi dapat
mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, dan
BBLR.Hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian
perinatal secara bermakna lebih tinggi, sehingga kemungkinan melahirkan bayi
BBLR dan prematur juga lebih besar (Nelson, 2010).

E. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang dapat ditemukan dengan bayi berat lahir rendah
premature dan dismatur (Mitayani, 2009):
a. Kulit tipis mengkilap
b. Lemak bawah kulit kurang
c. Tulang rawan, telinga sangat lunak
d. Jaringan payudara belum terlihat jelas
e. Perempuan : labia mayora belum menutupi labia minora
f. Laki-laki : skrotum belum banyak lipatan, testis belum turun
g. Garis telapak kaki <1/3 bagian belum terbentuk
h. Kadang disertai dengan pernapasan tidak teratur
i. Lebih banyak tidur dari pada bangun dan tangisannya lemah
j. Menghisap dan menelan tidak efektif atau lemah
k. Pembuluh darah kulit banyak terlihat
l. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm,
lingkar dada kurang dari 30 cm, dan lingkar kepala kurang dari 33cm.
m. Pergerakan kurang dan lemah

F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada bayi BBLR (Mitayani, 2009) :
1. Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb (normal: 12- 24gr/dL), Ht
(normal: 33 -38% ) mungkin dibutuhkan.
2. Dektrosik: menyatakan hipoglikemi (normal: 40 mg/dL).
3. Analisis Gas Darah (AGD): menentukan derajat keparahan distres pernafasan
bila ada.
Rentang nilai normal:
a. pH : 7,35-7,45
b. TCO2 : 23-27 mmol/L
c. PCO2 : 35-45 mmHg
d. PO2 : 80-100 mmHg
e. Saturasi O2 : 95 % atau lebih
4. Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia.
5. Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia.
Bilirubin normal:
a. bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl.
b. bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
6. Urinalisis: mengkaji homeostatis.
7. Jumlah trombosit (normal: 200000 - 475000 mikroliter): Trombositopenia
mungkin menyertai sepsis.

G. Penatalaksanaan medis dan keperawatan


Penatalaksanaan pada Bayi BBLR Pantiawati (2010) menyatakan bahwa
penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada bayi BBLR yaitu:
1. Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi
Bayi dengan berat badan lahir rendah dirawat didalam inkubator.
Inkubator yang modern dilengkapi dengan alat pengukur suhu dan
kelembapan agar bayi dapat mempertahankan suhu tubuhnya yang normal,
alat oksigen yang dapat diatur, serta kelengkapan lain untuk mengurangi
kontaminasi bila inkubator dibersihkan. Kemampuan bayi BBLR dan bayi
sakit untuk hidup lebih besar bila mereka dirawat pada atau mendekati suhu
lingkungan yang netral.Suhu ini ditetapkan dengan mengatur suhu
permukaan yang terpapar radiasi, kelembaban relatif, dan aliran udara
sehingga produksi panas (yang diukur dengan komsumsi oksigen) sesedikit
mungkin dan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan dalam batas normal
(Pantiawati, 2010).
Suhu inkubator yang optimum diperlukan agar panas yang hilang dan
komsumsi oksigen terjadi minimal sehingga bayi telanjang pun dapat
mempertahankan suhu tubuhnya sekitar 36,5º - 37º C. Dalam keadaan
tertentu bayi yang sangat prematur tidak hanya memerlukan inkubator untuk
mengatur suhu tubuhnya tetapi juga memerlukan pleksiglas penahan panas
atau topi maupun pakaian (Pantiawati, 2010).
2. Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini adalah
menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian yang sesuai
dengan kebutuhan bayi BBLR (Pantiawati, 2010). ASI (Air Susu Ibu)
merupakan pilihan pertama jika bayi mampu mengisap.ASI merupakan
makanan yang paling utama, sehingga ASI adalah pilihan yang harus
didahulukan untuk diberikan.ASI juga dapat dapat dikeluarkan dan diberikan
pada bayi yang tidak cukup mengisap.Bila faktor menghisapnya kurang maka
ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau
dengan memasang sonde ke lambung.Permulaan cairan yang diberikan
sekitar 200 cc/ kgBB/ hari. Jika ASI tidak ada atau tidak mencukupi
khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan susu formula yang
komposisinya mirip ASI atau susu formula khusus bayi BBLR (Pantiawati,
2010). Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan
pencegahan khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya
udara dalam usus.Pada bayi dalam inkubator dengan kontak yang minimal,
tempat tidur atau kasur inkubator harus diangkat dan bayi dibalik pada sisi
kanannya.Sedangkan pada bayi lebih besar dapat diberi makan dalam posisi
dipangku (Pantiawati, 2010).
Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat dalam mengisap dan
sianosis ketika minum melalui botol atau menyusui pada ibunya, makanan
diberikan melalui Naso Gastric Tube (NGT).Jadwal pemberian makanan
disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan bayi BBLR. Pemberian
makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan berat badan lebih
rendah (Pantiawati, 2010).
3. Pencegahan Infeksi
Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap bayi
BBLR dari bahaya infeksi.Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak
dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan baju
khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan mata,
hidung, kulit, tindakan aseptis dan antiseptik alat-alat yang digunakan, isolasi
pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio perawat pasien ideal, mengatur
kunjungan, menghindari perawatan yang terlalu lama, mencegah timbulnya
asfiksia dan pemberian antibiotik yang tepat (Pantiawati, 2010).
4. Pengawasan Jalan Nafas
Jalan nafas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing, trachea,
bronchioles, bronchiolus respiratorius, dan duktus alveoleris ke
alveoli.Terhambatnya jalan nafas dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia, dan
akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat beradaptasi dengan
asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir dengan
asfiksia perinatal. Bayi BBLR berisiko mengalami serangan apneu dan
defisiensi surfaktan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup
yang sebelumnya diperoleh dari plasenta (Pantiawati, 2010).
Dalam kondisi seperti ini, diperlukan pembersihan jalan nafas segera
setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang
pernafasan dengan menepuk atau menjentik tumit.Bila tindakan ini gagal,
dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan pemberian
oksigen dan selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi.Dengan
tindakan ini dapat dicegah sekaligus mengatasi asfiksia sehingga
memperkecil kematian bayi BBLR (Pantiawati, 2010).

H. Masalah-masalah yang dapat terjadi atau komplikasi


Menurut Proverawati dan Ismawati (2010), masalah-masalah yang sering
terjadi pada bayi BBLR adalah sebagai berikut:
1. Hipotermia
Terjadi karena hanya sedikit lemak tubuh dan sistem pengaturan suhu tubuh
pada bayi baru lahir belum matang. Adapun ciri-ciri bayi BBLR yang
mengalami hipotermia adalah sebagai berikut:
a. Suhu tubuh < 32º C;
b. Mengantuk dan sukar dibangunkan;
c. Menangis sangat lemah;
d. Seluruh tubuh dingin;
e. Pernafasan lambat;
f. Pernafasan tidak teratur;
g. Bunyi jantung lambat;
h. Mengeras kaku (sklerema);
i. Tidak mau menyusui, sehingga berisiko dehidrasi (Proverawati &
Ismawati, 2010).
2. Hipoglikemia
Gula darah berfungsi sebagai makanan otak dan membawa oksigen ke
otak.Jika asupan glukosa ini kurang, akibatnya sel-sel syaraf di otak mati dan
memengaruhi kecerdasan bayi kelak.BBLR membutuhkan ASI sesegera
mungkin setelah lahir dan minum sangat sering (setiap 2 jam) pada minggu
pertama.Hipoglikemi adalah kondisi ketidaknormalan kadar glukosa serum
yang rendah. Keadaan ini dapat didefinisikan sebagai kadar glukosa dibawah
40 mg/dL. Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa
rendah (Proverawati & Ismawati, 2010).
3. Hiperglikemia
Hiperglikemia sering merupakan masalah pada bayi yang sangat amat
prematur yang mendapat cairan glukosa berlebihan secara intravena tetapi
mungkin juga terjadi pada bayi BBLR lainnya (Proverawati & Ismawati,
2010).
4. Masalah pemberian ASI
Masalah pemberian ASI pada BBLR terjadi karena ukuran tubuh bayi
dengan BBLR kecil, kurang energi, lemah, lambungnya kecil dan tidak dapat
mengisap.Bayi dengan BBLR sering mendapatkan ASI dengan bantuan,
membutuhkan pemberian ASI dalam jumlah yang lebih sedikit tetapi
sering.Bayi BBLR dengan kehamilan ≥ 35 minggu dan berat lahir ≥ 2000
gram umumnya bisa langsung menyusui (Proverawati & Ismawati, 2010).
5. Gangguan Imunologik
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar
Ig C, maupun gamma globulin. Bayi prematur relatif belum sanggup
membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap infeksi belum
baik.Karena sistem kekebalan tubuh bayi BBLR belum matang (Proverawati
& Ismawati, 2010).
6. Kejang saat dilahirkan
Biasanya bayi akan dipantau dalam 1 x 24 jam untuk dicari
penyebabnya. Misalnya apakah karena infeksi sebelum lahir (prenatal),
pendarahan intrakranial, atau karena vitamin B6 yang dikomsumsi ibu. Selain
itu, bayi akan dijaga jalan nafasnya agar tetap dalam kondisi bebas. Bila perlu
diberikan obat anti kejang (Proverawati & Ismawati, 2010).
7. Ikterus (Kadar bilirubin yang tinggi) atau Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga warna kulit, konjungtiva,
mukosa,selaput lendir, berbagai jaringan oleh warna zat warna empedu dan
alat tubuh lainnya berwarna kuning(Proverawati & Ismawati, 2010).
8. Sindroma gangguan pernafasan
Gangguan nafas yang sering terjadi pada bayi BBLR kurang bulan (masa
gestasi yang pendek) adalah penyakit membran hialin, dimana angka
kematian ini menurun dengan meningkatnya umur kehamilan.Membran
hialin ini jarang terjadi pada bayi besar yang lahir pada waktunya kecuali
bayi yang lahir dengan bedah sesar dan bayi dari ibu penderita diabetes
mellitus.Sedangkan gangguan nafas yang sering terjadi pada bayi BBLR
lebih bulan adalah aspirasi mekonium.Sindrom aspirasi mekonium adalah
gangguan pernapasan pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh masuknya
mekonium (tinja bayi) ke paru-paru sebelum atau sekitar waktu kelahiran
(menyebabkan kesulitan bernafas pada bayi).
Selain itu, pada bayi BBLR dapat mengalami gangguan pernafasan
oleh karena bayi menelan air ketuban sehingga masuk ke dalam paru-paru
dan kemudian mengganggu pernafasannya (Proverawati & Ismawati, 2010).
9. Asfiksia
Bayi BBLR bisa kurang, cukup atau lebih bulan, semuanya berdampak pada
proses adaptasi pernafasan waktu lahir sehingga mengalami asfiksia lahir,
suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir (Proverawati & Ismawati, 2010).
10. Masalah Perdarahan
Perdarahan pada neonatus mungkin dapat disebabkan karena
kekurangan faktor pembekuan darah dan faktor fungsi pembekuan darah
abnormal atau menurun, gangguan trombosit, dan gangguan pembuluh darah.
Faktor yang berperan serta dalam masalah perdarahan pada bayi BBLR
antara lain adalah:
a. Meningginya fragilitas kapiler, arteri, dan jaringan kapiler vena dalam
jaringan germinal paraventrikular yang mudah rusak, dan
b. Meningginya tekanan vaskular (Proverawati & Ismawati, 2010).
11. Anemia
Anemia fisiologik pada bayi BBLR disebabkan oleh supresi
eritropoesis pasca lahir, persediaan besi janin yang sedikit, serta bertambah
besarnya volume darah sebagai akibat pertumbuhan yang relatif lebih
cepat.Oleh karena itu, anemia pada bayi BBLR terjadi lebih dini. Kehilangan
darah pada janin atau neonatus akan memperberat anemianya. Persediaan zat
besi pada neonatus termasuk bayi dengan BBLSR biasanya mencukupi
sampai berat badannya menjadi 2 kali berat lahir (Proverawati & Ismawati,
2010).

I. Pengkajian asuhan keperawatan pada BBLR


Pada saat kelahiran bayi baru harus menjalani pengkajian cepat namun
seksama untuk menentukan setiap masalah yang muncul dan mengidentifikasi
masalah yang menuntut perhatian yang cepat.Pemeriksaan ini terutama ditujukan
untuk mengevaluasi kardiopulmonal dan neurologis.Pengkajian meliputi
penyusunan nilai APGAR dan evaluasi setiap anomaly congenital yang jelas atau
adanya tanda gawat neonatus (Wong, 2008).
1. Pengkajian umum
a. Timbang bayi tiap hari, atau lebih bila ada permintaan dengan
menggunakan timbangan elektronik.
b. Ukur panjang badan, dan lingkar kepala secara berkala.
c. Jelaskan bentuk dan ukuran tubuh secara umum, postur saat istirahat,
kemudian bernafas, dan adanya lokasi edema.
d. Observasi adanya deformitas yang tampak.
e. Observasi setiap tanda kegawatan, warna yang buruk, hipotonia, tidak
responsive, dan apnea
2. Pengkajian respirasi
a. Observasi bentuk dada (barrel, konkaf), simetri, adanya insisi, slang
dada, atau devisiasi lainnya.
b. Observasi adanya penggunaan otot penapasan tambahan cuping hidung
atau retraksi substernal, interkostal atau subklavikular.
c. Tentukan frekuensi pernapasan dan keteraturannya.
d. Lakukan auskultasi dan jelaskan suara napas (stridor, krepitasi, mengi,
suara basah berkurang, daerah tanpa suara, grunting), berkurangnya
masukan udara, dan kesamaan suara napas.
e. Tentukan apakah diperlukan pengisapan.
3. Pengkajian kardiovaskuler
a. Tentukan denyut jantung dan iramanya.
b. Jelaskan bunyi jantung, termasuk adanya bising.
c. Tentukan titik intensitas maksimal (point of maximum intensity/ PMI),
titik ketika bunyi denyut jantung paling keras terdengar dan teraba
(perubahan PMI menunjukkan adanya pergeseran imediastinum).
d. Jelaskan warna bayi ( bisa karena gangguan jantung, respirasi atau
hematopoetik), sianosis pucat, plethora, jaundis, dan bercakbercak.
e. Kaji warna dasar kuku, membran mukosa, dan bibir.
f. Tentukan tekanan darah, dan tunjukkan ekstermitas yang dipakai.
4. Pengkajian gastrointestinal
a. Tentukan adanya distensi abdomen, adanya edema dinding abdomen,
tampak pelistaltik, tampak gulungan usus, dan status umbilicus.
b. Tentukan adanya tanda regurgitasi dan waktu yang berkaitan dengan
pemberian makanan, karakter dan jumlah residu jika makanan keluar,
jika terpasang selang nasogasrtik, jelaskan tipe penghisap, dan haluaran
(warna, konsistensi, pH).
c. Palpasi batas hati (3 cm dibawah batas kosta kanan).
d. Jelaskan jumlah, warna, dan konsistensi feses, periksa adanya darah.
e. Jelaskan bising usus.
5. Pengkajian genitourinaria
a. Jelaskan setiap abnormalitas genitalia.
b. Jelaskan jumlah (dibandingkan dengan berat badan), warna pH, temuan
lab-stick, dan berat jenis kemih (untuk menyaring kecukupan hidrasi).
c. Periksa berat badan (pengukuran yang paling akurat dalam mengkaji
hidrasi).
6. Pengkajian neurologis-muskuloskeletal
a. Jelaskan gerakan bayi, kejang, kedutan, tingkat aktivitas terhadap
rangsang, dan evaluasi sesuai masa gestasinya.
b. Jelaskan posisi bayi atau perilakunya (fleksi, ekstensi).
c. Jelaskan refleks yang ada ( moro, rooting, sucking, plantar, tonick neck,
palmar).
d. Tentukan tingkat respons dan kenyamanan.
7. Suhu tubuh
a. Tentukan suhu kulit dan aksilar.
b. Tentukan hubungan dengan suhu sekitar lingkungan.
8. Pengkajian kulit
a. Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah, tanda
iritasi, melepuh, abrasi, atau daerah terkelupas, terutama dimana
peralatan pemantau infus atau alat lain bersentuhan dengan kulit.
Periksa juga dan catat preparat kulit yang dipakai (missal plester,
povidone-jodine).
b. Tentukan tekstur dan turgor kulit kering, lembut, bersisik, terkelupas
dan lain-lain.
c. Terangkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir.

J. Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul


1) Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi
2) Pola makan atau minum bayi tidak efektif b.d reflek hisap yang lemah
3) Ketidakseimbangan nutrisi kebutuhan tubuh kurang b,d intake makanan
yang kurang
4) Resiko infeksi b.d system imunitas yang belum sempurna
5) Thermogulasi tubuh tidak efektif b.d penyakit

K. Intervensi

No Diagnose Tujuan dan Kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)


keperawatan
1. Ketidakefektifan NOC NIC
pola napas  Respiratory status :  Airway
ventilation Management
 Respiratory status : 1. Pantau tingkat
airway patency pernapasan,
 Vital sign status kedalaman, dan
Setelah dilakukan tindakan kemudahan bernafas.
keperawatan pasien menunjukkan 2. Perhatikan pola nafas
keefektifan pola napas dibuktikan klien.
Dengan kriteria hasil : 3. Berikan terapi
1. Menunjukkan pola oksigenasi (Atur
pernapasan yang mendukung peralatan oksigenasi,
hasil gas darah dalam monitor aliran
parameter atau kisaran oksigen, pertahankan
normal. posisi pasien).
2. Mengidentifikasi dan 4. Monitor Tekanan
menghindari faktor-faktor darah, nadi, suhu, dan
spesifik yang dapat Respiration rate
memperburuk pola nafas (pernafasan).
3. Tidak ada penggunaan otot
bantu pernapasan sehingga
tidak ada retraksi dinding
dada
4. TTV dalam rentang normal
RR: 40-60 x/menit
HR : 120-160x/menit
2 Pola makan atau Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau bb bayi
minum bayi tidak keperawatan diharapkan pola 2. Kaji kemampuan bayi
efektif makan menyusui bayi dapat aktif untuk menghisap
dengan criteria hasil : secara efektif
1. Bayi mampu menghisap 3. Penyuluhan kesehatan
dengan benar tentang cara menyusui
2. Terdengar suara menelan yang benar
kuat 4. Kolaborasi dengan
3. Setelah menyusui bayi medis dalam
tenang pemasangan NGT
4. Menyusui minimal 2-3 5. Anjurkan untuk
jam sekali menetek 3 jam sekali
6. Pantau ketrampilan
ibu dalam
menempelkan bayi ke
putting
3. Thermoregulasi NOC NIC
tubuh tidak efektif.  Thermoregulasi  Fever treatment
Setelah dilakukan tindakan 1. Ukur suhu setiap
keperawatan diharapkan pasien 2 jam, gunakan
mampu: Thermoregulasi menjadi termometer
efektif sesuai dengan elektronik di
perkembangan. ketiak pada bayi
Dengan kriteria hasil: di bawah usia 4
1. Dapat mempertahankan suhu minggu.
tubuh dalam kisaran normal. 2. Catat apakah ada
2. Tidak ada gejala hipotermia tanda-tanda
atau hipertermia. hipertermi dan
3. Tidak ada perubahan warna hipotermi.
kulit, turgor kulit baik. 3. Kompres klien
pada lipatan paha
dan aksila
4. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi.
4. Ketidakseimbangan NOC NIC
nutrisi kebutuhan  Nutritional status : food  Nutritional
tubuh kurang and fluid intake management
 Nutritional status : 1. Perhatikan adanya
nutrient intake penurunan berat
 Weight control badan.
Setelah dilakukan tindakan 2. Kaji kulit apakah
keperawatan diharapkan masalah kering, monitor turgor
ketidakseimbangan nutrisi kurang kulit dan perubahan
dari kebutuhan tubuh teratasi pigmentasi.
dengan kriteria hasil : 3. Monitor jumlah kalori
1. Intake makanan normal. dan intake nutrisi.
2. Adanya peningkatan berat
badan sesuai dengan
tujuan
3. Menunjukan peningkatan
fungsi menelan
4. Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti

4. Resiko infeksi NOC NIC


 Immune status  Management
 Knowledge : infection infeksi
control 1. Kaji adanya
 Risk control peningkatan suhu
Setelah dilakukan tindakan tubuh, letargi,
keperawatan diharapkan pasien apnea, malas
mampu: minum, gelisah
 Terhindar dari resiko infeksi. dan ikterus.
Dengan kriteria hasil: 2. Kaji riwayat ibu,
1. Suhu tidak meningkat kondisi bayi
2. Klien bebas dari tanda dan selama kehamilan,
gejala infeksi dan epidemi
3. Jumlah leukosit dalam infeksi diruang
batas normal perawatan.
4. Status imun, 3. Ambil sampel
gastrointestinal, darah.
genitorinaria dalam batas 4. Upayakan
mormal pencegahan
infeksi dari
lingkungan.
Misalnya : cuci
tangan sebelum
dan sesudah
memegang bayi.
5. Tingkatkan intake
nutrisi

DAFTAR PUSTAKA

Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika Jakarta.

Maryunani, Anik. dan Nurhayati., 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dan Penyulit


Pada Neonatus. Cetakan I. Trans Info Media. Jakarta.

Wong. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Proverawati, A dan Isamawati, C. 2010.Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).


Yogjakarta: Nuha Medika.

Nelson, 2000.Ilmu Kesehatan Anak edisi 15. Editor Wahab. Jakarta: EGC.

Rukiyah AY, L. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Trans Info Media;
2012.

Anik Maryunani. Buku Asuhan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Jakarta: Trans Info Media; 2013.

Patway

Faktor janin: Faktor plasenta: Faktor lingkungan: Faktor ibu:


 kelainan kromosom  Hidramnion  Tempat tinggal  Penyakit, usia ibu
 infeksi janin kronik  Plasenta previa  Terkena radiasi’  Keadaan gizi ibu
(inklusi  Solution plasenta serta terpapar zat  Kondisi ibu saat saat
sitomegali,rubella  Kehamilan kembar beracun hamil
bawaan)  Keadaan social dan
 gawat janin ekonomi
BBLR

Organ pencernaan Paru - paru belum Sedikitnya lemak System imun yang
imatur sempurna dibawah jaringan kulit belum matang

Peristaltic belum Vaskuler paru imatur Kehilangan panas Penurunan daya


sempurna melalui kulit tahan tubuh

Peningkatan kerja nafas


Kurangnya Peningkatan Resiko infeksi
kemampuan untuk kebutuhan kalori
mencerna makanan Ketidakefektifan
pola napas
System termoregulasi
Reflek menghisap dan yang imatur
menelan belum
berkembang dengan
Termoregulasi tubuh
baik
tidak efektif

Pola makan atau minum


tidak efektif

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh

Mitayani, (2009).Wong, (2008).Nelson, (2010).Proverawati dan ismawati. (2010).

Anda mungkin juga menyukai