Anda di halaman 1dari 7

ISSN 2338­7793

NUTRISI ENTERAL PADA PASIEN DENGAN VENTILATOR

Irwan1) dan Suwarman2)


1) Bagian Anestesi RSAU dr. M. Salamun/Fellow Konsultan Intensive Care Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran
2) Konsultan Intensive Care Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia

E­mail: irwanmed93@gmail.com
ABSTRAK: Pasien dengan ventilator amat bergantung pada nutrisi enteral sebagai sumber pemenuhan kebutuhan energi dan protein.
Nutrisi enteral termasuk terapi pendukung dan dapat mempengaruhi luaran pasien. Inisiasi dini nutrisi enteral telah menunjukkan
penurunan komplikasi dan masa rawat di rumah sakit serta meningkatkan prognosis. Pemberian nutrisi enteral mempertimbangkan
total energi dan protein yang diberikan dan bagaimana cara pemberiannya. Tujuan penulisan ini berfokus pada ulasan literatur dan
bukti klinis mengenai terapi nutrisi enteral pada pasien kritis yang membutuhkan ventilator. Metode yang digunakan dengan
melakukan penelusuran kepustakaan terkait atas makalah­makalah ilmiah hasil penelitian mengenai nutrisi enteral pada pasien
dengan ventilator. Kesimpulannya adalah rekomendasi berdasarkan SCCM/ASPEN, dapat diberikan total energi harian 25­30
kkal/kgBB dengan komponen protein 1,2–2 gr/kgBB. Pemberian nutrisi sesuai dengan protokol per institusi dapat berupa volume­
based feeding atau trophic.
Kata kunci: nutrisi enteral, pasien sakit kritis, ventilasi mekanik
ABSTRACT: Mechanically ventilated patients are dependent on enteral nutrition for provision of both energy and protein
requirements. Enteral nutrition is supportive therapy and may impact patient outcomes. Early enteral nutrition has been shown to
decrease complications and hospital length of stay and improve the prognosis. Enteral nutrition is given with several considerations,
such as the amount of both energy and protein requirements and also how the nutrition is delivered to the patient. Objective. The
study will focus on literature and medical evidence of enteral nutrition supplementation in patients requiring mechanical ventilation.
Method. We conduct this study by searching scientific articles related to enteral nutrition in mechanically ventilated patient
Conclusion. SCCM/ASPEN guidelines recommend both energy and protein target range of 25­30 kcal/kg and 1,2–2 gr/kg.
Nutritional delivery is based on intitutional protocol which can be either volume­based feeding or trophic feeding protocol.
Keyword: enteral nutrition, critically ill patient, mechanical ventilation

PENDAHULUAN sokongan nutrisi yang adekuat diyakini dapat


Latar belakang penelitian terapi nutrisi memperbaiki kondisi klinis pasien. Sehingga amat
merupakan upaya pemenuhan kebutuhan energi dan penting bagi klinisi dalam menentukan berapa jumlah
nutrien esensial bagi tubuh, secara spesifik dikenal kalori dan total protein yang harus diberikan kepada
nutrisi enteral dan nutrisi parenteral. Pemberian pasien. Bagaimana cara pemberian nutrisi juga
nutrisi secara enteral adalah pemberian formula menjadi bagian penting, apakah secara konstan setiap
nutrisi ke lambung atau usus halus melalui pipa waktu atau berbasis volume. Beberapa klinisi di
nasogastrik atau nasojejunal sedangkan nutrisi perawatan intensif juga menerapkan restriksi jumlah
parenteral diberikan infus nutrisi melalui akses kalori pada metode trophic feeding, sebagian lagi
intravena. Terapi nutrisi menjadi hal yang esensial pemberian jumlah kalori sesuai taksiran kebutuhan
terutama pada pasien dengan bantuan ventilator. harian pada metode full enteral nutrition. Adapula
Pasien dengan ventilator sebagai contoh pasien gagal hipotesis perlunya formulasi nutrisi khusus pada
napas tidak dapat makan per oral sehingga kondisi pasien dengan ventilator misalnya pasien
memerlukan akses lain untuk rute pemberian nutrisi. gagal napas akut diyakini memperoleh manfaat
Jika saluran cerna berfungsi baik, rute enteral dengan dengan diet rendah karbohidrat meskipun masih
pipa nasogastrik menjadi pilihan pertama. kontroversial mengenai formulasi khusus ini.
Pemenuhan kebutuhan energi harian dan protein Tujuan penulisan ini Mengulas literatur dan bukti
berperan penting dalam perbaikan luaran klinis. klinis mengenai terapi nutrisi enteral pada pasien
Meskipun bukan merupakan terapi defintif, namun kritis yang membutuhkan ventilator serta

Jurnal Ilmiah WIDYA Kesehatan dan Lingkungan 178 Volume 1 Nomor 3 Februari 2020
Irwan dan Suwarman, Nutrisi Enteral pada Pasien
178­184 dengan Ventilator

meningkatkan pemahaman mengenai pentingnya dengan kebutuhan ventilator (Stephen, 2016: 164).
peran nutrisi yang kadang kala sering terlupakan
Kebutuhan Energi
Pemberian energi yang adekuat melalui
METODOLOGI PENELITIAN sokongan nutrisi pada pasien dengan ventilator amat
Metode yang digunakan adalah dengan
penting. Jika overfeeding, meskipun dalam waktu
melakukan penelusuran kepustakaan terkait atas
relatif singkat dapat menyebabkan hiperglikemia dan
artikel ilmiah hasil penelitian mengenai nutrisi enteral
lama perawatan dengan ventilator memanjang.
pada pasien sakit kritis dengan ventilator.
Sedangkan, jika underfeeding, akan menyebabkan
durasi perawatan dengan ventilator memanjang.
PEMBAHASAN Kenyataannya, metode untuk menentukan kebutuhan
energi yang mudah dan akurat masih sulit dilakukan.
Pengertian Nutrisi Enteral Karakteristik individu juga berkontribusi dalam
Nutrisi enteral adalah pemberian formula nutrisi kesulitan menentukan kebutuhan energi. Sebagian
ke lambung atau usus halus melalui pipa nasogastrik besar pasien dengan ventilator mendapatkan sumber
atau nasojejunal (Stephen, 2016:161). Pemberian kalori lain dari sedasi (propofol), hidrasi (larutan
nutrisi enteral diindikasikan pada pasien sakit kritis glukosa), dan/atau cairan dialisat. Banyak klinisi
tanpa kontraindikasi, pasien sakit kritis ini umumnya mengurangi kalori dari sumber lain yang telah
tidak dapat makan per oral contohnya pada pasien disebutkan sebelumnya untuk mencegah overfeeding
dengan ventilator. Pasien­pasien ini dalam kondisi (Karen, 2019:3).
katabolik akibat stres metabolik dan inflamasi
sistemik (Karen, 2019:1). Nutrisi enteral dapat Indirect calorimetry merupakan metode
memodulasi respons stres dengan cara rekomendasi untuk menentukan kebutuhan energi
mempertahankan taut erat vili dan tinggi vili (Karen, namun masih sulit diakses untuk sebagian klinisi.
2019:1). Integritas saluran cerna amat penting dalam Studi tahun 2015 menunjukkan hanya 2% ICU yang
mempertahankan fungsi jaringan limfoid saluran menggunakan indirect calorimerty secara rutin.
cerna, jaringan ini akan melepaskan gastrin, hormon Untuk mengatasi masalah ini, digunakan rumus
saluran cerna lainnya, serta imunoglobulin A, yang prediksi kebutuhan energi (SCCM/ASPEN: 25­30
akan memodulasi respons imun sistemik terhadap kcal/kg/hari pada pasien dengan BMI normal);
stres dan meringankan derajat penyakit (Karen, meskipun, menurut literatur rumus ini memiliki
2019:1). tingkat error yang tinggi, namun beberapa klinisi
tetap menggunakan rumus prediksi ini (Karen,
Rute pemberian nutrisi per enteral merupakan 2019:3).
pilihan pada pasien yang dirawat dengan venatilator
jika saluran cerna pasien berfungsi baik. Sedangkan Selain permasalahan prediksi kebutuhan energi,
jika terdapat kontraindikasi misalnya kondisi terdapat masalah lain yaitu penghantaran kalori yang
hemodinamik tidak stabil, obstruksi saluran cerna, tetap suboptimal (terlepas dari metode penentuan
perdarahan saluran cerna mayor, dan iskemik kebutuhan energi). Bahkan pada pasien yang telah
gastrointestinal dipilih alternatif nutrisi parenteral. diketahui rentan untuk mengalami malnutrisi, 74%
Terapi nutrisi enteral dapat menurunkan kejadian tetap tidak mendapat tujuan nutrisi yang diharapkan.
komplikasi pada pasien. Pernyataan ini didukung pula Jika kalori diberikan dalam kadar rendah (termasuk
oleh data meta analisis yang menyatakan bahwa kesengajaan dalam strategi permisif underfeeding),
terapi nutrisi enteral dini (dalam 24–48 jam) dapat ketersediaan protein sangat mungkin tidak mencukupi
menurunkan mortalitas dan angka kejadian infeksi. kebutuhan jaringan; kondisi ini dikaitkan dengan
Jika dibandingkan dengan nutrisi parenteral, rute waktu rawat yang lebih lama dan penggunaan
enteral memiliki angka kejadian infeksi lebih minim ventilator berkepanjangan (Karen, 2019:3).
dan masa rawat yang lebih singkat. Guideline dari
SCCM/ASPEN merekomendasikan terapi nutrisi Kebutuhan Protein
enteral dimulai dalam 24–48 jam setelah pasien yang Intake protein pada pasien dengan ventilator
sakit kritis mendapat perawatan termasuk pasien merupakan bagian tak terpisahkan dari total

Jurnal Ilmiah WIDYA Kesehatan dan Lingkungan 179 Volume 1 Nomor 3 Februari 2020
Irwan dan Suwarman, Nutrisi Enteral pada Pasien
178­184 dengan Ventilator

kebutuhan energi dan berperan independen dalam pasien tidak mendapat nutrisi selama di ICU. Suatu
meningkatkan luaran klinis. Sebagian besar studi studi pada tahun 2015 membandingkan volume­based
tentang kebutuhan protein adalah studi observasional, feeding dengan protokol pemberian makanan standar
sehingga tidak dapat digeneralisasi, meskipun (berdasarkan rerata/jam yang konstan) pada 63 pasien
demikian temuan dari studi tersebut meng­ dengan ventilator (37 pasien intervensi dan 20 pasien
indikasikan bahwa kadar protein harus menjadi fokus kontrol). Protokol volume­based yang digunakan
tersendiri yang terpisah dari intake kalori (Karen, pada penelitian ini dihitung dari total enteral nutrisi
2019:3). yang dibutuhkan tiap individu dan menyertakan
Guideline SCCM/ASPEN merekomendasikan perawat yang diberikan pedoman untuk
target protein 1,2­2 gram/kgBB pada kondisi pasien meningkatkan kecepatan pemberian makan dalam 24
sakit kritis, dapat lebih tinggi pada kasus luka bakar jam untuk mencapai total enteral nutrisi yang
atau multiple trauma. Studi oleh Allingstrup et al dan dibutuhkan. Pasien intervensi mendapat persentase
Song et al menggunakan rumus kebutuhan protein energi lebih tinggi dibanding pasien kontrol yang
berdasarkan berat badan (1,2­1,5 g/kgBB) hanya pada menjalani protokol standar dengan kecepatan/jam
kondisi balans nitrogen telah diketahui. Hal ini tentu yang konstan (92,9% vs 80,9%, P = 0,01) (Karen,
serupa dengan perkiraan kebutuhan kalori 2019:4). (what was the result of this study?)
berdasarkan indirect calorimetry, balans nitrogen
Trophic vs Full Enteral Nutrition
dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan
Belakangan telah banyak dilakukan studi yang
target protein pada pasien. Namun, hal ini masih
mendukung trophic enteral nutrition dibandingkan
dalam tahap penelitian klinis (Karen, 2019:3 &
full enteral nutrition untuk pasien dengan ventilator.
Stephen, 2016:169).
Salah satu studi pionir yang membahas masalah ini
Meskipun masih dalam tahap penelitian, intake adalah EDEN yang dipublikasikan pada 2012. Sejak
protein diperkirakan memiliki peran penting dalam saat itu, muncul studi­studi lain yang
luaran pasien dengan kebutuhan ventilator. memperdebatkan tropic vs full­feeding EN. Belum
Menentukan terapi enteral nutrisi dengan kadar ada kesepakatan mengenai definisi trophic feeding.
protein yang adekuat tentu merupakan tantangan Jumlah kalori yang diberikan agar dikategorikan
tersendiri pada pasien dengan ventilator. Pasien yang “trophic” berkisar 400–800 kcal/hari (25%–40% dari
menjalani rawat intensif seringkali mengalami defisit total kebutuhan kalori harian), besaran nilai kalori
protein, sebagian besar karena underfeeding. Klinisi amat bergantung pada penelitian masing­masing.
harus menilai protein sebagai target terpisah dari total
Penelitian EDEN (n = 1000) merupakan studi
intake energi dan memodifikasi sokongan nutrisi
multisite dan random yang membandingkan trophic
sesuai keperluan (sebagai contoh memanfaatkan
feeding (400 kcal/hari) vs full feeding (1300
modulator protein atau formula tinggi protein) untuk
kcal/hari) pada pasien dengan ARDS selama 6 hari
memenuhi kebutuhan (Karen, 2019:3).
pertama dengan ventilator. Jenis enteral nutrisi, lokasi
Protokol Pemberian Nutrisi Enteral pada Pasien tube, dan pengunaan prokinetik didasarkan pada
dengan Ventilator preferensi dokter yang menangani pasien. Studi ini
Sebagian besar protokol pemberian nutrisi adalah tidak menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada
memberikan nutrisi per enteral dalam 24 jam secara kedua kelompok dalam hal hari perawatan bebas
berkesinambungan dalam kecepatan tertentu untuk ventilator, hari perawatan bebas tanda gagal organ,
memenuhi kebutuhan harian pasien. Pola ini memiliki infeksi, atau angka mortalitas 60 hari paska rawat.
beberapa kelemahan dikarenakan nutrisi enteral kerap Keterbatasan studi ini adalah tidak dimonitor intake
kali dihentikan oleh berbagai sebab, sehingga jumlah protein dan hanya meng­inklusi pasien dengan
nutrisi yang diberikan kepada pasien tidak mencukupi diagnosis ARDS. Rerata Body Mass Index (BMI)
target kebutuhan pasien dalam 24 jam. Salah satu pada studi ini adalah 30, sehingga pasien mengalami
solusi untuk masalah ini adalah dengan pemberian risiko lebih kecil gangguan nutrisi dibanding
makanan berbasis volume (volume­based feeding), kelompok lain dengan ventilator (Todd, 2012:5).
yaitu pemberian makanan/nutrisi dengan kecepatan Studi prospektif kedua (PERMIT) tahun 2015
yang berubah disesuaikan dengan lamanya periode yang membandingkan antara trophic feeding (800

Jurnal Ilmiah WIDYA Kesehatan dan Lingkungan 180 Volume 1 Nomor 3 Februari 2020
Irwan dan Suwarman, Nutrisi Enteral pada Pasien
178­184 dengan Ventilator

kcal/hari) dengan full caloric feeding (1300 kcal/hari)


mencakup pasien yang lebih luas jangkuannya (n =
894 dengan 75% diantaranya adalah pasien ICU).
Terdapat dua kelompok (n = 448 dalam permissive
underfeeding dan n = 446 kelompok standar feeding)
yang mendapat rerata jumlah protein yang sama (57 Tabel 1. NUTRIC Score Variables
g/hari). Luaran utama yang diteliti adalah mortalitas Sumber: https://www.criticalcarenutrition.com/
90 hari paska rawat dan tidak ditemukan perbedaan resources/nutric­score
bermakna antara kedua kelompok (P = 0,58) (Yaseen,
2015:4). Seperti penelitian EDEN, pasien yang
dimasukkan dalam penelitian memiliki rerata BMI 29
dan tidak menunjukkan gejala klinis malnutrisi saat
diperiksa di rumah sakit. Peneliti merekomendasikan
terapi nutrisi enteral berdasarkan panduan
SCCM/ASPEN 2016 namun tetap memberikan Tabel 2. NUTRIC Score Scoring System: if IL­6
kebebasan dalam keputusan klinis kepada dokter available
yang merawat pasien untuk jenis enteral nutrisi dan Sumber: https://www.criticalcarenutrition.com/
akses tube yang akan digunakan pada setiap pasien resources/nutric­score
(Stephen, 2019:5). Pasien dengan PERMIT trial
mendapat trophic feeding selama 14 hari
dibandingkan EDEN trial yang mendapat trophic
feeding selama 6 hari. Sayangnya, belum ada follow
up jangka panjang dari penelitian ini.
Belum terdapat penelitian yang menunjukkan
adanya perbedaan dari trophic vs full enteral Tabel 3. NUTRIC Score Scoring System: if no IL­
nutrition pada pasien dengan ventilator. Dari 6 available
beberapa penelitian hanya menyertakan pasien Sumber: https://www.criticalcarenutrition.com/
resources/nutric­score
dengan nutrisi baik, sehingga data trophic feeding
pada pasien undernoursihed amat minim. Analisis Pada analisis post hoc, pasien yang mendapat
post hoc dari studi PERMIT tidak menunjukkan tropic feeding dengan skor NUTRIC tinggi tidak
perbedaan luaran berdasarkan skoring Nutrition Risk menunjukkan luaran yang lebih buruk daripada
in the Critically Ill (NUTRIC) (Yaseen, 2017:654) . kelompok lain. Kekurangan dari analisis ini adalah
NUTRIC score didesain untuk menentukan risiko tidak adanya perbedaan total protein pada 2
pasien mengalami malnutrisi di ICU. Penilaian ini kelompok, dimana faktor ini dapat mempengaruhi
mempertimbangkan usia pasien, beratnya penyakit, luaran. Pasien dengan BMI yang abnormal (tinggi
riwayat komorbid sebelumnya, dan durasi perawatan, atau rendah) juga tidak disertakan dalam penelitian
keseluruhan faktor ini akan membantu dalam ini, sehingga luaran yang didapatkan tidak dapat
menentukan apakah pasien mendapatkan manfaat digeneralkan pada populasi umum (terlepas dari
dari terapi enteral nutrisi. Pasien dengan skor 5–9 NURTIC score) (Yaseen, 2017:654). Studi oleh
lebih mungkin mendapatkan manfaat dari nutrisi Compher et al menunjukkan hasil yang berbeda
enteral dibanding pasien dengan skor 0–4. dengan analisis post hoc oleh Arabi et al. Pada studi
obervasional ini, intake nutrisi yang baik
berhubungan dengan penurunan angka mortalitas dan
durasi rawat inap yang lebih pendek pada pasien
dengan NUTRIC score yang tinggi. Penelitian
tambahan dibutuhkan untuk menentukan kadar
kebutuhan kalori dan protein yang dibutuhkan pasien
yang bersiiko mengalami malnutrisi (Karen, 2019:5).

Jurnal Ilmiah WIDYA Kesehatan dan Lingkungan 181 Volume 1 Nomor 3 Februari 2020
Irwan dan Suwarman, Nutrisi Enteral pada Pasien
178­184 dengan Ventilator

Pasien Gagal Napas yang Menjalani Ventilasi pasien yang dirandomisasi untuk mendapatkan terapi
Mekanik nutrisi enteral yang diperkaya (enriched EN)
Pasien dengan gagal napas sebelumnya dianggap eicosapentaenoic acid, docosahexaenoic acid, γ­
mendapat manfaat dari terapi nutrisi enteral dengan linolenic acid, dan antioksidan vs terapi nutrisi
formula tinggi lemak rendah karbohidrat. enteral kontrol yang sifatnya isonitrogenous dan
Hypercapnic pulmonary failure terjadi ketika isocaloric. Pasien yang mendapatkan enriched EN
ventilasi tidak sempurna sehingga karbondioksida mengalami perbaikan oksigenasi (dari nilai baseline),
(CO2) tidak dapat dieksresi dari paru­paru. Kondisi hari perawatan dengan ventilator yang lebih singkat,
ini umumnya terjadi pada pasien dengan eksaserbasi dan length of stay (LOS) ICU yang lebih singkat.
akut PPOK, obesity hypoventilation syndrome, dan Kelompok kontrol mendapat nutrisi enteral yang
gangguan neuromuskular yang mempengaruhi otot­ tinggi akan kadar ω­6 fatty acid (yang dianggap
otot pernapasan. Respiratory quotient (RQ) adalah sebagai asam lemak yang proinflamasi). Hal ini tentu
rasio produksi CO2 relatif terhadap konsumsi oksigen akan meningkatkan manfaat dari enriched EN dari
dan digunakan untuk memperkirakan laju pasien intervensi dibanding pasien kontrol. Dua
metabolisme basal. Nilai RQ untuk lemak dan penelitian lainnya yang menggunakan EN dengan
karbohidrat masing­masing adalah 0,7 dan 1. kadar ω­6 fatty acid yang tinggi juga dilaporkan
Sehingga muncul hipotesis bahwa keterbatasan memiliki hasil yang serupa (Karen, 2019:7).
kemampuan ventilasi paru­paru pasien
Kontras dengan hasil penelitian menggunakan
(ketidakmampuan mengeluarkan CO2) pada kondisi
formula kontrol dengan ω­6 fatty acid, penelitian oleh
hypercapnic respiratory failure dapat diperberat
Stapleton et al menggunakan formula EN dengan ω­3
dengan produksi CO2 yang lebih banyak dari sumber
fatty acid didapatkan hasil tidak ada perbedaan pada
karbohidrat. Secara teoritis, kadar CO2 yang tinggi
marker proinflamasi dan tidak ada perbedaan hari
yang dialami pasien dapat memperlama pasien
rawat dengan ventilator, ICU, atau angka mortalitas (
memerlukan ventilator (Karen, 2019:7).
n = 90). Penelitian uji klinis terbaru yang menilai
Formula rendah karbohidrat awalnya pengunaan ω­3 fatty acid pada pasien ARDS,
diperkirakan dapat menurunkan produksi CO2, OMEGA (n = 272), didapatkan pasien yang mendapat
sehingga dapat menurunkan hari perawatan suplementasi ω­3 fatty acid memiliki hari bebas
menggunakan ventilator (hal ini terlihat dalam suatu ventilator yang lebih baik dan masa rawat ICU yang
study kecil, n = 20). Namun, hasil ini tidak dapat lebih singkat. Terakhir, meta­analisis dari 7 RCT (?)
direplikasi pada penelitian lainnya. Konsensus oleh yang mengevaluasi suplementasi ω­3 fatty acid pada
SCCM/ASPEN menyatakan bahwa produksi CO2 pasien ARDS tidak menunjukkan adanya perbaikan
akan menjadi signifikan dan menyebabkan prolong luaran baik dari angka mortalitas, ventilator­free
ventilasi mekanik hanya jika pasien mengalami days, dan durasi rawat di ICU. Banyak inkonsistensi
overfeeding (Stephen, 2016:164). Formula nutrisi baik dari formulasi ω­3 fatty acid, rute pemberian
enteral yang tinggi lemak rendah karbohidrat tidak nutrisi, formula placebo (beberapa mengandung
direkomendasikan karena studi yang ada tidak komponen anti­inflamasi) dan durasi terapi.
menunjukkan manfaat klinis. Namun, pasien dengan Guideline SCCM/ASPEN tidak dapat membuat
gagal napas sangat rentan mengalami akumulasi rekomendasi terkait masalah penggunaan komponen
cairan, dan dikaitkan dengan luaran yang lebih jelek. lemak yang anti­inflamasi pada pasien ARDS
Sehingga formula tinggi energi, dan restriksi cairan dikarenakan bukti klinis yang lemah (Stephen,
dapat dipertimbangkan pada pasien dengan gagal 2016:174).
napas (Stephen, 2016:169).
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) Managemen Enteral Tube Feeding
berbeda dengan gagal napas, ARDS lebih disebabkan Setelah assessment nutrisi dilakukan dan formula
oleh hipoksia ketimbang hipercapnia. Pasien dengan nutrisi enteral dipilih, agar optimal pemberiannya,
ARDS sebelumnya dihipotesiskan mendapatkan nutrisi enteral pada pasien dengan ventilator amat
manfaat efek anti­inflamasi dari suplementasi lemak bergantung pada management tube feeding pasien.
(ω­3 fatty acid) yang diberikan melalui enteral Banyak dokter ICU khawatir pasien akan mengalami
nutrisi. Studi oleh Gadek et al (N = 146) meneliti vomitus sehingga melakukan pendekatan konservatif,

Jurnal Ilmiah WIDYA Kesehatan dan Lingkungan 182 Volume 1 Nomor 3 Februari 2020
Irwan dan Suwarman, Nutrisi Enteral pada Pasien
178­184 dengan Ventilator

terutama pada pasien yang intoleran terhadap nutrisi tidak menyebabkan peningkatan angka pneumonia.
via enteral. Monitoring toleransi terhadap pemberian Berdasarkan hal ini, guideline SCCM/ASPEN 2016
diet enteral amat penting agar tercapai nutrisi yang tidak lagi merekomendasikan monitor residu lambung
diharapkan. Pasien harus dievaluasi tanda intoleransi sebagai marker toleransi pasien terhadap terapi nutrisi
berdasarkan temuan klinis, seperti distensi abdomen, enteral. Kalaupun dilakukan monitor residu lambung,
nyeri tekan, kualitas bising usus (menghilang atau maka pada volume residu <500 mL tetap dapat
menurun), ada atau tidak flatus, ada atau tidak diberikan terapi nutrisi enteral, terkecuali jika ada
defekasi, penilaian feses, ada atau tidak diare, dan tanda intoleransi secara klinis (Karen 2019:14).
muntah. Pencitraan dapat membantu menilai hal ini,
terutama pada pasien yang di­sedasi (Karen, Agen Prokinetik
2019:12). Pasien yang memiliki tanda intoleransi dan
residu lambung yang meningkat dapat
Studi yang telah ada (EDEN dan PERMIT)
dipertimbangkan untuk diberikan agen prokinetik
memperlihatkan bahwa pasien dengan ventilator
untuk memperbaiki pemberian nutrisi. Erythromycin
umumnya toleran jika diberikan nutrisi via enteral.
250 mg IV dan metoclopramide 10 mg dan 20 mg IV
EDEN menerapkan gastric tube pada 85% pasien
efektif dan aman digunakan pada pasien sakit kritis.
dengan hasil baik dan minim komplikasi. Pasien
Keduanya secara signifikan memperbaiki intoleransi
tersebut juga umumnya mendapat vasopresor dan
dan menurunkan volume residu lambung. Tidak
obat sedasi serta narkotik. Hal ini yang dapat
didapatkan perbedaan pada kejadian pneumonia,
dijadikan pertimbangan bagi klinisi untuk
aritmia, diare, maupun muntah. Meskipun demikian,
memberikan standard trophic enteral nutrition pada
tetap ada kekhawatiran muncul efek samping dan
pasien yang baru saja dirawat di ICU dikarenakan
komplikasi dari penggunaan obat ini. Erythromycin
bermanfaat dalam mempertahankan fungsi mukosa
dapat menyebabkan toksisitas jantung, tachyphylaxis,
saluran cerna dan risiko komplikasi yang relatif
dan potensi resistensi pada bakteri, sedangkan
minim (Karen, 2019:14).
metoclopramide dikaitkan dengan tardive dyskinesia
Pemilihan Feeding Tube dan akathisia, meskipun laporan dari efek samping
Sudah banyak studi yang meneliti cara terbaik kedua obat ini amat jarang ditemukan. Guideline
memberikan makan via feeding tube untuk SCCM/ASPEN merekomendasikan penggunaan agen
meminimalkan risiko aspirasi, meskipun kebanyakan prokinetik hanya digunakan seperlunya pada pasien
inkonklusif. Pasien yang memiliki risiko besar dengan risiko aspirasi minimal, dan penggunaannya
aspirasi mendapat keuntungan dengan penempatan diberikan dan dianjurkan pada pasien dengan risiko
feeding tube di usus. Guideline SCCM/ASPEN aspirasi tinggi (Karen, 2019:14).
merekomendasikan penggunaan feeding tube di usus
(small­bowel tube) pada pasien yang memiliki risiko PENUTUP
aspirasi tinggi, namun akses lewat pipa nasogastrik
juga dapat dipertimbangkan karena mudah dan cepat, Kesimpulan
sehingga pemberian nutrisi via enteral tidak tertunda Terapi nutrisi enteral berperan penting dalam
(Karen, 2019:14). perbaikan klinis pasien dengan ventilator yang tidak
dapat makan per oral. Berdasarkan guideline
Residu Lambung (Gastric Residuals) SCCM/ASPEN kebutuhan energi harian adalah 25­30
Menurut bukti penelitian terbaru, residu lambung kkal/kgBB sedangkan kebutuhan protein adalah 1,2­2
dalam jumlah besar tidak berhubungan dengan gr/kgBB. Pasien diberikan nutrisi enteral sesuai
peningkatan kejadian pneumonia. Hal ini diketahui dengan protokol pemberian nutrisi per institusi
dari penelitian, bahwa memanipulasi volume residu misalnya volume­based feeding atau secara trophic
lambung < 150 mL hingga > 250 mL tidak feeding. Pasien dengan risiko malnutrisi mungkin
menyebabkan perubahan insidensi pneumonia. akan lebih mendapat manfat dari nutrisi enteral.
Penelitian juga memaparkan pasien yang Kondisi pasien gagal napas dan ARDS yang
membutuhkan ventilasi mekanik yang tidak memerlukan ventilator tidak direkomendasikan oleh
dilakukan monitoring residu lambung, umumnya guideline untuk diberikan formulasi khusus karena

Jurnal Ilmiah WIDYA Kesehatan dan Lingkungan 183 Volume 1 Nomor 3 Februari 2020
Irwan dan Suwarman, Nutrisi Enteral pada Pasien
178­184 dengan Ventilator

studi yang masih minim, meskipun sudah ada Karen Allen, Leah Hoffman. Enteral nutrition in the
mechanically ventilated patient [published online ahead of
landasan teoritis penggunaan formulasi nutrisi khusus print, 2019 Feb 11].Wiley, New Jersey, 2019.
pada kondisi ini. Nasogastric tube tetap merupakan Paul L. Marino, Samuel M. Galvagno. The little ICU book, 2nd
salah satu pilihan utama karena mudah dan cepat edition. Wolters Kluwer, Philadelphia, 2017.
Stephen A. McClave, Beth E. Taylor, Robert G. Martindale, et al.
sehingga pemberian nutrisi tidak terlambat, dapat Guidelines for the provision and assessment of nutrition
pula diberikan agen­agen prokinetik untuk support therapy in the adult critically ill patient: Society of
menurunkan residu lambung dan meningkatkan Critical Care Medicine (SCCM) and American Society for
Parenteral and Enteral Nutrition (A.S.P.E.N.). Sage,
toleransi nutrisi enteral. California, 2016
Todd W. Rice, Arthur P. Wheeler, B. Taylor Thompson, et al,
Saran­Saran National Heart, Lung, and Blood Institute Acute
Respiratory Distress Syndrome Clinical Trials Network.
Para klinisi harus terus melakukan telaah literatur Initial trophic vs full enteral feeding in patients with acute
terbaru terkait perkembangan terapi nutrisi enteral lung injury: the EDEN randomized trial. JAMA, United
yang senantiasa terus berkembang dalam satu dekade States, 2012.
Yaseen M. Arabi, Abdulaziz S. Aldawood, Samir Hadda, et al.
terakhir. Perlu diperbanyak penulisan ilmiah Permissive underfeeding or standard enteral feeding in
mengenai terapi nutrisi pada pasien kritis agar dapat critically ill adults. N Engl J Med, Massachusetts, 2015.
memberikan informasi tentang pentingnya terapi Yaseen M. Arabi, Abdulaziz S. Aldawood, Hasan M. Al­Dorzi, et
al. Permissive underfeeding or standard enteral feeding in
nutrisi enteral high and low nutrition risk critically ill adults. Post hoc
analysis of the PERMIT trial. Am J Respir Crit Care, United
States, 2017.
DAFTAR PUSTAKA
Heyland DK, Dhaliwal R, Jiang X, Day AG. Identifiying
critically ill patients who benefit the most from nutrition
therapy. Dikutip 14 Juli 2019 dari NUTRIC score:
https://www.criticalcarenutrition.com/resources/nutric­score

Jurnal Ilmiah WIDYA Kesehatan dan Lingkungan 184 Volume 1 Nomor 3 Februari 2020

Anda mungkin juga menyukai