Anda di halaman 1dari 32

BAB II

DASAR – DASAR TEORI

2.1 Pengertian Jembatan

Jembatan adalah suatu unsur konstruksi yang berfungsi untuk


menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-
rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai, saluran irigasi dan
pembuang, kereta api, dan jalan raya. Dalam perencanaan dan perancangan
jembatan sebaiknya mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi,
persyaratan teknis dan estetika-arsitektural yang meliputi : aspek lalu lintas,
aspek teknis, aspek estetika (Supriyadi dan Muntohar, 2007). Menurut Ir. HJ.
Struyk dalam bukunya “Jembatan”, jembatan merupakan suatu konstruksi
yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada
pada kontur yang lebih rendah.
Jembatan rangka baja adalah struktur jembatan yang terdiri dari
rangkaian batang-batang baja yang dihubungkan satu dengan yang lain
(Asiyanto, 2008). Beban atau muatan yang dipikul oleh struktur ini akan
diuraikan dan disalurkan kepada batang-batang baja struktur tersebut, sebagai
tekan dan Tarik, melalui titik-titik pertemuan batang (titik buhul). Garis
netral tiap-tiap batang yang bertemu pada titik buhul harus saling
berpotongan pada satu titik saja, untuk menghindari timbulnya momen
sekunder.

2.2 Struktur Jembatan


Menurut Siswanto (1993) : Bentuk dan bagian jembatan dapat dibagi
dalam 4 bagian utama, yaitu :

2.2.1 Struktur Atas (Superstructure)


Struktur atas jembatan merupakan bagian jembatan yang menerima beban
secara langsung yang meliputi berat sendiri, beban mati, beban mati tambahan,
beban lalu lintas kendaraan, gaya rem dan beban pejalan kaki.
Struktur atas jembatan terdiri dari :
1. Trotoar
Trotoar berfungsi sebagai tempat berjalan bagi para pejalan kaki yang melewati
jembatan agar tidak mengganggu lalu lintas kendaraan.
Trotoar terbagi atas :
 Sandaran (Hand Rail), biasanya dari pipa besi, kayu dan beton bertulang.
 Tiang sandaran (Rail Post), biasanya dibuat dari beton bertulang untuk
jembatan girder beton, sedangkan untuk jembatan rangka, tiang sandaran
menyatu dengan struktur rangka tersebut.
 Peninggian trotoar (kerb)
 Slab lantai trotoar
2. Lantai Kendaraan
Lantai kendaraan adalah bagian tengah dari plat jembatan yang berfungsi
sebagai perlintasan kendaraan. Lebar jalur untuk kendaraan dibuat cukup untuk
perlintasan dua buah kendaraan yang besar.
3. Gelagar
Gelagar terdiri atas gelagar induk / memanjang dan gelagar melintang. Gelagar
induk merupakan komponen utama yang berfungsi untuk meneruskan beban
sepanjang bentang jembatan. Gelagar melintang merupakan pengikat antar
gelagar induk yang didesain utnuk menahan deformasi mrlintang dari rangka
struktur atas.
4. Balok Diafragma
Balok diafragma berfungsi untuk mengakukan girder satu dengan lainnya dari
pengaruh gaya beban melintang.
5. Ikatan Angin
Ikatan angin pada jembatan berfungsi untuk memberi kekakuan pada jembatan
dan meneruskan beban akibat angin kepada portal akhir.
6. Tumpuan
Tumpuan merupakan salah satu komponen utama dalam pembuatan jembatan,
yang berfungsi sebagai alat peredam benturan antara jembatan dan pondasi
utama.
2.2.2 Struktur Bawah (Substructures)
Fungsi utama struktur bawah adalah memikul beban-beban pada struktur
atas dan juga beban pada struktur bawah itu sendiri untuk disalurkan ke pondasi,
yang selanjutnya beban-beban tersebut oleh pondasi disalurkan ke tanah dasar.
Struktur bawah jembatan meliputi :
1. Pangkal Jembatan (Abutment)
Abutment merupakan bangunan yang berfungsi untuk mendukung
bangunan atas dan juga sebagai dinding penahan tanah. Bagian-bagian
abutment terdiri dari :
 Dinding belakang (back wall)
 Dinding penahan (Breast wall)
 Dinding sayap (Wing wall)
 Oprit / plat injak (Approach slab), merupakan jalan pelengkap untuk masuk
ke jembatan dengan kondisi disesuaikan agar mampu memberikan
keamanan saat peralihan dari ruas jalan menuju jembatan).
 Konsol pendek untuk jacking (Corbel)
 Tumpuan (Bearing)
2. Pilar Jembatan
Pilar terletak di tengan jembatan yang memiliki fungsi yaitu mentransfer
gaya beban jembatan ke pondasi. Pilar terdiri dari:
 Kepala pilar
 Kolom pilar
 Pilecap
3. Pondasi
Podasi berfungsi untuk meneruskan seluruh beban jembatan ke tanah dasar.
Berdasarkan sistemnya, pondasi dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain:
a. Pondasi telapak (spread footing)
b. Pondasi sumuran (caisson)
c. Pondasi tiang (pile foundation), meliputi:
 Tiang pancang kayu (Log Pile)
 Tiang pancang baja (Steel Pile)
 Tiang pancang beton (Reinforced Concrete Pile)
 Tiang pancang beton prategang pracetak (Precast Prestressed Concrete
Pile)
 Tiang beton cetak di tempat (Concrete Cast in Place)
 Tiang pancang komposit (Compossite Pile)

2.2.3 Bangunan Pelengkap


Bangunan pelengkap dari konstruksi jembatan berfungsi untuk
pengamanan terhadap struktur jembatan secara keseluruhan dan keamanan
terhadap pemakai jalan.
Bangunan pelengkap terdiri dari:
1. Saluran Drainase
Drainase berfungsi untuk mengalirkan air hujan secepat mungkin ke luar dari
jembatan sehingga tidak terjadi genangan air dalam waktu yang lama. Saluran
drainase ditempatkan pada tepi kanan dan kiri dari badan jembatan (saluran
samping), dan gorong-gorong.
2. Jalan pendekat (oprit)
Menurut Pranowo dkk (2007), jalan pendekat adalah struktur jalan yang
menghubungkan antara suatu ruas jalan dengan struktur jembatan, bagian jalan
pendekat ini dapat terbuat dari tanah timbunan.
3. Talud
Talud mempunyai fungsi utama sebagai pelindung abutment dari aliran air
sehingga sering disebut talud pelindung dan terletak sejajar dengan arah arus
sungai.

1.3 Klasifikasi Jembatan


Adapun klasifikasi jembatan yang umum diketahui, diantaranya:
1.3.1 Klasifikasi menurut bentuk struktur
Struktur jembatan mempunyai berbagai macam tipe, baik dilihat dari bahan
strukturnya maupun bentuk strukturnya. Setiap struktur jembatan cocok
digunakan untuk kondisi yang berbeda sesuai perkembangan, bentuk jembatan
berubah dari yang sederhana menjadi yang sangat komplek. (Satyarno, 2003)
Menurut Supriyadi dan Muntohar (2007), jembatan yang berkembang hingga
saat ini dapat diklasifikasikan dalam beberapa bentuk struktur, antara lain :

1.3.1.1 Jembatan pelengkung atau jembatan busur


Jembatan busur merupakan suatu struktur yang membentuk setengah
lingkaran dan terdapat kedua ujungnya bertumpu pada abutment jembatan. Bentuk
dari pelengkung direncanakan agar dapat memindahkan beban yang diterima oleh
lantai kendaraan ke abutment yang berfungsi untuk melindungi kedua sisi
jembatan agar tidak bergeser.

Gambar 2.1 Bagian – bagian Jembatan Pelengkung


(Sumber: https://bagian-bagianjembatanbusur)

1.3.1.2 Jembatan rangka (truss bridge)


Jembatan rangka dapat terbuat dari bahan kayu atau logam. Jembatan
rangka kayu termasuk tipe klasik. Jembatan rangka kayu hanya terbatas untuk
mendukung beban yang tidak terlalu besar. Setelah ditemukan bahan baja, tipe
rangka menggunakan rangka baja dan dibuat dengan menyambung beberapa
batang dengan las atau baut yang membentuk pola segitiga. Berikut adalah tipe –
tipe jembatan rangka.

Gambar 2.2 Tipe – tipe jembatan rangka (Sumber: Resseler, 2001)

1.3.1.3 Jembatan gantung (suspension bridge)


Jembatan gantung merupakan sebuah konstruksi yang memakai
penggantung dengan material baja yang dimanfaatkan sebagai tumpuan pada
samping jembatan. Pertimbangan pemakaian tipe jembatan ini adalah dapat dibuat
untuk bentang panjang tanpa pilar di tengahnya.

Gambar 2.3 Bagian – bagian Jembatan Gantung


(Sumber: https://ksharing-litbanghmsftunpak.blogspot.com/2019/10/jembatan-gantung)
1.3.1.4 Jembatan cable stayed
Jembatan ini merupakan suatu konstruksi yang memakai kabel sebagai
penggantung yang menyambungkan gelagar jembatan dan menara. Pemilihan
dalam penggunaan kabel biasanya menggunakan kabel dengan kekuatan tinggi.
Material jembatan cable stayed umumnya menggunakan baja, rangka, beton, atau
beton pratekan.

Gambar 2.4 Jembatan Cable Stayed


(Sumber: supriyadi dan muntohar 2007 cable stayed)

1.3.2 Klasifikasi menurut material jembatan


1. Jembatan kayu (log bridge)
Jembatan kayu merupakan sebuah jembatan yang terbuat dari kayu
sebagai material utama. Jembatan kayu biasanya digunakan untuk
jembatan yang mempunyai bentang relatif pendek.
2. Jembatan jenis baja (steel bridge)
Jembatan jenis baja merupakan suatu konstruksi yang berbagai elemen
dan sistem strukturnya menggunakan material baja, seperti : lantai
jembatan, gelagar, rangka utama, perancah dan hanger.
3. Jembatan yang menggunakan material beton (concrete bridge) sebagai
material utama.
4. Jembatan komposit (composite bridge)
Jembatan komposit merupakan jembatan yang memiliki pelat beton dan
dihubungkan dengan gelagar dengan material baja. Pelat beton
direncanakan dapat menahan momen lendutan dan gelagar baja
direncanakan dapat menahan tarik.
2.4 Pembebanan
Dalam perencanaan seluruh penampang jembatan harus dilakukan analisis
pembebanan untuk mendapatkan besarnya beban yang bekerja pada jembatan.
Penentuan beban yang bekerja pada struktur atau elemen struktur secara tepat
tidak selalu bisa dilakukan, walaupun lokasi beban pada struktur diketahui,
distribusi beban antarelemen biasanya membutuhkan anggapan dan dekatan.
Pembebanan pada jembatan dibagi menjadi tiga, yakni beban mati, beban
lalulintas, dan aksi lingkungan. Peraturan pembebanan jembatan menggunakan
SNI 1725 : 2016.

2.4.1 Beban Mati


Kumpulan berat setiap komponen struktural dan non struktural disebut
beban mati. Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah massa dikalikan
dengan percepatan gravitasi (g). Dalam standar ini digunakan percepatan gravitasi
adalah 9,81 m/dt2. Berikut adalah tabel untuk kerapatan massa dan berat isi untuk
berbagi macam bahan.
Tabel 2.3 Berat Isi untuk Beban Mati
N Kerapatan Massa
Bahan Berat isi (kN/m3)
o (kg/m3)
Lapisan permukaan beraspal (bituminous
1 22 2245
wearing surfaces)
2 Besi tuang (cast iron) 71 7240
Timbunan tanah dipadatkan (compacted
3 17,2 1755
sand, silt or clay)
Kerikil dipadatkan (rolled gravel, macadam
4 18,8 - 22,7 1920 - 2315
or ballast)
5 beton aspal (asphalt concrete) 22 2245
6 Beton ringan (low density) 12,25 - 19,6 1250 - 2000
7 Beton fc < 35 Mpa 22,0 - 25,0 2320
  Beton 35 < f'c < 105 Mpa 22 + 0,022 f'c 2240 + 2,29 f'c
8 Baja (steel) 78,5 7850
9 Kayu (ringan) 7,8 800
10 Kayu keras (hard wood) 11 1125
Sumber : SNI 1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan
2.4.1.1 Berat Sendiri (MS)
Berat sendiri adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan
elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap.
Faktor beban yang digunakan disesuaikan dengan tabel berikut.
Tabel 2.4 Faktor Beban untuk Berat Sendiri
Faktor Beban (γMS)
Tipe
Keadaan Batas Layan (γSMS) Keadaan Batas Ultimit(γUMS)
Beban
Bahan   Biasa Terkurangi
Baja 1,00 1,10 0,90
Aluminium 1,00 1,10 0,90
Tetap Beton Pracetak 1,00 1,20 0,85
Beton Cor di Tempat 1,00 1,30 0,75
Kayu 1,00 1,40 0,70
Sumber : SNI 1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan

2.4.1.2 Beban Mati Tambahan (MA)


Beban mati tambahan (MA) adalah berat elemen non structural yang
membentuk suatu beban pada jembatan, dan besarnya dapat berubah selama umur
jembatan. Dalam hal tertentu,nilai faktor beban mati tambahan yang berbeda
dengan ketentuan pada Tabel 2.4 (SNI 1725:2016)

Tabel 2.5 Faktor beban untuk beban mati tambahan

Faktor Beban (γMA)


Tipe Beban Keadaan Batas Layan (γSMA) Keadaan Batas Ultimit (γUMA)
Bahan   Biasa Terkurangi
Umum 1,00(1) 2,00 0,70
Tetap
Khusus (terawasi) 1,00 1,40 0,80
Catatan (1) : faktor beban layan sebesar 1,3 digunakan untuk berat utilitas
Sumber : SNI 1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan

2.4.2 Beban Hidup


2.4.2.1 Beban Lalu Lintas
Pada perencanaan jembatan perlu dihitung beban lalu lintas yang terdiri
dari beban lajur “D” dan beban truk “T”. pembebanan lajur “D” ditempatkan
melintang pada lebar penuh dari jalan kendaraan jembatan dan menghasilkan
pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan rangkaian kendaraan sebenarnya.
Beban lajur “D” umumnya akan membarikan efek yang lebih maksimum pada
jembatan-jembatan batang menengah dan panjang sehingga untuk analisa struktur
jembatan bentang menengah dan panjang hanya akan menggunakan beban lajur
“D”. Berat kendaraan tunggal dengan tiga gandar yang ditempatkan pada berbagai
posisi sembarang pada lajur lalu lintas merupakan beban truk “T”. Tiap gandar
terdiri dari dua pembebanan bidang-bidang kontak yang dimaksud agar mewakili
pengaruh roda kendaraan berat (trailer). Beban satu truk “T” ini hanya boleh
ditempatkan per lajur lalu lintas rencana. Beban truk “T” akan bekerja lebih
maksimum pada jembatan bentang pendek dan system lantai deck. (SNI
1725:2016)

2.4.2.2 Beban Lajur D (TD)


Beban lajur D terdiri dari beban terbagi rata (BTR) yang digabung dengan
beban garis terpusat (BGT) seperti terlihat pada Gambar 2.2. Berikut faktor beban
yang digunakan untuk lajur D seperti pada Tabel 2.5.
Tabel 2.6 Faktor beban untuk beban lajur “D”

Faktor Beban (γTA)


Tipe Beban Jembatan
Keadaan Batas Layan
Keadaan Batas Ultimit (γUTD)
(γSTD)

Beton 1,00 1,80


Transien Boks Girder
1,00 2,00
Baja
Sumber : SNI 1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan

Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dengan q tergantung pada
panjang bentang yang dibebani total (L) sebagai berikut :

Apabila L < 30 m; q = 9.0 kPa


2.1
15
(
Apabila L > 30 m; q = 9.0 0.5+
L )
kPa

2.2
Gambar 2.5 Beban Lajur D (SNI 1725:2016)

Pada gambar diata, beban lajur D tegak lurus terhadap arah lalu lintas.
Beban terbagi rata (BTR) dan beban garis terpusat (BGT) sebesar p kN/m
merupakan beban lajur D. Besar intensitas p adalah 49 kN/m. Beban garis terpusat
(BGT) pada bentang menerus ditempatkan tegak lurus arah lalu lintas pada dua
bentang agar momen lentur negative menjadi maksimum. (SNI 1725:2016)

2.4.2.3 Beban Truk “T”


Beban truk T tidak dapat digunakan bersamaan dengan beban D. Besarnya
beban truk T ditunjukan pada Gambar 2.2. Adapun faktor beban untuk beban T
seperti terlihat pada Tabel 2.7. Umumnya hanya satu truk yang diperbolehkan
untuk ditempatkan dalam tiap lajur lalu lintas rencana untuk panjang penuh
jembatan, namum untuk jembatan sangat panjang dapat ditempatkan lebih dari
satu truk pada satu lajur lalu lintas rencana. Beban truk T harus ditempatkan di
tengah lajur lalu lintas jalan jembatan. (SNI 1725:2016)
Gambar 2.6 Beban Truk T (SNI 1725:2016)

Tabel 2.7 Faktor beban untuk beban “T”

Faktor Beban (γTA)


Tipe Beban Jembatan
Keadaan Batas Ultimit
Keadaan Batas Layan (γSTT)
(γUTT)
Beton 1,00 1,80
Transien Boks Girder
1,00 2,00
Baja
Sumber : SNI 1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan

2.4.2.4 Faktor Beban Dinamis (FDB)


Faktor beban dinamis (FDB) merupakan hasil interaksi antara kendaraan
yang bergerak dan jembatan. Untuk perencanaan, FDB dinyatakan sebagai beban
statis ekuivalen. Besarnya BGT dari pembebanan lajur “D” dan beban roda dari
pembebanan truk “T” harus cukup untuk memberikan terjadinya interaksi antara
kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya nilai tambah dinyatakan
dalam fraksi dari beban statis. FDB ini diterapkan pada keadaan batas layan dan
batas ultimit. FDB merupakan fungsi panjang bentang ekuivalen seperti pada
Gambar 2.3. Untuk bentang tunggal panjang bentang ekuivalen diambil sama
dengan panjang bentang sebenarnya. Untuk bentang menerus panjang bentang
ekuivalen LE diberikan rumus :
L E=√ Lav + Lmax
2.3
Keterangan :
LE = penjang bentang ekuivalen
Lav = panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang disambung secara
menerus
Lmax = panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang disambung
secara menerus

Gambar 2.7 Faktor Beban Dinamis untuk BGT pada Pembebanan Lajur “D”
(SNI 1725:2016)

2.4.2.5 Gaya Rem (TB)


Gaya rem harus diambil yang terbesar dari 25% dari berat gandar truk desain
atau 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR. Gaya rem
ditempatkan disemua lajur rencana dan yang beisi lalu lintas dengan arah yang
sama. Gaya ini dianggap bekerja secara horizontal pada jarak 1800 mm diatas
permukaan jalan.

2.4.2.6 Beban Pejalan Kaki (TP)


Semua komponen trotoar yang lebih lebar dari 600 mm yang harus
direncanakan untuk memikul beban pejalan kaki dengan intensitas 5 kPa dan
dianggap bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraan pada masing-masing
lajur kendaraan.

2.4.3 Aksi Lingkungan


2.4.3.1 Beban Angin
a. Tekanan angin horizontal
Beban angin horizontal disebabkan oleh angin rencana dengan kecepatan
rencana dasar (VB) sebesar 90 hingga 126 km/jam. Beban angin harus
diasumsikan terdistribusi secara merata pada permukaan yang terekspos oleh
angin. Luas area yang diperhitungkan adalah luas area dari semua komponen,
termasuk sistem lantai dan railing yang diambil tegak lurus terhadap arah angin.
Untuk jembatan dengan elevasi 10000 mm diatas permukaan tanah atau
permukaan air, kecepatan rencana (VDZ) harus dihitung dengan persamaan
berikut :
V 10 Z
V DZ =2,5 V 0 ( )( )
VB
ln
Z0
2.4

Keterangan :
VDZ adalah kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z (km/jam).
V10 adalah kecepatan angin pada elevasi 10000 mm di atas permukaan tanah
atau diatas permukaan air rencana (km/jam)
VB adalah kecepatan angin rencana yaitu 90 hingga 120 km/jam pada elevasi
1000 mm
Z adalah elevasi struktur diukur dari permukaan tanah dimana beban angin
(Z > 1000 mm)
V0 adalah kecepatan gesekan angin yang merupakan karakteristik
meteorologi sebagaimana disajikan dalam tabel 2.8
Z0 adalah panjang gesekan di hulu jembatan yang merupakan karakteristik
meteorologi ditentukan pada tabel 2.8
V0 diperoleh dari :
 Grafik kecepatan angin dasar untuk berbagai periode ulang,
 Survei angin pada lokasi jembatan, dan
 Jika tidak ada data yang lebih baik, perencanaan mengansumsikan bahwa V 10 =
VB = 90 sampai 120 km/jam.

Tabel 2.8 Nilai V0 dan Z0 untuk berbagai variasi kondisi permukaan hulu
Kondisi Lahan Terbuka Sub Urban Kota
V0 (km/jam) 13,2 17,6 19,3
Z0 (mm) 70 1000 2500
Sumber : SNI 1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan

b. Beban angin pada struktur (EWS)


Jika suatu perencanaantidak mempunyai data yang tepat, maka tekanan
angin rencana dapat dihitung dengan persamaan berikut :
2
V DZ
P D=P B ( )
VB

2.5
Keterangan :
PB adalah tekanan angin dasar seperti yang ditentukan dalam tabel 2.9 (MPa)
Tabel 2.9 Tekanan angin dasar

komponen bangunan atas Angin tekan (Mpa) Angin hisap (Mpa)


Rangka, kolom, dan pelengkung 0,0024 0,0012
Balok 0,0024 N/A
Permukaan datar 0,0019 N/A
Sumber : SNI 1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan

Dalam perhitungan beban angin pada struktur rangka dan pelengkung gaya
yang digunakan tidak boleh kurang dari 4,40 kN/mm untuk bidang tekan dan pada
bidang hisap gaya yang diambil tidak boleh kurang dari 2,20 kN/mm. Sedangkan
untuk balok dan gelagar gaya yang diambil tidak boleh kurang dari 4,40 kN/mm.
1.4 Kombinasi Pembebanan
Kombinasi pembebanan harus diselidiki pada keadaan batas daya layan
yaitu kombinasi antara beban mati (MS), beban mati tambahan (MA), tekanan
tanah (TA), beban arus dan hanyutan (EU), susut (SH), gaya akibat pelaksanaan
(PL) dan prategang.

Tabel 2.10 Tabel beban kombinasi dan faktor beban

MS TT Gunakan salah satu

MA TD
Keadaan ES EW
TA TB EU BF EUN TG ES
Batas S L
PR TR EQ TC TV
PL TP
SH  
1,0 1,0 0,50/1,2
γp 1,8 - - γTG γES - - -
Kuat I 0 0 0
1,0 1,0 0,50/1,2
γp 1,4 - - γTG γES - - -
Kuat II 0 0 0
1,0 1,4 1,0 0,50/1,2 1,0
γp - - γTG γES - -
Kuat III 0 0 0 0 0
1,0 1,0
γp - - - - - - - 1,00 1,00
Kuat IV 0 0
1,0 0,4 1,0
γp - 1,00 - γTG γES - - -
Kuat V 0 0 0
1,0 1,0
γp γEQ - - 1,00/1,2 - - - - -
Ekstreme I 0 0
0,5 1,0 1,0
γp - - 1,00/1,2 - - - - -
Ekstreme II 0 0 0
1,0 1,0 1,0 0,3 1,0
1,00 1,00/1,2 γTG γES - - -
Daya layan I 0 0 0 0 0
1,0 1,3 1,0 1,0
- - 1,00/1,2 - - - - -
Daya layan II 0 0 0 0
1,0 0,8 1,0 1,0
- - 1,00/1,2 γTG γES - - -
Daya layan III 0 0 0 0
1,0 1,0 0,7 1,0
- - 1,00/1,2 - 1,00 - - -
Daya layan IV 0 0 0 0
Fatik (TD dan 0,7
- - - - - - - - - - -
TR) 5
γp yaitu : γMS, γMA, γTA, γPR, γPL, γSH disesuaikan berdasarkan beban yang akan ditinjau
γEQ merupakan faktor beban hidup dalam kondisi gempa
Sumber : SNI 1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan
1.5 Perencanaan Struktur Jembatan
Dalam perencanaan ulang jembatan ini, direncanakan menggunakan
jembatan rangka baja tipe Warren Truss.
Rancangan jembatan tipe warren pertama kali dikemukakan oleh James Warren
dan Willoughby Theobald Monzani pada tahun 1848 kepada masyarakat Britania
Raya. Rancangan ini memiliki keunggulan antara lain :
1. Mampu digunakan untuk struktur dengan batang panjang serta desain yang
cukup sederhana.
2. Pada struktur rangkanya menjadikan jembatan tipe ini memiliki berat yang
relatif ringan.
3. Penyaluran beban-beban yang merata antar member rangka bajanya.
Pada perencanaan ini yang akan dibahas lebih lanjut adalah struktur bagian atas,
yang meliputi :
2.5.1 Pipa Sandaran dan Tiang Sandaran

Gambar 2.8 Penampang Pipa Sandaran


 Luasan penampang pipa :
1
A= × π × ( D 2−Dd 2) 2.6
4
Dimana :
A = Luas penampang (cm)
D = Diameter luar pipa sandaran (cm)
Dd = Diameter dalam pipa sandaran (cm)
 Pembebanan tiang sandaran
Baban yang terjadi pada tiang sandaran berasal dari berat pipa sandaran
(V), berat tiang sandaran sendiri (S) dan gaya horizontal.
2.5.2 Trotoar
Trotoar merupakan bagian yang digunakan perlintasan bagi pejalan kaki.
Biasanya lebar trotoar adalah 0,5-2,0 meter.
Trotoar direncanakan untuk memikul beban pejalan kaki dengan intensitas 5kPa.
 Pembebanan :
1. Beban terpusat (p) terdiri dari beban pipa sandaran dan beban tiang
sandaran.
2. Beban merata (q) terdiri dari beban hidup lantai trotoar, berat sendiri
lantai trotoar, dan berat air hujan.
 Penulangan :
 Jarak tulangan tekan dengan serat terluar (d)
d=h− p−0,5 ∅ tulangan yang dipakai 2.7
Dimana :
d = jarak tulangan (mm)
h = tebal pelat (mm)
p = selimut beton (mm)
Mu
 K perlu = 2.8
∅ b d2
Dimana :
Mu = momen ultimate (KNm)
b = lebar per meter tiang (mm)
d = jarak tulangan (mm)
Ø = faktor reduksi kekuatan (0,8)
 Rasio penulangan keseimbangan (ρb)
0,85 fc ' 600
ρb= × 0,85× 2.9
fy 600+ fy
ρmax=0,75× ρb
2.10
1,0
ρmin=
fy
2.11
 Tulangan pembagi
As pembagi=50 % × As 2.12
Dimana :
As = Luas tulangan (mm2)
2.5.3 Plat Lantai Kendaraan
Lantai kendaraan adalah bagian tengah dari plat jembatan yang berfungsi
sebagai perlintasan kendaraan. Lebar jalur untuk kendaraan dibuat cukup untuk
perlintasan dua buah kendaraan yang besar sehingga kendaraan dapat melalui
dengan leluasa.
Dalam perhitungan lantai kendaraan, beban-beban yang terjadi adalah
sebagai berikut :
 Beban mati, terdiri dari berat sendiri, berat aspal, dan berat air hujan
 Beban hidup, terdiri dari beban truk,
Langkah-langkah perencanaan penulangan pelat :
a. Merencanakan jenis pelat
Dalam perencanaan ini, jenis pelat didapatkan dari perbandingan antara
panjang dan lebar. Pelat terdiri dari dua jenis, yaitu :
ly
Pelat satu arah = β= >2
lx
2.13
ly
Pelat dua arah = β= <2
lx
2.14
b. Menghitung pembebanan pada pelat
c. Menghitung momen rencana Mu
d. Menghitung tinggi efektif yang direncanakan pada pelat
drencana = h – 50 (asumsi)
2.15
Dimana : h = tinggi pelat (m)
e. Menghitung kperlu
Mu
kperlu =
∅ × b ×d 2
2.16
dimana :
Mu = momen rencana (kN.m)
Ø = faktor reduksi kekuatan (0,90)
b = lebar (m)
drencana = tinggi rencana (m)
f. Menentukan rasio penulangan

ρ=
0,85 × fc '
fy [ √
1− 1−
2× Rn
0,85 × f c' ]
2.17
0,85 × f c ' × β 1 600
ρb= ×
fy 600+ fy
2.18
ρmax=0,75× ρb
2.12
1,4
ρmin=
fy
2.13
Kontrol terhadap rasio tulangan
ρmin< ρ< ρmax
2.14
Dimana :
fc’ = mutu beton (MPa)
fy = mutu baja (MPa)
β = 0,85 (jika fc’ > 35 MPa)
g. Menentukan luas tulangan (As) yang dibutuhkan
As= ρ× b ×d rencana 2.15
h. Menentukan diameter dan jarak tulangan dengan menyesuaikan berdasarkan
hasil luas tulangan (As) yang telah dihitung
i. Kontrol tinggi efektif yang dipakai
dpakai > drencana
1
dpakai = h−selimut beton−∅ sengkang− ∅ tulangan 2.16
2
j. Menentukan luas tulangan susut
As=0,0020× b ×h( untuk baja mutu 30) 2.17
As=0,0018× b ×h(untuk baja mutu 40) 2.18
400
As=0,0018× b ×h × (untuk baja mutu> 40) 2.19
fy
k. Dalam merencanakan penulangan jumlah luas penampang tulangan pokok
tidak boleh kurang dari jumlah tulangan susut.
l. Membuat sketsa rencana

2.5.4 Gelagar Memanjang


Gelagar memanjang merupakan balok utama yang memikul beban dari
lantai kendaraan maupun beban kendaraan yang melewati jembatan tersebut.
Gelagar memanjang terletak arah memanjang jembatan, dan digunakan profil IWF
yang direncanakan sehingga didapatkan hasil gelagar yang stabil untuk menahan
gaya-gaya yang bekerja.
Beban yang dipikul gelagar memanjang antara lain:
 Berat sendiri gelagar
 Beban mati tambahan (MA) terdiri dari berat lapisan aspal dan air hujan
 Beban lalu lintas
 Beban truk “TT”
 Gaya rem (TB)
 Beban angin (EW)
Ditinjau dari besarnya beban yang bekerja pada gelagar memanjang, didapatkan
hasil analisis sebagai berikut.
a. Kontrol penampang
 Kontrol kelangsingan penampang
λ < λp → Penampang kompak
 Kontrol momen terhadap tekuk lateral dan lokal :
Φ Mn > Mu
 kontrol terhadap pengaruh geser
ϕ Vn > Vu
b. Kontrol lendutan
L
>∆
800

2.5.5 Gelagar Melintang


Gelagar melintang berfungsi untuk menahan beban dan gaya yang bekerja
pada plat lantai dan beban yang berasal dari beban hidup dan berat sendiri, serta
sebagai pengikat antara gelagar memanjang dan menjaga adanya gaya punter
akibat beban lantai jembatan.
a. Beban yang terjadi antara lain :
 Beban mati yaitu beban merata yang terdiri dari berat sendiri gelagar
melintang.
 Beban dari gelagar memanjang
b. Kontrol penampang
 Kontrol kelangsingan penampang
λ < λp < λr → Penampang kompak
 Kontrol momen terhadap tekuk lokal
Φ Mn > Mu
 Kontrol momen terhadap tekuk lateral
Φ Mn ≥ Mu
 Kontrol terhadap pengaruh geser
Φ Vn > Vu
c. Kontrol terhadap lendutan
L
>∆
800

2.5.6 Rangka Jembatan


Rangka jembatan terbuat dari baja profil seperti tipe WF, sehingga lebih
baik dalam menerima beban-beban yang bekerja secara lateral (beban yang
bekerja tegak lurus terhadap sumbu batang).
a. Pembebanan yang diperhitungkan antara lain:
 Beban dari gelagar melintang
 Berat sendiri profil rangka
 Berat ikatan angin
 Berat sandaran
b. Stabilitas batang tarik

Gambar 2.9 Penampang Profil WF

Lr ≤ 300
 Kontrol kelangsingan penampang
E E
Web =
tw
≤ 1,49
√fy
b E
Flens =
tf
≤ 0,56

fy
 Kontrol kekuatan penampang
ØPn > Pmax
 Untuk leleh tarik pada penampang bruto :
Pn=F y A g
Dimana :
ϕt = 0,90 (DFBK) ꭥt = 1,67 (DKI)
Ag = luas bruto dari komponen struktur (mm2)
Fy = tegangan lelehminimum yang disyaratkan (MPa)
 Untuk keruntuhan tarik pada penampang neto
Pn = FuAe
Dimana :
ϕt = 0,75 (DFBK) ꭥt = 2,00 (DKI)
Ae = kekuatan netto efektif (mm2)
Fu = kekuatan tarik minimum yang disyaratkan (MPa)
c. Stabilitas batang tekan
Kuat tekan dikategorikan menjadi tiga jenis tekuk, yaitu tekuk
lentur, tekuk torsi, dan tekuk lentur torsi. Tekuk lentur addalah tekuk
global pada penampang dengan klasifikasi elemen tidak langsing beban
kritis yang menyebabkan tekuk, yang dituliskan dalam format berikut :

Gambar 2.10 Penampang Profil


 Kontrol kelangsingan penampang
E E
Web =
tw
≤ 1,49
√fy
b E
Flens =
tf
≤ 0,56
√fy
 Kontrol kekuatan penampang
ØPn > Pmax
Pn = Fcr . Ag

KL E Fy
- Bila
r
≤ 4,71
Fy√ (
atau
Fe
≤ 2,25 )
Fcr=( 0,658 )
KL E Fy
- Bila
r
>4,71
Fy√ (
atau
Fe
≤ 2,25 )
Fcr=0,877 Fe
d. Stabilitas batang lentur
Berdasarkan SNI 1729 : 2015 perencanaan kuat lentur pada batang lentur
memenuhi persyaratan jika :
∅ Mn> Mu
Mn=As × fy × z
1
z=d − ×a
2

Gambar 2.11 Distribusi Tegangan


Dimana :
ϕb = 0,9 (faktor tahanan lentur)
Mn = kuat lentur nominal balok
Mu = kuat lentur perlu atau momen maksimum
e. Pembebanan daya layan
Pembebanan daya layan digunakan untuk menghitung lendutan pada
rangka batang. Komposisi beban tetap sama seperti pembebanan ultimate, namun
faktor bebannya berbeda.
f. Lendutan
Setelah didapat kombinasi beban daya layan, maka dihitung lendutan
rangka batang.
FL FL
∆ L= ; ∆=u ×
EA EA
Dimana :
∆L = ubahan panjang anggota akibat beban yang bekerja (cm)
F = gaya yang bekerja (kg)
L = panjang bentang (cm)
E = modulus elastisitas baja (20000000 kg/cm2)
A = luas profil baja (cm2)
u = gaya aksial suatu anggota akibat beban satuan
Δ = komponen lendutan dalam arah beban satuan

2.5.7 Sambungan
Pada perencanaan ini sambungan harus mampu menyalurkan gaya yang
ada. Perencanaan sambungan dibagi menjadi bebarapa bagian sambungan yaitu
pelat penyambung, pelat buhul, pelat pendukung, pelat isi, serta penghubung yang
terdiri dari baut, pen dan las.
2.5.7.1 Sambungan Las
Pengelasan merupakan suatu proses penyambungan logam dengan
mencairkan Sebagian logam induk dan logam pengisi.

Gambar 2.9 Las Sudut


(Sumber : www.google.com)
Persyaratan terhadap keamanan dari LRFD untuk suatu struktur terutama untuk
las adalah terpenuhinya persamaan :
∅ Rnw ≥ Ru
∅ Rnw=0,75 te ( 0,6 fu )
Dimana :
Ø = faktor tahanan
Rnw = tahanan nominal persatuan panjang las
Ru = beban terfaktor persatuan panjang las
Ukuran las sudut ditentukan oleh panjang kaki, panjang kaki harus ditentukan
sebagai a1 dan a2 seperti pada gambar 2.10. Apabila kakinya sama panjang,
ukurannya adalah tw. Ukuran minimum las sudut ditetapkan pada Tabel 2.11.

Gambar 2.10 Ukuran Las Sudut


(Sumber : Perencanaan Struktur Baja dengan metode LRFD)
Tabel 2.11 Ukuran minimum las sudut

Ketebalan Material dari Bagian Paling Tipis yang


Ukuran Minimum Las Sudut (mm)
Tersambung (mm)

t≥6 3
t ˂ t ≤ 13 5
13 < t ≤ 19 6
t ≥ 19 8
Dimensi kaki las sudut, Las pas tunggal harus digunakan
Sumber : SNI 1729 : 2015

2.5.7.2 Sambungan Baut


 Kuat nominal baut
Ru≤ ∅ Rn
∅ Rn=0,75 × F nv × A baut
Dimana :
Ø = Faktor reduksi (untuk batang tarik 0,75; untuk geser pada baut
berkekuatan tinggi 0,65; untuk tumpuan pada baut pada sisi lubang
0,75)
Rn = Kuat nominal baut
Ru = Beban terfaktor
Fnt = Kuat tarik
Abaut = Luas baut
 Jarak baut
Gambar 2.11 Tata letak baut
Jarak baut ke tepi pelat = 1,5 d b ≤ s ≤ ( 4 t p +100 ) atau 20mm
Jarak antar baut = 3 d b ≤ S ≤ 15t p atau200 mm
 Kuat nominal terhadap geser dan tarik
∅ Rn=F n Ab
Dimana :
Ø = Faktor reduksi tarik (0,75)
Fn = Tegangan tarik nominal (MPa)
Ab = Luas tubuh baut tidak berulir nominal atau bagian terulir (mm2)
 Kuat tumpuan pada lubang – lubang baut
Rn=1,2 I c t F u ≤ 2,4 dt F u
Dimana :
Fu = kuat tarik minimum (MPa)
d = diameter baut (mm)
Ic = jarak bersih dalam arah gaya dari tepi lubang ke tepi lubang yang
berdekatan (mm)
t = tebal material yang disambung (mm)
 Kuat dari komponen struktur pada sambungan dan elemen tarik
- Kuat tarik nominal dari leleh penampang yang disambung
∅ Rn=∅ Fy × Ag
- Kuat tarik nominal dari keruntuhan tarik penampang yang disambung
∅ Rn=∅ Fu × Ae
Dimana :
Ø = 0,90 (untuk leleh tarik)
= 0,75 (untuk keruntuhan tarik)
Ae = luas netto efektif (Ae = An ≤ 0,85 Ag), mm2
Ag = luas pelat sambungan baut, mm2
 Kuat dari komponen struktur pada sambungan dan elemen dalam geser
- Kuat geser nominal dari leleh penampang yang disambung
∅ Rn=∅ 0,60 Fy × Agv
- Kuat geser nominal dari keruntuhan tarik penampang yang disambung
∅ Rn=∅ 0,060 Fy × Anv
Dimana :
Ø = 1,00 (untuk leleh geser)
= 0,75 (untuk keruntuhan geser)
Agv = luas bruto yang menahan geser, mm2
 Baut berkekuatan tinggi
Dalam perencanaan menggunakan baut dengan kekuatan tinggi harus
memperhitungakan dengan menyesuaikan dengan syarat dan spesifikasi yang
ditetapkan. Baut dengan kekuatan tinggi dapat dikelompokkan sesuai dengan
kekuatan materialnya seperti dibawah ini :
Group A – ASTM A325, A325M, F1852, A354 Kelas BC, dan A449
Group B – ASTM A490, A90M, F2280, dan A354 Kelas BD
2.5.8 Landasan / Perletakan
Landasan atau perletakan dibuat untuk menerima gaya-gaya dari
konstruksi bangunan atas baik secara horizontal, vertical, maupun lateral dan
menyalurkannya ke bangunan bagian bawah. Ada tiga macam perletakan, yaitu
sendi, rol, dan elastromer.
Landasan yang dipakai dalam perencanaan ini adalah landasan elastromer
berupa landasan karet yang dilapisi pelat baja. Elastromer ini terdiri dari
elastromer vertikal yang berfungsi untuk menahan gaya horizontal dan elastromer
horizontal yang berfungsi menahan gaya vertikal.

1.6 Perencanaan Struktur Baja Menggunakan Metode LRFD (Load and


Resistant Factor Desain)
Perencanaan harus direncanakan sesuai dengan ketentuan seperti
persamaan berikut:
Ru≤ ∅ Rn (Sumber : SNI 1729:2015 halaman 12)
Dimana :
Ru = kekuatan yang dibutuhkan
Rn = kekuatan nominal
Ø = faktor tahanan

Tabel 2.11 Faktor Tahanan ϕ


Komponen Struktur Faktor Tahanan ϕ
Lentur 0,90
Tekanan aksial 0,90
Tarik aksial  
Tarik leleh 0,90
Tarik faktur 0,75
Geser 0,90
Sambungan baut  
Baut geser 0,75
Baut tarik 0,75
Kombinasi geser dan tarik 0,75
Baut tumpu 0,75
Hubungan las  
Las tumpul penetrasi penuh 0,90
Las sudut dan las tumpul penetrasi sebagian 0,75
Penghubung geser 0,75
Sumber : SNI 1729:2015

1.7 Komponen Penampang Struktur


Untuk komponen struktur dalam kondisi tarik :
λ < λr → Penampang non langsing
λ > λr → Penampang langsing
Untuk komponen struktur dalam kondisi tekan :
λ < λp → Penampang kompak
λ < λ > λr → Penampang non kompak
λ > λr → elemen langsing

Tabel 2.12 Elemen tekan komponen struktur yang menahan aksial tekan

No Jenis Elemen Rasio Batasan rasio Contoh


tebal
tebal terhadap
terhadap
lebar
lebar
Elemen Tanpa Pengaku
Sayap dari profil I canai  
panas, pelat yang
diproyeksikan dari
profil I canai panas;
kaki berdiri bebas dari
E
1 sepasang siku
disambung dengan
kontak menerus, sayap
b/t 0,56
√ Fy
 

dari kanal, dan sayap


dari T

Elemen yang diperkaku


E  
2
Badan dari profil I
simetris ganda dan kanal
b/t 1,49
√ Fy
 

Dinding PSB persegi


E
3 dan boks dari ketebalan
merata
b/t 1,40
√ Fy
 
 

E
4 PSB bulat D/t 0,11  
Fy
 
Sumber : SNI 1729 : 2015

Tabel 2.13 Elemen Tekan Komponen Struktur Menahan Lentur

Rasio Batasan Rasio Tebal-Lebar


N Ketebalan
Jenis Elemen Deskripsi Penampang
o Terhadap λp λr
Lebar (kompak) (nonkompak)
Elemen tanpa pengaku

Sayap dari
E E
1
profil I canai
panas, kanal,
dan T
b/t 0,38
√ Fy
1,0
√ Fy
 
Sayap dari
semua profil I  
E
2
dan kanal
dalam lentur
pada sumbu
b/t
0,38
E
Fy √   1,0
√ Fy
lemah
Elemen yang diperkaku
Badan dari  
E
3
profil I
simetris ganda
dan kanal
h/tw
3,76
E
Fy√   5,78
√ Fy

Sayap dari
PSB persegi  
E
4 dan boks
ketebalan
merata
b/t
1,12
E
Fy√   1,40
√ Fy
 
Badan dari      
E
5 PSB persegi
dan boks
h/t
2,42
√ E
Fy
  5,70
Fy√
   
E
6 PSB bulat D/t
0,07
√ E
Fy
  0,31
Fy√
E = modulus elastis baja = 200.000 Mpa
Fy = tegangan leleh minimum yang disyaratkan, Mpa
Sumber : SNI 1729 : 2015

Anda mungkin juga menyukai