Bab 2
Bab 2
TINJAUAN UMUM
8
diubah dengan tetap mempertahankan tampak bangunan utama. Kelas D dapat dibongkar
dan dibangun seperti semula, karena kondisinya membahayakan penghuni dan lingkungan
sekitarnya. Bangunan cagar budaya dibagi menjadi sebagai berikut:
Golongan A
Pemugaran bangunan pada golongan ini merupakan upaya preservasi berdasarkan
ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 19):
- “Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah”.
- “Apabila kondisi bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat
dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan
aslinya“.
- “Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama/
sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen
bangunan yang telah ada“.
- “Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian/ perubahan fungsi
sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya“.
Golongan B
Pemugaran bangunan golongan ini merupakan upaya preservasi dengan ketentuan
sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 20):
- “Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja dan apabila kondisi fisik bangunan
buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk
dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya“.
- “Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola
tampak depan, atap dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen
bangunan yang penting“.
- “Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata
ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan“.
- “Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan
tambahan yang menjadi suatu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama“.
Golongan C
Pemugaran bangunan golongan ini merupakan upaya rekonstruksi dan adaptasi
dengan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 21):
- “Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola tampak
muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan“.
9
- “Detail rnament dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur bangunan
disekitarnya dalam keserasian lingkungan“.
- “Penambahan bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat dilakukan di
belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan arsitektur bangunan
cagar budaya dalam keserasian lingkungan“.
- “Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana kota“.
- “Pemanfaatan Kembali Bangunan Cagar Budaya“.
2.2 Struktur
Menurut Sunggono (1995), Pengertian Struktur adalah tata ukur, tata hubung, tata letak
dalam suatu sistem yang membentuk satuan kerja. Hubungan dalam bangunan adalah sistem
penyaluran atau distribusi gaya – gaya eksternal maupun internal menuju ke bumi.
Penggabungan berbagai elemen struktur secara tiga dimensi, yang cukup rumit, fungsi
utama dari sistem struktur adalah untuk memikul secara aman dan efektif beban yang
bekerja pada bangunan, serta menyalurkan ke tanah melalui fondasi. Beban yang bekerja
pada bangunan terdiri dari beban vertikal, horizontal, perbedaan temperature, getaran, dan
sebagainya. Secara garis besar struktur dapat disimpulkan menjadi 4 prinsip:
10
Pada bagian diatas telah diketahui mengenai gaya yang bekerja pada suatu
bangunan. Gaya tersebut akan mengalami penyaluran beban. Beban – beban tersebut
diantaranya: Beban mati, Beban hidup, Beban Angin, Beban Gempa.
2.2.4 Sistem Tumpuan
Jika bicara tentang mengalirkan gaya, kita mengenal jenis-jenis tumpuan yang
bekerja pada konstruksi bangunan, yaitu:
Tumpuan sendi Tumpuan sendi dapat menerima gaya dari segala arah tetapi tidak
mampu menahan momen. Dengan demikian tumpuan sendi hanya mempunyai dua
gaya reaksi yaitu reaksi vertikal (RV) dan reaksi horisontal (RH).
Tumpuan rol Tumpuan rol hanya dapat menerima gaya tegak lurus, dan tidak mampu
menahan momen. Dengan demikian tumpuan rol hanya dapat menahan satu gaya
reaksi yang tegak lurus (RV).
Tumpuan jepit Tumpuan jepit dapat menahan gaya ke segala arah dan dapat menahan
momen. Dengan demikian jepit mempunyai tiga reaksi yaitu reaksi vertikal (RV),
reaksi horisontal (RH) dan reaksi momen (RM).
2.3 Konstruksi
Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana yang
meliputi pembangunan gedung (building construction), pembangunan prasarana sipil (Civil
Engineer), dan instalasi mekanikal dan elektrikal (Trianto, 2011:1). Dalam sebuah bidang
arsitektur atau teknik sipil, sebuah konstruksi juga dikenal sebagai bangunan atau satuan
infrastruktur pada sebuah area atau pada beberapa area. Secara ringkas konstruksi
didefinisikan sebagai objek keseluruhan bangunan yang terdiri dari bagian-bagian struktur.
Misalnya: konstruksi struktur bangunan adalah bentuk/bangun secara keseluruhan dari
struktur bangunan. contoh lain: konstruksi jalan raya, konstruksi jembatan, konstruksi kapal,
dan lain lain.
2. Bentuk-bentuk Atap
Atap rumah bukanlah sekedar sarana untuk bernaung. Bentuk atap rumah sangat
mempengaruhi sirkulasi udara dan kenyamanan siapa saja yang berada di bawahnya.
Berikut merupakan bentuk-bentuk atap yang dapat diaplikasikan pada bangunan.
12
1. Sering disebut juga dengan
nama atap sengkuap atau atap tempel.
2. Terdiri dari sebuah bidang
atap miring yang bagian tepi atasnya
bersandar atau menempel pada tembok
1 bangunan induk (tembok yang
menjulang tinggi).
3. Pada bentuk atap sandar
Atap Sandar menggunakan konstrukssi setengah
kuda-kuda untuk mendukung balok
gording.
1. Terdiri dari dua bidang atap miring
yang tepi atasnya bertemu pada satu
garis lurus, dinamakan bubungan.
2. Tepi bawah bidang atap, dimana air itu
meninggalkan atap dinamakan tepi
2 teritis.
3. Pada tepi teritis ini dapat dipasangi
talang air.
Atap Pelana
4. Di kedua ujung akhir tembok bangunan
dibuatkan gunung-gunung sebagai
pengganti kuda-kuda.
13
1. Bentuk atap silang ini seolah – olah
merupakan persilangan dua bentuk atap
pelana.
2. Mengingat akan adanya pertemuan
6 bagian – bagian bidang atap tersebut,
Atap Silang maka akan terbentuk lembahan.
3. Lembahan berfungsi sebagai
penampung sekaligus mengalirkan air
hujan yang jatuh disekitarnya.
3. Struktur Atap
a. Kuda-kuda atap kasau (Gambar 2.1)
Atap kasau dan atap balok bangal tepat sekali untuk atap pelana. Semua kasau bertidak
sebagai tiang atau kuda-kuda penopang. Kestabilan memanjang tercapai dengan
melekatkan suai angin diagonal di bawah kasau-kasau. Pada kuda-kuda rangka batang
dengan panjang yang agak besar, dipasang sebuah balok bubungan berbentuk rangka
batang.
14
Gambar 2.1 : Struktur Kuda-kuda atap kasau
Sumber : Heinz Frick, Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu, 1982: 44
15
Gambar 2.2 : Struktur Atap Peran
Sumber : Heinz Frick, Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu, 1982: 48
- Seperti telah dikatakan konstruksi atap peran dengan kuda-kuda yang berbaring
timbul kalau tiang-tiang pada kuda-kuda itu terpasang miring dalam jurusan
kasau-kasau.
- Konstruksi kuda-kuda ini bisa lebih ekonomis sedikit jikalau dipilih suatu
konstruksi dengan dinding lutut.
- Kuda penopang pada atap peran dengan kuda-kuda yang berbaring dipasang
dengan jarak tidak lebih dari 3.50 m.
- Atap peran dengan kuda-kuda yang bergantung. Jikalau panjangnya balok loteng
melebihi 5.00 m tanpa adanya tiang atau dinding pendukung, maka balok loteng
itu harus digantungkan pada konstruksi atap. (Gambar 2.3).
c. Bingkai Gantung
16
Konstruksi kuda-kuda yang bergantung menjadi konstruksi gantungan. Pada tiang-
tiang gantung pasang sebuah balok pendukung searah dengan peran atap. Pada
konstruksi atap kuda-kuda yang bergantung selalu harus diadakan perhitungan statis
oleh seorang ahli konstruksi kayu.
d. Sambungan Kayu
Menurut Suparno (2008 : 253) dalam buku Teknik Gambar Bangunan, konstruksi
kayuFmerupakan bagian dari konstruksi sebuah bangunan. Sambungan kayu
merupakan pengetahuan dasar mengenai konstruksi kayu yang berguna bagi
penggambaran konstruksi sambungan kayu atau bagaimana pemberian tanda (paring)
saat melaksanakan pembuatan sambungan dan hubungan kayu sesuai dengan aturan
yang berlaku.
2. Digunakan bila
seluruh batang dipikul, misalnya
balok tembok.
1
3. Kayu banyak
diperlemah karena masing masing
bagian ditaktik separuh kayu
17
1 Digunakan bila akan ada gaya tarik
2
yang timbul
1. Diterapkan
pada gording yang terletak 5 – 10
4 cm dari kaki kuda-kuda yang
berjarak antara 2.50 – 3.50 m.
1 Menetralkan momen-momen
sekunder dengan membuat
6 sambungan kunci rangkap yaitu
dikanan dan kiri balok yang akan
disambung.
Sambungan Memanjang Balok Kunci Jepit
18
1 Digunakan untuk menyambung
tiang-tiang yang tinggi dimana
7 dalam perdagangan sukar
didapatkan persediaan kayu-kayu
dengan ukuran yang diinginkan.
19
Jika siar yang timbul oleh bentuk batu alam yang tersedia menjadi terlalu lebar,
maka dapat diisi dengan potongan batu alam kecil, sehingga bayangan dinding batu
alam menjadi seragam.
Dinding batu alam dapat dibagi menurut konstruksinya atas :
a. Konstruksi Dinding Batu Alam Kering
Konstruksi dinding batu alam kering adalah suatu konstruksi dinding, yang
terpasang tanpa sesuatu yang basah, seperti adukan atau plester. Tentu saja, dinding
batu alam yang kering perlu aturan batu yang teliti sekali dan memiliki tebal yang
jauh lebih besar daripada suatu konstruksi yang memakai adukan.
20
Gambar 2.6 : Konstruksi dinding batu pecahan
Sumber : Heinz Frick, Ilmu Konstruksi Bangunan 1, 1980: 102
Gambar 2.8 : Konstruksi dinding satu ukuran Gambar 2.9 : Konstruksi dinding berbagai ukuran
21
Sumber : Heinz Frick, Ilmu Konstruksi Bangunan 1, Sumber : Heinz Frick, Ilmu Konstruksi Bangunan 1,
1980: 103 1980: 103
Seperti pada konstruksi dinding batu pecahan, diperlukan sekitar setiap 1,5 meter
lapisan pengikat horisontal pada seluruh tebal dinding.
22
Dengan aturan bata merah, yang perlu dilakukan adalah menghubungkan bata
merah bersama lepa sehingga menjadi suatu kesatuan. Siar-siar vertikal selalu
diusahakan agar tidak satu garis, harus bersilang, seperti terlihat pada gambar
berikut. Siar vertikal pada umumnya kita pilih sebesar 1 cm dan siar horisontal
setebal 1,5 cm.
Di dalam aturan batu buatan cara masing-masing mempunyai sifat dan nama
khusus, yang kita bagi atas dua golongan, yaitu dalam lapisan dan dalam
Pengaturan. Lapisan-lapisan batu buatan kita bagi atas tiga macam, yaitu. Lapisan
memanjang, lapisan melintang dan lapisan melintang berdiri.
Jika dibedakan pengaturan, maka terdiri dari enam pengaturan, yaitu. Aturan batu
memanjang (½ bata) memiliki tebal 11 cm atau 11,5 cm, aturan batu melintang,
aturan batu memanjang-melintang bersilang (stand), aturan batu memalang (silang),
aturan batu Belanda dan aturan batu gothic (vlaams) semuanya memiliki tebal 23
cm dan 24 cm, seperti gambar berikut.
23
Gambar 2.13 : Aturan konstruksi bata merah
Sumber : Heinz Frick, Ilmu Konstruksi Bangunan 1, 1980: 135
24
Gambar 2.14 : Konstruksi bekisting busur
Sumber : Heinz Frick, Ilmu Konstruksi Bangunan 1, 1980: 143
Sebagai induk konstruksi busur bisa digunakan konstruksi dinding batu buatan atau
batu alam yang bertarah menurut ukuran yang diperlukan. Jika menggunakan batu
alam untuk batu induk (Gambar 2.15), biasanya juga pada puncak busur
dipasangkan batu bertarah (Gambar 2.16). Tetapi jika menggunakan batu buatan,
maka juga sebagai batu puncak dipilih batu buatan. Harus diperhatikan agar selalu
di pertengahan busur diadakan suatu puncak dan bukan suatu siar saja.
2.4 Material
25
Material dalam konteks bangunan adalah setiap bahan yang digunakan untuk tujuan
konstruksi. Terdapat dua tipe material, yaitu alami dan buatan. Material alami adalah bahan
bangunan yang sudah tersedia di alam seperti batu, pasir, air dan kayu.
Semen Semen
Lepa Pasir Tras Kapur
Merah Portland
Pondasi batu kali besar 1 1 1
Pondasi batu kali rumah 2 1 1
Atau 3 1 1
Atau 3 1 1
Atau 5 1 1,5
Atau 5 1
Dinding Rumah 4 3 2
Atau 6 1 0,5
Atau 4 0,5 1
Semen Semen
Plester Pasir Tras Kapur
Merah Portland
Dinding 2 1
Atau 1 1 1
Atau 3 1 1
Lantai 2 1
Atau 3 1
Anyaman kawat 4 1
Anyaman bambu, dekat
4 1 1
laut
27