diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Al Islam Studi Al Quran
yang diampu oleh Nur Khaeriah, S.Th.I., M.Si..
Disusun oleh:
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2016
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah S.W.T yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tentang Hutang Piutang Dalam Al Quran.
Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan
dari berbagai sumber sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.
Akhir kata dari kami semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
memberikan pengetahuan bagi yang membaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................1
1.3 Tujuan.....................................................................................................................1
BAB II ISI.........................................................................................................................2
2.1 Hukum Hutang Piutang...........................................................................................2
2.2 Konsep Hutang Piutang..........................................................................................7
2.3 Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan dalam Hutang Piutang.............................8
BAB III PENUTUP.......................................................................................................14
3.1 Simpulan...............................................................................................................14
3.2 Saran.....................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Didalam ilmu fiqh banyak diatur tata cara dan segala aturan tentang
muamalah, termasuk hutang piutang, yang hukum-hukum tersebut merujuk juga
kepada Al-Qur’an dan Hadits. Sebab diantara mereka ada yang membutuhkan dan
ada pula yang dibutuhkan.
1. Apa yang dimaksud dengan hutang piutang dan hukumnya dalam Al-
Qur’an?
2. Bagaimana konsep hutang piutang?
3. Apa saja hal-hal yang harus diperhatikan dalam hutang piutang?
1.3 Tujuan
1
BAB II
ISI
2.1 Hukum Hutang Piutang
Di dalam fiqih Islam, hutang piutang atau pinjam meminjam telah dikenal
dengan istilah Al-Qardh. Makna Al-Qardh secara etimologi (bahasa) berasal dari
kata Al-Qath’u yang berarti memotong. Harta yang diserahkan kepada orang yang
berhutang disebut Al-Qardh, karena merupakan potongan dari harta orang yang
memberikan hutang.Sedangkan secara terminologis (istilah syar’i),hutang piutang
(Al- Qardh) bisa didefinisikan sebagai pemberian harta (bisa dalam bentuk uang
dan lainnya) sebagai suatu bentuk kasih sayang kepada mereka yang nantinya
akan memanfaatkan harta tersebut, dimana suatu saat si peminjam akan
mengembalikan harta tersebut sesuai dengan apa yang telah ia pinjam.
Atau dengan kata lain, hutang piutang adalah memberikan sesuatu yang
menjadi hak milik pemberi pinjaman kepada peminjam dengan pengembalian di
kemudian hari sesuai perjanjian dengan jumlah yang sama. Jika peminjam diberi
pinjaman Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) maka di masa depan si peminjam akan
mengembalikan uang sejumlah satu juta juga.
Pada dasarnya semua manusia ingin dapat terpenuhi semua kebutuhan
hidupnya, baik kebutuhan primer maupun sekunder dan kebutuhan lainnya. Untuk
itulah mereka dituntut untuk bekerja keras guna terpenuhinya kebutuhan-
kebutuhan tersebut. Agama Islam menganjurkan kepada umatnya agar saling
tolong menolong, gotong royong dalam hal kebajikan dan taqwa.
2
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya dijalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah
menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya lah kamu
dikembalikan.” (QS Al-Baqarah [2]: 245)
“….Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharapkan riba….” (QS
Al-Baqarah [2]: 275)
Allah juga berfirman dalam surat Ali-Imran ayat 130 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba…” (QS Ali-
Imran [3]: 130)
Dari dua firman Allah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Allah
sangat mengharamkan riba dan memerintahkan hamba-Nya untuk menjauhi riba.
ا ْكتُبُوهُ ۚ َو ْليَ ْكتُبْ بَ ْينَ ُك ْمPPَين آ َمنُوا إِ َذا تَ َدايَ ْنتُ ْم بِ َدي ٍْن إِلَ ٰى أَ َج ٍل ُم َس ًّمى ف َ يَا أَيُّهَا الَّ ِذ
ِل الَّ ِذيPِب َك َما َعلَّ َمهُ هَّللا ُ ۚ فَ ْليَ ْكتُبْ َو ْليُ ْمل َ ُب َكاتِبٌ أَ ْن يَ ْكت َ َْكاتِبٌ بِ ْال َع ْد ِل ۚ َواَل يَأ
قُّ P ِه ْال َحP ان الَّ ِذي َعلَ ْي َ ق هَّللا َ َربَّهُ َواَل يَب َْخسْ ِم ْنهُ َش ْيئًا ۚ فَإِ ْن َك ِ َّق َو ْليَت ُّ َعلَ ْي ِه ْال َح
ۚ ْد ِلPPPلْ َولِيُّهُ بِ ْال َعPPPِ َو فَ ْليُ ْملPPPُ َّل هPPPتَ ِطي ُع أَ ْن يُ ِمPPP ِعيفًا أَ ْو اَل يَ ْسPPPض َ فِيهًا أَ ْوPPPَس
ا ِنPPَ ٌل َوا ْم َرأَتPا َر ُجلَي ِْن فَ َر ُجPPَإِ ْن لَ ْم يَ ُكونP َالِ ُك ْم ۖ فPPَوا ْستَ ْش ِه ُدوا َش ِهي َد ْي ِن ِم ْن ِر َج
ض َّل إِحْ َداهُ َما فَتُ َذ ِّك َر إِحْ َداهُ َما اأْل ُ ْخ َر ٰى ۚ َواَل ِ َض ْو َن ِم َن ال ُّشهَ َدا ِء أَ ْن ت َ ِْم َّم ْن تَر
يرًا إِلَ ٰىPِ ِغيرًا أَ ْو َكبPص َ ُوهPُأ َ ُموا أَ ْن تَ ْكتُبPوا ۚ َواَل تَ ْسPا ُد ُعPهَ َدا ُء إِ َذا َمPالش ُّ ب َ ْيَأ
َ Pابُوا ۖ إِاَّل أَ ْن تَ ُكPPَهَا َد ِة َوأَ ْدنَ ٰى أَاَّل تَرْ تPلش ٰ
ونP َ Pأَ َجلِ ِه ۚ َذلِ ُك ْم أَ ْق َسطُ ِع ْن َد هَّللا ِ َوأَ ْق
َّ ِو ُم لP
ِه ُدواP ا ۗ َوأَ ْشPPَا ٌح أَاَّل تَ ْكتُبُوهPPَْس َعلَ ْي ُك ْم ُجن َ ِديرُونَهَا بَ ْينَ ُك ْم فَلَيP ُاض َرةً ت ِ ارةً َح َ تِ َج
ق بِ ُك ْم ۗ َواتَّقُوا ٌ ضا َّر َكاتِبٌ َواَل َش ِهي ٌد ۚ َوإِ ْن تَ ْف َعلُوا فَإِنَّهُ فَسُو َ ُإِ َذا تَبَايَ ْعتُ ْم ۚ َواَل ي
هَّللا َ ۖ َويُ َعلِّ ُم ُك ُم هَّللا ُ ۗ َوهَّللا ُ بِ ُكلِّ َش ْي ٍء َعلِي ٌم
3
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan
janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya,
meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.
Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau
dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan
dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang
lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki
dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika
seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu
enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu
jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu
membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan
persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah
mu´amalahmu itu), kecuali jika mu´amalah itu perdagangan tunai yang kamu
jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah
penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian),
maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan
bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.”
Hutang piutang berbeda dengan kredit, karena dalam sistem kredit ada
tambahan yang harus dibayar. Sedangkan dalam hutang piutang tidak ada, jumlah
yang dikembalikan harus sama dengan jumlah yang dipinjam dan jika ada
tambahan maka dinamakan riba dan hukumnya haram.
Dalam Islam, ada contoh hutang piutang yang dilakukan oleh Rasulullah
Shallalluhu ‘Alaihi Wasallam. Pada saat itu, beliau pernah berhutang kepada
seseorang Yahudi dan Beliau melunasi hutangnya dengan memberikan sebuah
baju besi yang telah Beliau gadaikan. Seperti yang diriwayatkan dalam Hadist Al-
Bukhari no. 2200 yang berbunyi:
4
Dalam hadist di atas dijelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam pernah berhutang, namun itu tidak diartikan bahwa Beliau sangat gemar
berhutang. Karena Rasulullah sendiri sangat menghindari kegiatan berhutang
kecuali dalam keadaan mendesak atau terpaksa.
ومن أخذها يريد اتالفها أتلفه هللا, من أ ّدان أموال الناس يريد أداءها أدى هللا عنه
Sementara dari Ijma’, para ulama kaum muslimin telah berijma’ tentang
disyariatkannya hutang piutang (peminjaman).Adapun hukum berhutang atau
meminta pinjaman adalah diperbolehkan, dan bukanlah sesuatu yang dicela atau
5
dibenci, karena Nabi Muhammad SAW pernah berhutang. (HR. Bukhari IV/608
(no.2305), dan Muslim VI/38 (no.4086)).
Namun meskipun berhutang atau meminta pinjaman itu diperbolehkan
dalam syariat Islam, hanya saja Islam menyuruh umatnya agar menghindari
hutang semaksimal mungkin jika ia mampu membeli dengan tunai atau tidak
dalam keadaan kesempitan ekonomi. Karena hutang, menurut Rasulullah,
merupakan penyebab kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari.
Hutang juga dapat membahayakan akhlaq, sebagaimana sabda Rasulullah SAW
“Sesungguhnya seseorang apabila berhutang, maka dia sering berkata lantas
berdusta, dan berjanji lantas memungkiri.” (HR. Bukhari).
Rasulullah pernah menolak menshalatkan jenazah seseorang yang
diketahui masih meninggalkan hutang dan tidak meninggalkan harta untuk
membayarnya. Rasulullah bersabda:
“Akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya, kecuali hutangnya.”
(HR. Muslim).
a. Benda atau harta yang dijadikan hutang bersifat jelas dan murni serta
merupakan sesuatu yang halal.
b. Orang yang memberikan pinjaman atau hutang tidak akan mengungkit-
ngungkit permasalahan hutang piutangnya serta tidak akan menyakiti
seseorang yang diberi pinjaman atau yang berhutang.
c. Si peminjam atau pihak yang berhutang berniat untuk mendapatkan ridho
Allah dengan menggunakan hutangnya secara baik dan benar.
d. Tidak memberikan riba atau tidak memberi keuntungan atau kelebihan
atas barang atau harta yang dihutangkan kepada pihak yang memberikan
hutang.
6
2.2 Konsep Hutang Piutang
Konsep berhutang menurut perspektif Islam ialah memberikan sesuatu
kepada seseorang dengan perjanjian bahawa orang yang diberikan pinjaman itu
akan membayar dengan jumlah sama.
7
2.3 Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan dalam Hutang Piutang
ا ْكتُبُوهُ ۚ َو ْليَ ْكتُبْ بَ ْينَ ُك ْمPPَين آ َمنُوا إِ َذا تَ َدايَ ْنتُ ْم بِ َدي ٍْن إِلَ ٰى أَ َج ٍل ُم َس ًّمى ف َ يَا أَيُّهَا الَّ ِذ
ِل الَّ ِذيPِب َك َما َعلَّ َمهُ هَّللا ُ ۚ فَ ْليَ ْكتُبْ َو ْليُ ْمل َ ُب َكاتِبٌ أَ ْن يَ ْكت َ َْكاتِبٌ بِ ْال َع ْد ِل ۚ َواَل يَأ
قُّ P ِه ْال َحP ان الَّ ِذي َعلَ ْي َ ق هَّللا َ َربَّهُ َواَل يَب َْخسْ ِم ْنهُ َش ْيئًا ۚ فَإِ ْن َك ِ َّق َو ْليَت ُّ َعلَ ْي ِه ْال َح
ۚ ْد ِلPPPلْ َولِيُّهُ بِ ْال َعPPPِ َو فَ ْليُ ْملPPPُ َّل هPPPتَ ِطي ُع أَ ْن يُ ِمPPP ِعيفًا أَ ْو اَل يَ ْسPPPض َ فِيهًا أَ ْوPPPَس
ا ِنPPَ ٌل َوا ْم َرأَتPا َر ُجلَي ِْن فَ َر ُجPPَإِ ْن لَ ْم يَ ُكونP َالِ ُك ْم ۖ فPPَوا ْستَ ْش ِه ُدوا َش ِهي َد ْي ِن ِم ْن ِر َج
ض َّل إِحْ َداهُ َما فَتُ َذ ِّك َر إِحْ َداهُ َما اأْل ُ ْخ َر ٰى ۚ َواَل ِ َض ْو َن ِم َن ال ُّشهَ َدا ِء أَ ْن ت َ ِْم َّم ْن تَر
يرًا إِلَ ٰىPِ ِغيرًا أَ ْو َكبPص َ ُوهPُأ َ ُموا أَ ْن تَ ْكتُبPوا ۚ َواَل تَ ْسPا ُد ُعPهَ َدا ُء إِ َذا َمPالش ُّ ب َ ْيَأ
َ Pابُوا ۖ إِاَّل أَ ْن تَ ُكPPَهَا َد ِة َوأَ ْدنَ ٰى أَاَّل تَرْ تPلش ٰ
ونP َ Pأَ َجلِ ِه ۚ َذلِ ُك ْم أَ ْق َسطُ ِع ْن َد هَّللا ِ َوأَ ْق
َّ ِو ُم لP
ِه ُدواP ا ۗ َوأَ ْشPPَا ٌح أَاَّل تَ ْكتُبُوهPPَْس َعلَ ْي ُك ْم ُجن َ ِديرُونَهَا بَ ْينَ ُك ْم فَلَيP ُاض َرةً ت ِ ارةً َح َ تِ َج
ق بِ ُك ْم ۗ َواتَّقُوا ٌ ضا َّر َكاتِبٌ َواَل َش ِهي ٌد ۚ َوإِ ْن تَ ْف َعلُوا فَإِنَّهُ فَسُو َ ُإِ َذا تَبَايَ ْعتُ ْم ۚ َواَل ي
هَّللا َ ۖ َويُ َعلِّ ُم ُك ُم هَّللا ُ ۗ َوهَّللا ُ بِ ُكلِّ َش ْي ٍء َعلِي ٌم
8
janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang
berhutang itu mengimlakkan (apa yang ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Rabbnya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada
hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah
(keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah
walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang
saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tidak ada dua orang lelaki,
maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang
kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya.
Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka
dipanggil, dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar
sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan
lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi
kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual
beli ; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu
lakukan (yang demikian) maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada
dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah ; Allah mengajarmu ; dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah ayat 282)
Dalam salah satu hadist Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam di atas telah jelas
hukumnya bahwa: “Barangsiapa yang meminjamnya dengan niat ingin
merugikannya, Allah pun akan merugikannya”( Riwayat Al-Bukhari)
9
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda :
ُ َو َم ْن أَخَ َذ ي ُِري ُد إِ ْتالَفَهَا أَ ْتلَفَهُ هَّللا، ُاس ي ُِري ُد أَدَا َءهَا أَ َّدى هَّللا ُ َع ْنه
ِ ََّم ْن أَ َخ َذ أَ ْم َوا َل الن
– ضاهُ فَقَا َل – صلى هللا عليه وسلم ِ ََكانَ لِ َرج ٍُل َعلَى النَّبِ ِّى – صلى هللا عليه وسلم – ِس ٌّن ِمن
َ اإلبِ ِل فَ َجا َءهُ يَتَقَا
َ َ ق. ك
ال هَّللا َّ َ َ َ فَق. » ُ فَقَا َل « أ ْعطوه. فَلَ ْم يَ ِجدُوا لَهُ إِالَّ ِسنًّا فَوْ قَهَا، ُ فَطَلَبُوا ِسنَّه. » ُ« أَ ْعطُوه
َ ِ َوفى ُ ب، ال أوْ فَ ْيتَنِى ُ َ
َ َار ُك ْم أَحْ َسنُ ُك ْم ق
ضا ًء َ َالنَّبِ ُّى – صلى هللا عليه وسلمإ ِ َّن ِخي
10
Artinya:“Nabi mempunyai hutang kepada seseorang, (yaitu) seekor unta dengan
usia tertentu. Orang itupun datang menagihnya. (Maka) beliaupun berkata,
“Berikan kepadanya” kemudian mereka mencari yang seusia dengan untanya,
akan tetapi mereka tidak menemukan kecuali yang lebih berumur dari untanya.
Nabi (pun) berkata: “Berikan kepadanya”, Dia pun menjawab, “Engkau telah
menunaikannya dengan lebih. Semoga Allah membalas dengan setimpal”. Maka
Nabi bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam
pengembalian (hutang).” (HR. Bukhari)
َ َى – صلى هللا عليه وسلم – َوه َُو فِى ْال َم ْس ِج ِد – َو َكانَ لِى َعلَ ْي ِه َدي ٌْن فَق
ضانِى َو َزا َدنِى ُ أَتَي
َّ ِْت النَّب
Hal ini bertujuan agar dapat menenangkan jiwa serta dapat terhindar dari
hal-hal yang haram dan kotor, sehingga ketika dipergunakan, harta pinjaman
tersebut dapat membawa berkah serta datangnya ridha dari Allah SWT.
11
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda :
فَإ ِ َذا أُ ْتبِ َع أَ َح ُد ُك ْم َعلَى َملِ ٍّى فَ ْليَ ْتبَ ْع، ط ُل ْال َغنِ ِّى ظُ ْل ٌم
ْ َم
12
yang mudah membayar hutang, maka hendaklah beralih (diterima pengalihan
tersebut).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya:“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah
tenggang waktu sampai dia berkelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan
(sebagian atau semua utang), itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS.
Al-Baqarah 2:280)
“(Ayahku) Abdullah meninggal dan dia meninggalkan banyak anak dan hutang.
Maka aku memohon kepada pemilik hutang agar mereka mau mengurangi jumlah
hutangnya, akan tetapi mereka enggan. Akupun mendatangi Nabi meminta
syafaat (bantuan) kepada mereka. (Namun) merekapun tidak mau. Beliau
berkata, “Pisahkan kormamu sesuai dengan jenisnya. Tandan Ibnu Zaid satu
kelompok. Yang lembut satu kelompok, dan Ajwa satu kelompok, lalu datangkan
kepadaku.” (Maka) akupun melakukannya. Beliau pun datang lalu duduk dan
menimbang setiap mereka sampai lunas, dan kurma masih tersisa seperti tidak
disentuh.” (HR. Bukhari)
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Di dalam fiqih Islam, hutang piutang atau pinjam meminjam telah
dikenal dengan istilah Al-Qardh. Makna Al-Qardh secara etimologi
(bahasa) berasal dari kata Al-Qath’u yang berarti memotong. Harta
yang diserahkan kepada orang yang berhutang disebut Al-Qardh,
karena merupakan potongan dari harta orang yang memberikan
hutang.Sedangkan secara terminologis (istilah syar’i),hutang piutang
(Al- Qardh) bisa didefinisikan sebagai pemberian harta (bisa dalam
bentuk uang dan lainnya) sebagai suatu bentuk kasih sayang kepada
mereka yang nantinya akan memanfaatkan harta tersebut, dimana suatu
saat si peminjam akan mengembalikan harta tersebut sesuai dengan
apa yang telah ia pinjam.
2. Konsep berhutang menurut perspektif Islam ialah memberikan sesuatu
kepada seseorang dengan perjanjian bahawa orang yang diberikan
pinjaman itu akan membayar dengan jumlah sama.Secara dasarnya
Islam membolehkan kepada seseorang untuk berhutang atas faktor
yang memaksa seperti masalah kesulitan ekonomi. Namun begitu,
perlu dijelaskan di sini bahwa beban yang akan diterima si penghutang
adalah berat, terutama jika hutang tidak dibayar.
3. Dalam berhutang, kita perlu memperhatikan etika-etika yang sesuai dengan
syariat.
3.2 Saran
1. Kita sebagai seorang umat muslim harus mengetahui hutang piutang
dalam syariat islam dan hukumnya dalam Al-Qur’an, supaya kita
paham tentang hutang pihutang dalam kehidupan sehari-hari dan
hukumnya.
2. Seperti penjelasan diatas bahwa adanya konsep dalam hutang piutang
maka kita harus lebih memahami adanya konsep tersebut dan
menerapkannya dalam kehidupan sehri-hari.
14
3. Dalam hutang piutang kita juga harus mengetahui dan memahami hal-
hal yang harus diperhatikan dalam hutang piutang supaya tidak
menyebabkan kesalahpahaman dalam kedua belah pihak.
15
DAFTAR PUSTAKA
https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-hutang-piutang-dalam-islam (Jumat,
3 Januari 2020 pukul 17.40)
http://www.makalah.co.id/2016/09/makalah-konsep-hutang-dalam-islam.html
(Jumat, 3 Januari 2020 pukul 17.48)
16