Anda di halaman 1dari 19

BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik


Sistem distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem
distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik
besar (bulk power source) sampai ke konsumen.
Tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit tenaga listrik besar dengan
tegangan dari 11 kV sampai 24 kV dinaikan tegangannya oleh Gardu Induk (GI)
dengan transformator penaik tegangan menjadi 70 kV, 154 kV, 220 kV atau 500
kV kemudian disalurkan melalui saluran transmisi.
Tujuan menaikkan tegangan ialah untuk memperkecil kerugian daya listrik
pada saluran transmisi, dimana dalam hal ini kerugian daya adalah sebanding
dengan kuadrat arus yang mengalir (I2.R). Dengan daya yang sama bila nilai
tegangannya diperbesar, maka arus yang mengalir semakin kecil sehingga
kerugian daya juga akan kecil pula.
Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 kV dengan
transformator penurun tegangan pada gardu induk distribusi, kemudian dengan
sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik dilakukan oleh saluran
distribusi primer. Dari saluran distribusi primer inilah gardu-gardu distribusi
mengambil tegangan untuk diturunkan tegangannya dengan trafo distribusi
menjadi sistem tegangan rendah, yaitu 220/380 Volt.
Selanjutnya disalurkan oleh saluran distribusi sekunder ke pelanggan
konsumen. Pada sistem penyaluran daya jarak jauh, selalu digunakan tegangan
setinggi mungkin, dengan menggunakan transformator step-up. Nilai tegangan
yang sangat tinggi ini menimbulkan beberapa konsekuensi antara lain: berbahaya
bagi lingkungan dan mahalnya harga perlengkapan-perlengkapannya, selain itu
juga tidak cocok dengan nilai tegangan yang dibutuhkan pada sisi beban. Maka,
pada daerah-daerah pusat beban tegangan saluran yang tinggi ini diturunkan
kembali dengan menggunakan transformator step-down. Dalam hal ini jelas

6
7

bahwa sistem distribusi merupakan bagian yang penting dalam sistem tenaga
listrik secara keseluruhan.

Gambar 2.1 Pengelompokan Sistem Distibusi Tenaga Listrik


8

2.2 Jaringan Distribusi


Jaringan distribusi terdiri atas dua bagian, yang pertama adalah jaringan
tegangan menengah/primer (JTM), yang menyalurkan daya listrik dari gardu
induk subtransmisi ke gardu distribusi, jaringan distribusi primer menggunakan
tiga kawat atau empat kawat untuk tiga fasa. Jaringan yang kedua adalah jaringan
tegangan rendah (JTR), yang menyalurkan daya listrik dari gardu distribusi ke
konsumen, dimana sebelumnya tegangan tersebut ditransformasikan oleh
transformator distribusi dari 20 kV menjadi 380/220 Volt, jaringan ini dikenal
pula dengan jaringan distribusi sekunder. Jaringan distribusi sekunder terletak
antara transformator distribusi dan sambungan pelayanan (beban) menggunakan
penghantar udara terbuka atau kabel dengan sistem tiga fasa empat kawat (tiga
kawat fasa dan satu kawat netral). Dapat kita lihat gambar dibawah proses
penyedian tenaga listrik bagi para konsumen.

Gambar 2.2 Diagram Sistem Jaringan Distribusi Tenaga Listrik


9

2.2.1 Jaringan Sistem Distribusi Primer


Sistem distribusi primer digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik dari
gardu induk distribusi ke pusat beban. Sistem ini dapat menggunakan saluran
udara, kabel udara, maupun kabel tanah sesuai dengan tingkat keandalan yang
diinginkan dan kondisi serta situasi lingkungan. Saluran distribusi ini
direntangkan sepanjang daerah yang akan di suplay tenaga listrik sampai ke pusat
beban. Terdapat bermacam-macam bentuk rangkaian jaringan distribusi primer.
Berikut adalah gambar bagian-bagian distribusi primer secara umum.

Gambar 2.3 Bagian-bagian Sistem Distribusi Primer

Bagian-bagian sistem distribusi primer terdiri dari :


1. Transformator daya, berfungsi untuk menurunkan tegangan dari tegangan
tinggi ke tegangan menegah atau sebaliknya.
2. Pemutus tegangan, berfungsi sebagai pengaman yaitu pemutus daya.
3. Penghantar, berfungsi sebagai penghubung daya.
4. Busbar, berfungsi sebagai titik pertemuan / hubungan antara trafo daya
dengan peralatan lainnya.
5. Gardu hubung, berfungsi menyalurkan daya ke gardu-gardu distribusi tanpa
mengubah tegangan.
10

6. Gardu distribusi, berfungsi untuk menurunkan tegangan menengah menjadi


tegangan rendah.

2.2.2 Jaringan Sistem Distribusi Sekunder


Sistem distribusi sekunder seperti pada Gambar 2.2 merupakan salah satu
bagian dalam sistem distribusi, yaitu mulai dari gardu trafo sampai pada
pemakai akhir atau konsumen.

Gambar 2.4 Hubungan Tegangan Menengah ke Tegangan Rendah dan konsumen

Sistem distribusi sekunder digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik


dari gardu distribusi ke beban-beban yang ada di konsumen. Pada sistem distribusi
sekunder bentuk saluran yang paling banyak digunakan ialah sistem radial. Sistem
ini dapat menggunakan kabel yang berisolasi maupun konduktor tanpa isolasi.
Melihat letaknya, sistem distribusi ini merupakan bagian yang langsung
berhubungan dengan konsumen.
11

2.3 Perangkat Sistem Proteksi Tenaga Listrik


Sistem proteksi tenaga listrik merupakan sistem pengaman pada peralatan
peralatan yang terpasang pada sistem tenaga listrik, seperti generator, busbar,
transformator, saluran udara tegangan tinggi, saluran kabel bawah tanah, dan lain
sebagainya terhadap kondisi abnormal operasi sistem tenaga listrik tersebut.
Yang dimaksud perangkat sistem proteksi adalah rangkaian peralatan proteksi
antara komponen satu dengan lainnya sehingga membentuk suatu sistem
pengaman yang dapat berfungsi sesuai dengan maksud pengaman/ proteksi.
Perangkat utamanya adalah :
1. Rele
Ada berbagai jenis rele pada sistem proteksi sesuai dengan peralatan yang
akan diamankan/ diproteksi. Pada umumnya untuk proteksi pada sistem
distribusi yang banyak digunakan adalah sbb:
1. Rele Arus Lebih / Over Current Relay (OCR)
2. Rele Gangguan Tanah / Ground Fault Relay (GFR)
Rele ini akan bekerja bila arus yang melewati sensor rele besarnya melebihi
arus yang disetting pada rele, sehingga kontak rele menutup dan mengirimkan
sinyal pada coil PMT untuk memerintahkan PMT bekerja.
2. CT – PT
Current Transformer (CT) atau trafo arus merupakan peralatan listrik untuk
menurunkan arus yang besar menjadi arus yang kecil. Arus yang besar perlu
diturunkan karena rele hanya mampu dilewati arus yang kecil misalnya
maksimum 5 A. Perbandingan arus yang diturunkan disebut dengan Rasio CT
misalnya 500/5 A, artinya arus yang masuk pada sisi primer yang besarnya
500 A sebanding dengan arus yang keluar pada sisi sekunder 5 A.
Perbandingannya adalah 500:5 = 100 atau rasio CT tersebut sebesar 100 kali.
Demikian Juga untuk tegangan yang besar perlu diturunkan menjadi tegangan
yang kecil karena rele didesain untuk dialiri tegangan yang kecil. Peralatan
untuk menurunkan tegangan tersebut dinamakan Trafo Tegangan/Potential
Transformer (PT). Contoh Rasio PT : 20000/ 100 Volt = 200 kali .
12

Baik CT maupun PT tersebut memiliki kelas ketelitian yang diperlukan untuk


proteksi maupun pengukuran. Kelas CT-PT tersebut menentukan tingkat
kesalahan/ error dari arus/ tegangan yang diturunkan, sehingga perlu dipilih
kelas yang sesuai penggunaannya berdasarkan Standard yang ditentukan.
3. PMT
Adalah peralatan untuk memutuskan rangkaian sistem tenaga dalam keadaan
berbeban maupun mengalami gangguan. Karena arus yang diputus adalah
arus gangguan, maka PMT harus mempunyai kemampuan memutus arus
yang sangat besar, yaitu sampai dengan 40 kiloamper atau bahkan lebih.
Disamping itu PMT juga harus bisa bekerja dengan cepat (sekitar 20 – 60
mili detik) agar pemutusan rangkaian yang terganggu tidak terlambat. Dalam
hal terjadi gangguan yang mengakibatkan relai bekerja, maka relai
menyambungkan tripping coil dari PMT ke suplai dc sehingga trippng coil
bekerja. Bekerjanya tripping coil membuat mekanik PMT bekerja
menggerakkan kontak PMT sehingga membuka (trip).
4. Bateray / Catu Daya
Baterai / catu daya diperlukan untuk menginjeksi tegangan agar supaya rele
dan PMT dapat bekerja. Untuk dapat siap bekerja maka rele harus mendapat
tegangan secara terus menerus sesuai dengan tegangan nominal yang
diperlukan suatu rele dan PMT. Baterai merupakan sumber tegangan DC
misalnya yg diperlukan tegangan 24 atau 48 Volt, baterai ini ada jenis bateray
kering dan bateray basah. Tegangan DC juga dapat diperoleh dari penyearah/
Rectifier.
5. Wiring
Wiring adalah sistem pengawatan untuk menghubungan antara komponen
proteksi yang meliputi : Rele, PMT, CT-PT dan Bateray sehingga perangkat
sistem proteksi tersebut dapat bekerja sesuai ketentuan. Ada persyaratan yang
harus diperhatikan didalam pengawatan misalnya penggunaan jenis
kabel/kawat, besar penampang kabel, panjang kabel, warna kabel, dan kode-
kode.
13

2.3.1 Fungsi Sistem proteksi


Kegunaan sistem proteksi tenaga listrik, antara lain untuk :
a. Mencegah kerusakan peralatan-peralatan pada sistem tenaga listrik akibat
terjadinya gangguan atau kondisi operasi sistem yang tidak normal.
b. Mengurangi kerusakan peralatan-peralatan pada sistem tenaga listrik akibat
terjadinya gangguan atau kondisi operasi sistem yang tidak normal.
c. Mempersempit daerah yang terganggu sehingga gangguan tidak melebar
pada sistem yang lebih luas.
d. Memberikan pelayanan tenaga listrik dengan keandalan dan mutu tinggi
kepada konsumen.
e. Mengamankan manusia dari bahaya yang ditimbulkan oleh tenaga listrik.
2.3.2 Daerah Sistem Proteksi
Di dalam sistem proteksi tenaga listrik, seluruh komponen harus
diamankan dengan tetap menekankan selektivitas kerja peralatan/relay
pengaman. Untuk mencapai hal ini, sistem tenaga listrik dibagi menjadi daerah-
daerah (zona) pengaman seperti terlihat pada gambar 2.5 berikut ini:

Gambar 2.5 Daerah Pengamanan pada Sistem Tenaga Listrik

Keterangan :
1 = Zone Generator 4 = Zone Transmisi
2 = Zone Transformator Step-Up 5 = Zone Transformator Step-Down
3 = Zone Busbar 6 = Zone Beban
14

Setiap daerah proteksi pada umumnya terdiri atas satu atau lebih elemen
sistem tenaga listrik. Misalnya generator, busbar, transformator, transmisi, dan
lain-lain. Agar seluruh sistem tenaga listrik dapat diamankan, maka harus ada
daerah yang tumpang-tindih (overlap). Artinya ada elemen sistem yang
diamankan oleh dua daerah pengamanan. Setiap daerah pengaman dijaga oleh
relay yang sesuai dengan karakteristik peralatan yang diamankan. Pada umumnya
yang menjadi batas pengamanan antar daerah pengamanan adalah trafo arus yang
mencatu ke relay.

2.4 Gangguan Hubung Singkat


Gangguan adalah suatu ketidaknormalan (interferes) dalam sistem tenaga
listrik yang mengakibatkan mengalirnya arus yang tidak seimbang dalam sistem
tiga fasa. Gangguan dapat juga didefinisikan sebagai semua kecacatan yang
mengganggu aliran normal arus ke beban. Tujuan dilakukan analisa gangguan
adalah :
1. Penyelidikan terhadap unjuk kerja rele proteksi
2. Untuk mengetahui kapasitas rating maksimum dari pemutus tenaga
3. Untuk mengetahui distribusi arus gangguan dan tingkat tegangan sistem
pada saat terjadinya gangguan
Gangguan hubung singkat bisa disebabkan oleh kerusakan isolasi, tegangan lebih
(surja hubung, petir), dan faktor lingkungan. Gangguan hubung singkat berakibat
terjadinya arus hubung singkat yang sangat besar dan juga merubah sudut fase
arus. Pada prinsipnya setiap gangguan hubung singkat akan membentuk rangkaian
tertutup mulai dari titik gangguan sampai dengan pusat pembangkit. Dengan
demikian apabila gangguan terjadi pada jaringan distribusi maka arus gangguan
akan mengalir melewati jaringan didtribusi, trafo gardu induk, jaringan transmisi
dan akhirnya sampai pusat pembangkit. Besarnya arus hubung singkat dan sudut
fasenya tergantung pada jenis gangguan, besarnya sistem pembangkitan,
impedansi sumber sampai dengan titik gangguan serta impedansi gangguan itu
sendiri.
15

Tabel 2.1 Rumus Gangguan Hubung Singkat

Gangguan Hubung Singkat Rumus

E
Gangguan 3 fasa I=
Z1
E
Gangguan fasa-fasa I=
Z 1+ Z 2
E √3
Gangguan satu fasa ketanah I=
Z 1+ Z 2+ Z 0

Berikut ini adalah klasifikasi gangguan :


a. Berdasarkan kesimetrisan
1. Gangguan Asimetris, merupakan gangguan yang mengakibatkan
tegangan dan arus yang mengalir pada setiap fasanya menjadi tidak
seimbang, gangguan ini terdiri dari:
 Gangguan Hubung Singkat Satu Fasa ke Tanah
 Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa
 Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa ke Tanah
2. Gangguan Simetris, merupakan gangguan yang terjadi pada semua
fasanya sehingga arus maupun tegangan setiap fasanya tetap seimbang
setelah gangguan terjadi. Gangguan ini terdiri dari :
 Gangguan Hubung Singkat Tiga Fasa
 Gangguan Hubung Singkat Tiga Fasa ke Tanah
b. Berdasarkan lama terjadi gangguan
1. Gangguan Transient (temporer), merupakan gangguan yang hilang
dengan sendirinya apabila pemutus tenaga terbuka dari saluran
transmisi untuk wakstu yang singkat dan setelah itu dihungkan
kembali.
16

2. Gangguan Permanen, merupakan gangguan yang tidak hilang atau


tetap ada apabila pemutus tenaga terbuka pada saluran transmisi untuk
waktu yang singkat dan setelah itu dihubungkan kembali.
Selain klasifikasi gangguan yang telah disebutkan diatas, terbukanya pemutus
tenaga tidak selalu disebabkan terjadinya gangguan pada sistem itu sendiri
tetapi dapat juga disebabkan adanya kerusakan pada rele, kabel kontrol atau
adanya pengaruh dari luar seperti induksi atau interferensi. Gangguan seperti
ini disebut juga gangguan non-sistem.

2.5 Relai Arus Lebih (OCR)


Relay arus lebih (Over Current Relay) adalah relay yang bekerja
berdasarkan adanya kenaikan arus, yang mana relay ini akan bekerja apabila
terjadi arus yang melampaui batas tertentu yang telah ditetapkan yang disebut arus
kerja atau arus setting relay.
2.5.1. Aplikasi Relay Arus Lebih
Aplikasi Relai Arus Lebih (Over Current Relay) pada sistem tenaga listrik
digunakan sebagai:
• Pengaman utama Jaringan Tegangan Menengah (Distribusi).
• Pengaman utama untuk trafo tenaga kapasitas kecil.
• Pengaman cadangan untuk trafo tenaga kapasitas besar.
• Pengaman untuk generator dengan kapasitas kecil ( < 5 MW ).
• Pengaman utama untuk motor.
2.5.2. Prinsip Kerja Relay Arus Lebih
Jika relay dilewati arus yang melebihi nilai pengamanan tertentu (arus
setting/ setelan waktu tertentu), maka rele akan mulai bekerja. OCR bekerja
berdasarkan kenaikan arus yang terdeteksi oleh relai.
2.5.3. Keuntungan dan Fungsi Relay Arus Lebih
1. Sederhana dan murah.
2. Mudah penyetelannya.
3. Merupakan rele pengaman utama dan cadangan.
17

4. Mengamankan gangguan hubung singkat antar fasa maupun hubung


singkat satu fasa ke tanah dan dalam beberapa hal dapat digunakan
sebagai pengaman beban lebih (overload).
5. Pengamanan utama pada jaringan distribusi dan sub transmisi radial.
6. Pengamanan cadangan untuk generator, trafo tenaga dan saluran
transmisi.
2.5.4 Karakteristik Waktu Kerja Relay Arus Lebih
1) Instantaneous OCR (Rele Arus Lebih Waktu Kerja Seketika)
Rele ini akan bekerja dengan seketika tanpa adanya delay waktu jika
arus yang mengalir melebihi nilai settingnya. Karakteristiknya sebagai
berikut.

Gambar 2.6. Relay arus lebih dengan karakteristik waktu kerja seketika

2) Definite Time OCR (Rele Arus Lebih Waktu Kerja Tertentu)


Rele ini bekerja dengan waktu tunda yang telah ditentukan. Jenis ini
memungkinkan setting menjadi bervariasi untuk mengatasi besar arus
gangguan yang berbeda dengan menggunakan waktu operasi berbeda.
18

Gambar 2.7. Rele arus lebih dengan karakteristik waktu kerja tertentu

3) Invers Time Rele (Rele Arus Lebih Kerja Terbalik)


Cara kerja Rele ini pada dasarnya adalah semakin besar arus gangguan
maka semakin cepat waktu kerja dari Rele tersebut. Keuntungan dari Rele
ini adalah untuk arus yang sangat tinggi, waktu untuk membuka (trip)
menjadi sangat pendek didapatkan tanpa resiko terhadap selektivitas.

Gambar 2.8 Rele arus lebih dengan karakteristik waktu kerja terbalik

Relay arus lebih waktu terbalik ini dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Normal inverse, 3. Longtime inverse,
2. Very inverse, 4. Extremely invers.

Tabel 2.2 harga α dan β untuk karakteristik inverse

Nilai Nilai
Kurva Karakteristik
α β

0.14
Normal Inverse 0.02

Very Inverse 1.0 13.5

Longtime Inverse 1.0 120


19

Extremely Inverse 2.0 80

Tabel 2.3 Penyetelan waktu setting OCR

Waktu Setting Rumus

I fault α
Penyetelan TMS
TMS=
( )
I set
−1
×t
β

TMS × β
Penyetelan t t= α
I fault
( )
I set
−1

Dimana :
t = waktu operasi (detik)
TMS = time multiplier setting
If ault = Arus gangguan (ampere)
Iset = Arus setting (Ampere)

Tabel 2.4 Penyetelan arus setting OCR karakteristik inverse

Arus Setting Rumus Keterangan


4) Invers Definite Minimum Time OCR (Rele Arus Lebih IDMT)
Ip = Arus setelan
(Setting) pada bagian
Arus setelan
Ip=1.05 ×∈¿ Primer (Ampere)
(Setting) Primer
In = Arus nominal
peralatan (Ampere)

Arus setelan Is = Arus setelan


(Setting) 1 (Setting) pada bagian
Is=Ip ×
Sekunder Rasio CT Sekunder (Ampere)
20

Semakin besar arus gangguan yang terjadi maka akan semakin cepat Rele
bekerja. Tetapi pada saat tertentu yaitu pada saat mencapai waktu yang telah
ditentukan maka kerja Rele tidak lagi ditentukan oleh arus gangguan tetapi
oleh waktu. Keuntungan menggunakan Rele jenis ini adalah sebagai
pengaman banyak saluran.

Gambar 2.9 Rele arus lebih IDMT

2.6 Penutup Balik Otomatis atau Recloser


PBO (Recloser) adalah PMT yang dilengkapi dengan peralatan control dan
relai penutup balik. Recloser merupakan suatu peralatan pengaman arus lebih,
karena hubung singkat antara fasa dengan fasa atau fasa dengan tanah, dimana
recloser ini memutus arus dan menutup kembali secara otomatis dengan selang
waktu yang dapat diatur sesuai dengan setting interval recloser untuk
membebaskan sistem dari gangguan yang bersifat temporer.
Recloser hampir sama dengan circuit breaker, namun recloser dapat disetel
untuk bekerja membuka dan menutup beberapa kali secara otomatis. Apabila
feeder mendapat gangguan sementara, bila circuit breaker yang digunakan untuk
feeder yang mendapat gangguan sementara, akan menyebabkan hubungan feeder
terputus. Tetapi jika recloser yang digunakan, diharapkan gangguan sementara
tersebut tidak membuat feeder terputus, maka recloser akan bekerja beberapa kali
sampai akhirnya recloser terbuka.

2.6.1. Fungsi Penutup Balik Otomatis


21

PBO dipasang pada SUTM yang sering mengalami gangguan hubung


singkat fasa ke tanah yang bersifat temporer, berfungsi untuk:
1. Menormalkan kembali SUTM atau memperkecil pemadaman tetap akibat
gangguan temporer.
2. Pengaman seksi dalam SUTM agar dapat membatasi / melokalisir daerah
yang terganggu.
2.6.2. Jenis Relay Penutup Balik
Berdasarkan type perintah reclosing ke PMT dapat dibedakan dalam 2
jenis reclosing relay, yaitu :
1. Single-shot Reclosing Relay
o Relai hanya dapat memberikan perintah reclosing ke PMT satu kali dan
baru dapat melakukan reclosing setelah blocking time terakhir.
o Bila terjadi gangguan pada periode blocking time, PMT trip dan tidak bisa
reclose lagi (lock – out ).

2. Multi Shot Reclosing Relay.


o Relai ini dapat memberikan perintah reclosing ke PMT lebih dari satu kali.
Dead time antar reclosing dapat diatur sama atau berbeda..
o Bila terjadi gangguan , relai OCR/GFR memberikan perintah trip ke PMT
pada saat yang sama juga mengarjakan (mengenergize) Reclosing relay.
o Setelah dead time t 1 yang sangat pendek ( kurang dari 0,6 detik), relai
memberi perintah reclose ke PMT .
o Jika gangguan masih ada , PMT akan trip kembali dan reclosing relai akan
melakukan reclose yang kedua setelah dead time t 2 yang cukup lama
(antara 15- 60 detik).
o Jika gangguan masih ada, maka PMT akan trip kembali dan reclosing relai
akan melakukan reclose yang ke tiga setelah dead time t 3 .
o Bila gangguannya juga masih ada dalam periode blocking tB 3, maka
PMT akan trip dan lock out.

2.6.3. Sifat Relay Penutup Balik


22

• Operasi cepat (fast tripping): untuk antisipasi gangguan temporer.


• Operasi lambat (delayed tripping) : untuk koordinasi dengan
pengaman di hilir.
• Bila gangguan telah hilang pada operasi cepat maka PBO akan
reset kembali ke status awal. Bila muncul gangguan setelah waktu
reset, PBO mulai menghitung dari awal.
• Repetitive : riset otomatis setelah recloser success.
• Non repetitive : memerlukan reset manual (bila terjadi gangguan
permanen dan bila gangguan sudah dibebaskan).
• PBO atau Recloser adalah relai arus lebih sehingga karakteristik
PBO dan OCR adalah sama (lihat karakteristik OCR).

2.7 Koordinasi Peralatan Proteksi


Koordinasi pengaman merupakan kinerja dua buah pengaman atau lebih
pada jaringan listrik yang saling mendukung atau melengkapi dalam melakukan
proses tugasnya. Koordinasi pengaman ini dapat berupa relay, recloser maupun
pengaman lainnya. Pada dasarnya prinsip dasar koordinasi adalah:
1. Peralatan pengaman pada sisi beban harus dapat menghilangkan gangguan
menetap atau sementara yang terjadi pada saluran sebelum peralatan
pengaman di sisi sumber beroperasi memutuskan saluran sesaat atau
membuka terus.
2. Memadamkan gangguan sementara yang terjadi dan gangguan menetap
harus dibatasi sampai pada seksi sekecil mungkin.

Gambar 2.10 Zona Koordinasi Proteksi Jaringan Distribusi


23

a. Grading time Relay


Grading time merupakan tingkatan waktu yang terjadi antara waktu
relay pertama dengan waktu relay berikutnya.
24

Gambar 2.11 Time-graded pada Jaringan

Untuk dapat melaksanakan fungsi diatas relay proteksi harus


memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Dapat diandalkan (Reliable)
2. Selektif
3. Peka (Sensitif)
4. Waktu kerja relay cepat
5. Stabil
6. Ekonomis dan sederhana.

2.8 Sekilas Tentang ETAP Power Station


ETAP (Electric Transient and Analysis Program) merupakan suatu
perangkat lunak yang mendukung sistem tenaga listrik. Perangkat ini mampu
bekerja dalam keadaan offline untuk simulasi tenaga listrik, online untuk
pengelolaan data realtime atau digunakan untuk mengendalikan sistem secara
real-time. ETAP dapat digunakan untuk membuat proyek sistem tenaga listrik
dalam bentuk diagram satu garis (one line diagram) dan jalur sistem pentanahan
untuk berbagai bentuk analisis, antara lain: hubung singkat dan koordinasi relai
proteksi.

Anda mungkin juga menyukai