Anda di halaman 1dari 42

f

BUPATI POHUWATO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN POHUWATO


NOMOR 8 TAHUN 2012

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN POHUWATO


TAHUN 2012 - 2032

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI POHUWATO,
Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten
Pohuwato dengan memanfaatkan ruang wilayah secara
berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan
berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun
rencana tata ruang wilayah.
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan
pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka
rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi
investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah,
masyarakat, dan/atau dunia usaha.
c. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional, maka perlu penjabaran ke dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten.
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pohuwato dengan
Peraturan Daerah.

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 perubahan kedua;
2. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000 tentang
Pembentukan Provinsi Gorontalo (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 258, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4060);
3. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2003 tentang
Pembentukan Kabupaten Bone Bolango dan Kabupaten
Pohuwato (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4269);

Halaman 1 dari 42
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Reublik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725;
6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang – undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5432);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2010 tentang
Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2010
Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5160);

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN POHUWATO
Dan
BUPATI POHUWATO
MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN POHUWATO TENTANG


RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN
POHUWATO TAHUN 2012-2032.

Halaman 2 dari 42
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Pohuwato.
2. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Daerah adalah Kabupaten Pohuwato
4. Bupati adalah Bupati Pohuwato.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pohuwato.
6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang
udara termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan kehidupannya.
7. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
8. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
9. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki
hubungan fungsional.
10. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan
ruang untuk fungsi budidaya.
11. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
12. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.
13. Pelaksanaan Penataan Ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan
ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
14. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang
dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan
dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
15. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
16. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
17. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya.
18. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya
alam dan sumberdaya buatan.

Halaman 3 dari 42
19. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam,
sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.
20. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
21. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
22. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam.
23. Kawasan Peruntukan Pertambangan adalah wilayah yang memiliki
sumber daya bahan tambang yang berwujud padat, cair atau gas
berdasarkan peta/data geologi dan merupakan tempat dilakukannya
seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi : penyelidikan
umum, eksplorasi, operasi produksi dan pasca tambang, baik di wilayah
darat maupun perairan.
24. Kawasan Strategis Provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.
25. Kawasan Strategis Kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.
26. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi yang selanjutnya disebut PKWp adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
27. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau
beberapa kecamatan.
28. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau
beberapa desa.
29. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.
30. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan
non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.
31. Peran Masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
32. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut
BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di
Kabupaten Pohuwato dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan
tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.

Halaman 4 dari 42
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang

Pasal 2
Penataan ruang Kabupaten Pohuwato bertujuan untuk mewujudkan ruang
wilayah Kabupaten Pohuwato yang aman, nyaman, produktif dan
berkelanjutan berbasis agroindustri dan perikanan guna meningkatkan
perekonomian wilayah menuju masyarakat sejahtera.

Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang
Pasal 3
Kebijakan penataan ruang Kabupaten Pohuwato, terdiri atas :
a. pengembangan pusat-pusat kegiatan Kabupaten secara berhierarki dalam
rangka mendorong percepatan dan pemerataan pembangunan di wilayah
Kabupaten;
b. peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan jaringan prasarana
transportasi, energi, telekomunikasi, sumber daya air dan prasarana
pengelolaan lingkungan dalam rangka menunjang pengembangan pusat-
pusat kegiatan;
c. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
d. peningkatan peran dan produktifitas Kabupaten sebagai kawasan
minapolitan dan pusat produksi pertanian berbasis agroindustri;
e. pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan
perekonomian Kabupaten yang produktif, efisien, dan mampu bersaing;
dan
f. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang
Pasal 4
(1) Strategi pengembangan pusat-pusat kegiatan Kabupaten yang berhierarki
selaras dengan perencanaan pusat-pusat kegiatan dalam sistem provinsi;
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a terdiri atas:
a. meningkatkan fungsi kawasan perkotaan Marisa sebagai PKWp;
b. mengembangkan kawasan perkotaan Paguat dan Popayato yang
ditetapkan oleh Provinsi sebagai PKL; dan
c. mengembangkan pusat-pusat kegiatan di tingkat kecamatan berupa PPK
yang memiliki keterkaitan dengan pusat-pusat kegiatan di tingkat
perdesaan (PPL);
(2) Strategi peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan jaringan prasarana
transportasi, energi, telekomunikasi, sumber daya air dan prasarana
pengelolaan lingkungan dalam rangka menunjang pengembangan pusat-
pusat kegiatansebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b terdiri atas:

Halaman 5 dari 42
a. mengembangkan jaringan jalan lokal yang menghubungkan PKWp
dengan kawasan-kawasna perkotaan yang ditetapkan sebagai PPL;
b. mengembangkan terminal pada lokasi yang strategis secara geografis
dan ekonomi, ditunjang dengan rute angkutan yang terintegrasi dengan
terminal lain di luar wilayah Kabupaten;
c. meningkatkan aksesibilitas terhadap kota-kota penting di Sulawesi dan
Kalimantan Timur melalui peningkatan pelayanan transportasi udara;
d. mengembangkan pelabuhan Bumbulan untuk melayani kegiatan ekspor
komoditi hasil perkebunan dari Kabupaten Pohuwato dan sekitarnya;
e. mengembangkan sumber-sumber energi alternatif yaitu energi
mikrohidro dan energi surya;
f. mengembangkan sistem jaringan seluler sebagai sistem jaringan
telekomunikasi utama yang melayani seluruh wilayah Kabupaten;
g. memanfaatkan potensi air permukaan yang cukup besar di wilayah
Kabupaten sebagai sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan air
minum dan irigasi; dan
h. meningkatkan kualitas lingkungan permukiman di kawasan perkotaan
melalui pengembangan sistem prasarana pengelolaan lingkungan.
(3) Strategi pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c terdiri atas:
a. melakukan pemantapan kawasan hutan lindung dalam rangka
melindungi dan melestarikan fungsi ekologis kawasan hutan;
b. menetapkan kawasan perlindungan setempat berupa sempadan pantai,
sempadan sungai dan sekitar danau/waduk untuk mempertahankan
kelestarian fungsi serta memberikan perlindungan terhadap kegiatan
budidaya di sekitar kawasan tersebut;
c. optimalisasi fungsi perlindungan cagar alam yang berpotensi mengalami
degradasi akibat kegiatan budidaya di kawasan tersebut;
d. melestarikan keberadaan hutan bakau sebagai tempat berkembang
biaknya berbagai biota disamping sebagai pelindung pantai dari abrasi;
dan
e. menetapkan kawasan `rawan bencana dan mengendalikan serta
membatasi kegiatan budidaya di kawasan tersebut.
(4) Strategi peningkatan peran dan produktifitas Kabupaten sebagai kawasan
minapolitan dan pusat produksi pertanian berbasis agroindustri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d terdiri atas:
a. menetapkan Kecamatan Lemito sebagai minapolis dengan pusat di Teluk
Tomini;
b. menetapkan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. menetapkan kawasan peruntukan perikanan;
d. mengembangkan pelabuhan perikanan dan kawasan budidaya
perikanan sesuai arahan pengembangan kawasan minapolitan;
e. meningkatkan aksesibilitas dari pusat produksi ke pusat pengolahan
dan pemasaran;
f. mengembangkan industri karaginan dan pengolahan tuna untuk
mendukung pengembangan koridor ekonomi Sulawesi – Maluku Utara;
g. menetapkan kawasan pertanian pangan berkelanjutan;

Halaman 6 dari 42
h. mengembangkan sistem irigasi teknis untuk meningkatkan
produktivitas lahan pertanian; dan
i. menciptakan aglomerasi kegiatan produksi di kawasan peruntukan
industri terutama untuk industri hasil pertanian.
(5) Strategi pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam
pengembangan perekonomian Kabupaten yang produktif, efisien, dan
mampu bersaing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e terdiri atas:
a. mendukung penetapan kawasan strategis provinsi terutama dari sudut
kepentingan ekonomi;
b. menetapkan kawasan strategis kabupaten dari sudut kepentingan
ekonomi; dan
c. meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana di 13 Kecamatan
(6) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f terdiri atas:
a. mendukung penetapan kawasan strategis nasional dengan fungsi
khusus pertahanan dan keamanan;
b. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan di
sekitar kawasan strategis nasional untuk menjaga fungsi pertahanan
dan keamanan;
c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak
terbangun di sekitar kawasan strategis nasional yang mempunyai fungsi
khusus pertahanan dan keamanan dengan kawasan budidaya
terbangun; dan
d. turut serta memelihara aset-aset pertahanan dan keamanan.

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Pohuwato meliputi :
a. pusat-pusat kegiatan;
b. sistem jaringan prasarana utama; dan
c. sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Rencana struktur ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Pusat-Pusat Kegiatan
Pasal 6
(1) Pusat-pusat kegiatan yang ada di Kabupaten Pohuwato sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. PKWp;
b. PKL;
c. PPK; dan

Halaman 7 dari 42
d. PPL.
(2) PKWp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Kecamatan
Marisa.
(3) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu Paguat dan
Popayato.
(4) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. Kawasan Perkotaan Lemito di Kecamatan Lemito; dan
b. Kawasan Perkotaan Motolohu di Kecamatan Randangan;
(5) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas :
a. Desa Panca Karsa II di Kecamatan Taluditi;
b. Desa Molosipat Utara di Kecamatan Papayato Barat; dan
c. Desa Wanggarasi Timur di Kecamatan Wanggarasi.

Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pasal 7
Sistem jaringan prasarana utama yang ada di Kabupaten Pohuwato
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan transportasi laut; dan
c. sistem jaringan transportasi udara.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 8
(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf a, terdiri atas :
a. jaringan jalan;
b. jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan;
c. jaringan layanan lalu lintas dan angkutan jalan;
d. jaringan perkeretaapian; dan
e. jaringan sungai, danau dan penyeberangan.
(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. jaringan jalan arteri primer, yaitu ruas jalan Tabulo –Marisa, Marisa –
Lemito, dan Lemito – Molosipat;
b. jaringan jalan strategis nasional rencana, yaitu ruas jalan Marisa -
Tolinggula;
c. jaringan jalan kolektor primer K2 berupa jalan lintas yang
menghubungkan Kabupaten Pohuwato dengan Kabupaten Gorontalo
Utara yaitu ruas jalan yang melewati Bandar Udara Imbodu –
Kecamatan Taluditi – Kecamatan Patilanggio – Kecamatan Buntulia;
d. jaringan jalan bebas hambatan, yaitu ruas jalan milik Provinsi, Negara,
dan Kabupaten, yaitu ruas jalan Isimu – Marisa, dan Marisa –
Molosipat; dan

Halaman 8 dari 42
e. jaringan jalan lokal primer, terdiri atas:
1. ruas jalan yang menghubungkan poros Kota Marisa – Kota Molosipat
Utara;
2. ruas jalan yang menghubungkan poros Kota Marisa – Wanggarasi
Timur; dan
3. ruas jalan yang menghubungkan poros Kecamatan Patilanggio –
Taluditi.
(3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, yaitu terminal penumpang tipe A yang terdapat di Marisa dan Terminal
Penumpang Tipe B terdapat di Popayato.
(4) Jaringan layanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
yaitu trayek angkutan umum, terdiri atas :
a. TML 42 – Bumbulan, TML 42 – Paguat, TML 42 – Marisa, TML 42 –
Randangan, TML 42 – Lemito, TML 42 – Popayato, TML 42 – Malango,
TML 42 – Dudeulo, TML 42 – Molosifat;
b. TML Isimu – Bumbulan, TML Isimu – Paguat, TML Isimu – Marisa, TML
Isimu – Randangan, TML Isimu – Lemito, TML Isimu – Popayato, TML
Isimu – Molosifat; dan
c. TML Marisa – Paguat, TML Marisa – Bumbulan, TML Marisa –
Randangan, TML Marisa – Lemito, TML Marisa – Popayato, TML Marisa
– Molosifat.
(5) Jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdiri atas :
a. jaringan jalur kereta api umum yang menghubungkan Gorontalo –
Manado – Bitung; dan
b. stasiun kereta api di Kecamatan Marisa.
(6) Jaringan sungai, danau dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d terdiri atas :
a. pelabuhan penyeberangan yaitu Pelabuhan Bumbulan; dan
b. lintas penyeberangan antar provinsi yaitu Paguat – Wakai – Ampana di
Kabupaten Tojo Una-Una.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 9
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf b, meliputi :
a. tatanan kepelabuhanan; dan
b. alur pelayaran.
(2) Tatanan kepelabuhanan di Kabupaten Pohuwato sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, yaitu Pelabuhan Bumbulan dengan hierarki sebagai
pelabuhan pengumpann dan Pelabuhan Samudra Popayato.
(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu
Bumbulan – Pulau Dolong (Kabupaten Tojo Una-Una) – Ampana
(Kabupaten Tojo Una-Una) – Parigi (Kabupaten Parigi Moutong). Dan
rencana pengambangan ke Pulau Una-Una (Kabupaten Tojo Una-Una).

Halaman 9 dari 42
Paragraf 3
Sistem Jaringan Transportasi Udara
Pasal 10
(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf c, terdiri atas :
a. tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.
(2) Tatanan kebandarudaraan di Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, yaitu Bandar Udara Imbodu dengan bisa ditingkatkan dari
hierarki bandar udara pengumpan.
(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 11
Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(1) huruf c, terdiri atas :
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumber daya air; dan
d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi
Pasal 12
(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a,
meliputi :
a. pembangkit tenaga listrik; dan
b. transimisi tenaga listrik.
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas :
a. pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang terdapat di Marisa
dengan kapasitas 10 MW;
b. pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) yang berpotensi
dikembangkan di sekitar kawasan Sungai Randangan, Sungai Lemito,
Sungai Popayato, Sungai Malango; dan
c. Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang berpotensi dikembangkan
di kawasan perdesaan di Kecamatan Popayato, Popayato Timur,
Lemito, Wanggarasi, Randangan, dan Taluditi.
(3) Transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri atas:
a. gardu induk, terdapat di Paguat; dan
b. jaringan saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) 150 KV, yang
menghubungkan Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan
Gorontalo.

Halaman 10 dari 42
Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 13
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
huruf b, terdiri atas :
a. sistem jaringan kabel; dan
b. sistem jaringan nirkabel.
(2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu
berupa stasiun telepon otomat yang akan dikembangkan di Marisa.
(3) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
yaitu berupa base transceiver station di perkotaan Marisa, Paguat,
Popayato, Lemito, Motolohu, Panca Karsa II, Molosipat Utara, Wanggarasi
Timur dan pada setiap ibukota kecamatan yang tidak termasuk dalam
pusat - pusat kegiatan.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 14
(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
huruf c, terdiri atas :
a. Wilayah Sungai (WS);
b. Cekungan Air Tanah (CAT);
c. sistem jaringan irigasi;
d. prasarana air baku untuk air minum;
e. jaringan air bersih ke kelompok pengguna; dan
f. sistem pengendalian banjir dan pengamanan pantai.
(2) Sistem jaringan prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) direncanakan melalui pendekatan wilayah sungai dan cekungan
air tanah serta keterpaduannya dengan pola ruang dengan
memperhatikan keseimbangan pemanfaatan sumber daya air permukaan
dan air tanah.
(3) Rencana pengembangan prasarana/jaringan sumber daya air meliputi
aspek konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan
pengendalian daya rusak air.
(4) WS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. WS strategis nasional yaitu WS Paguyaman mencakup Daerah Aliran
Sungai (DAS) Paguyaman, DAS Salilama, DAS Tabulo, DAS
Bumbulan, DAS Libuo, dan DAS Marisa;
b. WS lintas provinsi yaitu WS Kepulauan Randangan mencakup DAS
Dudeulo, DAS Popayato, DAS Milangodaa, DAS Lomuli, DAS Lemito,
DAS Suka Damai, DAS Wonggarasi, DAS Sidorukun, DAS Patihu, DAS
Dinga Motoluhu, DAS Randangan dan DAS Beringin; dan
c. WS lintas kabupaten yaitu WS Tilamuta.
(5) CAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di Kecamatan
Popayato, Lemito, Randangan dan Marisa.
(6) Sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri atas :

Halaman 11 dari 42
a. Daerah Irigasi (DI) Produktif, terdiri atas :
1. DI kewenangan provinsi yaitu DI Taluduyunu Seluas 1012Ha; dan
2. DI kewenangan kabupaten yaitu DI Karangetan seluas 238 Ha, DI
Kalimas seluas 56 Ha, DI Iloheluma seluas 143Ha, DI Molosipat
seluas 108 Ha dan Bunuyo seluas 160 Ha.
b. Daerah Irigasi (DI) Rencana, terdiri atas :
1. DI kewenangan provinsi yaitu DI Randangna 6040 Ha dan DI
Taluduyu Seluas 2523Ha;
2. DI kewenangan kabupaten yaitu , DI Karengetang Seluas 323 Ha,
DI Kalimas Seluas 400Ha, DI Iloheluma Seluas 600 Ha, DI
Molosipat Seluas 400Ha dan DI Bunuyo 250 Ha.
c. sistem jaringan irigasi teknis bersumber dari Bendungan Sungai
Randangan; dan
d. sistem jaringan irigasi di daerah rawa dalam rangka mendukung
budidaya air payau terutama pada daerah pesisir Teluk Tomini.
(7) Prasarana air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d dikembangkan dengan memanfaatkan sumber air tanah dan
air permukaan.
(8) Jaringan air bersih ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e direncanakan di kawasan perkotaan di seluruh distrik di
wilayah Kabupaten dengan menggunakan sistem perpipaan.
(9) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f,
terdiri atas :
a. pengendalian struktural melalui kegiatan rekayasa teknis dalam
penyediaan prasarana dan sarana penanggulangan banjir; dan
b. pengendalian non struktural melalui pengelolaan daerah pengaliran,
pengelolaan kawasan banjir, flood proofing dan sistem peringatan dini.

Paragraf 4
Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan
Pasal 15
(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 huruf d terdiri atas:
a. sistem jaringan persampahan;
b. sistem penyediaan air minum (SPAM);
c. sistem pengelolaan limbah; dan
d. sistem jaringan drainase.
(2) Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a yaitu berupa tempat pemrosesan akhir sampah seluas kurang lebih 5
Ha yang akan dikembangkan di Desa Botubilotahu di Kecamatan Marissa
dengan metode controlled landfill.
(3) SPAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. SPAM dengan menggunakan jaringan perpipaan, untuk kawasan-
kawasan perkotaan yang ditetapkan sebagai PKW, PPK dan PPL; dan
b. SPAM dengan menggunakan pola swadaya secara komunal dengan
memanfaatkan sumber air tanah berupa sumur-sumur bor, untuk
daerah-daerah perdesaan terpencil.

Halaman 12 dari 42
(4) Sistem pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri atas :
a. sistem pengelolaan limbah rumah tangga, dilakukan secara on site di
setiap rumah; dan
b. sistem pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
dilakukan secara on site berupa instalasi pengolahan air limbah
untuk industri dan rumah sakit di Kecamatan Marisa dan Paguat.
(5) Jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
dikembangkan di kawasan perkotaan Marisa dengan sistem terbuka
mengikuti jaringan jalan.

BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 16
(1) Rencana pola ruang wilayah meliputi rencana kawasan lindung dan
kawasan budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 17
Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), terdiri atas:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
d. kawasan rawan bencana alam; dan
e. kawasan lindung geologi.

Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung
Pasal 18
Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, yaitu
kawasan hutan lindung di Kecamatan Buntulia, Dengilo, Duhiadaa,
Lemito,Paguat, Patilanggio, Popayato, Popayato Barat, Popayato Timur,
Randangan, Taluditi dan Wanggarasi dengan luas kurang lebih 137.605 Ha.

Paragraf 2
Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 19
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
huruf c, terdiri atas :
a. kawasan sempadan pantai;

Halaman 13 dari 42
b. kawasan sempadan sungai;
c. kawasan sekitar danau/waduk; dan
d. ruang terbuka hijau.
(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdapat di sepanjang pantai wilayah Kabupaten Pohuwato, dengan
panjang kurang lebih 160 km dan luas kurang lebih 3.300 ha, dengan
ketentuan :
a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100 meter dari
titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau
b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik
pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap
bentuk dan kondisi fisik pantai.
(3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdapat di sebagian wilayah Kabupaten Pohuwato dengan luas kurang
lebih 2.033 ha, dengan ketentuan :
a. daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling
sedikit 5 (lima) meter dari kaki tanggul sebelah luar;
b. daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar
kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter
dari tepian sungai; dan
c. daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar
kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh)
meter dari tepian sungai.
(4) Kawasan sekitar danau/waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c terdapat di Desa Palopo di Kecamatan Marisa, Desa Dudepo di
Kecamatan Patilanggio, serta Desa Papayato di Kecamatan Popayato.
(5) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
terdapat di kawasan perkotaan yang ada di Kabupaten dengan ketentuan
luas minimal 30 % dari luas kawasan perkotaan yang terdiri atas 20 %
ruang terbuka hijau publik dan 10 % ruang terbuka hijau privat.

Paragraf 3
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
Pasal 20
(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf d, terdiri atas :
a. kawasan suaka alam laut;
b. kawasan cagar alam;
c. kawasan pantai berhutan bakau; dan
d. kawasan taman wisata alam laut;
(2) Kawasan suaka alam laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
yaitu Taman Laut Pulau Bitila yang ditetapkan sebagai kawasan suaka
alam laut Provinsi.
(3) Kawasan cagar alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
meliputi :
a. Cagar Alam Panua yang meliputi sebagian Kecamatan Marisa, Paguat,
Dengilo, Buntulia, Patilanggio, dan Taluditi dengan luas kurang lebih
36.838 ha; dan

Halaman 14 dari 42
b. Cagar Alam Tanjung Panjang yang meliputi sebagian Kecamatan
Randangan dan Wanggarasi
(4) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c terdapat di timur hingga barat sepanjang pesisir Teluk Tomini
yang meliputi sebagian Kecamatan Marisa, Duhiadaa, Lemito, Paguat,
Patilanggio, Popayato, Popayato Barat, Popayato Timur, dan Kecamatan
Randangan
(5) Kawasan taman wisata alam laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d yaitu kawasan wisata alam laut Torosiaje yang terdapat di
Kecamatan Popayato.

Paragraf 4
Kawasan Rawan Bencana Alam
Pasal 21
Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf e,
yaitu kawasan rawan banjir yang meliputi Kecamatan Marisa, Randangan,
Dengilo, Wanggarasi, Lemito, Taluditi, Popayato Timur, Popayato, dan
Popayato Barat.

Paragraf 5
Kawasan Lindung Geologi
Pasal 22
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf f
yaitu berupa kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.
(2) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu berupa kawasan sempadan mata air
yang terdapat di Kecamatan Popayato barat, Lemito, Buntulia, Randangan,
Dengilo, Taluditi, Marisa, dan Paguat.

Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya
Pasal 23
Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), terdiri
atas:
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perikanan;
e. kawasan peruntukan pertambangan;
f. kawasan peruntukan industri;
g. kawasan peruntukan pariwisata;
h. kawasan peruntukan permukiman; dan
i. kawasan peruntukan lain.

Paragraf 1

Halaman 15 dari 42
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Pasal 24
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 huruf a, terdiri atas :
a. kawasan hutan produksi terbatas;
b. kawasan hutan produksi tetap; dan
c. kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.
(2) Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdapat di Kecamatan Popayato Barat, Popayato Timur, Popayato,
Lemito, Wanggasari, Taluditi, Patilanggio, Buntulia, dan Randangan
(3) Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b terdapat di Kecamatan Popayato Barat, Popayato Timur, Wanggasari dan
Lemito
(4) Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c terdapat di Kecamatan Popayato, Popayato Barat,
Popayato Timur, Lemito, Wanggasari, Randangan, Taluditi dan Dengilo.

Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat
Pasal 25
Kawasan peruntukan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
huruf b terdapat di Kecamatan Maisa, Buntulia, Paguat, Dengilo, Patilanggio,
Taluditi, Popayato, Popayato Barat, Popayato Timur dan Lemito.

Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 26
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
huruf c, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan tanaman pangan;
b. kawasan peruntukan hortikultura;
c. kawasan peruntukan perkebunan; dan
d. kawasan peruntukan peternakan.
(2) Kawasan peruntukan tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, terdapat di Kecamatan Duhiadaa, Taluditi, Randangan,
Dengilo, Patilanggio, dan Buntulia
(3) Kawasan peruntukan hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, tersebar di seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Pohuwato
(4) Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, tersebar di seluruh Kecamatan, dengan komoditas yang
dikembangkan meliputi kopi, kakao, mete, kelapa dalam, kelapa sawit,
cengkeh, panili, dan kemiri
(5) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, terdapat di Kecamatan Dengilo, Popayato Barat, Popayato,
Popayato Timur, Randangan, dan Taluditi.
(6) Kawasan pertanian pangan berkelanjutan ditetapkan di Kecamatan
Patilanggio, Randangan dan Taluditi

Halaman 16 dari 42
Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 27
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf d, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan perikanan tangkap;
b. kawasan peruntukan budidaya perikanan; dan
c. kawasan minapolitan.
(2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a diarahkan dengan memanfaatkan perairan Teluk Tomini.
(3) Kawasan peruntukan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. budidaya perikanan air tawar di Kecamatan Buntulia, Taluditi,
Patilanggo, Popayato dan Dengilo; dan
b. budidaya perikanan air payau yang tersebar di Kecamatan Popayato
Barat, Popayato, Popayato Timur, Lemito, Randangan, Wanggarasi,
Duhiadaa, dan Paguat.
(4) Kawasan minapolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
ditetapkan sebagai sentra di Kecamatan Lemito dan didukung oleh
kawasan Popayato Barat, Popayato, Popayato Timur, Wanggarasi,
Taluditi, Randangan, Duhiadaa, Buntulia, Marisa, Paguat, dan Dengilo.

Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 28
(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 huruf e terdiri atas :
a. kawasan peruntukan pertambangan batuan; dan
b. kawasan peruntukan pertambangan mineral logam;
(2) Kawasan peruntukan pertambangan batuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. kawasan peruntukan pertambangan pasir dan batu yang terdapat di
sungai di wilayah Kabupaten baik sungai besar maupun sungai kecil
yaitu Sungai Molosipat, Sungai Popayato, Sungai Lemito, Sungai
Randangan, Sungai Malango, Sungai Marisa, dan Sungai Paguat di
Kecamatan Randangan, Popayato, Buntulia, Lemito, Marisa, dan
Paguat;
b. kawasan peruntukan pertambangan batu andesit di Kecamatan
Marisa, Buntulia, dan Taluditi;
c. kawasan peruntukan pertambangan toseki di Kecamatan Patilanggio,
Wanggarasi, Paguat, dan Randangan;
d. kawasan peruntukan pertambangan batu granit di Kecamatan
Popayato, Popayato Barat dan Popayato Timur; dan
e. kawasan peruntukan pertambangan toseki di Kecamatan Popayato
Timur, Lemito, Wanggarasi, Taluditi dan Randangan.
(3) Kawasan peruntukan pertambangan mineral logam sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu berupa kawasan peruntukan

Halaman 17 dari 42
pertambangan emas di Kecamatan Buntulia dan Patilanggio (Gunung
Pani), Taluditi , Popayato Barat, dan Dengilo.
(4) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat 3
diarahkan untuk :
a. Pengembangan Investasi; dan
b. Pengembangan Wilayah Pertambangan Rakyat ( WPR ).
(5) Kawasan Peruntukan Sebagaimana yang dimaksud ayat 4 akan lebih
diperjelas pada dokumen Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK);

Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 29
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
huruf f, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan industri besar;
b. kawasan peruntukan industri menengah; dan
c. kawasan peruntukan industri kecil.
(2) Kawasan peruntukan industri besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdapat di wilayah Kecamatan Paguat dengan fokus industri
pengolahan hasil pertanian dan perikanan.
(3) Kawasan peruntukan industri menengah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b terdapat di wilayah Kecamatan Randangan; dan
(4) Kawasan peruntukan industri kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c terdapat di seluruh Kecamatan.

Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pasal 30
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
huruf g, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan pariwisata budaya;
b. kawasan peruntukan pariwisata alam; dan
c. kawasan peruntukan pariwisata buatan.
(2) Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. kawasan permukiman terapung Suku Bajo di Desa Torisiaje di
Kecamatan Popayato;
b. kawasan perkampungan Suku Sangihe di Desa Karangetan
Kecamatan Dengilo dan di Desa Londoun Kecamatan Popayato;
c. kawasan perkampungan Suku Minahasa di Desa Karangetan
Kecamatan Dengilo;
d. Kawasan Budaya Gorontalo Kampung 4 (Empat) Di Kecamatan
Paguat; dan
e. Kawasan Pemukiman Adat Suku Bali dan suku Jawa di Kecamatan
Randangan Dan Taluditi;

Halaman 18 dari 42
(3) Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, terdiri atas :
a. Kawasan Wisata Pantai Indah Bumbulan di Kecamatan Paguat;
b. Taman Laut Pulau Bitila di Kecamatan Paguat;
c. Pulau Lahe di Kecamatan Marisa;
d. Pantai Pohon Cinta di Kecamatan Marisa;
e. Danau Delo terletak di Kecamatan Marisa;
f. Tanjung Maleo di Kecamatan Paguat;
g. Pantai Tanjung Bajo Kecamatan Paguat;
h. Pantai Bulili di Kecamatan Duhiadaa;
i. Pantai Lalape di Kecamatan Popayato;
j. Danau Embung di Kecamatan Patilanggio;
k. Danau Telaga di Kecamatan Popayato;
l. Air Terjun Lomuli di Kecamatan Lemito;
m. Air Terjun Kepala Lima di Kecamatan Popayato Timur;
n. Air Terjun Makarti Jaya di Kecamatan Taluditi;
o. Air Terjun Karya Baru di Kecamatan Dengilo;
p. Air Terjun Dudu di Kecamatan Wanggarasi;
q. Pantai Tanjung Maleo Di Kecamatan Paguat; dan
r. Pantai pasir putih Pentadu di Kecamatan Paguat.
(4) Kawasan peruntukan pariwisata buatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c yaitu kawasan masjid An’Nida tertua di Kecamatan
Paguat dan masjid keramat di Kecamatan Wanggarasi

Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 31
(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 huruf g terdiri atas :
a. kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan
b. kawasan peruntukan permukiman perdesaan.
(2) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a terdapat di kawasan perkotaan Marisa, Paguat, dan
Popayato.
(3) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 huruf b terdapat di seluruh wilayah Kabupaten selain
kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Kawasan Peruntukan Lain


Pasal 32
(1) Kawasan peruntukan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf h
yaitu berupa kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan yang
terdiri atas:
a. Kawasan Markas Brimob dan TNI Angkatan Laut terdapat di
Kecamatan Paguat;

Halaman 19 dari 42
b. Kawasan Markas TNI Angkatan Darat di Kecamatan Marisa dan
Popayato; dan
c. Kawasan Markas TNI Angkatan Udara di Kecamatan Randangan.
(2) Kawasan peruntukan lain sebagaimana dimaksud pada pasal 23 huruf h
adalah Kawasan Gedung Olah Raga (GOR) / Sport Center yang terdapat
di Kecamatan Marisa dan Kawasan Stadion Olah Raga (SOR) terdapat di
Kecamatan Paguat.
(3) Kawasan Peruntukan lain sebagaimana dimaksud pada pasal 23 huuf h
adalah Kawasan TPA Tempat Pemprosesan Akhir di Kecamatan Marisa

Pasal 33
(1) Pemanfaatan kawasan untuk peruntukan lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29,
Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 dapat dilaksanakan apabila tidak
mengganggu fungsi kawasan yang bersangkutan dan tidak melanggar
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sebagaimana diatur dalam Peraturan
Daerah ini.
(2) Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan setelah adanya kajian komprehensif dan setelah mendapat
rekomendasi dari badan atau pejabat yang tugasnya mengkoordinasikan
penataan ruang di Kabupaten Pohuwato.

BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
Pasal 34
(1) Kawasan strategis yang ada di Kabupaten Pohuwato, terdiri atas :
a. kawasan strategis provinsi; dan
b. kawasan strategis kabupaten.
(2) Rencana kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III, yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 35
Kawasan Strategis Provinsi (KSP) yang ada di Kabupaten Pohuwato
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. KSP dari sudut kepentingan ekonomi, yaitu Kawasan Marisa dan
Kawasan Randangan;
b. KSP dari sudut kepentingan sosial budaya, yaitu kawasan perkampungan
Suku Bajo;
c. KSP dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau
teknologi tinggi yaitu kawasan blok tambang emas Pohuwato dan
Pohuwato – Boalemo; dan
d. KSP dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup,
yaitu Kawasan Cagar Alam Panua dan Cagar Alam Tanjung Panjang.

Pasal 36
Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
huruf b yaitu kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi, terdiri atas :
a. kawasan industri di Kecamatan Paguat;

Halaman 20 dari 42
b. kawasan perdagangan dan jasa komersial di perkotaan Marisa;
c. kawasan wisata Pantai Bumbulan Indah di Kecamatan Paguat;
d. kawasan wisata Pohon Cinta di Kecamatan Marisa;
e. kawasan Pulau Bitila Di Kecamatan Paguat
f. kawasan Pelabuhan Bumbulan; dan
g. Kawasan Pantai Lalape di Kecamatan Popayato.

BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 37
(1) Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan
dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta perkiraan
pendanaannya.
(2) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 38
(1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat
(2) disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan yang
ditetapkan dalam Lampiran IV, yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
(2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, investasi swasta dan kerja sama pendanaan.
(3) Kerja sama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 39
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten menjadi
acuan pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah
kabupaten;
(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan intensif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.

Halaman 21 dari 42
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Pasal 40
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
39 ayat (2) huruf a, menjadi pedoman bagi penyusunan peraturan zonasi
oleh pemerintah kabupaten.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya.

Paragraf 1
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Lindung
Pasal 41
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf a, terdiri atas :
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan sempadan pantai;
c. kawasan sempadan sungai;
d. kawasan sekitar danau/waduk;
e. kawasan ruang terbuka hijau;
f. kawasan suaka alam laut;
g. kawasan cagar alam;
h. kawasan pantai berhutan bakau;
i. kawasan taman wisata alam laut;
j. kawasan rawan bencana; dan
k. kawasan sempadan mata air.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf b, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perikanan;
e. kawasan peruntukan pertambangan;
f. kawasan peruntukan industri;
g. kawasan peruntukan pariwisata;
h. kawasan peruntukan permukiman; dan
i. kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan.

Halaman 22 dari 42
Paragraf 2
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Lindung
Pasal 42
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan lindung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a ditetapkan sebagai berikut :
a. pemanfaatan kawasan pada hutan lindung dilakukan dengan ketentuan :
1. tidak mengurangi, mengubah atau menghilangkan fungsi utamanya;
2. pengolahan tanah terbatas;
3. tidak menimbulkan dampak negatif terhadap biofisik dan sosial
ekonomi;
4. tidak menggunakan peralatan mekanis dan alat berat; dan
5. tidak membangun sarana dan prasarana yang mengubah bentang
alam.
b. kegiatan pertambangan di kawasan hutan lindung masih diperkenankan
sepanjang tidak dilakukan dengan pola penambangan terbuka.
c. kawasan hutan lindung dapat dikelola atau dipinjampakaikan sepanjang
mengikuti prosedur dan sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
d. pembangunan prasarana wilayah yang harus melintasi hutan lindung
dapat diperkenankan dengan ketentuan :
1. tidak menyebabkan terjadinya perkembangan pemanfaatan ruang
budidaya di sepanjang jaringan prasarana tersebut; dan
2. mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 43
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan pantai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf b ditetapkan sebagai berikut :
a. kawasan sempadan pantai ditetapkan 100 meter dari titik pasang
tertinggi;
b. dalam kawasan sempadan pantai yang termasuk dalam zona inti wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil tidak diperkenankan dilakukan kegiatan
budidaya kecuali kegiatan penelitian, bangunan pengendali air, dan
sistem peringatan dini (early warning system);
c. dalam kawasan sempadan pantai yang termasuk zona pemanfaatan
terbatas dalam wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diperkenankan
dilakukan kegiatan budidaya pesisir, ekowisata, dan perikanan
tradisional; dan
d. dalam kawasan sempadan pantai yang termasuk zona lain dalam wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil diperkenankan dilakukan kegiatan
budidaya sesuai peruntukan kawasan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 44
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan sungai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf c ditetapkan sebagai berikut :
a. kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai,
termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai
manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai
dengan lebar sempadan sebagai berikut :

Halaman 23 dari 42
1. bertanggul dan berada dalam kawasan permukiman dengan lebar
paling sedikit 5 (lima) meter dari kaki tanggul sebelah luar;
2. tidak bertanggul dan berada diluar kawasan permukiman dengan
lebar minimal paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi sungai;
3. tidak bertanggul pada sungai kecil diluar kawasan permukiman
dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai.
b. dalam kawasan sempadan sungai tidak diperkenankan dilakukan
kegiatan budidaya yang mengakibatkan terganggunya fungsi sungai;
c. dalam kawasan sempadan sungai masih diperkenankan dibangun
prasarana wilayah dan utilitas lainnya dengan ketentuan :
1. tidak menyebabkan terjadinya perkembangan pemanfaatan ruang
budidaya di sepanjang jaringan prasarana tersebut; dan
2. dilakukan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.

Pasal 45
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar danau/waduk
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf d ditetapkan sebagai
berikut :
a. kawasan sekitar danau/waduk adalah kawasan tertentu di sekeliling
waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi danau/waduk, dengan jarak antara 50-100 m dari titik
pasang tertinggi ke arah darat disesuaikan dengan bentuk dan kondisi
fisik danau/waduk;
b. diperbolehkan untuk kegiatan perikanan, ekowisata, pertanian dengan
jenis tanaman yang diijinkan, pemasangan papan pengumuman,
pemasangan fondasi dan rentang kabel, fondasi jalan/jembatan, bangunan
lalu lintas air, pengambilan dan pembuangan air serta bangunan yang
mendukung kelestarian kawasan;
c. diperkenankan kegiatan yang berkaitan dengan wisata seperti hotel,
rumah makan, tempat rekreasi dengan tetap mengupayakan
pembangunan fisik yang mampu mencegah terjadinya sedimentasi ke
dalam waduk/danau;
d. dilarang mendirikan bangunan di kawasan sempadan waduk yang belum
terbangun (IMB tidak diberikan);
e. dilarang menyelenggarakan kegiatan yang mengganggu kelestarian daya
tampung waduk seperti pendirian bangunan, permukiman dan penanaman
tanaman semusim yang mempercepat pendangkalan;
f. penggunaan tanah terus diusahakan dengan tetap menjaga kelestarian
lingkungan konservasi atau green belt wajib diusahakan;
g. pada kawasan yang sudah terbangun diadakan program konsolidasi dan
pemeliharaan lingkungan;
h. tanah pada kawasan sekitar waduk dikuasai oleh negara dan apabila
dimiliki oleh masyarakat dibebaskan dengan penggantian yang layak dan
dapat diberikan Hak Pakai pada Dinas Pekerjaan Umum Pengairan;
i. pemilikan atau penguasaan tanah yang tidak sesuai, dibina untuk
menyesuaikan kegiatannya agar serasi atau sejalan secara bertahap,
dengan jalan membebaskan dari pengenaan pajak bumi dan bangunan
atau bentuk sumbangan lainnya yang dikaitkan dengan pemilikan atau
penguasaan tanah; dan

Halaman 24 dari 42
j. apabila yang bersangkutan tidak mampu melaksanakan penyesuaian
dengan sukarela sebagaimana dimaksud pada huruf h, maka pemerintah
baik pusat maupun daerah dapat melakukan pembebasan lahan secara
bertahap yang peruntukannya diprogramkan untuk kegiatan sabuk hijau
/ green belt.

Pasal 46
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang terbuka hijau sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf e ditetapkan sebagai berikut :
a. kawasan ruang terbuka hijau untuk wilayah kabupaten berupa hutan
seluas paling sedikit 30% dari luas DAS;
b. kawasan ruang terbuka hijau tidak diperkenankan dialihfungsikan;
c. dalam kawasan ruang terbuka hijau masih diperkenankan dibangun
fasilitas pelayanan sosial secara terbatas dan memenuhi ketentuan yang
berlaku;
d. pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan
rekreasi; dan
e. pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan luas, nilai
ekologis, dan estetika kawasan.

Pasal 47
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam laut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf f ditetapkan sebagai berikut :
a. suaka alam laut dan perairan lainnya adalah daerah berupa perairan laut,
perairan darat, wilayah, muara sungai, pesisir gugusan atol dan karang
yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan
ekosistem;
b. diperbolehkan kegiatan ekowisata dan penelitian yang tidak merusak
lingkungan;
c. tidak diijinkan melakukan pengambilan terumbu karang, penangkapan
ikan bertujuan ekonomis dan penangkapan ikan dalam skala besar,
pengerukan pasir, penimbunan pantai yang mengganggu ekosistem, dan
kegiatan sejenis;
d. dilakukan pembagian zona dan kegiatan yang terdiri atas:
1. zona inti, dengan ketentuan :
a) dikelola secara alami dan menghindarkan campur tangan manusia;
dan
b) diijinkan aktifitas penelitian dengan persyaratan tertentu;
2. zona perlindungan, dengan ketentuan:
a) dikelola sebagai kawasan suaka margasatwa;
b) dapat dilakukan pembinaan areal dengan tanpa mengganggu fungsi
suaka alam; dan
c) diijinkan penelitian yang tidak merusak ekosistem secara intensif.
3. zona pemanfaatan, dengan ketentuan:
a) dikelola sebagai taman wisata dan dimanfaatkan untuk
kepentingan rekreasi dan budaya; dan
b) dikembangkan untuk pendidikan, penyuluhan dan olah raga
selama dalam pelaksanaannya tidak mengganggu fungsi suaka
alam.

Halaman 25 dari 42
4. zona penyangga, dapat dimanfaatkan secara langsung dan tidak
langsung oleh masyarakat.

Pasal 48
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar alam sebagaimana
dimaksud dalam pasal 41 ayat (1) huruf g ditetapkan sebagai berikut :
a. kawasan cagar alam adalah kawasan yang ditunjuk mempunyai
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistemnya;
b. diperbolehkan kegiatan lain yaitu berupa kegiatan ekowisata yang tidak
membutuhkan lahan, penelitian dan kegiatan yang bermanfaat bagi
peningkatan ilmu pengetahuan yang tidak merusak lingkungan atau pos
pengawas yang pengelolaannya diupayakan sedemikian rupa sehingga
ekosistem binatang, ikan, atau tumbuhan langka yang dilindungi tidak
terganggu;
c. dilarang menyelenggarakan kegiatan pembangunan yang mengakibatkan
penurunan kualitas lingkungan dan perlindungan plasma nutfah; dan
d. kegiatan yang sudah ada di dalam kawasan cagar alam yang mengganggu
fungsi kawasan secara bertahap akan dipindahkan dengan diberi
penggantian yang layak oleh pemerintah.

Pasal 49
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pantai berhutan bakau
sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat (1) huruf h ditetapkan sebagai
berikut :
a. dalam kawasan pantai berhutan bakau dilarang dilakukan kegiatan
budidaya yang menyebabkan menurunnya fungsi kawasan;
b. tidak diperkenankan dilakukan kegiatan budidaya skala besar atau skala
usaha dan eksploitasi sumber daya alam yang mengakibatkan
menurunnya potensi biota alam; dan
c. masih diperkenankan dilakukan kegiatan pariwisata alam secara terbatas
dan kegiatan penelitian.

Pasal 50
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan taman wisata alam laut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf i ditetapkan sebagai
berikut :
a. diperbolehkan kegiatan ekotourisme terbatas dan penelitian yang tidak
merusak taman wisata alam laut;
b. dilarang melakukan kegiatan yang tidak menunjang perlindungan
terhadap taman wisata alam laut; dan
c. kegiatan yang sudah ada di dalam kawasan taman wisata alam laut yang
tidak sesuai dan mengganggu fungsi kawasan secara bertahap akan
dipindahkan dengan diberi penggantian yang layak oleh pemerintah.

Pasal 51
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf j ditetapkan sebagai berikut :
a. perkembangan kawasan permukiman yang sudah terbangun di dalam
kawasan rawan bencana alam harus dibatasi dan diterapkan peraturan
bangunan (building code) sesuai dengan potensi bahaya/bencana alam,
serta dilengkapi jalur evakuasi;

Halaman 26 dari 42
b. kegiatan-kegiatan vital/strategis diarahkan untuk tidak dibangun pada
kawasan rawan bencana;
c. dalam kawasan rawan bencana masih dapat dilakukan pembangunan
prasarana penunjang untuk mengurangi resiko bencana alam dan
pemasangan sitem peringatan dini (early warning system); dan
d. dalam kawasan rawan bencana alam masih diperkenankan adanya
kegiatan budidaya lain seperti pertanian, perkebunan, dan kehutanan,
serta bangunan yang berfungsi untuk mengurangi resiko yang timbul
akibat bencana alam.

Pasal 52
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan mata air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf k ditetapkan sebagai berikut :
a. pada kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah tidak
diperkenankan adanya bangunan terkecuali bangunan yang terkait dengan
sistem jaringan prasarana wilayah dan pengendali air;
b. dalam kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah masih
diperkenankan budidaya pertanian, perkebunan dan kehutanan sepanjang
tidak mengganggu fungsi lindung terhadap air tanah;
c. dalam kawasan sempadan mata air tidak diperkenankan dilakukan
kegiatan budidaya yang dapat merusak mata air; dan
d. dalam kawasan sempadan mata air masih diperkenankan dilakukan
kegiatan penunjang pariwisata alam sesuai ketentuan yang berlaku.

Paragraf 3
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Budidaya
Pasal 53
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan produksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a ditetapkan sebagai berikut :
a. pada kawasan hutan produksi diperkenankan pemanfaatan hasil hutan
dengan memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan;
b. dalam kawasan hutan produksi tidak diperkenankan adanya kegiatan
budidaya kecuali kegiatan kehutanan dan pembangunan sistem jaringan
prasarana wilayah dan bangunan terkait dengan pengelolaan budidaya
hutan produksi;
c. kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi dapat dialihfungsikan
untuk kegiatan lain di luar kehutanan setelah potensi hutan tersebut
dimanfaatkan dan sesuai peraturan perundangan yang berlaku;
d. kegiatan kehutanan dalam kawasan hutan produksi tidak diperkenankan
menimbulkan gangguan lingkungan seperti bencana alam;
e. kawasan hutan produksi dimungkinkan untuk kegiatan lain di luar
kehutanan dengan cara pinjam pakai kawasan hutan; dan
f. sebelum kegiatan pengelolaan hutan produksi dilakukan wajib dilakukan
studi kelayakan dan studi AMDAL yang hasilnya disetujui oleh tim
evaluasi dari lembaga yang berwenang.

Halaman 27 dari 42
Pasal 54
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan rakyat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf b ditetapkan sebagai berikut :
a. kegiatan pengusahaan hutan rakyat diperkenankan dilakukan terhadap
lahan - lahan yang potensial dikembangkan di seluruh wilayah kabupaten;
b. kegiatan pengusahaan hutan rakyat tidak diperkenankan mengurangi
fungsi lindung, seperti mengurangi keseimbangan tata air, dan lingkungan
sekitarnya;
c. kegiatan dalam kawasan hutan rakyat tidak diperkenankan menimbulkan
gangguan lingkungan seperti bencana alam, seperti longsor dan banjir;
d. pengelolaan hutan rakyat harus mengikuti peraturan perundang-
undangan; dan
e. pengusahaan hutan rakyat oleh badan hukum dilakukan harus dengan
melibatkan masyarakat setempat.

Pasal 55
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertanian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf c ditetapkan sebagai
berikut :
a. kegiatan budidaya pertanian tanaman pangan lahan basah dan lahan
kering tidak diperkenankan menggunakan lahan yang dikelola dengan
mengabaikan kelestarian lingkungan, misalnya penggunaan pupuk yang
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, dan pengolahan tanah
yang tidak memperhatikan aspek konservasi;
b. dalam pengelolaan pertanian tanaman pangan lahan basah tidak
diperkenankan pemborosan penggunaan sumber air;
c. peruntukan budidaya pertanian tanaman pangan diperkenankan untuk
dialihfungsikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, kecuali lahan pertanian pangan berkelanjutan;
d. dalam kawasan perkebunan dan perkebunan rakyat tidak diperkenankan
penanaman jenis tanaman perkebunan yang bersifat menyerap air dalam
jumlah banyak, terutama kawasan perkebunan yang berlokasi di daerah
hulu/kawasan resapan air;
e. bagi kawasan perkebunan besar tidak diperkenankan merubah jenis
tanaman perkebunan yang tidak sesuai dengan perizinan yang diberikan;
f. dalam kawasan perkebunan besar dan perkebunan rakyat diperkenankan
adanya bangunan yang bersifat mendukung kegiatan perkebunan dan
jaringan prasarana wilayah;
g. alih fungsi kawasan perkebunan menjadi fungsi lainnya dapat dilakukan
sepanjang sesuai dan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
h. sebelum kegiatan perkebunan besar dilakukan diwajibkan untuk dilakukan
studi kelayakan dan studi amdal yang hasilnya disetujui oleh tim evaluasi
dari lembaga yang berwenang; dan
i. kawasan budidaya peternakan tidak diperkenankan berdekatan dengan
kawasan permukiman;
j. dalam kawasan peruntukan peternakan masih diperkenankan adanya
kegiatan lain yang bersifat mendukung kegiatan peternakan dan
pembangunan sistem jaringan prasarana sesuai ketentuan yang berlaku;

Halaman 28 dari 42
k. kawasan peruntukan peternakan diperkenankan untuk dialih fungsikan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 56
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan perikanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf d ditetapkan sebagai
berikut :
a. kawasan budidaya perikanan tidak diperkenankan berdekatan dengan
kawasan yang bersifat polutif;
b. dalam kawasan perikanan masih diperkenankan adanya kegiatan lain
yang bersifat mendukung kegiatan perikanan dan pembangunan sistem
jaringan prasarana sesuai ketentuan yang berlaku; dan
c. kawasan perikanan diperkenankan untuk dialih fungsikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 57
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertambangan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat (2) huruf e ditetapkan sebagai
berikut :
a. kegiatan usaha pertambangan sepenuhnya harus mengikuti ketentuan
yang berlaku di bidang pertambangan;
b. kegiatan usaha pertambangan dilarang dilakukan tanpa izin dari
instansi/pejabat yang berwenang;
c. kawasan pascatambang wajib dilakukan rehabilitasi (reklamasi dan/atau
revitalisasi) sehingga dapat digunakan kembali untuk kegiatan lain, seperti
pertanian, kehutanan, dan pariwisata;
d. pada kawasan pertambangan diperkenankan adanya kegiatan lain yang
bersifat mendukung kegiatan pertambangan;
e. kegiatan permukiman diperkenankan secara terbatas untuk menunjang
kegiatan pertambangan dengan tetap memperhatikan aspek-aspek
keselamatan;
f. sebelum kegiatan pertambangan dilakukan wajib dilakukan studi
kelayakan dan studi amdal yang hasilnya disetujui oleh tim evaluasi dari
lembaga yang berwenang.

Pasal 58
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan industri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 ayat (2) huruf f ditetapkan sebagai berikut :
a. untuk meningkatkan produktifitas dan kelestarian lingkungan
pengembangan kawasan industri harus memperhatikan aspek ekologis;
b. lokasi kawasan industri tidak diperkenankan berbatasan langsung dengan
kawasan permukiman;
c. pada kawasan industri diperkenankan adanya permukiman penunjang
kegiatan industri yang dibangun sesuai ketentuan perundang-undangan
yang berlaku;
d. pada kawasan industri masih diperkenankan adanya sarana dan
prasarana wilayah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
e. pengembangan kawasan industri harus dilengkapi dengan jalur hijau
(greenbelt) sebagai penyangga antar fungsi kawasan, dan sarana
pengolahan limbah;

Halaman 29 dari 42
f. pengembangan zona industri yang terletak pada sepanjang jalan arteri
atau kolektor harus dilengkapi dengan frontage road untuk kelancaran
aksesibilitas;
g. setiap kegiatan industri harus dilengkapi dengan upaya pengelolaan
lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan serta dilakukan studi
AMDAL.

Pasal 59
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pariwisata sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf g ditetapkan sebagai berikut :
a. pada kawasan pariwisata alam tidak diperkenankan dilakukan kegiatan
yang dapat menyebabkan rusaknya kondisi alam terutama yang menjadi
obyek wisata alam;
b. dalam kawasan pariwisata dilarang dibangun permukiman dan industri
yang tidak terkait dengan kegiatan pariwisata;
c. dalam kawasan pariwisata diperkenankan adanya sarana dan prasarana
yang mendukung kegiatan pariwisata dan sistem prasarana wilayah sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
d. pada kawasan pariwisata diperkenankan dilakukan penelitian dan
pendidikan;
e. pada kawasan pariwisata alam tidak diperkenankan adanya bangunan lain
kecuali bangunan pendukung kegiatan wisata alam;
f. pengembangan pariwisata harus dilengkapi dengan upaya pengelolaan
lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan serta studi AMDAL.

Pasal 60
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan permukiman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf h ditetapkan sebagai berikut :
a. peruntukan kawasan permukiman diperkenankan untuk dialihfungsikan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. pada kawasan permukiman diperkenankan adanya sarana dan prasarana
pendukung fasilitas permukiman sesuai dengan petunjuk teknis dan
peraturan yang berlaku;
c. dalam kawasan permukiman masih diperkenankan dibangun prasarana
wilayah sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku;
d. kawasan permukiman harus dilengkapi dengan fasilitas sosial termasuk
Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan dengan luas paling sedikit 30% dari
luas kawsan perkotaan;
e. dalam kawasan permukiman masih diperkenankan adanya kegiatan
industri skala rumah tangga dan fasilitas sosial ekonomi lainnya dengan
skala pelayanan lingkungan;
f. kawasan permukiman tidak diperkenankan dibangun di dalam kawasan
lindung/konservasi dan lahan pertanian dengan irigasi teknis;
g. dalam kawasan permukiman tidak diperkenankan dikembangkan kegiatan
yang mengganggu fungsi permukiman dan kelangsungan kehidupan sosial
masyarakat.
h. pengembangan kawasan permukiman harus dilakukan sesuai ketentuan
peraturan yang berlaku di bidang perumahan dan permukiman;

Halaman 30 dari 42
i. pembangunan hunian dan kegiatan lainnya di kawasan permukiman
harus sesuai dengan peraturan teknis dan peraturan lainnya yang berlaku
( KDB, KLB, sempadan bangunan, dan lain sebagainya).
j. pada kawasan permukiman perkotaan harus disediakan prasarana dan
sarana dasar pendukung permukiman yang tersambung dengan sistem
prasarana perkotaan yang sudah ada.

Pasal 61
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertahanan
keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf i ditetapkan
sebagai berikut :
a. diizinkan kegiatan dominasi hunian dengan fungsi utama sebagai kawasan
pertahanan dan keamanan;
b. diizinkan kegiatan peningkatan akses menuju pusat kegiatan pertahanan
dan keamanan baik yang terdapat di dalam maupun di luar kawasan;
c. dengendalian yang disesuaikan dengan kriteria teknik kawasan
pertahanan dan keamanan yang ditetapkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan di bidang pertahanan dan keamanan.

Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 62
(1) Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf b
merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin
pemanfaatan ruang sesuai rencana struktur ruang dan pola ruang yang
ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai
dengan kewenangannya dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur atau
mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Izin pemanfaatan ruang yang memiliki dampak skala kabupaten diberikan
atau mendapat rekomendasi dari Bupati.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai ketentuan perizinan wilayah kabupaten
diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 63
(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 39 ayat (2) huruf c merupakan acuan bagi pejabat yang
berwenang dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif.
(2) Ketentuan pemberian insentif dan pengenaan disinsentif untuk wilayah
Kabupaten Pohuwato terdiri atas:
a. ketentuan umum insentif dan disinsentif; dan
b. ketentuan khusus insentif dan disinsentif.

Halaman 31 dari 42
Pasal 64
(1) Ketentuan umum pemberian insentif dan pengenaan disinsentif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf a berisikan arahan
pemberlakuan insentif dan disinsentif untuk berbagai pemanfaatan ruang
secara umum.
(2) Ketentuan khusus pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf b ditujukan untuk pemberlakuan
insentif dan disinsentif secara langsung pada jenis-jenis pemanfaatan
ruang atau kawasan tertentu di wilayah Kabupaten Pohuwato.

Pasal 65
(1) Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana
struktur ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan
zonasi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah,
dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam
Peraturan Daerah ini.

Pasal 66
(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang
wilayah dilakukan oleh pemerintah kabupaten kepada tingkat pemerintah
yang lebih rendah (kecamatan/desa) dan kepada masyarakat
(perorangan/kelompok).
(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi
berwenang sesuai dengan kewenangannya.
(3) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan menurut
prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai ketentuan pemberian insentif dan
disinsentif diatur dengan keputusan bupati.

Paragraf 1
Ketentuan Umum Pemberian Insentif dan Disinsentif
Pasal 67
(1) Pemberian insentif diberlakukan pada pemanfaatan ruang yang didorong
perkembangannya dan sesuai dengan rencana tata ruang.
(2) Pengenaan disinsentif diberlakukan bagi kawasan yang dibatasi atau
dikendalikan perkembangannya, atau dilarang dikembangkan untuk
kegiatan budidaya.
(3) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a. pemberian keringanan atau penundaan pajak (tax holiday) dan
kemudahan proses perizinan;
b. penyediaan sarana dan prasarana kawasan oleh pemerintah untuk
memperingan biaya investasi oleh pemohon izin;
c. pemberian kompensasi terhadap kawasan terbangun lama sebelum
rencana tata ruang ditetapkan dan tidak sesuai tata ruang serta dapat
menimbulkan dampak terhadap lingkungan; dan
d. pemberian kemudahan dalam perizinan untuk kegiatan yang
menimbulkan dampak positif.

Halaman 32 dari 42
(4) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas :
a. pengenaan pajak yang tinggi terhadap kegiatan yang berlokasi di
daerah yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti pusat kota,
kawasan komersial, daerah yang memiliki tingkat kepadatan tinggi;
b. penolakan pemberian izin perpanjangan hak guna usaha, hak guna
bangunan terhadap kegiatan yang terlanjur tidak sesuai dengan
rencana tata ruang dan peraturan zonasi;
c. peniadaan sarana dan prasarana bagi daerah yang tidak dipacu
pengembangannya, atau pengembangannya dibatasi; dan
d. penolakan pemberian izin pemanfaatan ruang budidaya yang akan
dilakukan di dalam kawasan lindung.

Paragraf 2
Ketentuan Khusus Insentif dan Disinsentif
Pasal 68
(1) Pemberian insentif khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat
(2) huruf b ditujukan pada kawasan tertentu yang dinilai harus didorong
pengembangannya, terdiri atas :
a. kawasan perkotaan Marissa, Paguat dan Popayato dalam kerangka
pemantapan Marissa sebagai PKW, Popayato, dan Paguat sebagai PKL;
b. kawasan pertanian lahan basah yaitu persawahaan dalam kerangka
pewujudan swasembada pangan untuk Pohuwato;
c. kawasan perkebunan yaitu perkebunan kopi kelapa yang merupakan
komoditas unggulan kabupaten;
d. kawasan pesisir dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumber daya
kelautan dan perikanan;
e. kawasan wisata guna peningkatan pendapatan masyarakat dan
pendapatan asli daerah (PAD); dan
f. kawasan pusat agropolitan sebagai pusat pengelolaan, pengolahan
dan pemasaran hasil perkebunan.
(2) Pengenaan disinsentif khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63
ayat (2) huruf b ditujukan pada kawasan tertentu yang dinilai harus
dibatasi dan/atau dikendalikan pemanfaatannya, terdiri atas:
a. kawasan rawan bencana;
b. kawasan suaka alam yang menjadi paru-paru Provinsi Gorontalo,
pelestarian alam, cagar alam dan wisata alam;
c. kawasan pertanian dan perkebunan yang berada pada kawasan hutan
lindung; dan
d. kawasan pertambangan yang dalam pemanfaatannya mempunyai
dampak penting.

Pasal 69
(1) Insentif khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) terdiri
atas :
a. insentif fiskal; dan
b. insentif non-fiskal.

Halaman 33 dari 42
(2) Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. penghapusan retribusi;
c. pengurangan atau penghapusan PBB melalui mekanisme restitusi
pajak oleh dana APBD; dan
d. bantuan subsidi, modal bergulir atau penyertaan modal.
(3) Insentif non-fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri
atas:
a. kemudahan dalam perizinan bagi pengusaha;
b. penyediaan dan atau kemudahan memperoleh sarana dan prasarana
permukiman;
c. bantuan peningkatan keberdayaan pelaku usaha terkait; dan
d. penyediaan prasarana pendukung produksi dan pemasaran produk.

Pasal 70
Disinsentif khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) yaitu
berupa disinsentif non-fiskal, terdiri atas :
a. tidak diberikannya sarana dan prasarana permukiman yang
memungkinkan pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi perumahan
atau kegiatan komersial;
b. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana permukiman untuk
mencegah perkembangan permukiman lebih lanjut;
c. penolakan pemberian prasarana dan sarana permukiman untuk kawasan
lindung; dan
d. penyediaan prasarana dan sarana permukiman hanya diperbolehkan
untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang sudah ada saja.

Bagian Kelima
Sanksi
Pasal 71
(1) Pengenaan sanksi merupakan arahan ketentuan pengenaan sanksi
administratif kepada pelanggar pemanfaatan ruang yang akan menjadi
acuan bagi pemerintah daerah kabupaten.
(2) Pengenaan sanksi administratif berfungsi sebagai:
a. perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau
mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang;
dan
b. penertiban pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang.
(3) Pengenaan sanksi administratif ditetapkan berdasarkan:
a. hasil pengawasan penataan ruang;
b. tingkat simpangan implementasi rencana tata ruang;
c. kesepakatan antar instansi yang berwenang; dan
d. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.
(4) Pengenaan sanksi administratif dilakukan secara berjenjang dalam
bentuk:

Halaman 34 dari 42
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan; dan
h. pemulihan fungsi ruang.

Pasal 72
(1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (4) huruf
a diberikan oleh pejabat yang berwenang dalam penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang melalui penerbitan surat peringatan tertulis
sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali.
(2) Penghentian kegiatan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71
ayat (4) huruf b dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. penerbitan surat perintah penghentian kegiatan sementara dari
pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan
sementara, pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan
menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi penghentian
sementara secara paksa terhadap kegiatan pemanfaatan ruang;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
penghentian kegiatan pemanfaatan ruang dan akan segera dilakukan
tindakan penertiban oleh aparat penertiban;
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang
berwenang melakukan penertiban dengan bantuan aparat
penertiban melakukan penghentian kegiatan pemanfaatan ruang
secara paksa; dan
e. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang
berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan
ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan
terpenuhinya kewajiban pelanggar untuk menyesuaikan
pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan/atau
ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.
(3) Penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 ayat (4) huruf c dilakukan melalui langkah-langkah sebagai
berikut:
a. penerbitan surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan
umum dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban
pelanggaran pemanfaatan ruang (membuat surat pemberitahuan
penghentian sementara pelayanan umum);
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang
disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban
menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi penghentian
sementara pelayanan umum kepada pelanggar dengan memuat
rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan diputus;

Halaman 35 dari 42
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
penghentian sementara pelayanan umum yang akan segera
dilaksanakan, disertai rincian jenis-jenis pelayanan umum yang
akan diputus;
d. pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia
jasa pelayanan umum untuk menghentikan pelayanan kepada
pelanggar, disertai penjelasan secukupnya;
e. penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada
pelanggar; dan
f. pengawasan terhadap penerapan sanksi penghentian sementara
pelayanan umum dilakukan untuk memastikan tidak terdapat
pelayanan umum kepada pelanggar sampai dengan pelanggar
memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan
ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis
pemanfaatan ruang yang berlaku.
(4) Penutupan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (4) huruf d
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. penerbitan surat perintah penutupan lokasi dari pejabat yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat perintah yang disampaikan,
pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan
sanksi penutupan lokasi kepada pelanggar;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
penutupan lokasi yang akan segera dilaksanakan;
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang
berwenang dengan bantuan aparat penertiban melakukan
penutupan lokasi secara paksa; dan
e. pengawasan terhadap penerapan sanksi penutupan lokasi, untuk
memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai
dengan pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan
pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan
teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.
(5) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (4) huruf e
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. menerbitkan surat pemberitahuan sekaligus pencabutan izin oleh
pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang
disampaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan
pengenaan sanksi pencabutan izin pemanfaatan ruang;
c. pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar
mengenai pengenaan sanksi pencabutan izin;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban
mengajukan permohonan pencabutan izin kepada pejabat yang
memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin;

Halaman 36 dari 42
e. pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan
izin menerbitkan keputusan pencabutan izin; (6) memberitahukan
kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah dicabut,
sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang
secara permanen yang telah dicabut izinnya; dan
f. apabila pelanggar mengabaikan perintah untuk menghentikan
kegiatan pemanfaatan yang telah dicabut izinnya, pejabat yang
berwenang melakukan penertiban kegiatan tanpa izin sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(6) Pembatalan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (4) huruf f
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. membuat lembar evaluasi yang berisikan perbedaan antara
pemanfaatan ruang menurut dokumen perizinan dengan arahan pola
pemanfaatan ruang dalam rencana tata ruang yang berlaku;
b. memberitahukan kepada pihak yang memanfaatkan ruang perihal
rencana pembatalan izin, agar yang bersangkutan dapat mengambil
langkah-langkah yang diperlukan untuk mengantisipasi hal-hal
akibat pembatalan izin;
c. menerbitkan surat keputusan pembatalan izin oleh pejabat yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
d. memberitahukan kepada pemegang izin tentang keputusan
pembatalan izin;
e. menerbitkan surat keputusan pembatalan izin dari pejabat yang
memiliki kewenangan untuk melakukan pembatalan izin; dan
f. memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang
telah dibatalkan.
(7) Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (4)
huruf g dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. menerbitkan surat pemberitahuan perintah pembongkaran
bangunan dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban
pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang
disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban
mengeluarkan surat keputusan pengenaan sanksi pembongkaran
bangunan;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
pembongkaran bangunan yang akan segera dilaksanakan; dan
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang
berwenang melakukan tindakan penertiban dengan bantuan aparat
penertiban melakukan pembongkaran bangunan secara paksa.
(8) Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (4)
huruf h dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. menetapkan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi bagian-
bagian yang harus dipulihkan fungsinya dan cara pemulihannya;
b. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang menerbitkan surat pemberitahuan perintah
pemulihan fungsi ruang;

Halaman 37 dari 42
c. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang
disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban
mengeluarkan surat keputusan pengenaan sanksi pemulihan fungsi
ruang;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban,
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
pemulihan fungsi ruang yang harus dilaksanakan pelanggar dalam
jangka waktu tertentu;
e. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dan
melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi
ruang;
f. apabila sampai jangka waktu yang ditentukan pelanggar belum
melaksanakan pemulihan fungsi ruang, pejabat yang bertanggung
jawab melakukan tindakan penertiban dapat melakukan tindakan
paksa untuk melakukan pemulihan fungsi ruang; dan
g. apabila pelanggar pada saat itu dinilai tidak mampu membiayai
kegiatan pemulihan fungsi ruang, pemerintah dapat mengajukan
penetapan pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh pemerintah
atas beban pelanggar di kemudian hari.

Pasal 73
Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap rencana tata ruang yang
telah ditetapkan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

BAB VIII
KELEMBAGAAN
Pasal 74
(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang dan
kerjasama antar sektor/antar daerah bidang penataan ruang dibentuk
Badan Koordinasi Penataan ruang Daerah.
(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan Koordinasi Penataan
ruang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Bupati.

BAB IX
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 75
Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat berhak:
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata
ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di
wilayahnya;

Halaman 38 dari 42
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang;
dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang menimbulkan kerugian.

Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 76
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat
yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundangundangan dinyatakan sebagai milik umum.

Pasal 77
(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 dilaksanakan dengan mematuhi dan
menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan
ruang yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat secara
turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor
daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur
pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang
serasi, selaras, dan seimbang.

Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 78
Peran masyarakat dalam penataan ruang di Daerah dilakukan antara lain
melalui:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 79
Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 pada tahap
perencanaan tata ruang dapat berupa :
a. memberikan masukan mengenai :
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah wilayah atau kawasan;
4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. penetapan rencana tata ruang.

Halaman 39 dari 42
b. melakukan kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau
sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang.

Pasal 80
Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dalam
pemanfaatan ruang dapat berupa:
a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama
unsur masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan
ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan
memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta
memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
sumber daya alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 81
Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dalam
pengendalian pemanfaatan ruang dapat berupa:
a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian
insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi:
c. pelaksanaan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal
menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan
pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah
ditetapkan; dan
e. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang
terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata
ruang.

Pasal 82
(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara
langsung dan/atau tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
disampaikan kepada bupati.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat
disampaikan melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.

Pasal 83
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah
membangun sistem informasi dan dokumentasi penataan ruang yang dapat
diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Halaman 40 dari 42
Pasal 84
Pelaksanaan peran masyarakat dilakukan secara bertanggungjawab sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan dengan menghormati
norma agama, kesusilaan, dan kesopanan.

BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 85
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pohuwato
Tahun 2011-2031 dilengkapi dengan Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Pohuwato dan peta dengan tingkat ketelitian minimal 1 : 50.000
sebagaimana tercantum dalam Album Peta.

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 86
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan
pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang daerah yang telah
ada dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka :
a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai
dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan
masa berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai
dengan ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan :
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan
Daerah ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan
ruang dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan
dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan
Peraturan Daerah ini; dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi
kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah
diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul
sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan
penggatian yang layak.
c. izin pemanfaatan ruang yang sudaah habis masa berlakunya dan
tidak sesuai dengan Peraturan Daerah ini dilakukan penyesuaian
berdasarkan Peraturan Daerah ini;
d. pemanfaatan ruang di daerah yang diselenggarakan tanpa izin
ditentukan sebagai berikut :
1. yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini,
pemanfaatan ruang yang bersangkutan ditertibkan dan
disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini; dan
2. yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, dipercepat
untuk mendapat izin yang diperlukan.

Halaman 41 dari 42
e. Dalam hal kawasan lainnya yang dibutuhkan dalam pembangunan
daerah dan belum diatur dalam Peraturan Daerah ini maka akan
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati tentang Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR).

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 87
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Nomor
07 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Pohuwato
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(2) Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Pohuwato.

Ditetapkan di Marisa
pada tanggal 27 Desember 2012

BUPATI POHUWATO,

SYARIF MBUINGA

Diundangkan di Marisa
pada tanggal 27 Desember 2012

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN POHUWATO

Hi. HIKMAN KATOHIDAR, SH., MH


Pembina Utama Muda
Nip. 196406201992031004

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012 NOMOR 145

Halaman 42 dari 42

Anda mungkin juga menyukai