Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan

utama didunia adalah sekitar 450 juta jiwa termasuk skizofrenia (WHO,

2017). Meskipun masalah jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang

menyebabkan kematian secara langsung. Kesehatan jiwa adalah kondisi

seseorang dalam keadaan sehat secara kognitif, afektif,, fisiologi, perilaku, dan

sosial sehingga dan puas dengan perannya sebagai individu maupun dalam

berhubungan interpersonal (Keliat & Pasaribu, (2016).

Gangguan Jiwa merupakan keadaan adanya gangguan pada fungsi

kejiwaan. Fungsi kejiwaan meliputi proses berpikir, emosi, dan kemauan

(Nasir & Muhith, 2011). Menurut Kementrian Kesehatan RI, (2019) kelompok

pasien beresiko tinggi gangguan jiwa yaitu, penderita penyakit kronis,

keluarga yang tidak harmonis, orang tua ODGJ, atau saudara kembar ODGJ,

korban kekerasan, pekerjaan yang memiliki tingkat stres paling tinggi dan

penderita disabilitas (InfoDatin-Kesehatan-Jiwa, n.d.).

Menurut penelitian Bahar & Syaify, (2013) penyebab gangguan jiwa

merupakan proses interaksi yang kompleks antara faktor organo-biologik,

psikoedukatif, dan sosiokultural. Faktor organo-biologik merupakan keadaan

biologi atau jasmani yang dapat menghambat perkembangan individu, seperti

kelainan gen, kurang gizi, dan penyakit, sehingga dapat mempengaruhi

1
2

seluruh aspek tingkah laku mulai dari kecerdasan sampai daya tahan terhadap

stres. Faktor psikoedukatif meliputi aspek psikologis dan pendidikan seperti

adanya trauma psikis pada masa kanak-kanak atau pola asuh yang salah.

Faktor sosiokultural merupakan keadaan obyektif dari masyarakat yang

berupa tuntutan sehingga menimbulkan tekanan pada individu. Didapatkan

tujuh masalah gangguan jiwa yang paling sering terjadi yaitu perilaku

kekerasan, halusinasi, menarik diri, waham, defisit perawatan diri, dan harga

diri rendah (Ah.Yusuf, 2015).

Prevalensi Interational Health Metrics and Evaluation (IHME), tahun

2017 ada sekitar ( 97,3%) atau (95%) orang memiliki gangguan jiwa di India,

diikuti oleh gangguan kecemasan (19,0%), disabilitas intelektual

perkembangan idiopatik (10,8%), skizofrenia (9,8%), gangguan bipolar

(6,9%), gangguan perilaku (5,9%), gangguan spektrum autisme (3,2%),

gangguan makan (2,2%), dan gangguan attention-deficit hyperactivity

(ADHD) (0,3%). Menurut WHO (2016) bahwa 21 juta orang dengan

skizofrenia dengan prevalensi pasien dengan perilaku kekerasan di dunia.

Angka perilaku kekerasan yang didapatkan Australia 36,85%, Kanada

32,61%, Swedia 42,90%, Amerika Serikat 31,92% dan inggris 41,73%.

Kasus gangguan jiwa di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) tahun 2018 meningkat. Peningkatan ini terlihat dari

kenaikan prevalensi rumah tangga yang memiliki ODGJ di Indonesia.

Sehingga provinsi dengan penderita gangguan jiwa tertinggi ditempati

provinsi Sulawesi Tengah (12,3%) pada posisi pertama, Gorontalo (10,3%)


3

sebagai posisi ke dua, dan Nusa Tenggara Timur (9,7%) menempati posisi ke

tiga. Kepulauan Riau menempati urutan 31 dari 34 provinsi di Indonesia

dengan presentasi (3,7%). Jumlah penderita skizofrenia/psikosis yang pernah

berobat ke RS Jiwa maupun fasilitas kesehatan lainnya sebesar 85,0% dan

yang tidak berobat sebesar 15,0% sedangkan penderita gangguan jiwa

skizofrenia/psikosis yang minum obat rutin 1 bulan terakhir sebesar 48,9%

(InfoDatin-Kesehatan-Jiwa, n.d.). Menurut hasil survey Kesehatan Mental

(2016) ditemukan 185 per 1000 penduduk di Indonesia menunjukan adanya

gejala gangguan jiwa. Hal ini didukung data dari Depkes RI yang melaporkan

jumlah penderita penyakit jiwa yang ada di Indonesia. Perilaku kekerasan

merupakan salah satu penyakit jiwa yang ada di Indonesia, dan hingga saat ini

diperkirakan jumlah penderitanya mencapai 2 juta orang.

Berdasarkan data yang didapatkan dari Profil Kesehatan Provinsi Kepri

(2019), penderita gangguan jiwa berat di Kepulauan Riau berjumlah 1.971

jiwa. Ditemukan pada urutan pertama berada di wilayah Kota Batam dengan

jumlah 1.239 jiwa, urutan kedua terdapat di wilayah Kota Karimun dengan

jumlah 210 jiwa. Dan wilayah ketiga terdapat di Kota Tanjung Pinang dengan

jumlah 190 jiwa (Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau, 2019).

Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kota Batam (2020),

penderita orang dengan gangguan jiwa berat berjumlah 1219 orang. Jika

dihitung menurut jenis kelamin, penderita orang dengan gangguan jiwa berat

dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 651 orang dan perempuan berjumlah
4

568 orang. Jumlah penderita skizofrenia dan gangguan psikotik kronik lainnya

adalah 645 jiwa.

Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Sosial Kota Batam tahun 2017,

diketahui jumlah penderita gangguan jiwa yang berada di Dinas Sosial dengan

halusinasi 10 orang, isolasi sosial 7 orang, harga diri rendah 3 orang, perilaku

kekerasan 2 orang.

Berdasarkan data yang didapat dari Rumah Sakit Umum Daerah Embung

Fatimah Kota Batam di Poli Jiwa tahun 2020, penderita gangguan jiwa

sebanyak 3.075 orang. Dengan kasus jiwa terbanyak pada bulan Februari

berjumlah 542 orang. Didapatkan jumlah penderita skizofrenia berjumlah 664

orang, dan jumlah penderita schizophrenia tertinggi pada bulan januari

berjumlah 136 orang.

Perilaku kekerasan menurut penelitian Dermawan, (2018) didapatkan

adalah suatu bentuk tindakan yang bertujuan untuk melukai dirinya dan

seseorang secara fisik maupun psikologis. Perilaku kekerasan ini dapat

dilakukan secara verbal, untuk mencederai diri sendiri, orang lain, dan

lingkungannya, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol

(Dermawan, 2018).

Menurut penelitian Muhith (2015) perawat dapat mengidentifikasikan dan

mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan seperti muka merah dan

tegang, mata melotot atau pandangan tajam, mengepalkan tangan,

mengatupkan rahang dengan kuat, bicara kasar, suara tinggi, menjerit atau
5

berteriak, mengancam secara verbal dan fisik, melempar atau memukul benda

atau orang lain, merusak barang atau benda, tidak mempunyai kemampuan

mencegah atau mengontrol perilaku kekerasan (Muhith, 2015).

Salah satu bentuk terapi perilaku kekerasan adalah dengan teknik

relaksasi. Relaksasi merupakan upaya untuk mengundurkan tegangan,

pertama-tama jasmaniah, yang pada akhirnya mengakibatkan mengendurnya

ketegangan jiwa (Keliat, 2012). Terapi relaksasi nafas dalam tidak hanya

menyebabkan efek yang menenangkan fisik tetapi juga pikiran. Oleh karena

itu, beberapa terapi relaksasi seperti nafas dalam dapat membantu untuk

meningkatkan kemampuan berkosentrasi, kemampuan mengontrol diri,

menurunkan emosi, dan depresi (Yuhanda, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian Roufuddin, (2020) berjudul Perbedaan

Perilaku Kekerasan Sebelum dan Sesudah Terapi Relaksasi Nafas Dalam Pada

Pasien Perilaku Kekerasan frekuensi kategori usia menurut Depkes RI (2009)

menunjukkan bahwa sebagian besar mengalami gangguan jiwa perilaku

kekerasan yaitu umur 17-25 tahun sebanyak 9 responden (30%) dari 30

pasien. Sedangkan frekuensi perilaku kekerasan sebelum diberikan terapi

relaksasi nafas dalam pada pasien perilakun kekerasan sebagian besar

responden mengalami perilaku kekerasan dengan kategori sedang sebanyak 24

pasien (80%). Dan frekuensi perilaku kekerasan sesudah diberikan terapi

relaksasi nafas dalam pada pasien perilaku kekerasan berkurang dengan

kategori ringan menjadi 25 pasien (83,3%) (Roufuddin & Hoiriyah, 2020).


6

Berdasarkan hasil penelitian Safitri, (2019) berjudul Teknik Relaksasi

Nafas Dalam Berpengaruh Terhadap Kemampuan Mengontrol Marah Klien

Skizofrenia kemampuan responden mengontrol marah sebelum dilakukan

relaksasi nafas dalam di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi dengan

nilai minimum kemampuan pasien mengontrol marah didapatkan 9 dan nilai

maksimum kemampuan mengontrol marah adalah 16. Didapatkan kemampuan

responden mengontrol marah sesudah dilakukan relaksasi nafas dalam dengan

nilai minimum kemampuan mengontrol marah adalah 20 dan nilai maksimum

kemampuan mengontrol marah adalah 24 (Safitri & Saswati, 2019).

Berdasarkan hasil penelitian Sumartyawati, (2019) berjudul Pengaruh

Latihan Fisik I Dan II Terhadap Kemampuan Mengontrol Perilaku Kekerasan

Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma frekuensi

kemampuan responden perilaku kekerasan sebelum diberikan latihan fisik I

(relaksasi nafas dalam) da latihan fisik II (memukul bantal) dengan jumlah

responden 30 pasien. Pasien tidak mampu melakukan 20 pasien (67%), cukup

mampu 10 pasien (33%) dan yang mengatakan mampu 0 pasien (0%).

Sedangkan frekuensi kemampuan responden perilaku kekerasan setelah

diberikan Latihan fisik I (relaksasi nafas dalam) dan II (memukul bantal)

dengan jumlah responden 30 pasien. Pasien tidak mampu melakukan 27

pasien (90%), cukup mampu 3 pasien (10%) dan mampu 0 pasien (0%)

(Sumartyawati et al., 2019).


7

Dampak perilaku kekerasan menurut wijayaningsing, (2015) perilaku

kekerasan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan,

baik diri sendiri maupun orang lain (Wijayaningsih, 2015).

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi perilaku kekerasan adalah dengan

pemberian psikofarmaka, psikoterapi dan modifikasi lingkungan.

Psikofarmaka yang diberikan pada klien perilaku kekerasan berupa pemberian

obat anti psikotik baik typical, atypical, maupun kombinasi typical dan

atypical (Heri Setiawan, Ns., 2016). Tindakan keperawatan pada perilaku

kekerasan menurut Keliat & Akemat (2010) adalah mengajarkan klien

mengenal dan memahami perilaku kekerasan yang dilakukannya serta

mengajarkan cara mengendalikan marah atau perilaku kekerasan secara fisik,

sosial atau verbal, spiritual dan pemanfaatan obat. Berdasarkan latar belakang

diatas maka peneliti tertarik mengambil judul Asuhan Keperawatan Jiwa Pada

Pasien Perilaku Kekerasan Pada Tn.X Dan Ny.Y Dengan Teknik Relaksasi

Nafas Dalam Di Rumah Sakit Umum Daerah Embung Fatimah Kota Batam

Tahun 2021.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Perilaku Kekerasan

Pada Tn.X Dan Ny.Y Dengan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Di Rumah Sakit

Umum Daerah Embung Fatimah Kota Batam Tahun 2021?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


8

Untuk memberikan “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien

Perilaku Kekerasan Pada Tn.X Dan Ny.Y Dengan Teknik

Relaksasi Nafas Dalam Di Rumah Sakit Umum Daerah Embung

Fatimah Kota Batam Tahun 2021”.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Melakukan pengkajian pada “Asuhan Keperawatan Jiwa

Pada Pasien Perilaku Kekerasan Pada Tn.X Dan Ny.Y

Dengan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Di Rumah Sakit

Umum Daerah Embung Fatimah Kota Batam Tahun

2021”.

1.3.2.2 Merumuskan diagnosa keperawatan jiwa pada “Asuhan

Keperawatan Jiwa Pada Pasien Perilaku Kekerasan Pada

Tn.X Dan Ny.Y Dengan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Di

Rumah Sakit Umum Daerah Embung Fatimah Kota Batam

Tahun 2021”.

1.3.2.3 Menyusun rencana intervensi dengan “Asuhan

Keperawatan Jiwa Pada Pasien Perilaku Kekerasan Pada

Tn.X Dan Ny.Y Dengan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Di

Rumah Sakit Umum Daerah Embung Fatimah Kota Batam

Tahun 2021”.

1.3.2.4 Mengimplementasi “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada

Pasien Perilaku Kekerasan Pada Tn.X Dan Ny.Y Dengan


9

Teknik Relaksasi Nafas Dalam Di Rumah Sakit Umum

Daerah Embung Fatimah Kota Batam Tahun 2021”.

1.3.2.5 Melakukan evaluasi “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada

Pasien Perilaku Kekerasan Pada Tn.X Dan Ny.Y Dengan

Teknik Relaksasi Nafas Dalam Di Rumah Sakit Umum

Daerah Embung Fatimah Kota Batam Tahun 2021”.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Secara Teoritis

Dari hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu

pengetahuan bagi peneliti tentang perilaku tentang perilaku

kekerasan.

1.4.2 Secara Praktis

1.4.2.1 Bagi Instusi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai informasi untuk pengembangan

dan peningkatan mutu pendidikan untuk masa yang akan

datang serta referensi untuk penelitian karya tulis ilmiah

selanjutnya.

1.4.2.2 Bagi Instusi Kesehatan

Penelitian diharapkan dapat memberikan masukan terbaru

sehingga dapat memperbarui referensi khususnya tentang


10

asuhan keperawatan jiwa dengan teknik relaksasi nafas

dalam pada pasien perilaku kekerasan.

1.4.2.3 Bagi Klien

Untuk memberikan informasi tentang “Asuhan

Keperawatan Jiwa Pada Pasien Perilaku Kekerasan Pada

Tn.X Dan Ny.Y Dengan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Di

Rumah Sakit Umum Daerah Embung Fatimah Kota Batam

Tahun 2021”.

1.4.2.4 Bagi Keluarga

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dukungan

keluarga kepada klien untuk terus melanjutkan terapi klien

agar tidak mengalami kekambuhan.

1.4.2.5 Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti

terutama untuk menambah wawasan dan pengetahuan

dalam konsep diri pada klien dengan perilaku kekerasan

sehingga dapat menjadi suatu kesempatan yang berharga

bagi peneliti dapat menyalurkan ilmu-ilmu yang telah di

dapatkan selama masa kuliah.


11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gangguan Jiwa

2.1.1 Definisi Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan

perilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga ditemukan

ketidakwajaran dalam bertingkah laku (Nasir & Muhit, 2011).

Gangguan jiwa adalah sindrom pola perilaku seseorang secara

khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya

(impairment) didalam satu atau lebih fungsi yang penting dari

manusia, yaitu fungsi psikologik,perilaku, biologik dan gangguan itu

tidak hanya terletak didalam hubungan antara orang tua itu tetapi juga

dengan masyarakat (Ah.Yusuf, 2015).

2.1.2 Penyebab Gangguan Jiwa


12

Faktor yang menyebabkan gangguan jiwa menurut Ah.Yusuf, (2015)

dipandang dalam 3 kategori yaitu:

2.1.2.1 Faktor Somatik

Yakni akibat gangguan pada neuroanatomi, neurofisiologi,

dan neurokimia, termasuk tingkat kematangan dan

perkembangan organik, serta faktor pranatal dan perinatal.

2.1.2.2 Faktor Psikologik

Yang terkait dengan interaksi ibu dan anak, peranan ayah,

persaingan antar saudara kandung, hubungan dalam

keluarga, pekerjaan, permintaan masyarakat. Selain itu,

faktor intelegensi, tingkat perkembangan emosi, konsep

diri, dan pola adaptasi juga akan memengaruhi kemampuan

untuk menghadapi masalah. Apabila keadaan kurang baik,

makan dapat mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu,

dan rasa bersalah yang berlebihan.

2.1.2.3 Faktor Sosial Budaya

Faktor ini meliputi faktor kestabilan keluarga, pola

mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah

kelompok minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas

kesehatan, dan kesejahteraan yang tidak memadai, serta

pengaruh rasial dan keagamaan.

2.1.3 Jenis-Jenis Gangguan Jiwa

Jenis gangguan jiwa menurut Nasir & Muhith (2011) meliputi:


13

2.1.3.1 Skizofrenia

Kelainan jiwa ini terutama menunjukkan gangguan

dalam fungsi kognitif (pikiran) berupa disorganisasi. Jadi,

gangguannya ialah mengenai pembentukan arus serta isi

pikiran. Skizofrenia disebabkan faktor internal.

2.1.3.2 Depresi

Depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa pada

alam perasaan, yang ditandai dengan kemurungan,

kelesuan, tidak bergairah, perasaan tidak berguna, dan

putus asa.

2.1.3.3 Cemas

Gejala kecemasan, baik akut maupun kronis

merupakan komponen utama bagi semua gangguan

psikiatri. Sebagian dari komponen kecemasan itu menjelma

dalam bentuk gangguan panik.

2.1.3.4 Penyalahgunaan narkotika dan HIV/AIDS

Pengungkapan kasus narkoba di Indonesia

pertahunnya meningkat dengan rata-rata 28,9% (Nasir &

Muhith, 2011). Di Indonesia saat ini diperkirakan terdapat

1.365.000 pecandu narkoba (survei BNN). Meningkatnya

jumlah pecandu narkoba meniingkat pula penderita

HIV/AIDS. Meski berbagai upaya dilakukan, penyakit yang

belum ditemukan obatnya dapat dikendalikan dengan baik.


14

2.1.3.5 Bunuh diri

Kasus bunuh diri di Indonesia meningkat seiring

terjadinya kasus ekonomi yang menjerat kehidupan sehari-

hari mereka. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan adalah

adalah adanya pergeseran usia pelaku bunuh diri. Dahulu,

pelaku bunuh diri adalah usia dewasa, jarang sekali pada

anak usia 12 tahun yang melakukan bunuh diri.

2.1.4 Tanda-Tanda Gangguan Jiwa

Tanda-tanda gangguan jiwa menurut Nasir & Muhith (2011) meliputi:

2.1.4.1 Gangguan Kognitif

Kognitif adalah suatu proses mental dimana seorang

individu menyadari dan mempertahankan hubungan dengan

lingkungannya, baik lingkungan dalam maupun lingkungan

luar.

2.1.4.2 Gangguan Perhatian

Perhatian adalah pemusatan dan konsentrasi energi, menilai

dalam suatu proses kognitif yang timbul dari luar akibat

suatu rangsangan.

2.1.4.3 Gangguan Ingatan


15

Ingatan (kenangan, memori) adalah kesanggupan untuk

mencatat, menyimpan, memproduksi isi dan tanda-tanda

kesadaran.

2.1.4.4 Gangguan Asosiasi

Asosiasi adalah proses mental dengan suatu perasaan,

kesan, atau gambaran ingatan cenderung untuk

menimbulkan kesan atau gambaran ingatan respons/konsep

lain, yang sebelumnya berkaitan dengannya.

2.1.4.5 Gangguan Pertimbangan

Pertimbangan (penilaian) adalah suatu proses mental untuk

membandingkan/menilai beberapa pilihandalam suatu

kerangka kerja dengan memberikan nilai-nilai untuk

memutuskan maksud dan tujuan dari suatu aktivitas.

2.1.4.6 Gangguan Pikiran

Pikiran Umum adalah meletakkan hubungan antara

berbagai bagian dari pengetahuan seseorang.

2.1.4.7 Gangguan Kesadaran

Kesadaran adalah kemampuan seseorang untuk

mengadakan hubungan dengan lingkungan, serta dirinya

melalui pancaindra dan mengadakan pembatasan terhadap

lingkungan serta dirinya sendiri.

2.1.4.8 Gangguan Kemauan


16

Kemauan adalah suatu proses dimana keinginan-keinginan

dipertimbangkan yang kemudian diputuskan untuk

dilaksanakan sampai mencapai tujuan.

2.1.4.9 Gangguan Emosi

Emosi adalah suatu pengalaman yang sadar dan

memberikan pengaruh pada aktivitas tubuh serta

menghasilkan sensasi organik dan kinetis.

Tanda dan Gejala gangguan jiwa menurut Yosep, (2014) meliputi:

a. Gangguan Kognisi Pada Persepsi

Gangguan kognisi pada persepsi biasanya penderita

gangguan jiwa merasa mendengar (mempresepsikan) suatu

bisikan yang menyuruh membunuh, melempar, naik genting,

membakar rumah. Padahal orang disekitarnya tidak

mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya tidak ada, hanya

muncul dari dalam individu sebagai bentuk kecemasan yang

sangat berat dirasakan. Hal ini sering disebut halusinasi, klien

bisa mendengar sesuatu, melihat sesuatu atau merasakan

sesuatu yang sebenarnya tidak ada menurut orang lain.

b. Gangguan Perhatian

Perhatian adalah pemusatan dan konsentrasi energi dalam

proses kognitif yang timbul dari luar akibat suatu rangsang.

Agar suatu perhatian dapat memperoleh hasil, harus ada 3

syarat yang terpenuhi yaitu: Inhibisi, suatu rangsang yang tidak


17

termasuk objek harus disingkirkan: Apersepsi, yang

dikemukakan hanya hal yang berkaitan dengan objek perhatian:

Adaptasi, alat-alat yang digunakan harus berfungsi dengan baik

karena diperlukan untuk penyesuaian terhadap objek pekerjaan.

c. Gangguan Ingatan

Ingatan (kenangan, memori) adalah kesanggupan atau

kemampuan untuk mencatat, menyimpan, memproduksi isi dan

tanda-tanda kesadaran. Proses ingatan terdiri dari 3 unsur yaitu:

pencatatan, penyimpanan, pemanggilan kembali. Gangguan

ingatan terjadi apabila terdapat gangguan pada satu atau lebih

dari 3 unsur tersebut, faktor yang mempengaruhi adalah

keadaan jasmaniah dan umur.

d. Gagguan Pikiran

Proses berfikir yang normal mengandung arus ide, simbol,

dan asosiasi yang terarah pada tujuan dan tugas yang dapat

menghantar pada suatu penyelesaian yang berorientasi pada

kenyataan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses berfikir,

yaitu: faktor somatik, faktor psikologik, dan faktor sosial.

e. Gangguan Kemauan

Penderita gangguan jiwa memiliki kemampuan yang

lemah, susah membuat keputusan atau memulai tingkah laku,

susah sekali bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri sehingga

terlihat kotor, bau, dan acak-acakan.


18

f. Gangguan Emosi

Gangguan emosi dimana klien merasa senang, gembira

yang berlebihan (waham kebesaran). Klien merasa sebagai

orang penting, sebagai raja, pengusaha, orang kaya, titisan

Bung Karno tetapi dilain waktu bisa merasa sangat sedih,

menangis, tak berdaya (depresi) sampai ada ide ingin

mengakhiri hidupnya.

g. Gangguan psikomotor

Gangguan psikomotor seperti hiperaktivitas, dimana klien

melakukan pergerakan yang berlebihan naik keatas genting

berlari, berjalam maju mundur, meloncat-loncat, melakukan

bebagai hal yang tidak disuruh atau menentang apa yang

disuruh, diam lama tidak bergerak atau melakukan gerakan

aneh.

2.2 Konsep Skizofrenia

2.2.1 Pengertian

Skizofrenia adalah suatu gangguan yang bertahan selama 6

bulan yang meliputi satu bulan fase gejala aktif misalnya,

mengalami dua atau lebih gejala berikut: delusi, halusinasi,

pembicaraan yang tidak terarah, perilaku katatonik, gejala negatif

(Tumanggor, 2018).

Kelainan jiwa skizofrenia ini terutama menunjukkan

gangguan dalam fungsi kognitif (pikiran) berupa disorganisasi.


19

Jadi, gangguannya ialah mengenai pembentukan arus serta isi

pikiran. Skizofrenia disebabkan faktor internal (Nasir & Muhith,

2011).

2.2.2 Etiologi

Skizofrenia adalah penyakit dengan penyebab yang

multifaktor. Gangguan struktur dan fungsi otak ini mengacu pada

beberapa teori penyebab skizofrenia, yakni:

2.2.2.1 Faktor Genetik

Sudah terbukti nahwa faktor genetik berperan besar

terhadap kejadian skizofrenia. Kecenderungan untuk

menderita skizofrenia berkaitan dengan kedekatan

seseorang secara genetik.

2.2.2.2 Faktor Biokimia

Salah satu hipotesis mengenai penyebab skizofrenia

adalah dikarenakan aktifitas dopaminergik yang terlalu

tinggi. Teori ini terkait efektivitas obat-obatan antipsikotik

dalam meredam efek psikosis. Oleh karena itulah teori ini

masih berpegang kuat akan timbulnya skizofrenia akibat

aktifitas dopaminergik yang terlalu tinggi.

2.2.2.3 Metabolisme Otak

Studi dengan magnetic resonance spectroscopy

menunjukkan bahwa terdapat kadar fosfomonoester dan

fosfat inorganik yang rendah pada penderita skizofrenia.


20

2.2.2.4 Applied Electrophysiology

Penderita skizofrenia juga menunjukkan ketidakmampuan

untuk menyaring suara dan sangat sensitif terhadap suara

ribut. Banyaknya suara mengakibatkan penderita sulit

berkonsentrasi dan mungkin menjadi faktor terjadinya

halusinasi pendengaran.

2.2.2.5 Disfungsi Gerak Mata

Penelitian menunjukkan bahwa skizofrenia menunjukkan

gerakan abnormal mata 50-80 persen dibandingkan

dengan penderita gangguan jiwa yang bukan skizofrenia.

2.2.3 Tanda dan gejala

Menurut Tumanggor, (2018) karakteristik gejala yang harus ada

untuk menegakkan skizofrenia, yaitu:

2.2.3.1 Karakteristik gejala: terdapat dua atau lebih gejala

dibawah ini dengan durasi waktu selama satu bulan (atau

kurang dari satu bulan)

a) Delusi

b) Halusinasi

c) Pembicaraan yang tidak terarah

d) Perilaku yang tidak berarturan

e) Gejala negatif, misal: efek datar, alogia atau bahkan

avolisi.
21

2.2.3.2 Disfungsi sosial/pekerjaan: sejak terjadinya gangguan,

satu atau lebih fungsi kehidupan sehari-hari menjadi

terganggu. Jika terjadi pada anak-anak atau usia remaja,

maka klien biasanya terganggu pada hubungan

interpersonal, akademik, dan pencapaian prestasi.

2.2.3.3 Tanda dan gejala terus berlangsung dan bertahan setidak-

tidaknya selama 6 bulan.

2.2.3.4 Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif: jika

terdapat riwayat autisme atau gangguan perkembangan

pervasif lainnya.

2.2.4 Penatalaksanaan

Ada berbagai macam terapi yang bisa diberikan pada

skizofrenia. Terapi skizofrenia terdiri dari terapi farmakologis,

terapi electroconvulsive (ect), rehabilitasi psikososial pada

skizofrenia meliputi: pelatihan kemampuan sosial, manajemen

kasus, psikoedukasi, terapi keluarga (Tumanggor, 2018).

2.3 Konsep Perilaku Kekerasan (PK)

2.3.1 Pengertian

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik

kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering juga disebut gaduh

gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap


22

suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol

(Damaiyanti, 2014).

Perilaku kekerasan didefinisikan sebagai suatu keadaan

hilangnya kendali perilaku seseorang yang diarahkan pada diri

sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan pada diri

sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau

membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri. Perilaku

kekerasan pada orang lain adalah tindakan agresif yang ditujukan

untuk melukai ata membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada

lingkungan dapat berupa perilaku merusak merusak linkungan,

melempar kaca, gunting, dan semua yang ada dilingkungan

(Sutejo, 2018).

2.3.2 Etiologi

Menurut (Dalami, 2014) penyebab terjadinya perilaku

kekerasan meliputi:

a. Kehilangan harga diri karena tidak dapat memenuhi

kebutuhan sehingga individu tidak berani bertindak, cepat

tersinggung dan lekas marah.

b. Frustasi akibat tujuan tidak tercapai atau terhambat

sehingga individu merasa cemas dan terancam. Individu

akan berusaha mengatasi tanpa memperhatikan hak-hak

orang lain.
23

c. Kebutuhan aktualisasi diri yang tidak tercapai sehingga

menimbulkan ketegangan dan membuat individu cepat

tersinggung.

2.3.3 Tanda dan Gejala

Menurut Yosep (2010) dalam Damaiyanti, (2014) perawat

dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala

perilaku kekerasan :

a. Muka merah dan tegang

b. Mata melotot atau pandangan tajam

c. Tangan mengepal

d. Rahang mengatup

e. Jalan mondar mandir

Tanda dan gejala klien dengan perilaku kekerasan menurut

Boyd & Nihart, (1998) dalam (Wijayaningsih, 2015) menunjukkan

adanya:

Data subyektif :

a. Klien mengeluh perasaan terancam, marah, dan dendam

b. Klien mengungkapkan perasaan tidak berguna

c. Klien mengungkapkan perasaan jengkel

d. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik, seperti dada

berdebar-debar, rasa tercekik, dada terasa sekal dan bingung


24

e. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh

melukai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

f. Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya

Data obyektif:

a. Muka merah

b. Mata melotot

c. Rahang dan bibir mengatup

d. Tangan dan kaki tegang, tangan mengepal

e. Tampak mondar mandir

f. Tampak bicara sendiri dan ketakutan

g. Tampak berbicara dengan suara tinggi

h. Tekanan darah meningkat

i. Frekuensi denyut jantung meningkat

j. Nafas pendek

2.3.4 Akibat perilaku kekerasan

Menurut Townsend, M.C, (1998) dalam wijayaningsing,

(2015) perilaku kekerasan dimana seseorang melakukan tindakan

yang dapat membahayakan, baik diri sendiri maupun orang lain.

2.3.5 Rentang respon


25

Menurut Yosep, (2010) dalam Damaiyanti, (2014) perilaku

kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan

kemarahan yang dimanifestasi dalam bentuk fisik. Rentang respon

kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai

pada respon sangat tidak normal (maladaptif).

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif

Kekerasan

2.1 Skema rentang respon perilaku kekerasan menurut Yosep, (2010)

Keterangan :

2.3.5.1 Respon Adaptif

a) Asertif : Klien mampu mengungkapkan marah tanpa

menyalahkan orang lain dan memberikan kelegaan.

b) Frustasi : klien gagal mencapai tujuan kepuasan

atau saat marah dan tidak dapat menemukan

alternatifnya.

2.3.5.2 Respon Maladaptif

a) Pasif : klien merasa tidak dapat mengungkapkan

perasaannya, tidak berdaya dan menyerah.


26

b) Agresif : klien mengekspresikan secara fisik, tapi

masih terkontrol, mendorong orang lain dengan

ancaman.

c) Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang

kuat dan hilang control, disertai amuk, merusak

lingkungan.

2.3.6 Proses terjadinya kekerasan

Menurut Keliat, (1991) dalam Ah. Yusuf, (2015) Amuk

merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang

ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai

hilangnya kontrol, yang individu dapat merusak diri sendiri, orang

lain, atau lingkungan. Apabila perasaan marah diekspresikan

dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan karena

ia merasa kuat. Cara ini menimbulkan masalah yang

berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku yang

destruktif dan amuk.

2.3.7 Penatalaksanaan

2.3.7.1 Terapi Relaksasi Nafas Dalam

Teknik relaksasi nafas dalam dapat mengatur emosi dan

menjaga keseimbangan emosi, sehingga emosi marah

tidak berlebihan. Relaksasi nafas dalam dipercaya dapat

menurunkan ketegangan dan memberikan ketenangan.

Relaksasi nafas dalam merangsang tubuh untuk


27

melepaskan epiod endogen yaitu endhorpin dan enkefalin.

Dilepaskannya hormone endhorpin dapat memperkuat

daya tahan tubuh, menjaga sel otak tetap muda, melawan

penuaan, menurunkan agresifitas dalam hubungan antar

manusia, meningkatkan semangat, daya tahan tubuh, dan

kreatifitas (Sari, 2019).

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan

2.4.1 Pengkajian

Menurut Yosep (2009) dalam Damaiyanti, (2014) pada

dasarnya pengkajian pada klien perilaku kekerasan ditujukan pada

semua aspek, yaitu biopsikososial-kultural-spiritual.

a) Aspek biologis

Respon fisiologis timbul karena kegiatan system saraf

otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga

tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil

melebar, pengeluaran urin meningkat. Ada gejala yang

sama dengan kecemasan seperti meningkatnya

kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup,

tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini

disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah

bertambah.

b) Aspek emosional
28

Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak

berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang

lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan

dan menuntut.

c) Aspek intelektual

Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan

melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting

untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya

diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman.

Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi

penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses,

diklarifikasi, dan diintegrasikan.

d) Aspek sosial

Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan

ketergantungan. Emosi marah sering merangsang

kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan

kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain

sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan

kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses

tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan

diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.

e) Aspek spiritual
29

Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan

individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan

norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang

dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.

2.4.2 Analisa Data

Dengan melihat data subjektif dan objektif dapat menentukan

permasalahan yang dihadapi pasien. Dan dengan memperhatikan

pohon masalah dapat diketahui penyebab, affeck dari masalah

tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa

keperawatan (Keliat, 2011).

2.4.3 Diagnosa keperawatan

Menurut Ah. Yusuf, (2015) didapatkan diagnosis keperawatan

jiwa meliputi :

2.4.3.1 Perilaku kekerasan

2.4.3.2 Risiko perilaku kekerasan

2.4.3.3 Gangguan persepsi sensori: halusinasi

2.4.3.4 Gangguan proses pikir

2.4.3.5 Risiko bunuh diri

2.4.3.6 Isolasi sosial

2.4.3.7 Defisit perawatan diri

2.4.3.8 Harga diri rendah kronis

2.4.4 Diagnosa keperawatan perilaku kekerasan


30

Resiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang

lain, lingkungan, dan verbal)

PERILAKU KEKERASAN

Harga diri rendah kronis

2.2 Skema pohon masalah diagnosis perilaku kekerasan menurut Damaiyanti,

(2014)

2.4.5 Intervensi keperawatan

Menurut Keliat dan Akemat, (2009) dalam Damaiyanti, (2014)

rencana keperawatan mencakup perumusan diagnosis, tujuan serta

rencana tindakan yang telah distandarisasi. Menurut Nurjanah l,

(2004) dalam Damaiyanti, (2014) pada dasarnya tindakan

keperawatan terdiri dari tindakan observasi dan pengawasan, terapi

keperawatan, pendidikan kesehatan, dan kolaborasi.

2.1 Tabel Intervensi Keperawatan Jiwa Pada Pasien Perilaku Kekerasan


31

N DIAGNO PERENCANAAN INTERVENSI


O SA TUJUAN KRITERIA HASIL
KEPERA
WATAN
1. Perilaku TUK 1 : 1. Klien 1. Bina hubungan saling
kekerasan Klien dapat menunjukkan percaya dengan
membina tanda-tanda mengemukakan prinsip
hubungan saling percaya kepada komunikasi terapeutik:
percaya perawat melalui:  Beri salam/panggil
 Wajah cerah, nama klien
tersenyum  Sebutkan nama
 Mau perawat sambil
berkenalan jabat tangan
 Ada kontak  Perkenalkan diri
mata dengan sopan
 Bersedia  Tanyakan nama
menceritakan lengkap klien dan
perasaan nama panggilan
 Bersedia yang disukai klien
mengungkapk  Jelaskan tujuan
an masalahnya pertemuan
 Membuat kontrak
topik, waktu, dan
tempat setiap kali
bertemu klien
 Tunjukkan sikap
empati dan
menerima klien apa
adanya
 Beri perhatian
kepada klien dan
perhatian
kebutuhan dasar

TUK 2 : 2. Kriteria evaluasi : 2. Bantu klien


Klien dapat setelah 3x mengungkapkan
mengidentifikasi intervensi, klien perasaan marahnya :
penyebab perilaku dapat :  Diskusikan bersama
kekerasan  Menceritakan klien untuk
penyebab perilaku menceritakan penyebab
kekerasan yang rasa kesal atau rasa
dilakukannya jengkelnya
 Menceritakan  Dengarkan penjelasan
penyebab perasaan klien tanpa menyela
jengkel/kesal, baik atau memberi penilaian
dari diri sendiri pada setiap ungkapan
maupun perasaan klien
32

lingkungannya
TUK 3 : 3. Kriteria evaluasi : 3. Membantu klien
Klien dapat setelah 3x mengungkapkan tanda-
mengidentifikiasi intervensi, klien tanda perilaku
tanda-tanda dapat kekerasan yang
perilaku menceritakan dialaminya :
kekerasan tanda-tanda  Diskusikan
perilaku kekerasan motifasi klien
secara : untuk menceritakan
 Fisik : mata kondisi fisik saat
merah, tangan perilaku kekerasan
mengepal, terjadi
ekspresi  Diskusikan dan
tegang, dan motivasi klien
lain-lain untuk menceritakan
 Emosional : kondisi fisik saat
perasaan perilaku kekerasan
marah, terjadi
jengkel, bicara  Diskusikan dan
kasar motivasi klien
 Sosial : untuk menceritakan
bermusuhan kondisi emosinya
yang dialami saat terjadi perilaku
saat terjadi kekerasan
perilaku  Diskusikan dan
kekerasan motivasi klien
untuk menceritakan
kondisi psikologis
saat terjadi perilaku
kekerasan
 Diskusikan dan
motivasi klien
untuk menceritakan
kondisi hubungan
dengan orang lain
saat terjadi perilaku
kekerasan

TUK 4 : 4. Kriteria evaluasi : 4. Diskusikan dengan


Klien dapat setelah 3x klien seputar perilaku
mengidentifikasi intervensi, klien kekerasan yang
perilaku menjelaskan : dilakukannya selama
kekerasan yang  Ekspresi ini
biasa dilakukan kemarahan  Diskusikan dengan
yang selama klien seputar
ini perilaku kekerasan
dilakukannya yang dilakukannya
 Perasaannya selama ini
saat  Motivasi klien
melakukan menceritakan jenis-
33

kekerasan jenis tindakan


 Efektifitas kekerasan yang
cara yang selama ini pernah
dipakai dalam dilakukannya
menyelesaikan  Motivasi klien
masalah menceritakan
perasaan klien
setelah tindak
kekerasan tersebut
terjadi
 Diskusikan apakah
dengan tindak
kekerasan yang
dilakukannya,
masalah yang
dialami teratasi

TUK 5 : 5. Kriteria evaluasi : 5. Diskusikan dengan


Klien dapat setelah 3x klien akibat negatif
mengidentifikasi intervensi, klien atau kerugian dari cara
akibat perilaku dapat menjelaskan atau tindakan kekerasan
kekerasan akibat dari tindak yang dilakukan pada :
kekerasan yang  Diri sendiri
dilakukan klien :  Orang lain/keluarga
 Diri sendiri :  Lingkungan
luka, dijauhi
teman
 Orang
lain/keluarga :
luka,
tersinggung,
ketakutan
 Lingkungan :
barang atau
benda-benda
rusak
TUK 6 : 6. Kriteria evaluasi : 6. Diskusikan dengan
Klien dapat Setelah 3x intervensi, klien seputar :
mengidentifikasi klien dapat a. Tanyakan pada
cara konstruktif menjelaskan : cara- klien “apakah ia
dalam merespon cara sehat dalam ingin mempelajari
terhadap mengungkapkan cara baru yang
kemarahan marah sehat?”
b. Jelaskan berbagai
alternatif pilihan
untuk
mengungkapkan
kemarahan selain
perilaku kekerasan
yang diketahui
34

klien
c. Diskusikan dengan
klien cara lain yang
sehat:
 Secara fisik:
tarik nafas
dalam jika
sedang
kesal/memukul
bantal/kasur
atau olahraga
atau pekerjaan
yang
memerlukan
tenaga
 Secara verbal:
katakan bahwa
anda sedang
kesal/tersinggu
ng/jengkel
(saya kesal
anda berkata
seperti itu; saya
marah karena
mama tidak
memenuhi
keinginan saya
 Secara sosial:
lakukan dalam
kelompok cara-
cara marah
yang sehat;
latihan asentif.
Latihan
manajemen
perilaku
kekerasan
 Secara
spiritual:
anjurkan klien
sembahyang,
berdo’a/ibadah
lain; meminta
pada tuhan
untuk diberi
kesabaran,
mengadu pada
tuhan
kekerasan/keje
ngkelan.
35

TUK 7 : 7. Kriteria evaluasi : a. Diskusikan cara yang


Klien dapat setelah 3x mungkin dipilih serta
mendemonstrasik intervensi, klien anjurkan klien memilih
an cara memperagakan cara yang mungkin
mengontrol cara mengontrol diterapkan untuk
perilaku perilaku kekerasan mengungkapkan
kekerasan secara fisik, kemarahannya
verbal, spiritual b. Latih klien
dengan cara memperagakan cara
berikut : yang dipilih dengan
 Fisik: tarik melaksanakan cara
nafas dalam, yang dipilih
olahraga c. Jelaskan manfaat cara
 Verbal: tersebut
mengatakan d. Anjurkan klien
secara menirukan peragaan
langsung yang sudah dilakukan
dengan tidak e. Beri penguatan pada
menyakiti klien, perbaiki cara
 Spiritual: yang masih belum
sembahyang,b sempurna
erdoa atau f. Anjurkan klien
ibadah lain menggunakan cara
yang sudah di latih saat
marah/jengkel

TUK 8 : 8. Kriteria evaluasi : a. Diskusikan pentingnya


Klien mendapat setelah 3x peran serta keluarga
dukungan intervensi, sebagai pendukung
keluarga dalam keluarga klien klien dalam mengatasi
mengontrol mampu : perilaku kekerasan
perilaku  menjelaskan b. Diskusikan potensi
kekerasan cara merawat keluarga untuk
klien dengan membantu klien
berperilaku mengatasi perilaku
kekerasan kekerasan
 mengungkap c. Jelaskan pengertian,
kan rasa puas penyebab, akibat, dan
dalam cara merawat klien
merawat klien dengan perilaku
dengan kekerasan yang dapat
perilaku dilaksanakan oleh
kekerasan keluarga
d. Peragakan cara
merawat klien
(menangani perilaku
kekerasan)
e. Beri kesempatan
keluarga untuk
36

memperagakan ulang
cara perawatan
terhadap klien
f. Beri pujian kepada
keluarga setelah
peragaan
g. Tanyakan perasaan
keluarga setelah
mencoba cara yang
dilatihkan

TUK 9 : 9. Kriteria evaluasi : a. Jelaskan manfaat


Klien setelah 3x menggunakan obat
menggunakan intervensi klien secara teratur dan
obat sesuai bisa menjelaskan : kerugian jika tidak
program yang  Manfaat menggunakan obat
telah ditetapkan minum obat b. Jelaskan kepada klien :
 Kerugian tidak  Jenis obat (nama,
minum obat warna, dan bentuk
 Nama obat obat)
 Bentuk dan  Dosis yang tepat
Warna obat untuk klien
 Dosis yang  Waktu pemakaian
diberikan  Cara pemakaian
kepadanya  Efek yang akan
 Waktu dirasakan klien
pemakaian c. Anjurkan klien :
 Cara  Minta dan
pemakaian menggunakan obat
 Efek yang secara tepat waktu
dirasakan  Lapor ke
 Klien perawat/dokter jika
menggunakan mengalami efek
obat sesuai yang tidak biasa
program d. Beri pujian terhadap ke
disiplinan klien
menggunakan obat

Sumber : Ns. Sutejo, M.Kep., Sp.Kep.J., (2018)

1.2 Tabel Strategi Pelaksanaan (SP) Pasien Dan Keluarga


37

Klien Keluarga
SP1P SP1K
1. Mengidentifikasi penyebab 1. Mendiskusikan masalah
perilaku kekerasan dirasakan keluarga dalam
2. Mengidentifikasi tanda dan merawat klien
gejala perilaku kekerasan 2. Menjelaskan pengertian perilaku
3. Mengidentifikasi perilaku kekerasan, tanda dan gejala
kekerasan yng dilakukan perilaku kekerasan, serta proses
4. Mengidentifikasi akibat terjadinya perilaku kekerasan
perilaku kekerasan
5. Menyebutkan cara mengontrol
perilaku kekerasan
6. Membantu klien mempraktikan
latihan cara mengontrol
perilaku kekerasan secara fisik
1: latihan nafas dalam
7. Menganjurkan klien
memasukkan kedalam kegiatan
harian

SP2P SP2K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Melatih keluarga mempraktikan
harian klien cara merawat klien dengan
2. Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan
perilaku kekerasan dengan cara 2. Melatih keluarga melakukan cara
fisik 2: pukul kasur dan bantal merawat langsung kepada klien
3. Menganjurkan klien perilaku kekerasan
memasukkan kedalam kegiatan
harian
SP3P SP3K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Membantu keluarga membuat
harian klien jadwal aktivitas dirumah
2. Melatih klien mengontrol termasuk minum obat (discharge
perilaku kekerasan dengan cara planning)
sosial atau verbal 2. Menjelaskan follow up klien
3. Menganjurkan klien setelah pulang
memasukkan kedalam kegiatan
harian
SP4P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian klien
2. Melatih klien mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara
38

spiritual
3. Menganjurkan klien
memasukkan ke dalam kegiatan
harian
SP5P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian klien
2. Melatih klien mengontrol
perilaku kekerasan dengan
minum obat
3. Menganjurkan klien
memasukkan kedalam kegiatan
harian
Sumber : Damayanti, (2014)

i. Implementasi

Menurut Damayanti, (2014) dalam mengimplementasikan

intervensi, perawat kesehatan jiwa menggunakan intervensi

yang luas yang dirancang untung mencegah penyakit

meningkatkan, mempertahankan, dan memulihkan kesehatan

fisik dan mental. Kebutuhan klien terhadap pelayanan

keperawatan dan dirancang pemenuhan kebutuhannya melalui

standar pelayanan dan asuhan keperawatan. Pedoman tindakan

keperawat dibuat untuk tindakan pada klien baik secara

individual, kelompok maupun yang terkait dengan ADL

(Activity Daily Living). Dengan adanya perincian kebutuhan

waktu, diharapkan setiap perawat memiliki jadwal harian

untuk masing-masing klien sehingga waktu kerja perawat

menjadi lebih efektif dan efisien.

ii. Evaluasi
39

Menurut Damaiyanti, (2014) Semua tindakan yang telah

dilakukan oleh perawat didokumentasikan dalam format

implementasi dan dievaluasi dengan menggunakan pendekatan

SOAP (subjektif, objektif, analisis, perencanaan). Disamping

itu terkait dengan pendekatan SOAP setiap selesai yang terkait

dengan tindakan keperawatan yang telah dilakukan sebagai

bentuk tindak lanjut yang akan dilaksanakan oleh pasien.

Penugasan atau kegiatan ini dimasukkan kedalam jadwal

kegiatan aktivitas klien dan diklasifikasikan apakah tugas

tersebut dilakukan secara mandiri (M), dengan bantuan

sebagian (B), atau dengan bantuan total (T) kemampuan

melakukan tugas atau aktivitas dievaluasi setiap hari. Klien

dan keluarga berperan serta dalam mengevaluasi proses

keperawatan.

2.5 Kerangka Konseptual

PERILAKU KEKERASAN
40

Jenis-Jenis
Gangguan Jiwa Diagnosa Keperawatan

Tanda dan Gejala

 Harga diri rendah Data subyektif :


 Skizofrenia
 Depresi kronis a. Klien mengeluh perasaan
 Cemas  Perilaku terancam, marah, dan dendam
 Penyalahgunaan kekerasan b. Klien mengungkapkan perasaan
 Resiko perilaku tidak berguna
narkotika dan
kekerasan (pada c. Klien mengungkapkan perasaan
HIV/AIDS jengkel
 Bunuh diri diri sendiri,
orang lain, d. Klien mengungkapkan adanya
keluhan fisik, seperti dada
lingkungan dan
berdebar-debar, rasa tercekik, dada
verbal terasa sekal dan bingung
e. Klien mengatakan mendengar
suara-suara yang menyuruh
melukai diri sendiri, orang lain,
Proses Keperawatan dan lingkungan
f. Klien mengatakan semua orang
ingin menyerangnya
Data obyektif:
 Pengkajian a. Muka merah
 Diagnosa b. Mata melotot
 Intervensi c. Rahang dan bibir mengatup
 Implementasi d. Tangan dan kaki tegang, tangan
megepal
 Evaluasi e. Tampak mondar mandir
f. Tampak bicara sendiri dan
ketakutan
g. Tampak berbicara dengan suara
tinggi
h. Tekanan darah meningkat
i. Frekuensi denyut jantung
meningkat
j. Nafas pendek

2.3 Skema Modifikasi Kerangka Konseptual Teori Nasir & Muhith 2011, Teori
Damayanti 2014, Teori Wijayaningsih 2015

BAB III
41

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Dan Rancangan Studi Kasus

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan pendekatan studi

kasus bertujuan untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan jiwa

pada pasien perilaku kekerasan pada tn.x dan ny.y dengan teknik relaksasi

nafas dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Embung Fatimah Kota Batam

Tahun 2021. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan asuhan

keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan dokumentasi.

3.2 Subyek Studi Kasus

Untuk studi kasus tidak dikenal populasi dan sampel, namun lebih

mengarah kepada istilah subyek studi kasus oleh karena yang menjadi

subyek studi kasus sekurang-kurang nya satu klien (individu, keluarga atau

masyarakat kelompok khusus). Dengan masalah keperawatan yang diamati

secara mendalam. Subyek studi kasus perlu dirumuskan kriteria inkulusi

dan ekslusi.

3.2.1 Kriteria Inklusi

3.2.1.1 Klien yang terdiagnosa perilaku kekerasan

3.2.1.2 Klien atau keluarga yang bersedia menjadi responden

dengan mengisi Informed consent

3.2.1.3 Klien merupakan pasien Poli Jiwa Rumah Sakit Embung

Fatimah Batam
42

3.2.1.4 Keluarga dari klien yang tidak paham cara merawat

anggota keluarga dengan perilaku kekerasan

3.2.2 Kriteria Eksklusi

3.2.2.2 Keluarga dari klien yang paham cara merawat anggota

keluarga dengan perilaku kekerasan

3.2.2.3 Klien yang tidak bersedia menjadi responden

3.2.2.4 Klien dalam kondisi gelisah, panik dan bingung

3.3 Fokus Studi

Fokus studi adalah kajian utama dari masalah yang akan dijadikan titik

acuan studi kasus. Fokus studi dari kasus perilaku kekerasan yaitu: masalah

terapi nafas dalam pada pasien dengan perilaku kekerasan.

3.4 Definisi Operasional

Studi kasus asuhan keperawatan:

3.4.1 Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk tindakan yang bertujuan untuk

melukai dirinya dan seseorang secara fisik maupun psikologis.

3.4.2 Relaksasi nafas dalam adalah pernafasan pada abdomen dengan

frekuensi lambat serta perlahan, berirama dan nyaman dengan cara

memejamkan mata saat menarik nafas.

3.5 Instrumen Studi Kasus


43

Alat atau instrumen pengumpulan data menggunakan format pengkajian

Asuhan Keperawatan sesuai ketentuan yang berlaku seperti kertas dan

ballpoin. Untuk observasi menggunakan spignomanometer, stetoskop, dan jam

tangan.

3.6 Metode Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data adalah suatu cara atau metode yang digunakan

untuk mengumpulkan data. Tehnik pengumpulan data dalam studi kasus ini

adalah sebagai berikut :

3.6.1 Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas klien, keluhan

utama, riwayat penyakit sekarang – dahulu – keluarga dll). Sumber

data dari klien, keluarga, perawat lainnya.

3.6.2 Observasi dan pemeriksaan fisik pada sistem tubuh klien

3.6.3 Studi dokumentasi (hasil dari pemeriksaan diagnostik)

Berikut ini penjelasan tentang metode pengumpulan data yaitu

sebagai berikut :

3.6.3.1 Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan

langsung dilapangan oleh orang yang bersangkutan dalam

pelaksanaan studi kasus maupun penelitian. Data primer

dapat diambil dari :

1) Wawancara mendalam

Salah satu metode yang digunakan penulis untuk

mendapatkan data adalah dengan wawancara. Dimana


44

penulis mendapat keterangan atau informasi secara lisan

dari seorang responden. Anamnesa dilakukan dengan

dua cara yaitu :

a) Autoanamnesa

Autoanamnesa merupakan anamnesa yang

dilakukan kepada pasien secara langsung.

b) Alloanamnesa

Alloanamnesa merupakan anamnesa yang

dilakukan kepada keluarga pasien untuk

memperoleh data tentang pasien.

c) Observasi

Observasi yaitu suatu prosedur yang berencana

antara lain meliputi melihat, mencatat jumlah

dan taraf aktifitas tertentu yang ada

hubungannya dengan masalah yang diamati.

3.6.3.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari

mempelajari status maupun dokumentasi milik pasien,

data dari catatan keperawatan dan studi. Data sekunder

meliputi:

1. Studi Pustaka
45

Penulis mencari, mengumpulkan, mempelajari

referensi yang membahas tentang asuhan keperawatan

dan konsep penyakit tersebut.

2. Studi Dokumentasi

Studi dilakukan dengan mempelajari status

kesehatan klien yang bersumber dari catatan dokter

maupun sumber lain yang menunjang seperti hasil

pemeriksaan diagnostik.

3.7 Lokasi dan Waktu Studi Kasus

Lokasi pengambilan studi kasus akan dilakukan di Poli Jiwa Rumah

Sakit Umum Daerah Embung Fatimah Kota Batam. Jl. Letjen R. Suprapto

No.9, Bukit Tempayan, Kec. Batu Aji, Kota Batam, Kepulauan Riau.

3.7 Analisa Data

Analisa data dilakukan sejak penelitian dilapangan, sewaktu

pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisis data

dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan

dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan.

Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban-jawaban

dari penelitian yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara mendalam

yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Teknik analisis

digunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang

menghasilkan data untuk selanjutnya diinterpretasikan dan dibandingkan teori


46

yang ada sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi

tersebut.

Penyajian data disesuaikan dengan desain studi kasus deskriptif yang

dipilih. Untuk studi kasus, data disajikan secara tekstular/ narasi dan dapat

disertai dengan cuplikan ungkapan verbal dari subyek studi kasus yang

merupakan data pendukungnya.

3.9 Etika Studi Kasus

Dalam melakukan penelitian ini peneliti mendapatkan rekomendasi dari

Institut Kesehatan Mitra Bunda Batam dan permintaan izin kepada kepala

ruangan Rumah Sakit Umum Daerah Embung Fatimah Kota Batam. Setelah

mendapat persetujuan (izin) barulah melakukan penelitian dengan menekan

masalah etika yang meliputi:

3.9.1 Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembaran

persetujuan informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian

dilakukan dengan lembar persetujuan untuk menjadi responden.

Lembar persetujuan diberikan kepada pasien dan keluarga yang

bersedia dilakukan sebagai subjek penelitian persetujuan ini tentang

dalam suatu dokumentasi yang ditanda tangani, tujuan dilakukan

tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur,

kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi dan lain-lain.

3.9.2 Tanpa Nama (Anomity)


47

Masalah etika keperawatan merupakan yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek memberikan/mencantumkan

nama responden pada lembar pengumpulan data/hasil penelitian

yang akan disajikan. Contohnya menulis inisial pasien tersebut

seperti Tn.X.

3.9.3 Kerahasiaan (Confidentiality)

Confidentiality adalah prinsip etis atau hak hukum seorang

tenaga kesehatan akan memegang rahasia semua informasi yang

berkaitan dengan pasien, kecuali pasien memberikan persetujuan

memungkinkan pengungkapan. Contohnya peneliti tidak boleh

menceritakan rahasia klien kepada orang lain, kecuali seizin klien

atau seizin keluarga demi kepentingan hukum.


48

Anda mungkin juga menyukai