Anda di halaman 1dari 20

LI LBM 3

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi faring dan tonsil?


Anatomi faring

Faring merupakan suatu tabung fibromuskuler yang bentuknya seperti corong yang
besar dibagian atas dan sempit dibagian bawah. Membentang dari basis cranii ke
LI LBM 3

bawah sampai pinggir bawah cartilago cricoidae ( setinggi corpus vertebra cervical
I), dimana ia melanjut sebagai oesophagus.
Atas dasar letaknya, maka cavum ini dibagi menjadi
- Pars nasalis (nasopharynx) → batas atas: dasar tengkorak, batas bawah :
palatum mole, batas depan: rongga hidung, batas belakang vertebra servikal
- Pars oralis (oropharynx) → batas atas : palatum mole, batas bawah: tepi atas
epiglotid, ke depan rongga mulut dan belakang vertebra servikal.
- Pars laryngea (laryngopharynx) → atas : epiglotis , batas anterior aditus
laryngis , inferior : esofagus
LI LBM 3
LI LBM 3

Plika triangularis (tonsilaris) merupakan lipatan mukosa yang tipis, yang


menutupi pilar anterior dan sebagian permukaan anterior tonsil. Plika semilunaris
(supratonsil) adalah lipatan sebelah atas dari mukosa yang memersatukan kedua
pilar. Fosa supratonsil merupakan celah yang ukurannya bervariasi yang terletak di
atas tonsil di antara pilar anterior dan posterior. Tonsil terdiri dari sejumlah
penonjolan yang bulat atau melingkar seperti kripta yang mengandung jaringan
limfoid, dan di sekelilingnya terdapat jaringan ikat. Di tengah kripta terdapat muara
kelenjar mukus (Gambar 1). Tonsil dan adenoid merupakan bagian terpenting cincin
waldeyer.

Diagnosis,Tata Laksana dan Komplikasi Abses Peritonsil Erna M. Marbun Staf Pengajar
Bagian
THT Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
LI LBM 3

Fisiologi :
LI LBM 3

Buku Ajar IlmuKesehatanTelingaHidungTenggorokKepaladanLeher FKUI

2. Mengapa nyeri ditemukan pada saat menelan disebelah kanan dan nyeri
menjalar sampai ke bagian telinga sehingga menyebabkan kesulitan makan
dan minum oleh penderita?
➔ Karena proses radang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan
limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan
sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh
detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan
akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa
tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar
limfa dengan submandibular (Soepardi, et al., 2012).
➔ Peradangan dapat menyebabkan keluhan tidak nyaman kepada
penderita berupa rasa nyeri saat menelan karena sesuatu yang ditelan
menyentuh daerah yang mengalami peradangan. Peradangan tonsil
akan mengakibatkan pembesaran yang menyebabkan kesulitan
menelan atau seperti ada yang mengganjal di tenggorok. Pada anak
biasanya keadaan ini juga dapat mengakibatkan keluhan berupa
ngorok saat tidur karena pengaruh besarnya tonsil mengganggu
pernafasan bahkan keluhan sesak nafas juga dapat terjadi apabila
pembesaran tonsil telah menutup jalur pernafasan. Jika peradangan
telah ditanggulangi, kemungkinan tonsil kembali pulih seperti semula
atau bahkan tidak dapat kembali sehat seperti semula. Apabila tidak
terjadi penyembuhan yang sempurna pada tonsil, dapat terjadi infeksi
berulang. Apabila keadaan ini menetap, bakteri patogen akan
bersarang di dalam tonsil dan terjadi peradangan yang kronis atau
yang disebut dengan tonsilitis kronis.
Sumber : Basuki, Sri Wahyu, et al. (2016). ‘Tonsilitis’. Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Diduga keluhan terjadi dikarenakan adanya komplikasi komplikasi tonsillitis
akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus weber dikutub atas tonsil.
LI LBM 3

Infeksi penyebab bisa dari organisme yang bersifat aerob maupun yang anaerob.
Organisme aerob yang paling sering adalah Streptococcus pyogene (Group A
betahemolitic streptococcus) sedangkan organisme anaerob yang berperan adalah
fusobacterium, dll. Infeksi memasuki kapsul tonsil sehingga terjadi peritonsilitis dan
kemudian terjadi pembentukan nanah. Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris
merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang
potensial peritonsil tersering menempati daerah ini, sehingga tampak palatum mole
membengkak. Pada stadium permulaan (stadium infiltrat), selain pembengkakan
tampak juga permukaan yang hiperemis. Bila proses tersebut berlanjut, terjadi
supurasi sehingga daerah tersebut lebih lunak dan berwarna kekuning-kuningan.
Pembengkakan peritonsil akan mendorong tonsil ke tengah, depan, bawah, dan
uvula bengkak terdorong ke sisi kontra lateral. Bila proses terus berlanjut,
peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m. Pterigoid
lateral, sehingga timbul trismus (sulit membuka mulut) .

sehingga pasien mengeluh kesulitan makan dan minum (slain karna prdngn rism
karna t us)

Karena peradangan →mengeluhkan nyeri tenggorok , disertai dengan nyeri saat menelan
dan
terasa menjalar sampai ke telinga→peran dari n. IX, rasa nyeri ditelinga karena nyeri alih
(reffered pain) melalui nervus glosofaringeus

➔ Permukaan sebelah dalam tonsil atau permukaan yang bebas, tertutup oleh
membran epitel skuamosa berlapis yang sangat melekat. Epitel ini meluaske
dalam kantung atau kripta yang membuka kepermukaan tonsil. Tonsil tidak
selalu mengisi seluruh fosa tonsil, daerah yang kosong di atasnya
dikenalsebagai fosa supratonsil. Bagian luar tonsil terikat longgar pada m.
konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali menelan. Muskulus
palatoglosus dan m. palatofaringeus juga menekan tonsil.

Novialdi. DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN ABSES PERITONSIL


Erna M. 2016. Diagnosis,Tata Laksana dan Komplikasi Abses Peritonsil Volume 22, No. 60
BUKU THT FK UI
• NYERI TENGGOROK DAN MENELAN SEBELAH KANAN
Tonsil merupakan salah satu pertahanan tubuh terdepan. Antigen yang berasal dari
inhalan maupun ingestan dengan mudah masuk ke dalam tonsil hingga terjadi
perlawanan tubuh dan bisa menyebabkan peradangan oleh virus yang tumbuh di
membran mukosa kemudian terbentuk fokus infeksi. Keadaan ini akan semakin
berat jika daya tahan tubuh penderita menurun akibat peradangan virus
sebelumnya. Secara patologi terdapat peradangan dari jaringan pada tonsil dengan
adanya kumpulan leukosit, sel epitel yang mati, dan bakteri pathogen dalam kripta.
Fase- fase patologis tersebut ialah:
1. Peradangan biasa daerah tonsil saja
2. Pembentukan eksudat
3. Selulitis tonsil
4. Pembentukan abses peritonsiler
5. Nekrosis jaringan (Adams, et al., 2012)
LI LBM 3

• Peradangan dapat menyebabkan keluhan tidak nyaman kepada penderita berupa


rasa nyeri saat menelan karena sesuatu yang ditelan menyentuh daerah yang
mengalami peradangan. Peradangan tonsil akan mengakibatkan pembesaran
yang menyebabkan kesulitan menelan atau seperti ada yang mengganjal di
tenggorok.
Sumber : TONSILITIS. Sri Wahyu Basuki , Ika Nuria S I , Zaid Ziyaadatulhuda A , Fajryati
Utami, Novita Ardilla. Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah
Surakarta. ISSN: 2721-2882
• NYERI MENJALAR SAMPAI TELINGA
Rasa nyeri pada telinga atau disebut otalgia, rasa nyeri yang dirasa pada telinga ini
merupakan nyeri alih (referred pain) melalui nervus glossofaringeus (n.IX)
Persarafan pd sekitar laring → persarafann motoric dan sensoriknya → cab
dari n X, cab dari n IX ,
Cabang n vagus → sifat motoric
Nyeri 🡪 disalurkan oleh n IX, saat menelan melewati orofaring yg jd rasa
nyeri
Sumber : Buku Ajar THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi
ketujuh.2018.

• SULIT MAKAN DAN MINUM


Peradangan dapat menyebabkan keluhan tidak nyaman kepada penderita
berupa rasa nyeri saat menelan karena sesuatu yang ditelan menyentuh
daerah yang mengalami peradangan. Peradangan tonsil akan
mengakibatkan pembesaran yang menyebabkan kesulitan menelan atau
seperti ada yang mengganjal di tenggorok.

Sumber : TONSILITIS. Sri Wahyu Basuki , Ika Nuria S I , Zaid Ziyaadatulhuda


A , Fajryati
Utami, Novita Ardilla. Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah
Surakarta. ISSN: 2721-2882

Abses • peritonsil biasanya terjadi sebagai akibat komplikasi tonsillitis akut,walaupun


dapat terjadi tanpa infeksi tonsil sebelumnya. Infeksi memasuki kapsul tonsil
sehingga terjadi peritonsilitis dan kemudianterjadi pembentukan nanah. Daerah superior
dan
lateral fosa tonsilaris merupakan jaringanikat longgar, oleh karena itu infiltrasi
supurasike ruang potensial peritonsil terseringmenempati daerah ini, sehingga
tampakpalatum mole membengkak. Abses peritonsil juga dapat terbentuk
di bagian inferior, namunjarang. Pada stadium permulaan (stadium
infiltrat), selain pembengkakan tampak jugapermukaan yang hiperemis. Bila
proses tersebut
berlanjut, terjadi supurasi sehinggadaerah tersebut lebih lunak dan berwarna
kekuning-kuningan. Pembengkakan peritonsilakan mendorong tonsil ke tengah,
depan,bawah, dan uvula bengkak terdorong ke sisikontra lateral. Bila proses
terus berlanjut,peradangan jaringan di sekitarnya akanmenyebabkan iritasi
pada m. pterigoid interna,sehingga timbul trismus. Kelenjar Weber adalah
LI LBM 3

kelenjar mucus yang terletak di atas kapsul tonsil, kelenjar ini mengeluarkan
airliur ke permukaan kripta tonsil. Kelenjar inibisa tertinggal pada saat
tonsilektomi,sehingga dapat menjadi sumber infeksi setelah tonsilektomi.

Sumber : Erna M. Marbun. Diagnosis, Tata Laksana dan Komplikasi Abses


Peritonsil. Staf Pengajar Bagian THT Fakultas Kedokteran, Universitas
Kristen Krida Wacana. J. Kedokteran Meditek Volume 22, No. 60 Sept-Des
2016.

3. Mengapa sejak satu hari yang lalu pasien mengeluh sulit membuka mulut,
keluar air ludah terus menerus, disertai bau mulut?
Sulit membuka mulut→ Trismus
Trismus merupakan gangguan/berkurangnya mobilitas pada Temporo mandibular
joint. Trismus mengacu pada spasme tonik berkelanjutan dari otot-otot
pengunyahan, terutama masseter dan temporalis yang mengakibatkan penutupan
rahang secara paksa. Mengakibatkan ketidakmampuan untuk membuka lebih dari
20 mm. Normalnya membuka mulut pada laki laki adalah 41 mm dan untuk
perempuan 43 mm.
Semua otot pengunyahan dipersarafi oleh divisi mandibula nervus
trigeminal, meliputi: 1. Masseter
2. Temporalis
3. Pterygoid medial
4. Pterygoid lateral
Otot pterygoid lateral membuka mulut (menekan mandibula), sedangkan pterygoid
medial, Temporalis dan masseter menutup mulut (mengangkat mandibula) →
Penutupan rahang adalah proses paling aktif yang melibatkan tiga otot, sedangkan
pembukaan rahang hanya melibatkan satu otot. Penutupan rahang tampaknya
lebih kuat daripada gerakan pembukaan rahang.
Penyebab trismus adalah kelainan kongenital, trauma, iatrogenik, neoplasia,
radioterapi, kelainan emporomandibular, obat-obatan, psikogenik, mukosa oral.

Poornima G, Poornima C. Trismus. J Health Sci Res 2014;5(2):15-20.

Trismus biasa disebut sebagai “lock jaw”, adalah kondisi medis di mana gerakan
normal rahang (rahang) berkurang sebagai akibat spasme tetanik berkelanjutan dari
otot pengunyahan yang diperantarai oleh saraf trigeminal. Oleh karena itu
mengganggu makan pasien, bicara normal, menelan, kebersihan mulut dan dalam
beberapa kasus meningkatkan risiko aspirasi.
Bila proses berlangsung terus, peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan
iritasi pada m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Abses dapat pecah spontan,
mungkin dapat terjadi aspirasi ke paru (Huang TT, 2006). Trismus adalah kekakuan pada
daerah rahang dan leher yang menyebabkan pasien sulit membuka mulut.

Santiago-Rosado LM, Lewison CS. Trismus.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK493203/

Monisha N, Ganapathy D, Sheeba PS, Kanniapan N. Trismus: ulasan. Jurnal


penelitian farmasi 2018;12(1):130-133.
LI LBM 3

• TRISMUS (SULIT MEMBUKA MULUT)


Ketika bakteri menembus jaringan, tubuh secara alami akan menggerakkan
beberapa mekanisme pertahanan. Secara umum bakteri akan mati oleh aktifitas
sel-sel fagosit. Antibodi memainkan peranan penting melawan toksin-toksin
bakteri. Bila proses terus berlanjut,peradangan jaringan di sekitarnya akan
menyebabkan iritasi pada m. pterigoid interna, sehingga timbul trismus →
sehingga pasien kesulitan untuk
membuka mulut dan berbicara. Gejala yang klasik adalah trismus, suara
bergumam,disebut hot potato voice, dan uvula terdorongke arah yang
sehat.

Sumber : Novialdi, Jon Prijadi. DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN ABSES


PERITONSIL. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas/RSUP Dr. M. Djamil Padang. 2011
• KELUAR AIR LUDAH TERUS MENERUS
Pasien dengan abses peritonsillar biasanya datang dengan nyeri tenggorok,
odinofagi, demam ringan dan dengan berbagai derajat trismus. Trismus muncul
sekunder akibat iritasi otot pterigoideus. Pasien mungkin juga mengeluhkan otalgia
ipsilateral. Ketika abses meluas, pasien mungkin mengalami disfagia bahkan
kesulitan menelan air liur. Nyeri tenggorok yang sangat (Odinofagi) dapat
merupakan gejala menonjol, dan pasien mungkin mendapatkan kesulitan untuk
makan bahkan menelan ludah. Akibat tidak dapat mengatasi sekresi ludah
sehinggaterjadi hipersalivasi dan ludah seringkalimenetes keluar.
Sumber : Novialdi, Jon Prijadi. DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN ABSES
PERITONSIL. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas/RSUP Dr. M. Djamil Padang. 2011

• BAU MULUT
Nyeri tenggorok yang sangat (Odinofagi) dapat merupakan gejala menonjol,dan
pasien mungkin mendapatkan kesulitan untuk makan bahkan menelan ludah. Akibat
tidak dapat mengatasi sekresi ludah sehingga terjadi hipersalivasi dan ludah sering
kali menetes keluar. Keluhan lainnya berupa mulut berbau (foetor ex ore), muntah
(regurgitasi), sampai nyeri alih ke telinga (otalgi).
Sumber : Erna M. Marbun. Diagnosis, Tata Laksana dan Komplikasi Abses
Peritonsil. Staf Pengajar Bagian THT Fakultas Kedokteran, Universitas
Kristen Krida Wacana. J. Kedokteran Meditek Volume 22, No. 60 Sept-Des
2016.

4. Mengapa pasien mengeluh sakit kepala dan badan lemas?


LI LBM 3

Lemas

Nafsu makan menurun:


- Reseptor menelan terganggu.
- batuk
- jalan nafas terhambat
Jika seseorang berada dalam keadaan hipoksia (kekurangan oksigen) maka akan
ada HIF1α. HIF-1α adalah suatu gen yang terinduksi dalam kondisi tersebut,
dimana gen ini juga berpengaruh pada gen-gen yang lain, salah satunya gen
nafsu makan (gen leptin) yang menyebabkan nafsu makan menurun. Fenomena
LI LBM 3

inilah yang menjadi alas an kuat bahwa saat tubuh kekurangan oksigen maka
nafsu makan akan berkurang sehingga pasien mengalami lemas. (Merry
Wahyuningsih. 2011)

5. Mengapa didapatkan pemeriksaan T4-T2, hiperemis +/-, palatum edem +/-,


uvula terdorong ke sisi kiri?
T0 : tidak ada pembesaran tonsil atau atropi dan tanpa obstruksi udara.
T1: tonsil sedikit keluar dimana ukuran tonsil <25% dari diameter
orofaring yang di ukur dari plika anterior kiri dan kanan.
T2 : ukuran tonsil >25% s/d <50% dari diameter orofaring yang di ukur
dari plika anterior kiri dan kanan.
T3: ukuran tonsil >50% s/d <75% dari diameter orofaring yang di ukur
dari plika anterior kiri dan kanan.
T4: ukuran tonsil >75% dari diameter orofaring yang di ukur dari dari
plika anterior kiri dan kanan.

Sumber : PROFIL PEMBESARAN TONSIL PADA PASIEN TONSILITIS


KRONIS YANG MENJALANI TONSILEKTOMI DI RSUP SANGLAH PADA
TAHUN 2013.
Ni Made Putri Rahayu Srikandi, Sari Wulan Dwi Sutanegara, I Wayan Sucipta
LI LBM 3

• Berdasarkan ukuran, amandel dibedakan menjadi:


LI LBM 3

a. T0 : tonsil yang sudah diangkat total lewat operasi


b. T1 : tonsil yang normal, tersembunyi di balik pilar tonsil
c. T2 : tonsil yang membesar mencapai pilar tonsil
d. T3 : tonsil yang membesar melebihi pilar tonsil
e. T4 : tonsil yang membesar hingga melewati batas tengah (uvula)

• HIPEREMIS (+/-)

Abses peritonsil biasanya terjadisebagai akibat komplikasi tonsillitis


akut,walaupun dapat terjadi tanpa infeksi tonsilsebelumnya. Infeksi
memasuki kapsul tonsilsehingga terjadi peritonsilitis dan kemudianterjadi
pembentukan nanah. Daerah superiordan lateral fosa tonsilaris merupakan
jaringanikat longgar, oleh karena itu infiltrasi supurasike ruang potensial
peritonsil terseringmenempati daerah ini, sehingga tampakpalatum mole
membengkak. Abses peritonsiljuga dapat terbentuk di bagian inferior,
namunjarang. Pada stadium permulaan (stadiuminfiltrat), selain
LI LBM 3

pembengkakan tampak jugapermukaan yang hiperemis. Bila


prosestersebut berlanjut, terjadi supurasi sehinggadaerah tersebut lebih
lunak dan berwarnakekuning-kuningan. Pembengkakan peritonsilakan
mendorong tonsil ke tengah, depan,bawah, dan uvula bengkak terdorong

Tonsil merupakan salah satu pertahanan tubuh . Antigen yang berasal


terdepan dari
inhalan maupun ingestan dengan mudah masuk ke dalam tonsil hingga terjadi
ke sisikontra lateral.

perlawanan tubuh dan bisa menyebabkan peradangan oleh virus yang tumbuh di membran
mukosa kemudian terbentuk fokus infeksi. Keadaan ini akan semakin
berat jika daya tahan tubuh penderita menurun akibat peradangan virus
sebelumn
ya.
• Secara patologi terdapat peradangan dari jaringan pada tonsil dengan adanya
kumpulan leukosit, sel epitel yang mati, dan bakteri pathogen dalam kripta. Fase-
fase
patologis tersebut ialah: 1. Peradangan biasa daerah tonsil saja 2. Pembentukan
eksudat 3. Selulitis tonsil 4. Pembentukan abses peritonsiler 5. Nekrosis jaringan
(Adams, et al., 2012)

Sumber : TONSILITIS. Sri Wahyu Basuki , Ika Nuria S I , Zaid Ziyaadatulhuda A ,


Fajryati Utami, Novita Ardilla. Fakultas Kedokteran, Universitas
Muhammadiyah Surakarta. ISSN:
2721-2882

• PALATUM EDEMA
Abses peritonsil biasanya terjadisebagai akibat komplikasi tonsillitis
akut,walaupun dapat terjadi tanpa infeksi tonsilsebelumnya. Infeksi
memasuki kapsul tonsilsehingga terjadi peritonsilitis dan
kemudianterjadi pembentukan nanah. Daerah superiordan lateral
fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena itu
infiltrasi supurasike ruang potensial peritonsil tersering menempati
daerah ini, sehingga tampak palatum mole membengkak.

• UVULA TERDORONG KE SISI KIRI


Abses peritonsil biasanya terjadisebagai akibat komplikasi
tonsillitis akut,walaupun dapat terjadi tanpa infeksi
tonsilsebelumnya. Infeksi memasuki kapsul tonsilsehingga terjadi
peritonsilitis dan kemudianterjadi pembentukan nanah. Daerah
superiordan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringanikat longgar,
oleh karena itu infiltrasi supurasike ruang potensial peritonsil
terseringmenempati daerah ini, sehingga tampakpalatum mole
membengkak. Abses peritonsiljuga dapat terbentuk di bagian
inferior, namunjarang. Pada stadium permulaan (stadiuminfiltrat),
LI LBM 3

selain pembengkakan tampak jugapermukaan yang hiperemis. Bila


prosestersebut berlanjut, terjadi supurasi sehinggadaerah
tersebut lebih lunak dan berwarnakekuning-kuningan.
Pembengkakan peritonsil akan mendorong tonsil ke tengah,
depan,bawah, dan uvula bengkak terdorong ke sisikontra lateral.

Sumber : Erna M. Marbun. Diagnosis, Tata Laksana dan


Komplikasi Abses Peritonsil. Staf Pengajar Bagian THT Fakultas
Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana. J. Kedokteran
Meditek Volume 22, No. 60 Sept-Des 2016.
Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh
karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menampati
daerah ini, sehingga tampak palatum mole . Proses inflamasi
membengkak dan
supurasi dapat melebar melibatkan palatum mole, dinding lateral faring, dan
kadang-kadang, dasar lidah. Walaupun sangat jarang, abses peritonsil dapat
terbentuk di bagian inferior (Fachruddin, 2008).
Pada stadium permulaan (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak
permukaannya hiperemis, bila proses berlanjut, terjadi supurasi sehingga daerah
tersebut lebih lunak. Pembengkakan peritonsil
akan mendorong tonsil dan uvula
ke
arah (Dhingra PL, 2014).
kontralateral

6. Apa dd dan dx skenario?


• DX : ABSES PERITONSIL → Karena ada pembengkakan palatum, edem
unilateral tonsil T4-T2, hipersalivasi, nyeri telan, otalgia, bau mulut, trismus
• DD : Tonsilitis
Penonjolan satu atau kedua tonsil, atau setiap pembengkakan pada daerah
peritonsilar harus dipertimbangkan penyakit lain selain abses peritonsil
sebagai diagnosis banding. Contohnya adalah infeksi mononukleosis, benda
asing, tumor / keganasan / limfoma, penyakit Hodgkin leukemia, adenitis
servikal, aneurisma arteri karotis interna dan infeksi gigi. Kelainan-kelainan
ini dapat dibedakan dari abses peritonsil melalui pemeriksaan darah, biopsi
dan pemeriksaan diagnostik lain. Tidak ada kriteria spesifik yang dianjurkan
untuk membedakan selulitis dan abses peritonsil. Karena itu disepakati
bahwa, kecuali pada kasus yang sangat ringan, semua penderita dengan
gejala infeksi daerah peritonsil harus menjalani aspirasi/punksi. Apabila
hasil aspirasi positif (terdapat pus), berarti abses, maka penatalaksanaan
selanjutnya dapat dilakukan. Bila hasil aspirasi negatif (pus tidak ada),
pasien mungkin dapat didiagnosis sebagai selulitis peritonsil.

Sumber : Novialdi, Jon Prijadi. DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN ABSES


PERITONSIL. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas
Kedokteran Universitas
LI LBM 3

Andalas/RSUP Dr. M. Djamil Padang. 2011

7. Apa etiologi dan faktor resiko dari skenario?


• ETIOLOGI
Abses peritonsil disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun
yang anaerob.
- Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsil adalah
Streptococcus pyogene (Group A beta-hemolitic
streptococcus) - Sedangkan organisme anaerob yang
berperan adalah fusobacterium.
- Untuk kebanyakan abses peritonsil diduga disebabkan karena kombinasi
antara organisme aerob dan anaerob.
Kuman aerob: Grup A beta-hemolitik streptococci (GABHS) Group
B, C, G streptococcus, Hemophilusinfluenza (type b and
nontypeable) Staphylococcus aureus,
Haemophilusparainfluenzae,Neisseriaspecies. Mycobacteria sp
Kuman Anaerob: Fusobacterium Peptostreptococcuse,
Streptococcus sp.Bacteroides. Virus : Eipsten-Barr
AdenovirusInfluenza A dan B, Herpes simplex, Parainfluenza.
Sumber : Erna M. Marbun. Diagnosis, Tata Laksana dan Komplikasi Abses
Peritonsil. Staf Pengajar Bagian THT Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida
Wacana. J. Kedokteran Meditek Volume 22, No. 60 Sept-Des 2016.

8. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan?


• Menegakkan diagnosis penderita dengan abses peritonsil dapat dilakukan
berdasarkan anamnesis tentang riwayat penyakit, gejala klinis dan
pemeriksaan fisik penderita. Aspirasi dengan jarum pada daerah yang paling
fluktuatif, atau punksi merupakan tindakan diagnosis yang akurat untuk
memastikan abses peritonsil.
• Pemeriksaan secara klinis seringkali sukar dilakukan karena adanya trismus.
Palatum mole tampak menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi. Tonsil
bengkak, hiperemis, mungkin banyak detritus, terdorong ke arah tengah,
depan dan bawah. Uvula terdorong ke arah kontra lateral. Gejala lain untuk
diagnosis sesuai dengan gejala klinisnya.
• Pemeriksaan laboratorium darah berupa faal hemostasis, terutama adanya
leukositosis sangat membantu diagnosis. Pemeriksaan radiologi berupa foto
rontgen polos, ultrasonografi dan tomografi komputer. Saat ini
ultrasonografi telah dikenal dapat mendiagnosis abses peritonsil secara
spesifik dan mungkin dapat digunakan sebagai alternatif pemeriksaan.
Mayoritas kasus yang diperiksa menampakkan gambaran cincin isoechoic
dengan gambaran sentral hypoechoic.

Sumber : Novialdi, Jon Prijadi. DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN ABSES


PERITONSIL. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas/RSUP Dr. M. Djamil Padang. 2011

9. Bagaimana tata laksana dari kasus skenario?


LI LBM 3

• TATALAKSANA ABSES PERITONSIL Terapi Antibiotika


Penisilin dapat digunakan pada penderita abses peritonsil yang diperkirakan
disebabkan oleh kuman staphylococcus. Metronidazol merupakan
antimikroba yang sangat baik untuk infeksi anaerob. Tetrasiklin merupakan
antibiotika alternatif yang sangat baik bagi orang dewasa, meskipun
klindamisin saat ini dipertimbangkan sebagai antibiotik pilihan untuk
menangani bakteri yang memproduksi beta laktamase. Penting untuk
dicatat bahwa memberikan antibiotika intravena pada penderita abses
peritonsil yang dirawat inap belakangan ini sudah kurang umum digunakan.

Insisi dan Drainase


Abses peritonsil merupakan suatu indikasi tindakan yang juga disebut
intraoral drainase. Tujuan utama tindakan ini adalah mendapatkan drainase
abses yang adekuat dan terlokalisir secara cepat. Lokasi insisi biasanya
dapat diidentifikasi pada pembengkakan di daerah pilar-pilar tonsil atau
dipalpasi pada daerah paling berfluktuasi.

Drainase dengan aspirasi jarum


Model terapi abses peritonsil yang digunakan sampai saat ini, pertama insisi
dan drainase serta yang kedua tonsilektomi. Saat ini ada beberapa
penelitian yang mendiskusikan tentang aspirasi menggunakan jarum
sebagai salah satu terapi bedah pada abses peritonsil.
• Beberapa keuntungan dari evaluasi penatalaksanaan aspirasi jarum
dibanding insisi dan drainase adalah :
1. Mudah untuk dilakukan, sederhana, aman, dan murah.
2. Dapat digunakan untuk konfirmasi diagnosis dengan trauma minimal
(yang biasanya dapat dilakukan sebelum insisi dan drainase).
3. Dapat ditoleransi (ditahan) oleh penderita / tidak menakutkan.
4. Tidak / kurang mencederai struktur jaringan sekitar.
5. Lebih memudahkan untuk mengumpulkan spesimen / pus guna
pemeriksaan mikroskopis dan tes kultur / sensitifitas.
6. Memberikan penyembuhan segera, mengurangi kesakitan.
7. Mencegah prosedur bedah dan anestesi umum.
8. Merupakan prosedur yang dapat dipercaya untuk abses peritonsil.
• Kerugian terapi dengan drainase dengan aspirasi jarum adalah:
1. Bila pus terkumpul kembali dapat menyebabkan infeksi yang berulang.
2. Tidak dapat melakukan pembersihan kantung pus secara maksimal.
3. Pus yang tersisa tidak maksimal keluar sehingga dapat menyebabkan
proses penyembuhan lama.

Tonsilektomi
Tindakan pembedahan pada abses peritonsil merupakan topik yang
kontroversial sejak beberapa abad. Filosofi dari tindakan tonsilektomi pada
abses peritonsil adalah karena berdasarkan pemikiran bahwa kekambuhan
pada penderita abses peritonsil terjadi cukup banyak sehingga tindakan
pengangkatan kedua tonsil ini dilakukan untuk memastikan tidak terjadinya
kekambuhan.
LI LBM 3

Waktu pelaksanaan tonsilektomi sebagai terapi abses peritonsil, bervariasi :


1. Tonsilektomi a chaud: dilakukan segera / bersamaan dengan drainase
abses.
2. Tonsilektomi a tiede : dilakukan 3-4 hari setelah insisi dan drainase.
3. Tonsilektomi a froid : dilakukan 4-6 minggu setelah drainase.

Sumber : Novialdi, Jon Prijadi. DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN ABSES


PERITONSIL. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas
Kedokteran Universitas
Andalas/RSUP Dr. M. Djamil Padang. 2011

10. Mengapa dokter melakukan tindakan aspirasi di daerah peritonsilar?


• Dikutip dari Badran14, Herzon menyatakan bahwa aspirasi jarum saja dapat
digunakan sebagai drainase prosedur pembedahan awal karena tingkat
resolusi dengan teknik ini adalah 94-96%. Pada 54% kasus abses peritonsil,
penanganannya menggunakan teknik insisi dan drainase, 32% digunakan
jarum aspirasi, dan 14% dilakukan tonsilektomi. Sebelum jaman antibiotika
dikenal pada akhir 1930-an dan awal 1940- an, beberapa tipe pembedahan
telah digunakan pada sebagian besar infeksi abses peritonsil
Sumber : Novialdi, Jon Prijadi. DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN ABSES PERITONSIL.
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas/RSUP Dr. M. Djamil Padang. 2011
11. Apa komplikasi dari kasus skenario?
- Abses pecah spontan → perdarahan, aspirasi paru
- Penjalaran ke parafaring → mediastinum → mediastinitis
- Segera: dehidrasi karena sulit menelan
- Ke intrakranial: abses otak, meningitis, trombus sinus kavernosus
- Penyumbatan : endokarditis, nefritis, peritonitis
- Kesulitan bernafas
LI LBM 3

-
Sumber : Buku Ajar THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi
ketujuh.2018.

12. Apa prognosis kasus skenario?


Diberikan antibiotik adekuat dan drainase → hasil membaik dalam beberapa
hari
Mengeluh sakit tenggorokan setelah drainase abses → tonsilektomi →
membaik
13. Edukasi?

Edukasi Pasien
Edukasi pasien untuk menghabiskan antibiotik yang telah diresepkan
dan minum sesuai aturan pakai. Pasien harus memastikan dapat
memperoleh asupan gizi dan cairan yang cukup. Bila kesulitan menelan
hingga kesulitan untuk makan dan minum obat, anjurkan pasien untuk
kembali ke rumah sakit untuk mendapatkan rawat inap dan antibiotik
intravena.

Anda mungkin juga menyukai