Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Era teknologi informasi dan globalisasi saat ini membawa banyak
perubahan dalam kehidupan masyarakat, antara lain adalah perubahan gaya
hidup terutama pada pola makan (stang dalam Novita, 2017).
Pergeseran pola konsumsi pada masyarakat dipengaruhi oleh
perkembangan jumlah dan jenis makanan. Masyarakat dengan kesibukan
bekerja atau berkegiatan yang dilakukan setiap hari meyebabkan mereka tidak
memiliki banyak waktu untuk memasak makanan sendiri. Hal tersebut
menyebabkan masyarakat banyak yang beralih mengkonsumsi makanan cepat
saji. Makanan cepat saji menjadi pilihan karena menurut sebagian masyarakat
dengan harga yang cukup terjangkau serta pengolahan yang praktis mereka
sudah dapat menikmati makanan yang lezat rasanya (goleman, And Others ,
2019)
contoh : Apendisitis merupakan peradangan pada Apendiks yang
berbahaya jika tidak ditangani dengan segera di mana terjadi infeksi berat
yang bisa menyebabkan pecahnya lumen usus (Williams, 2011). Apendisitis
perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan
pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada
dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks veriformis dan merupakan
penyebab abdomen akut. Apendiks memiliki panjang sekitar 6 cm sampai 9 cm
pada orang dewasa 20-30 tahun Dasar apendiks melekat pada sekum dan
ujungnya memiliki beberapa posisi seperti retrosekal, pelvis, antesekal,
preileal, retroileal, atau perikolik kanan.1 Prevalensi apendisitis lebih banyak
di Negara maju dari pada Negara berkembang, disebabkan karena
masyarakat di Negara maju kurang mengkonsumsi makanan berserat tinggi
sehingga terjadi pembentukan fase fekalit lalu menjadi obstruksi lumen yang
akan menyebabkan penyakit apendisitis(Tanto, etal, 2014).
Junk food yang dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan berbagai
gangguan kesehatan, seperti obesitas (kegemukan), diabetes (kencing manis),
hipertensi (tekanan darah tinggi), aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah),
penyakit jantung koroner, usus buntu (appendisitis) stroke, kanker dan lain-lain
(Ariska &Ali, 2019).
WHO (World Health Organization) menyebutkan insiden apendiksitis di
Asia dan Afrika pada tahun 2015 adalah 4,8% dan 2,6% penduduk dari total
populasi. Penelitian Asif (2014), di RS Kharian Islamabad di negara Pakistan
pada 220 penderita gejala abdomen akut, proporsi apendiksitis akut memiliki
jumlah terbanyak yaitu 21,4%.
Contoh : Penyakit Apendisitis Menurut Kementrian Kesehtan Survey di 15
provinsi Indonesia tahun 2014 menunjukan jumlah apendisitis yang dirawat di
rumah Sakit sebanyak 4.351 kasus. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan
dengan tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 3.236 orang. Penyakit Apendisitis
Menurut Kementrian Kesehtan Survey di 15 provinsi Indonesia tahun 2014
menunjukan jumlah apendisitis yang dirawat di rumah Sakit sebanyak 4.351
kasus. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
yaitu sebanyak 3.236 orang (KEMKES, 2012). (Indri, 2014) berpendapat
bahwa risiko jenis kelamin pada kejadian penyakit apendisitis terbanyak
berjenis kelamin laki-laki dengan presentase 72,2% sedangkan berjenis
kelamin perempuan hanya 27,8%. Hal ini dikarenakan laki-laki lebih banyak
menghabiskan waktu diluar rumah untuk 492 Mizar Erianto, etal, Perforation
in Appendicitis Patients in RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung, jiksh
Vol.11 No.1 Juni 2020 bekerja dan lebih cenderung mengkonsumsi makanan
cepat saji, sehingga hal ini dapat menyebabkan beberapa komplikasi atau
obstruksi pada usus yang bisa menimbulkan masalah pada sistem pencernaan
salah satunya yaitu apendisitis

Appendisitis merupakan penyakit yang menjadi perhatian oleh karena


angka kejadian appendisitis tinggi di setiap negara. Resiko perkembangan
appendisitis bisa seumur hidup sehingga memerlukan tindakan pembedahan.
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak
kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok
umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada laki-laki dan perempuan
umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun insiden laki-laki lebih
tinggi (Sjamsuhidajat & de jong, 2010).
Keluhan appendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus
atau periumbilikus yang disertai dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan
beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila
berjalan. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak
terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi
diare, mual, dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada
keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen
bawah akan semakin progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat
ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran
kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan
spasme biasanya juga muncul (Mansjoer, 2011).

Appendisitis yang tidak segera ditatalaksana akan menimbulkan


komplikasi. Salah satu komplikasi yang paling membahayakan adalah
perforasi. Perforasi terjadi 24 jam setelah timbul nyeri. Gejalanya mencakup
demam dengan suhu 37,7°C atau lebih tinggi, dan nyeri abdomen atau nyeri
tekan abdomen yang kontinyu (RAdwan, 2013).

harus ada paragraph yang membahas tentang apendiktomie


Contoh : Apendisitis merupakan masalah yang serius yang harus
dicegah sedini mungkin dan salah satu cara untuk menyembuhkan apendisitis
adalah dengan apendiktomi atau bedah mayor pada apendiks (Price &
Wilson, 2006). Apendisitis akut pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
merupakan dasar dalam diagnosis apendisitis dengan tingkat akurasi sebesar
76- 80%. Disamping itu kemampuan dokter dalam menegakkan diagnosis
apendisitis serta membedakan antara apendisitis akut dan apendisitis
perforasi secara klinis sangat diperlukan, karena keduanya memiliki
penanganan yang berbeda. Gejala dan tanda apendisitis yang tidak khas akan
menyulitkan dokter dalam menegakkan diagnosis, sehingga dokter akan
melakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis. Salah satu
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan hitung
jumlah leukosit.6 8 Jumlah leukosit umumnya meningkat pada apendisitis akut
yakni sekitar 10.000-18.000 sel/mm. Jumlah leukosit yang kurang dari 18.000
sel/mm3 umumnya terjadi pada apendisitis simpel dan leukosit yang lebih dari
18.000 sel/mm menunjukkan adanya perforasi(Agus, 2011).

Paragraf selanjutnya

Paragraf selanjutnya
Selama praktik klinik peneliti memberikan asuhan keperawatan pada
klien dengan melaksanakan peran perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan (care provider), peneliti dan pembaharu. Peran perawat dalam
pemberi asuhan keperawatan adalah dengan melakukan intervensi keperawatan
mandiri dan kolaborasi. Pelaksanaan peran perawat sebagai peneliti
diantaranya adalah penulis menerapkan intervensi keperawatan yang
didasarkan pada hasil penelitian atau berdasarkan pembuktian (evidence based)
dan melaksanakan peran pembaharu dalam upaya meningkatkan asuhan
keperawatan pada klien dengan kegawat daruratan sistem Gastrointestinal.
1.2 Tujuan penelitian
1.2.1 Tujuan Umum
Menerapkan asuhan keperawatan secara komprehensif pada Tn. H dengan
post laparatomi appendiksitis di Ruang Rawat Inap ward 9 di Rumah Sakit
Mayapada Hospital Jakarta Selatan.
1.2.2 Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan Post Laparatomi
Apendisitis penulis dapat :
1. Melakukan pengkajian pada klien dengan Laparatomi
Appendiksitis.
2. Mampu menegakan diagnose keperawatan pada klien dengan
Laparatomi Appendiksitis.
3. Mampu menetapkan intervensi pada klien dengan Laparatomi
Appendiksitis.
4. Mampu melakukan implementasi pada klien dengan Laparatomi
Appendiksitis.
5. Mampu melakukan evaluasi pada klien dengan Laparatomi
Appendiksitis.

1.3 Manfaat Penelitian


1.3.1 Manfaat teoritis
1.3.1.1 Bagi peneliti
Diharapkan penulis mampu menerapkan disiplin ilmu di lapangan,
khususnya penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan Post
Appendiktomi.
1.3.1.2 Bagi ilmu pengetahuan
Untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya konsep Appendiksitis dan
tata kelola asuhan keperawatan pada pasien Post Appendiktomi.
1.3.2 Manfaat praktis
1.3.2.1 Untuk Pelayanan kesehatan
Untuk menambah pengetahuan perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Post Appendiktomi.
1.3.2.2 Untuk Pasien
Untuk menambah pengetahuan pasien mengenai post appendiktomi
sehingga meningkatkan motivasi dalam melakukan penanganan secara
mandiri, agar dapat mencegah terjadinya komplikasi dan infeksi pada luka
operasi.
1.4 Ruang Lingkup
Kelola kasus pasien post appendiktomi ini dilakukan dalam bentuk
pendekatan asuhan keperawatan. Kelola asuhan keperawatan ini dilakukan
pada satu pasien selama 3 hari di unit keperawatan interna Rumah Sakit
Mayapada Hospital Jakarta Selatan. Rumah Sakit Mayapada hospital
merupakan rumah sakit pemerintah swasta.
Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan beberapa metode, yaitu:
1.4.1 Searching internet, penulis mengakses beberapa link di internet untuk
pengambilan data prevalensi dan jurnal terkait yang dijadikan referensi.
1.4.2 Survei lapangan, penulis mendapatkan pasien sebagai data utama dan
sebagai kasus yang dikelola, data prevalensi pasien penderita appendisitis di
Rumah Sakit Mayapada Hospital Jakarata Selatan
1.4.3 Studi kasus, penulis melakukan studi kasus pada Tn.H dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan yang komperehensif meliputi pengkajian,
analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.

Anda mungkin juga menyukai