Anda di halaman 1dari 18

Konsep Dasar PKN

Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan


Universitas Muhammadiyah Mataram
Mita Indriati, 2019A1H055, III B

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu materi yang wajib menjadi muatan
kurikulum pendidikan dasar dan menengah, seta pendidikan tinggi. Hal ini sesuai dengan
bunyi pasal 37 ayat (1) UU no 20 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa “Kurikulum
pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: a.pendidikan agama; b. pendidikan
kewarganegaraan; c.bahasa …” Ayat (2)“Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:
a.pendidikan agama; b. pendidikan kewarganegaraan; dan c.bahasa. Kemudian dalam
penjelasan pasal 37 (1) UU tersebut dijelaskan bahwa Pendidikan kewarganegaraan
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air.
Dengan ketentuan di atas, jelas bahwa Pendidikan Kewarganegraaan (PKn) merupakan
salah satu mata pelajaran/mata kuliah yang wajib diberikan kepada peserta didik di satuan
pendidikan dasar, menengah maupun tinggi. Disamping itu, diketahui pula bahwa PKn
memiliki kedudukan strategis dalam mencapai tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (pasal 3 UU No. 20
tahun 2003).
Konsekuensi dari adanya ketentuan di atas, dan pasal 37 ayat (1) yang berbunyi
“Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah” adalah struktur kurikulum pendidikan dasar
sampai dengan pendidikan tinggi di Indonesia harus mencantumkan PKn, meskipun istilah
yang digunakan dalam kurikulum dari waktu ke waktu berganti-ganti. Sebagai mata
pelajaran, PKn wajib diberikan kepada peserta didik, baik secara terintegrasi dalam semua
mata pelajaran maupun sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri. Yang menjadi
permasalahan adalah apakah struktur kurikulum di setiap satuan Pendidikan dari waktu ke
waktu sudah mencantumkan PKn sebagai salah satu mata pelajaran?
Kurikulum pada prinsipnya memang menjadi hal yang vital dalam dunia pendidikan.
Dikarenakan vital atau pentingnya kurikulum ini, maka para di lapangan, para pendidik
harus memahami kandungan kurikulum, karena telah jelas tujuan pendidikan terdapat
dalam kurikulum. Sehingga proses pendidikan dapat berlangsung dengan kondusif,
interaktif, efektif dan lancar (S. Nasution, 1995: 1).
Oleh sebab itu, kurikulum menjadi hal yang terus menarik untuk dianalisis, tidak
terkecuali bagi bidang kajian atau mata pelajaran PPKn (Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan). Terlebih, PPKn dalam proses perjalanan dan perkembangan kurikulum
seringkali mengalami dampak yang cukup signifikan, bahkan nomenklatura tau penamaan
mata pelajaran ini berganti-ganti. Hal ini tidak bisa kepas dari analisis pergantian
kurikulum yang bisa jadi politis, disamping perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat
dinamis, pemerintah selalu memiliki andil besar dalam proses perkembangan kurikulum ini.
Oleh sebab itu, dalam ruang lingkup kajian PPKn, peneliti sangat tertarik dalam melakukan
analisis perkembangan kurikulum di Indonesia, khususnya perkembangan kurikulum dalam
ranah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
PEMBAHASAN

Berikut saya paparkan mauatan pelajaran PPKn dari kurikulum CBSA, KBK, KTSP
dan K13 :

1. Kurikulum 1984, “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”.


Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan
pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut
‘Kurikulum 1975 yang disempurnakan’. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek
belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga
melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active
Leaming (SAL). Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di
sekolahsekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat
diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan
CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di
sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model
berceramah.
Dalam konteks PPKn, Sejak GBHN 1973 hingga terakhir GBHN 1998 pada era
Orde Baru, bagaimana penjelasan pendidikan untuk membentuk karakter warga negara
yang baik dibebankan kepada sejumlah nama mata pelajaran, di samping pendidikan
kewarganegaraan dalam formulasi Pendidikan Pancasila. “Meskipun terdapat ragam
derivasi dari Pendidikan Pancasila dalam namanama mata pelajaran seperti Pendidikan
Moral Pancasila, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, Pendidikan Pendahuluan Bela
Negara, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Pendidikan P4, pada akhirnya bermuara
kepada model pendidikan yang bersifat topdown. Artinya kategori warga negara yang
baik merupakan kategorisasi negara terhadap warga negara berdasarkan tafsir negara
mengenai apa yang baik dan buruk sebagai warga negara, bukan sebaliknya warga
negara yang menentukan kategorinya sendiri. Warga negara seolah-olah tidak
berwenang membuat pengertiannya sendiri sebagai anggota dari sebuah sistem
kehidupan politik bernama negara.
“Dari penelusuran terhadap proses penyusunan Ketetapan MPR tentang P4 tersebut,
belum ada argumentasi baik dari pemerintah maupun MPR sendiri tentang penjabaran
P4 menjadi 36 butir nilai Pancasila. Hanya saja ada satu pandangan dari Fraksi Utusan
Daerah (FUD) di MPR” (Darmodihardjo, 1980: 109-115) tentang pentingnya P4. Ada
empat alasan pentingnya P4 menurut FUD, yaitu :
a. Filosofis,
b. Historis,
c. Yuridis-konstitusional,
d. Pedagogis psikologis.
Dari keempat alasan tersebut, alasan pedagogis-psikologis menjadikan P4 relevan
untuk dijadikan materi pembelajaran PMP di sekolah. Selama periode Orde Baru,
pendidikan sebagai instrumen pembentukan karakter warga negara menampakkan
wujudnya dalam standardisasi karakter warga negara. “Standardisasi itu mencerminkan
civic virtues (kebajikan-kebajikan warga negara) yang disajikan dalam mata pelajaran
PMP dan PPKn dengan memasukan materi pembelajaran Pancasila yang dijabarkan
dari butir-butir P4.
Civic virtues itu masing-masing dijabarkan dari nilai-nilai moral Pancasila menjadi
36 butir pengamalan. P4 inilah yang kemudian menjadi keharusan pedoman atau arah
petunjuk tingkah laku setiap warga negara, sebagaimana disusun dalam Tabel 2.
Meskipun Pasal 1 Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 menjelaskan bahwa “Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila tidak merupakan tafsir Pancasila sebagai Dasar
Negara sebagaimana tercermin dalam Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh dan
Penjelasannya, tetapi P4 menjadi kelihatan lebih penting dari Pancasila itu sendiri.
Lebih jauh, P4 dan Pancasila menjadi kata sakti‖ dalam segenap kesempatan pejabat
dari tingkat pusat hingga local dalam forum-forum formal maupun non formal.
(Samsuri, 2012: 5).
Adapun Materi P4 dalam kajian pendidikan kewarganegaraan pada mata pelajaran
PMP makin dikokohkan dalam Mata Pelajaran PMP Kurikulum 1984. Uraian
pokokpokok bahasan sebagai materi PMP dijabarkan menurut urutan sila-sila Pancasila,
sebagaimana penjabaran P4 terhadap tafsir pengamalan Pancasila. Meskipun aspek
afektif menjadi titik berat dalam PMP Kurikulum 1984, namun materi yang dibahas
lebih banyak memuat aspek pengetahuan (kognitif) ketika mengkaji pokok bahasan
seperti hak azasi manusia, azas dan makna keadilan, UUD 1945, lembagalembaga
negara, badan peradilan, kemerdekaan Indonesia, kerjasama internasional, dan kajian
terhadap Pancasila itu sendiri.

2. Kurikulum 2004, “KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)”


Kurikulum ini lahir sebagai tuntutan dari reformasi, dengan dikeluarkannya Tap
MPR No. IV/MPR/1999 tentang Arah Kebijakan Pendidikan Nasional, UU No.
2 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Daerah daan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. KBK tidak
lagi mempersoalkan proses belajar, proses pembelajaran dipandang sebagai
wilayah otoritas guru, yang terpenting pada tingkatan tertentu peserta didik mencapai
kompetensi yang diharapkan. Kompetensi diartikan sebagai perpaduan antara
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebisa
aan berpikir dan bertindak.
KBK memiki ciri-ciri:
a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun
klasikal;
b. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman;
c. Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi;
d. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif;
e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi.

Sebagai pengganti kurikulum 1994 adalah kurikulum 2004, yang disebut dengan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Sanjaya (2005) menjelaskan bahwa “Suatu
program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu:
pemilihan kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk
menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi dan pengembangan pembelajaran.
Struktur kompetensi dasar KBK ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan
semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun dan
dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut. Pernyataan hasil belajar ditetapkan
untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil belajar adalah
untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan
sebagai hasil belajar mereka pada level ini?”. Hasil belajar mencerminkan keluasan,
kedalaman, dan juga kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat
diukur dengan berbagai teknik penilaian. Setiap hasil belajar memiliki seperangkat
indikator.
Perumusan indikator adalah untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita
mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?” Adapun pada
tahun 2004 kurikulum PKn SD diintegrasikan dengan mata pelajaran IPS, menjadi
PKPS (Pendidikan Kewarganegaraan dan Pengetahuan Sosial), sementara di tingkat
SMP dan SMA merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri. Kurikulum Berbasis
Kompetensi kewarganegaraan tampak telah mengarah pada tiga komponen PKn yang
bermutu seperti yang diajukan oleh Centre for Civic Education pada tahun 1999 dalam
National Standard for Civics and Government. Ketiga komponen tersebut yaitu civic
knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), civic skills (keterampilan
kewarganegaraan), dan civic disposition (karakter kewarganegaraan).

3. Kurikulum 2006, “KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)”


KTSP/ kurikulum 2006 pada dasarnya sama dengan kurikulum 2004. Perbedaan
mendasar terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu
jiwanya desentralisasi sistem pendidikan. Pada kurikulum 2006, pemerintah pusat
menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah / guru
dituntut mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaian sesuai dengan
kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran,
dihimpun menjadi sebuah perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Penyusunan KTSP menjadi tanggung jawab sekolah
di bawah binaan dan pemantauan dinas pendidikan daerah dan wilayah setempat.
Pelaksanaan KBK masih dalam uji terbatas, namun pada awal tahun 2006, uji
terbatas tersebut dihentikan. Dan selanjutnya dengan terbitnya permen nomor 24 tahun
2006 yang mengatur pelaksanaan permen nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi
kurikulum dan permen nomor 23 tahun 2006 tentang standar kelulusan, lahirlah
kurikulum 2006 yang pada dasarnya sama dengan kurikulum 2004. Perbedaan yang
menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa
dari desentralisasi sistem pendidikan. “Pada kurikulum 2006, pemerintah pusat
menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini
guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya
sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata
pelajaran, dihimpun menjadi sebuah perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP)”. Adapun penyusunan KTSP menjadi tanggung jawab
sekolah di bawah binaan dan pemantauan dinas pendidikan daerah dan wilayah
setempat.
Dalam konteks PPKn, di tahun 2006, perubahan kurikulum dari KBK menjadi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum ini PKn di sekolah
dasar tidak lagi terintegrasi dengan mata pelajaran IPS, melainkan berdiri sendiri
menjadi mata pelajaran PKn. Demikian pula pada tingkat SMP dan SMA PKn menjadi
mata pelajaran yang berdiri sendiri.
Pada kurikulum tahun 2006 ini mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
memiliki tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan :

a. Berpikir kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan,

b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab, bertindak secara cerdas dalam


kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi,

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan


karakterkarakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersamasama dengan
bangsa lain,
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung
atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Adapun hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan KTSP adalah


sebagai berikut:
a. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
b. Peningkatan potensi, kecerdasan sesuai dengan tingkat perkembangan dan
kemampuan peserta didik
c. Perkembangan IPTEK dan Seni
d. Dinamika perkembangan global
e. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
f. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat

Hal-hal tersebut di atas mempunyai prinsip dan tujuan yang sama dengan mata
pelajaran PKn di sekolah dasar karena secara ideal PKn bertujuan untuk membentuk
warga negara yang memiliki wawasan berbangsa dan bernegara serta nasionalisme yang
tinggi. Di dalam Kurikulum nasional 2006, terdiri atas ruang lingkup dalam KTSP 2006
meliputi 8 substansi kajian yaitu :
a. Persatuan dan Kesatuan bangsa
b. Norma, hukum, dan peraturan
c. Hak Asasi Manusia
d. Kebutuhan warga negara
e. Konstitusi negara
f. Kekuasaan dan politik
g. Pancasila
h. Globalisasi

Ruang lingkup kurikulum/substansi utama perubahan PKn menjadi PPKn. PKn


2006 meliputi:
a. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi; hidup rukun dalam perbedaan, cinta
lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan
NKRI, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap NKRI,
keterbukaan dan jaminan keadilan.
b. Norma, Hukum, dan Peraturan, meliputi; tertib dalam kehidupan keluarga, tata
tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah,
norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan
peradulan nasional, hukum dan peradilan internasional.
c. Hak Asasi Manusia, meliputi; hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota
masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormartan
dan perlindungan HAM.
d. Kebutuhan Warga Negara, meliputi; hidup gotong royong, harga diri sebagai warga
masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat,
menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara.
e. Konstitusi Negara, meliputi; Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi-konstitusi
yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi.
f. Kekuasaan dan Politik, meliputi; pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan
daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik.
Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam
masyarakat madani.
g. Pancasila, meliputi; kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara.
Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila sebagai ideologi terbuka
h. Globalisasi, meliputi; globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di
era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi
internasional dan mengevaluasi globalisasi.

4. Kurikulum 2013 dan 2013 Revisi


Hadirnya kurikulum 2013 ini dilatarbelakangi oleh beberapa hal, diantaranya
adalah bahwa berdasarkan kajian dan analisa pemerintah, kurikulum yang ada
sekarang dianggap sudah tidak relevan dengan tuntutan kondisi dunia dan bisa
juga karena kondisi pendidikan di Indonesia sekarang tidak dapat mengakomodir
tuntutan zaman. Landasan yuridis kurikulum ini antara lain adalah: RPJMN tahun
2010-1014, INPRES Nomor 1 Tahun 2010. Elemen perubahan dalam kurikulum
ini meliputi: standar kelulusan, standar isi, standar proses dan standar evaluasi.
Pemerintah melakukan pemetaan kurikulum berbasis kompetensi yang pernah
diujicobakan pada tahun 2004 (curriculum based competency). Kompetensi dijadikan
acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan berbagai
ranah pendidikan; pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam seluruh jenjang dan
jalur pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah. Kurikulum 2013 berbasis
kompetensi memfokuskan pada pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh
peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan
seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga
pencapaianya dapat diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan peserta didik
sebagai suatu kriteria keberhasilan. Kegiatan pembelajaran perlu diarahkan untuk
membantu peserta didik menguasai sekurangkurangnya tingkkat kompetensi minimal,
agar mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan konsep
belajar tuntas dan pengembangan bakat. Setiap peserta didik harus diberi kesempatan
untuk mencapai tujuan sesuai dengan kemamapuan dan kecepatan belajar masing-
masing.
Tema utama kurikulum 2013 adalah menghasilkan insan Indonesia yang produktif,
kreatif, inovatif, afektif, melalui pengamatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan
yang terintegrasi. Untuk mewujudkan hal tersebut, dalam implementasi kurikulum, guru
dituntut secara profesional merancang pembelajaran secara efektif dan bermakna,
mengorganisir pembelajaran, memilih pendekatan pembelajaran yang tepat,
menentukan prosedur pembelajaran dan pembentukan kompetensi secara efektif, serta
menetapkan kriteria keberhasilan.
Adapun pada kurikulum 2013 ini, Secara yuridis formal Kurikulum 2013 berpijak
pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, namun
dalam pelaksanaannya didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Perubahan kurikulum tersebut berdampak pula terhadap mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia, yang semula menggunakan istilah
Pendidikan Kewarganegaraan atau yang lebih dikenal dengan sebutan PKn berubah
kembali menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau yang lebih dikenal
dengan sebutan PPKn.

Kurikulum 2013 dirancang dengan tujuan untuk mempersiapkan insan Indonesia


supaya memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warganegara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia. Kurikulum adalah
instrumen pendidikan untuk dapat membawa insan Indonesia memiliki kompetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan sehingga dapat menjadi pribadi dan warga negara
yang produktif, kreatif, inovatif, dan efektif.

Beberapa poin penting yang perlu dipahami dalam penyusunan kurikulum 2013
antara lain:

Penataan Ulang PKn menjadi PPKn

Salah satu langkah dalam penyusunan kurikulum 2013 adalah penataan ulang PKn
menjadi PPKn, dengan rincian sebagai berikut:

a. Mengubah nama mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menjadi


Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
b. Menempatkan mata pelajaran PPKn sebagai bagian utuh dari kelompok mata
pelajaran yang memiliki misi pengokohan kebangsaan. Mengorganisasikan SK-KD
dan indikator PPKn secara nasional dengan memperkuat nilai dan moral Pancasila,
nilai dan norma UUD NKRI Tahun 1945, nilai dan semangat Bhinneka Tunggal
Ika, serta wawasan dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia
c. Memantapkan pengembangan peserta didik dalam dimensi:
1) Pengetahuan kewarganegaraan,
2) Sikap kewarganegaraan,
3) Keterampilan kewarganegaraan,
4) Keteguhan kewarganegaraan,
5) Komitmen kewarganegaraan, dan
6) Kompetensi kewarganegaraan.
d. Mengembangkan dan menerapkan berbagai model pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik PPKn yang berorientasi pada pengembangan karakter peserta
didik sebagai warga negara yang cerdas dan baik secara utuh
e. Mengembangkan dan menerapkan berbagai model penilaian proses pembelajaran
dan hasil belajar PPKn.

Ruang lingkup kurikulum/substansi PPKn 2013 meliputi:

a. Pancasila, sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa.


b. UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, sebagai hukum dasar yang menjadi
landasan konstitusional kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
c. Bhinneka Tunggal Ika, sebagai wujud keberagaman kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara dalam keberagaman yang kohesif dan utuh
d. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebagai bentuk negara Indonesia.

Eksistensi PKn dari Waktu ke Waktu


Eksistensi atau keberadaan PKn dari awal Indonesia merdeka sampai saat ini tidak
lepas dari perkembangan kurikulum di Indonesia yang penulis dapatkan dari berbagai
sumber dapat dipaparkan melalui tabel sebagai berikut :

Kurikulum Nama Istilah yang Keterangan


dalam Kurun Kurikulum digunakan untuk
Waktu PKn dlm Struktur
Kurikulum
Kurun waktu 1945- 1968
(Tahunss 1947, 1952, 1964, 1968)
Tahun 1947 Rencana Pelajaran Belum ada istilah Pendidikan lebih menekankan
khusus pada pembentukan karakter
manusia Indonesia yang
merdeka,berdaulat, sejajar
dengan bangsa lain di muka
bumi.
Tahun 1952 Rencana Pelajaran Civic/Kewargaan Isi Civic: Pancasila, UUD,
Terura Negara Tap
MPR, PBB
Tahun 1964 Rencana Pengembangan Untuk pembekalan jenjang
Pendidikan 1964/ Moral SD, termasuk program
Kurikulum 1964 Pancaward hanya yang
dijadikan sebagai pusat
pembelajaran pada saat itu
Tahun 1968 Kurikulum 1968 Pendidikan Tujuan PKN untuk membina/
Sekolah Dasar Kewargaan Negara menanamkan,mengem
(PKN) bangkan dan memelihara
jiwa dan moral yang baik
berdasarkan Pancasila
Kurun waktu 1968-1999
(Tahun 1975, 1984,1994)
Tahun 1975 Kurikulum 1975 Pendidikan Moral Berdsrkan Tap IV/MPR/1973
Sekolah Dasar Pancasila (PMP) mengamanatkan kurikulum di
semua tingkat pendidikan
harus berisikan Pendidikan
Moral Pancasila (PMP)
Tahun 1984 Kurikulum 1984 Pendidikan Moral Berdsrkan Tap II/MPR/1978
Pancasila bermuatan diadakan reorganisasi PMP
P-4 (PMP/P-4) disesuaikan P-4. Berdsrkan
Tap IV/Mampak PR/1978,
PMP yang disesuaikan P-4
menjadi isi kurikulum di
semua tingkat pendidikan,
dengan alokasi waktu 2
jam/minggu
Tahun 1994 Kurikulum 1994 Pendidikan Pancasila Berdsrkan UU no 2 th 1989
dan mengamanatkan bahwa isi
Kewarganegaraan kurikulum di setiap jenis,
(PPKn) jalur dan jenjang pendidikan
wajib memuat (a) Pendidikan
Pancasila; (b) Pendidikan
agama; (c) pendidikan
kewarganegaraan. Alokasi
waktu 2 jam/minggu
Kurun waktu 1968-1999
(Tahun 2004, 2006, 2013)
Tahun 2004 Rintisan Kewarganegaan Berdsrkan UU no 20 th 2003
Kurikulum (Kn) ditetapkan bahwa kurikulum
Berbasis (Istilah yg digunakan pendidikan dasar dan
Kompetensi di SD menengah, serta pendidikan
(KBK) (PKnPS), SMP (Kn) tinggi wajib memuat antara
dan SMA (PKn) lain Pendidikan
Kewarganegaraan. Alokasi
waktu 2 jam/minggu
Tahun 2006 Kurikulum Pendidikan Dasar UU no 20 th 2003.
Tingkat Satuan Kewarganegaraan Istilah yang digunakan di
Pendidikan (PKn) SD,SMP, SMA sama, yaitu
(KTSP) PKn. Alokasi waktu: 2
jam/minggu
Tahun 2013 Kurikulum 2013 Pendidikan Pancasila PPKn tercantum dalam
dan struktur kurikulum SD , SMP
Kewarganegaraan dan SMA. Alokasi waktu
(PPKn) untuk SD 5 jam (kl 1 SD); 6
jam (kl 2,3) dan 4 jam/mg (kl
4,5,6). Sedang alokasi waktu
untuk SMP kl 7,8,9 setiap
semester 3 jam/minggu.
Alokasi waktu untuk SMA
kelas 10, 11, dan 12, setiap
semester 2 jam/minggu.

Sumber Rujukan
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat
Satuan
Pendidikan jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BNSP
Departeman Pendidikan Nasional Republik Indonesia . 1989. Undang-undang Republik
Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
Depdiknas
Departeman Pendidikan Nasional Republik Indonesia . 2003. Undang-undang Republik
Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
Depdiknas
Sapriya dan Winataputra, (2003). Pendidikan Kewarganegaraan : Model Pengembangan
Materi dan Pembelajaran. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn) FPIPS –UPI.
Santoso, G., Al Muchtar, S., & Abdulkarim, A. (2015). Analysis SWOT Civic Education
curriculum for senior high school year 1975-2013. CIVICUS: JURNAL
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN, 19(1).
Machali, Imam & Ara Hidayat. 2016. The Handbook of Education Management: Teori dan
Praktik Pengelolaan Sekolah/Madrasah di Indonesia. Jakarta: Prenadamedia
Group.
Suyitno, A. 1983. Konsep Pendidikan Moral Pancasila sebagai Pendidikan Nilai-Nilai.
Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti.
Darmodiharjo, D. 1980. Orientasi Singkat Pancasila‖ Laboratorium Pancasila IKIP
Malang. Santiaji Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.
Hamalik, Oemar. 2004. Model-Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PPs Unversitas
Pendidikan indonesia (UPI).
Alhamuddin. 2014. Sejarah Kurikulum Di Indonesia (Studi Analisis Kebijakan
Pengembangan Kurikulum). Nur El-Islam, Volume 1, Nomor 2, Oktober 2014.
Susunan Materi PPKn Kelas 2 Semester 1

BAB I (HUBUNGAN ANTARA SIMBOL DAN SILA-SILA PANCASILA DALAM


LAMBANG NEGARA GARUDA PANCASILA)
A. Nilai-nilai dalam Tiap Sila Pancasila
B. Hubungan antara Simbol Pancasila dengan Garuda Pancasila
C. Implementasi Nilai-nilai Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari
Uji Kompetensi

BAB II (ATURAN DAN TATA TERTIB YANG BERLAKU DI SEKOLAH)


A. Aturan dan Tata Tertib yang Berlaku di Sekolah
B. Jenis-jenis Aturan dan Tata Tertib di Sekolah
C. Pemberlakuan Aturan dan Tata Tertib di Sekolah
D. Nilai-nilai dari Aturan dan Tata Tertib di Sekolah
E. Elemen yang Mengikuti Aturan dan Tata Tertib yang Berlaku di Sekolah
Uji Kompetensi

BAB III (KEBERAGAMAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DI SEKOLAH.)


A. Keberagaman Karakteristik Individu
B. Jenis-jenis Keberagaman Karakteristik Individu di Sekolah
C. Manfaat Keberagaman Karakteristik Individu Di Sekolah
Uji Kompetensi

BAB IV (BERSATU DALAM KEBERAGAMAN DI RUMAH DAN SEKOLAH)


A. Makna Bersatu dalam Keberagaman di Rumah
B. Makna Bersatu dalam Keberagaman di Sekolah
C. Manfaat Bersatu dalam Keberagaman di Rumah Dan Sekolah
D. Pentingnya Persatuan dan Kesatuan dalam Keberagaman di Sekolah dan di Rumah
Uji Kompetensi
Pelaksanaan Materi “Aturan dan Tata Tertib yang Berlaku di Sekolah”

Langkah-langkah Pembelajaran
1. Siswa bertanya jawab tentang gambar dan mendengarkan guru menjelaskan aturan
dalam
2. bermain “Kepala Pundak Lutut Kaki”.
3. Siswa menceritakan pengalamannya setelah mengikuti permainan.
4. Siswa membaca teks pendek tentang aturan di sekolah.Siswa diarahkan untuk
mengajukan pertanyaanterkait teks yang telah dibaca.Siswa dan guru melakukan tanya
jawab tentang peraturan yang ada di sekolah
5. Guru meminta siswa membentuk kelompok untuk mendiskusikan aturan apa saja yang
berlaku di sekolah
6. Masing-masing kelompok memaparkan hasil diskusi didepan kelas
7. Guru memberi penjelasan lebih lanjut terkait dengan aturan yang ada di sekolah
8. Siswa diminta untuk mengerjakan soal latihan, apa saja aturan atau tata tertib yang
berlaku di lingkungan sekitar
9. Guru memperkuat kembali materi yang telah di ajarkan

Anda mungkin juga menyukai