Anda di halaman 1dari 30

Laporan Kasus

Anestesi Pada Pediatri Dengan Kelainan Jantung


Kongenital, Down Syndrome Menghadapi Operasi Non
Jantung

dr. I Gusti Putu Sukrana Sidemen, Sp.An.KAR

PROGRAM STUDI ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR

2018
STATUS PASIEN

Ni KD Dila Puspita / P / 5 bulan / RM 14024436 / Angsoka 301.1 / MRS 20.08.14 / BPJS


Umum
Diagnosis : OS Katarak congenital + suspek down syndrome ; Tindakan : OS aspirasi
lensa

Anamnesis
Pasien dengan keluhan utama tampak mata terlihat keruh sejak lahir , kemudian
orangtua pasien membawa ke rumah sakit untuk diperiksakan. Didapatkan diagnosis
Dextra et Sinistra katarak kongenital.
Pemeriksaan kelainan kongenital lainnya yaitu kelainan katup jantung. Pasien
direncanakan aspirasi lensa. Selama hamil ibu pasien tidak pernah disertai infeksi atau
minum obat selain vitamin dan penambah darah yang diberikan saat kunjungan antenatal.
Ibu pasien tidak mempunyai riwayat Diabetes mellitus, hipertensi atau kelainan jantung.
Pasien lahir dari usia kehamilan aterm saat ibu berusia 36 tahun / BBL 3200 gram /
panjang 50 cm / spontan
Kelainan kongenital pada vertebra , anal atresia , tracheoesophageal fistule , renal ,
limb dalam tidak ditemukan. Riwayat alergi, asma, batuk pilek 2 minggu terakhir tidak
ada

Pemeriksaan Fisik
Berat 7.2kg , BMI 10 kg/m2, suhu 37.4 oC ; FLACC 0/10 cm
Sistem saraf : aktifitas , tonus , reflek baik
Respiratori
Frekuensi 30 x/m, vesikuler dikedua lapang paru, rhonki dan whezing tidak ada,
saturasi 99%. Foto thorax (pulmo tidak tampak kelainan , hyperaerated paru)
Kardiovaskuler
Nadi 92 x/m ; S1S2 reguler, tunggal , murmur (+) . Foto thorax : cor tidak
membesar
Echocardiografi : EDV 19 ml ; ESV 4 ml ; EF 76% ; SV 14 ml ; minimal
pericardial effusi ; normal LV sistolik function ; small PDA (L-R shunt), PFO ,
minimal cardial effusion , mild TR
Gastrointestinal
bising usus normal , distensi tidak ada
Hepatobilier
Hepar tidak teraba membesar , SGOT 33,30 U/L ; SGPT 24,90 U/L ; Albumin
4,9 g/dl
Urogenital
buang air kecil spontan ; BUN 11,00 mg/dl ; creatinin 0,6 mg/dl
Muskuloskeletal
flexi defleksi leher normal, mallampati sulit ditentukan , spina bifida tidak ada

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium darah 14.08.14:
WBC 8,71. 10’3/uL ; RBC 4,67.10’6/Ul ; HB 12.60 g/dl ; HCT 37,30 % ; PLT
298.10’3/uL ;
Faal hemostasis : BT 1’00’’; CT 09’00’’ ; PT 14.4(14.2) ; APTT 32.7(29.9) ; INR
1.23
GDS 107,00 mg/dl ; Natrium 135 mmol/ L ; Kalium 4,0 mmol/L
TSH 4.10 IU/ml (normal 0.25-5.00) ; FT4 1.22 ng/ml (normal 0.9-1.7)

Permasalahan dan kesimpulan


Kardiovaskuler : Echocardiografi : EF 76% ; minimal pericardial effusi ;
normal LV sistolik function ; small PDA (L-R shunt), PFO , minimal cardial
effusion , mild TR .
Suspek syndrome down
Kesimpulan status fisik ASA II
Persiapan operasi : inform concern tindakan anestesi , puasa , pemasangan akses
intravena , STATICS, obat anestesi dan emergency ,
Tehnik anestesi GA – OTT
Induksi : O2 : sevofluran
Analgesia : fentanyl 15 mcg IV
Intubasi : atracurium 3 mg IV
Pemeliharaan : O2 : Air , sevofluran
Post operasi
Analgetik : metamizole 100 mg IV @ 8 jam
Perawatan : ruangan
PEMBAHASAN

A. Anatomi dan fisiologi jantung


Organ yang terdiri dari otot polos yang hanya dimiliki organ jantung, mempunyai
4 ruang, 2 pompa dan terletak dalam rongga dada di antara kedua paru yaitu kavum
mediastinum anterior. Fungsi jantung adalah memompa darah ke pembuluh darah dengan
kontraksi ritmis dan berulang.

a. Lokasi jantung sesuai batasannya :


• Kanan : vena cava superior, atrium kanan, vena cava inferior
• Kiri : ujung ventrikel kiri
• Anterior : atrium kanan, ventrikel kanan, sebagian kecil ventrikel kiri (Paru)
• Posterior : atrium kiri, 4 vena pulmonalis (diafragma)
• Superior : apendiks atrium kiri

b. Lapisan Jantung
• Endokardium : merupakan lapisan jantung yang paling dalam yang terdiri dari
jaringan endotel atau selaput lendir yang melapisi permukaan rongga jantung.
• Miokardium : merupakan lapisan inti dari jantung yang terdiri dari otot-otot jantung,
otot jantung ini membentuk ruangan yaitu :
o Otot atria yang terdapat di bagian kiri/kanan dan basis kordis yang membentuk
serambi atau aurikula kordis.
o Otot ventrikel yang membentuk bilik jantung dimulai dari cincin
atrioventrikuler sampai apeks jantung.
• Pericardium : lapisan jantung sebelah luar yang merupakan selaput pembungkus
terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan parietal dan visceral yang bertemu di pangkal
jantung membentuk kantung jantung. Diantara dua lapisan jantung ini terdapat lendir
sebagai pelicin untuk menjaga agar pergesekan antara pericardium pleura tidak
menimbulkan gangguan terhadap jantung

c. Periode kerja jantung :


• Periode kontriksi (periode sistole). Suatu keadaan ketika jantung bagian ventrikel
dalam keadaan menguncup. Katup bikus dan trikuspidalis dalam keadaan tertutup
valvula semilunaris aorta dan valvula semilunaris arteri pulmonalis terbuka, sehingga
darah dari ventrikel dekstra mengalir ke arteri pulmonalis masuk ke paru-paru kiri
dan kanan. Sedangkan darah dari ventrikel sinistra mengalir ke aorta kemudian di
edarkan ke seluruh tubuh.
• Periode dilatasi (periode dilatasi). Seatu keadaan ketika jantung mengenbang.Katup
bikus dan trikuspidalis terbuka, sehingga darah dari atrium sinistra masuk ventrikel
sinistra dan darah dari atrium dekstra masuk ke ventrikel dekstra.Selanjutnya darah
yang ada di paru-paru kiri dan kanan melalui vena pulmonalis masuk ke atrium
sinistra dan darah dari seluruh tubuhmelalui vena kava masuk ke atrium dekstra.
• Periode istirahat, yaitu waktu antara periode konstriksi dan dilatasi ketika jantung
berhenti kira-kira 1/10 detik. Pada waktu kita beristirahat jantung akan menguncup
sebanyak 70-80 kali/menit. Pada tiap-tiap kontraksi jantung akan memindahkan darah
ke aorta sebanyak 60-70 cc

d. Ruang Jantung
• Atrium kanan dan Atrium kiri yang dipisahkan oleh septum Intratrial
Atrium kanan menerima darah de-oksigen dari tubuh melalui vena kava superior
(kepala dan tubuh bagian atas) dan inferior vena kava (kaki dan dada yang lebih
rendah). Simpul sinoatrial mengirimkan impuls yang menyebabkan jaringan otot
jantung dari atrium berkontraksi dengan cara yang terkoordinasi seperti gelombang.
Katup trikuspid yang memisahkan atrium kanan dari ventrikel kanan, akan terbuka
untuk membiarkan darah de-oksigen dikumpulkan di atrium kanan mengalir ke
ventrikel kanan. Atrium kiri menerima darah beroksigen dari paru-paru melalui vena
paru-paru. Sebagai kontraksi dipicu oleh node sinoatrial kemajuan melalui atrium,
darah melewati katup mitral ke ventrikel kiri.
• Ventrikel kanan dan Ventrikel kiri yang dipisahkan oleh septum Intervertikular.
Ventrikel kanan menerima darah de-oksigen sebagai kontrak atrium kanan. Katup
paru menuju ke arteri paru tertutup, memungkinkan untuk mengisi ventrikel dengan
darah. Setelah ventrikel penuh diikuti dengan kontraksi. Karena kontraksi ventrikel
kanan, katup trikuspid menutup dan katup paru terbuka. Penutupan katup trikuspid
mencegah darah ke atrium kanan dan pembukaan katup paru memungkinkan darah
mengalir ke arteri pulmonalis menuju paru-paru. Ventrikel kiri menerima darah yang
mengandung oksigen sebagai kontraksi atrium kiri. Darah melewati katup mitral ke
ventrikel kiri. Katup aorta menuju aorta tertutup, memungkinkan untuk pengisian
ventrikel kiri. Sebagai kontrak ventrikel kiri, menutup katup mitral dan katup aorta
terbuka. Penutupan katup mitral mencegah darah dari dukungan ke atrium kiri dan
pembukaan katup aorta memungkinkan darah mengalir ke aorta dan mengalir ke
seluruh tubuh.

e. Katup jantung
• Katup Trikuspid
Katup trikuspidalis berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan. Bila katup ini
terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan menuju ventrikel kanan. Katup
trikuspid berfungsi mencegah kembalinya aliran darah menuju atrium kanan dengan
cara menutup pada saat kontraksi ventrikel. Sesuai dengan namanya, katup trikuspid
terdiri dari 3 daun katup.
• Katup Pulmonal
Setelah katup trikuspid tertutup, darah akan mengalir dari dalam ventrikel kanan
melalui trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis bercabang menjadi arteri pulmonalis
kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan jaringan paru kanan dan kiri. Pada
pangkal trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri dari 3 daun katup
yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila ventrikel kanan
relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari ventrikel kanan menuju arteri
pulmonalis.
• Katup Bikuspid
Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri menuju
ventrikel kiri..Seperti katup trikuspid, katup bikuspid menutup pada saat kontraksi
ventrikel.Katup bikuspid terdiri dari dua daun katup.
• Katup Aorta
Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta. Katup ini akan
membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga darah akan mengalir
keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup pada saat ventrikel kiri relaksasi,
sehingga mencegah darah masuk kembali kedalam ventrikel kiri

f. Pembuluh darah dalam jantung


• Arteri Koroner
Karena Jantung adalah terutama terdiri dari jaringan otot jantung yang terus menerus
kontrak dan rileks, jantung harus memiliki pasokan oksigen yang konstan dan nutrisi.
Arteri koroner adalah jaringan pembuluh darah yang membawa oksigen dan darah
kaya nutrisi ke jaringan otot jantung. Darah meninggalkan ventrikel kiri keluar
melalui aorta, yang arteri utama tubuh. Dua arteri koroner, disebut sebagai “Kiri” dan
“kanan” arteri koroner, muncul dari awal aorta, di dekat bagian atas jantung.
• Vena kava superior
Vena kava superior adalah salah satu dari dua pembuluh darah utama yang membawa
darah de-oksigen dari tubuh ke jantung. Vena dari kepala dan tubuh bagian atas
umpan ke v. kava superior, yang bermuara di atrium kanan jantung.
• Vena Kava Inferior
Vena kava inferior adalah salah satu dari dua pembuluh darah utama yang membawa
darah de-oksigen dari tubuh ke jantung. Vena dari kaki dan umpan dada rendah ke v.
kava inferior, yang bermuara di atrium kanan jantung.
• Vena Pulmonalis
Vena paru adalah pembuluh darah mengangkut oksigen yang kaya dari paru ke atrium
kiri. Kesalahpahaman yang umum adalah bahwa semua urat membawa darah de-
oksigen. Hal ini lebih tepat untuk mengklasifikasikan sebagai pembuluh vena yang
membawa darah ke jantung.
• Aorta
Aorta adalah pembuluh darah tunggal terbesar di tubuh. Ini adalah kira-kira diameter
ibu jari Anda. kapal ini membawa darah yang kaya oksigen dari ventrikel kiri ke
berbagai bagian tubuh.
• Arteri Pulmonalis
Arteri paru adalah pembuluh darah transportasi de-oksigen dari ventrikel kanan ke
paru-paru. Kesalahpahaman yang umum adalah bahwa semua arteri membawa darah
yang kaya oksigen. Hal ini lebih tepat untuk mengklasifikasikan sebagai pembuluh
arteri yang membawa darah dari jantung.

g. Aktivitas Kelistrikan Jantung


Serabut purkinje adalah serabut otot jantung khusus yang mampu menghantar
impuls dengan kecepatan lima kali lipat kecepatan hantaran serabut otot jantung.
Nodus sinoatrial (nodus S-A) adalah suatu masa jaringan otot jantung khusus yang
terletak di dinding posterior atrium kanan tepat di bawah pembukaan vena cava
superior. Nodus S-A mengatur frekuensi kontraksi irama, sehingga disebut pemacu
jantung. Nodus atrioventrikular (nodus A-V) berfungsi untuk menunda impuls
seperatusan detik, sampai ejeksi darah atrium selesai sebelum terjadi kontraksi
ventrikular.Berkas A-V berfungsi membawa impuls di sepanjang
septuminterventrikular menuju ventrikel.
Impuls jantung berasal dari nodus SA, pemacu jantung, yang memiliki
kecepatan depolarisasi spontan ke ambang yang tertinggi.Setelah dicetuskan,
potensial aksi menyebar ke seluruh atrium kanan dan kiri, sebagian dipermudah oleh
jalur penghantar khusus, tetapi sebagian besar melalui penyebaran impuls dari sel ke
sel melalui gap junction.Impuls berjalan dari atrium ke dalam ventrikel melalui nodus
AV, satu-satunya titik kontak listrik antara kedua bilik tersebut. Potensial aksi
berhenti sebentar di nodus AV, untuk memastikan bahwa kontraksi atrium
mendahului kontraksi ventrikel agar pengisian ventrikel berlangsung
sempurna.Impuls kemudian dengan cepat berjalan ke septum antarventrikel melalui
berkas His dan secara cepat disebarkan ke seluruh miokardium melalui serat-serat
Purkinje.Sel-sel ventrikel lainnya diaktifkan melalui penyebaran impuls dari sel ke sel
melalui gap junction.Dengan demikian, atrium berkontraksi sebagai satu kesatuan,
diikuti oleh kontraksi sinkron ventrikel setelah suatu jeda singkat.Potensial aksi serat-
serat jantung kontraktil memperlihatkan fase positif yang berkepanjangan, atau fase
datar, yang disertai oleh periode kontraksi yang lama, untuk memastikan agar waktu
ejeksi adekuat.Fase datar ini terutama disebabkan oleh pengaktifan saluran Ca++
lambat.Karena terdapat periode refrakter yang lama dan fase datar yang
berkepanjangan, penjumlahan dan tetanus otot jantung tidak mungkin terjadi.Hal ini
memastikan bahwa terdapat periode kontraksi dan relaksasi yang berganti-ganti
sehingga dapat terjadi pemompaan darah.Penyebaran aktivitas listrik ke seluruh
jantung dapat direkam dari permukaan tubuh.Rekaman ini, EKG, dapat memberi
informasi penting mengenai status jantung.

h. Bunyi Jantung
• S1 (lub) terjadi saat penutupan katup AV karena vibrasi pada dinding ventrikel &
arteri; dimulai pada awal kontraksi/ sistol ventrikel ketika tekanan ventrikel melebihi
tekanan atrium.
• S2 (dup) terjadi saat penutupan katup semilunar; dimulai pd awal relaksasi/ diastol
ventrikel akibat tekanan ventrikel kiri & kanan lebih rendah dari tekanan di aorta &
arteri pulmonal.
• S3 disebabkan oleh vibrasi dinding ventrikel krn darah masuk ke ventrikel secara tiba-
tiba pada saat pembukaan AV, pada akhir pengisian cepat ventrikel. S3 sering
terdengar pada anak dengan dinding toraks yang tipis atau penderita gagal ventrikel.
• S4 terjadi akibat osilasi darah & rongga jantung yang ditimbulkan oleh kontraksi
atrium. Jarang terjadi pada individu normal.
• Murmur adalah kelainan bunyi jantung atau bunyi jantung tidak wajar yang berkaitan
dengan turbulensi aliran darah. Bunyi ini muncul karena defek pada katup seperti
penyempitan (stenosis) yang menghambat aliran darah ke depan, atau katup yang
tidak sesuai yang memungkinkan aliran balik darah

i. Persarafan jantung
Impuls eferen menjalar ke jantung melalui saraf simpatis dan parasimpatis
susunan saraf otonom. Pusat refleks kardioakselerator adalah sekelompok neuron
dalam medulla oblongata.Efek impuls neuron ini adalah untuk meningkatkan
frekuensi jantung.Impuls ini menjalar melalui serabut simpatis dalam saraf jantung
menuju jantung.Ujung serabut saraf mensekresi neropineprin, yang meningkatkan
frekuensi pengeluaran impuls dari nodus S-A, mengurangi waktu hantaran melalui
nodus A-V dan sistem Purkinje, dan meningkatkan eksitabilitas keseluruhan
jantung.Pusat refleks kardioinhibitor juga terdapat dalam medulla oblongata.Efek
impuls dari neuron ini adalah untuk mengurangi frekuensi jantung.Impuls ini menjalar
melalui serabut parasimpatis dalam saraf vagus.Ujung serabut saraf mensekresi
asetilkolin, yang mengurangi frekuensi pengeluaran impuls dari nodus S-A dan
memperpanjang waktu hantaran melalui nodus V-A.Frekuensi jantung dalam kurun
waktu tertentu ditentukan melalui keseimbangan impuls akselerator dan inhibitor dari
saraf simpatis dan parasimpatis.Impuls aferen (sensorik) yang menuju pusat kendali
jantung berasal dari reseptor, yang terletak di berbagai bagian dalam sistem
kardiovaskular.Presoreseptor dalam arteri karotis dan aorta sensitive terhadap
perubahan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah akan mengakibatkan suatu
refleks yang memperlambat frekuensi jantung.
j. Penurunan tekanan darah akan mengakibatkan suatu refleks yang menstimulasi
frekuensi jantung yang menjalar melalui pusat medular. Proreseptor dalam vena cava
sensitif terhadap penurunan tekanan darah. Jika tekanan darah menurun, akan terjadi
suatu refleks peningkatan frekuensi jantung untuk mempertahankan tekanan darah.
Pengaruh lain pada frekuensi jantung : Frekuensi jantung dipengaruhi oleh stimulasi
pada hampir semua saraf kutan, seperti reseptor untuk nyeri, panas, dingin, dan
sentuhan, atau oleh input emosional dari sistem saraf pusat. Fungsi jantung normal
bergantung pada keseimbangan elektrolit seperti kalsium, kalium, dan natrium yang
mempengaruhi frekuensi jantung jika kadarnya meningkat atau berkurang
Pada saat berdenyut, setiap ruang jantung relaksasi dan terisi darah (disebut
diastol). Selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah keluar dari ruang
jantung (disebut sistol). Kedua serambi mengendur dan berkontraksi secara
bersamaan, dan kedua bilik juga mengendur dan berkontraksi secara bersamaan.Darah
yang kehabisan oksigen dan mengandung banyak karbondioksida (darah kotor) dari
seluruh tubuh mengalir melalui dua vena berbesar (vena kava) menuju ke dalam
serambi kanan. Setelah atrium kanan terisi darah, dia akan mendorong darah ke dalam
bilik kanan. Darah dari bilik kanan akan dipompa melalui katup pulmoner ke dalam
arteri pulmonalis, menuju ke paru-paru. Darah akan mengalir melalui pembuluh yang
sangat kecil (kapiler) yang mengelilingi kantong udara di paru-paru, menyerap
oksigen dan melepaskan karbondioksida yang selanjutnya dihembuskan. Darah yang
kaya akan oksigen (darah bersih) mengalir di dalam vena pulmonalis menuju ke
serambi kiri. Peredaran darah di antara bagian kanan jantung, paru-paru dan atrium
kiri disebut sirkulasi pulmoner.

B. Peredaran jantung anak dalam kandungan


Pada janin masih terdapat fungsi foramen ovale, duktus arteriosus botali,
duktus venosus arantii dan arteri umbilikalis. Mula-mula darah yang kaya oksigen dan
nutrisi yang berasal dari plasenta melalui vena umbilikalis masuk ke dalam tubuh
janin. Sebagian besar darah tersebut melalui duktus venosus arantii,di dalam atrium
kanan sebagian besar darah ini akan mengalir secara fisiologik ke atrium sinistra
melalui foramen ovale yang terletak diantara atrium kanan dan atrium kiri, dari atrium
kiri, darah ini mengalir ke ventrikel kiri yang kemudian akan dipompakan ke aorta.
Hanya sebagian kecil darah dari atrium kanan mengalir ke ventrikel kanan bersama-
sama dengan darah yang berasal dari vena cava superior. Karena terdapat tekanan dari
paru-paru yang belum berkembang, sebagian besar darah dari ventrikel kanan ini yang
seyogianya mengalir melalui arteri pulmonalis ke paru-paru akan mengalir melalui
duktus arteriosus botali ke aorta, sebagian kecil akan menuju ke paru-paru dan
selanjutnya ke atrium kiri melalui vena pulmonalis. Darah dari aorta akan mengalir
keseluruh tubuh janin untuk memberi nutrisi oksigenasi pada sel-sel tubuh. Darah dari
sel-sel tubuh yang miskin oksigen serta penuh dengan sisa-sisa pembakaran akan
dialirkan ke plasenta melalui arteri umbilikalis,seterusnya diteruskan ke peredaran
darah dikotiledon dan jonjot-jonjot dan kembali melalui vena umbilikalis demikian
seterusnya,sirkulasi janin ini berlangsung ketika janin berada di dalam uterus.Ketika
janin dilahirkan, segera bayi menghisap udara dan menangis kuat, dengan demikian
paru-parunya akan berkembang, tekanan dalam paru-paru mengecil dan seolah-olah
darah terisap ke dalam paru-paru, dengan demikian duktus botali tidak berfungsi lagi,
demikian pula karena tekanan dalam atrium sinistra meningkat foramen ovale akan
tertutup sehingga foramen tersebut selanjutnya tidak berfungsi lagi. Akibat dipotong
dan diikatnya tali pusat arteri umbilikalis dan duktus venosus arantii akan mengalami
obiliterasi,dengan demikian setelah bayi lahir maka kebutuhan oksigen dipenuhi oleh
udara yang dihisap ke paru-paru dan kebutuhan nutrisi dipenuhi oleh makanan yang
dicerna dengan sistem pencernaan sendiri

Sistem kardiovaskuler ialah sistem organ pertama yang berfungsi dalam


perkembangan manusia. Pembentukan pembuluh darah dan sel darah dimulai pada
minggu ketiga dan bertujuan menyuplai embrio dengan oksigen dan nutrien dari ibu.
Pada akhir minggu ketiga tabung jantung mulai berdenyut dan sistem kardiovaskuler
primitif berhubungan dengan embrio,korion dan yolk sac,selam minggu keempat dan
kelimajantung berkembang menjadi empat serambi, pada tahap akhir masa embrio
perkembangan jantung lengkap Paru-paru janin tidak berfungsi untuk pertukaran
udara pernafasan, sehingga jalur sirkulasi khusus dibentuk untuk menggantikan fungsi
paru-paru. Darah yang kaya akan oksigen dan nutrisi mengalir dari plasenta dengan
cepat melalui vena umbilikalis ke dalam abdomen janin,ketika vena umbilikalis
mencapai hati,vena ini bercabang dua,satu vena mengalirkan darah yang mengandung
oksigen melalui hati,kebanyakan darah melalui duktus venosus arantii menuju ke
vena kava inferior. Di vena kava inferior darah bercampur dengan darah yang tidak
mengandung oksigen yang berasal dari kaki dan abdomen janin,dalam perjalanannya
menuju atrium kanan sebagian besar darah ini mengalir langsung melalui atrium
kanan dan melalui foramen ovale, satu muara menuju ke atrium kiri. Di atrium kiri
darah bercampur dengan sejumlah kecil darah yang tidak mengandung oksigen dari
paru janin melalui vena pulmoner,darah mengalir ke dalam ventrikel kiri dan dipompa
masuk ke dalam aorta. Di aorta,arteri yang menyuplai jantung, kepala, leher dan
lengan menerima sebagian besar darah yang kaya oksigen. Pola yang mengalirkan
oksigen dan nutrien berkadar tertinggi ke kepala, leher dan lengan ini membantu
perkembangan sefalokaudal embrio-janin Darah terdeoksigenasi yang kembali dari
kepala dan lengan masuk ke atrium kanan menuju vena kava superior. Darah ini
langsung dialirkan ke bawah menuju ventrikel kanan. Sejumlah kecil darah
bersirkulasi melalui jaringan paru yang memiliki tahanan, tetapi sebagian besar
mengalir melalui jalur yang dengan tahanan yang lebih kecil menuju duktus arteriosus
kemudian ke aorta dan terus menuju arteri keluar yang memperdarahi kepala dan
lengan dengan darah yang mengandung oksigen.Darah yang miskin oksigen mengalir
melalui aorta abdominalis dan masuk ke dalam arteri iliaka interna,tempat arteri
umbilikalis secara langsung mengembalikan sebagian besar darah ke plasenta melalui
tali pusat

C. Anestesia untuk operasi non jantung pada pasien anak dengan kelainan jantung
kongenital
Faktor – faktor yang paling mempengaruhi pemilihan tehnik anestesia, obat –
obatan dan pengawasan pada pasien dengan kelainan jantung yang menjalani
pemebedahan non-kardiak adalah derajat penurunan fungsi jantung dan paru yang
disebabkan kelainan jantungkongenital dan tingkat prosedur pembedahan yang akan
dilakukan.
• Patofisiologi kelainan jantung kongenital
Buatlah klasifikasi sederhana dan efektif yang dapat dibuat berdasarkan
patofisiologi menjadi 3 kelompok
- Kelainan yang menyebabkan aliran darah paru meningkat akibat left-to-right
shunt (ventricular septal defect, atrial septal defect, patent ductus arteriosus,
endocardial cushion defect, anomalous origin of coronary arteries,
transpotition of the great arteriesa, anomalous pulmonary venous draignagea,
truncus arteriosusa, single ventriclea). Bila tidak dikoreksi kelainan ini akan
menyebabkan volume dan atau tekanan pada sirkulasi paru dan terjadi gagal
jantung kongestif
- Kelainan yang menyebabkan aliran darah paru berkurang akibat right-to-left
shunt (tetralogi falot, pulmonary atresia, tricuspid atresia, ebstein anomaly,
truncus arteriosusa, transposition of the great arteriesa, single ventriclea) hal
ini disebabkan ketidakmampuan relatif pertukaran oksigen darah lebih lanjut
dapat menyebabkan sianosis. Sianosis juga dapat terjadi akibat bercampurnya
aliran darah balik sistemik dan paru. Suatu fenomena yang dapat terjadi pada
pasien dengan ventrikel tunggal atau transposisi arteri besar
- Kelainan yang menghambat aliran darah (aortic stenosis, pulmonary stenosis,
coarctation of the aorta, asymmetric septal hypertrophy) Kelainan ini terjadi
akibat penurunan aliran darah bagian distal dari lesi obstruktif seiring dengan
dengan peningkatan beban jantung, dan pada beberapa kasus terjadi gagal
jantung kongestif
Pengetahuan kelainan jantung kongenital terletak pada konsekuensi fisiologi dari
pintas (shunting) atau obstruksi untuk mengetahui konsekuensi hemodinamik pada
kelainan jantung kongenital. Fisiologi pintas (shunting) atau obstruksi aliran darah
dijelaskan oleh rumus Q = P/R, aliran darah sesuai dengan perbedaan tekanan
dibagi tahanan terhadap aliran darah. Pengalihan aliran darah antara sirkulasi
sistemik dan paru dengan adanya defek yang menghubungkan keduanya
bergantung pada perbedaan tekanan antara kedua sirkulasi tersebut. Kualitas dan
arah pengalihan aliran dapat dipengaruhi lebih lanjut oleh obstruksi aliran keluar
pada salah satu sisi jantung.
• Penilaian Fungsional
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap penting untuk
mengevaluasi diagnosis penyakit jantung dan menilai implikasi potensialnya pada
penanganan anestetik. Pemeriksaannya adalah EKG, foto toraks, ECG dan
kateterisasi jantung. Merupakan langkah preanestetik tanpa mempertimbangkan
prosedur bedah yang direncanakan. Penilaian fungsional dapat digolongkan
menjadi
- Tidak ada penyakit jantung, meskipun ditemukan kelainan yang berhubungan
dengan jantung seperti bising jantung inosen
- Kelainan jantung dengan gejala atau kelainan fisik yang minimal (ASD/ VSD
ringan). Meskipun tidak ada tehnik khusus, pengawasan ketat terhadap
pemberian antiembolisasi dan antibiotik profilaksis harus dipertimbangkan.
- Kelainan jantung yang telah diketahui dan belum dikoreksi dengan gejala yang
signifikan (gagal jantung kongestif, sianosis atau obstruksi aliran keluar)
- Kelainan jantung yang telah diketahui yang telah menjalani pembedahan
paliatif.
- Kelainan jantung yang telah diketahui yang telah menjalani pembedahan
korektif
Hipoksemia sistemik terjadi akibat bercampurnya aliran darah balik
sistemik dan paru. klasifikasi sebagai kelainan dengan peningkatan atau
penurunan aliran darah paru bergantung dari ada tidaknya variasi anatomik pada
obstruksi aliran darah paru.
• Aspek pertimbangan tatalaksana anestesi

Oksigenasi
Hipoksemia terjadi akibat tercampurnya darah yang belum tersaturasi
(pintas sirkulasi pulmoner) dengan darah yang sudah tersaturasu dan distribusi
campuran darah ini ke sirkulasi sistemik dan jaringan perifer. Masalah ini
biasanya terjadi pada right-to-left shunts dan penurunan aliran darah paru,
sehingga tehnik anestesi yang meningkat right-to-left shunting dapat
memperburuk hipoksemia.

Disritmia
Disritmia terjadi akibat perubahan pembentukan atau konduksi impuls
jantung. Pada pasien dengan kelainan jantung kongenital, kelainan sistemik
konduksi – baik kongenital maupun didapat lebig lazim ditemukan dibandingkan
dengan kelainan pembentukan impuls. Etiologi gangguan sitem konduksi yang
menyebabkan disritmia adalah sebagai berikut.
a. Cedera yang terjadi saat pembedahan (dengan status pasca perbaikan VSD,
TGA, AV Canal, TOF atau fontan)
b. Kelainan anatomik atau fisiologik intrinsik
c. Kerusakan akibat hipoksia kronik atau stres hemodinamik
d. Kombinasi dari ketiganya
Gagal Jantung
Gagal jantung dapat terjadi akibat aritmia atau kelebihan cairan,
berdasarkan usia pasien gambaran klinis gagal jantung dapar sedikit berbeda. Pada
balita gejala dapat berupa kesulitan makan dan peningkatan berat badan. Pada
anak yang lebih besar gejala gagal jantung yang predominan termasuk berat badan
tidak meningkat, takikardia, takipneu, dispneu, intoleransi terhadap aktifitas fisik,
ekstremitas dingin, bunyi jantung gallop dan rales. Evaluasi pasien gagal jantung
dilakukan berdasarkan gejala klinis ECG, ngiografi radionuklida, kateterisasi
jantung dan analisa gas darah arteri dapat dipertimbangkan. Fungsi jantung harus
optimal sebelum dilakukan bedah elektif. ECG merupakan pemeriksaan
noninvasif yang berguna dalam memberikan informasi tentang ukuran ruang
jantung, fungsi katup, ada tidaknya shunt, kontraktilitas dan fraksi jantung

Obstruksi aliran keluar ventrikuler


Stenosis pulmoner pada anak – anak biasanya terjadi akibat obstruksi
valvuler, meskipun supravalvuler, infundibuler, atau stenosis arteri perifer juga
terjadi. Obstruksi aliran keluar ventrikel kanan dapat menyebabkan peningkatan
tekanan ventrikel kanan. Variasi yang paling sering pada stenosis aorta pada anak
adalah tipe valvuler. Hal ini menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri dan
peningkatan volume diastolik. Pada kasus – kasus yang berat, insufisiensi koroner
relatif juga dapat terjadi. Gejala yang signifikan seperti angian dan atau sinkop
terjadi kurang dari 10% pasien. Perhatian khusus bagi anestesiolog bahwa
obstruksi aliran keluar ventrikel kanan/kiri dapat terjadi pada anak – anak tanpa
gejala yang signifikan atau intoleransi terhadap aktifitas fisik. Petunjuk pertama
adanya disfungsi jantung dapat dilihat ketika penurunan tekanan darah arteri
secara tiba – tiba setelah anestesi inhalasi yang poten digunakan pada pasien
tersebut. Neonatus dengan anestesi umum pada pembedahan katarak kongenital
dapat belum menunjukkan gejala obstruksi aliran keluar ventrikel yang signifikan.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik penting untuk mendeteksi adanya
kelainan ini pada tahap asimtomatik awal.

Pintasan (Sunting)
Defek yang menyebabkan terjadinya pengalihan (shunting) bersifat
non-restriktif jika tidak ada perbedaan tekanan antara kedua ruang yang
dipisahkan defek tersebut, dan bersifat restriktif juka tahanan yang signifikan pada
defek tersebut, sehingga menghasilkan gradien antara kedua ruang. Akibat yang
nyata dari shunting termasuk desaturasi arteri (right-to-left), embolisasi paradoks,
peningkatan sirkulasi paru dengan perubahan vaskuler (left-to-right), peningkatan
volume ventrikel kanan, dan perubahan ventilasi. Sindrom Eisenmenger terjadi
pada pasien dengan hipertensi pulmoner akibat left-to-rigt shunt yang
berkepanjangan, sehingga menyebabkan perubahan arah shunt, cor pulmonale dan
sianosis yang memburuk. Aliran dan tekanan darah paru yang berlebihan dapat
menyebabkan penyakit obstruksi pembuluh darah paru. Penanganan anestetik
pada pasien – pasien ini termasuk pencegahan hipovolemia dan penurunan
tahanan pembuluh pulmonal akibat dingin, asidosis, hiperkarbia, hipoksia dan
katekolamin.

Respirasi
Pasien dengan kelainan jantung kongenital selain akan lebih udah
mengalami kelainan anatomi jalan nafas, sistem respirasi juga dapat dipengaruhi
aliran darah paru yang abnormal. Peningkatan aliran darah paru dapat dipengaruhi
aliran darah paru abnormal. Peningkatan aliran darah paru dalam jangka waktu
yang lama dapat menyebabkan hipertensi pulmoner sampai tingkat yang setara
dengan tekanan sistemik, perubahan let-to-right shunt menjadi right-to-left shunt,
serta terjadi hipoksemia dan sianosis (sindrom eisenmenger). Bahkan pada pasien
dengan defek yang telah dikoreksi, hipertensi pulmoner dapat bersifat irreversible
dan menyebabkan peningkatan beban akhir ventrikel kanan. Selain itu
kemungkinan terdapatnya penyakit paru intrinsik seperti pneumonia dan penyakit
paru obstruksi kronik harus diperhatikan.

• Tatalaksana Antikoagulan Perioperatif


Pemberian antikoagulan bergantung pada urgensi dan prosedur bedah yang
dilakukan. Pada bedah elektif, terapi warfarin harus dihentikan 1-3 hari sebelum
pembedahan sementara antikoagulasi sistemik tetap dipertahankan dengan heparin
intravena. Tujuan antikoagulasi dengan heparin pada preoperatif adalah untuk
mencapai prothrombin time teraktivasi 1,5 kali dari nilai kontrol. Heparin
intravena dihentikan 4-6 jam sebelum pembedahan. Pada pasca operatif terapi
heparin dan warfarin dilanjutkan dalam waktu 48 jam dan dilakukan selama 1-7
hari berikutnya.
Pada kasus bedah nonkardiak emergensi, perubahan defek hemostatik
dalam jangka waktu singkat hanya dapat diatasi dengan penggantian faktor
koagulasi, biasanya dengan fresh frozen plasma (FFP). Penghentian warfarin dan
pemberian vitamin K intravena dapat segera efektif untuk mencapai hemostasis
yang normal.

• Medikasi Preanestetik
Keputusan untuk menggunakan medikasi preanestetik termasuk juga
pemilihan obat – obatan didasarkan pada usia anak, status psikologis dan fungsi
kardiovaskuler. Tujuan premedikasi adalah untuk menghilangkan stres psikologis
dan kardiovaskuler sebelum dan selama induksi anestetik. Hal ini dapat
mengurangi stimulasi simpatis yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya
sianosis atau gagal jantung kongestif. Anak – anak dengan penyakit jantung
kongenital yang terkompensasi dapat menerima dosis standar yang biasa
digunakan (misalnya midazolam 0,5 mg/kg). Untuk mengurangi resiko episode
hipersianotik, premedikasi harus lebih diutamakan pada anak – anak sianotik
dibandingkan dengan non sianotik. Hal ini sangat bermanfaat jika anak tersebut
memiliki riwayat hipoksemia yang memburuk ketika mengalami stres psikologi.
Pengawasan ketat dan pemantauan saturasi oksigen dibutuhkan pada anak- anak
tersebut. Suplementasi oksigen harus tersedia untuk mempertahankan saturasi
oksigen pada tingkat meinimal jika dibutuhkan.
Profilaksis antibiotik. Endokarditis bakterial merupakan komplikasi berat
dari penyakit jantung kongenital namun jarang terjadi. Pasien yang menjalani
prosedur bedah yang melibatkan permukaan mukosa atau jaringan yang
terkontaminasi biasanya mengalami bakteremia transien. Bakteri yang
ditransmisikan lewat darah dapat menetap pada katup yang rusak atau abnormal
atau pada endotel di sekitar defek anatomik kongenital, yang menyebabkan
terjadinya endokarditis bakterial. Karena tidak mungkin untuk memperkirakan
pasien mana yang akan mengalami infeksi atau prosedur mana yang harus
bertanggung jawab, antibiotik profilaksis disarankan pada semua pasien yang
beresiko mengalami endokarditis karena telah mengalami prosedur yang
memudahkan terjadinya bakteremia oleh organisme yang biasanya menyebabkan
endokarditis. Pada pasien dengan prolaps katup mitral, profilaksis disarankan jika
terjadi regurgitasi mitral.
Kategori resiko tinggi pemberian antibiotik profilaksis pada : katup
jantung buatan, termasuk bioprostetik dan katup homograf, endokarditis jantung
kongenital sianotik kompleks (misalnya ventrikel tunggal), transposisi arteri besar,
tetralogi fallot, shunt/ conduit sistemik pulmonal yang telah dibedah rekonstruksi.
Sedangkan kategori resiko sedang terdapat pada malformasi jantung kongenital
lainnya, disfungsi katup yang didapat (penyakit jantung rematik), kardiomiopati
hipertropik, prolaps katup mitral dengan regurgitasi katup dan atau penebalan
daun katup. Kategori resiko rendah pada ASD sekunder terisolasi, ASD, VSD,
PDA yang telah dibedah reparasi (tanpa residu dalam 6 bulan), bedah pintas
koroner sebelumnya, prolaps katup mitral tanpa regurgitasi katup, bising jantung
fisiologik, fungsional atau inosen, penyakit kawasaki sebelumnya tanpa disfungsi
katup, demam rematik sebelumnya tanpa disfungsi katup, alat pacu jantung
(intravaskuler dan epikardial) dan defibrilator implan
Prosedur yang disarankan mendapatkan profilaksis endokarditis adalah :
ekstraksi gigi, prosedur periodontal, pemasangan implan gigi dan reimplantasi,
instrumen endodontik atau pembedahan sampai bagian apeks, pemasangan
fiber/strip antibiotik pada subgingiva, pemasangan awal kawat gigi, injeksi
anestetik lokal intraligamen, pembersihan gigi atau implan. Prosedur lainnya
adalah : tonsilektomi dan atau adenoidektomi, pembedahan yang melibatkan
mukosa pernafasan, bronkoskopi dengan bronkoskop yang kaku. Prosedur saluran
cerna yaitu pada skleroterapi untuk varises esofagus, dilatasi striktur esofagus,
endoscopic retrograde cholangiography dengan obstruksi bilier, pembedahan
saluran bilier, pembedahan yang melibatkan mukosa usus. Prosedur pembedahan
saluran kemih yaitu bedah prostat, sistoskopi, dilatasi uretra.

• Pemantauan Hemodinamik intraoperatif


Anak – anak dengan penyakit jantung kongenital yang menjalani prosedur
bedah non-kardiak dimana perdarahan hebat atau translokasi cairan tidak
terantisipasi harus dipantau sebagaimana pasien pediatrik lainnya yang menjalani
prosedur serupa. Hal ini meliputi stetoskop precordial atau esofageal. EKG untuk
memantau denyut jantung dan mendeteksi disritmia, monitor tekanan darah non
invesif, probe temperatur, monitor konsentrasi O2 inspirasi, oksimetri denyut dan
pengukuran end tidal CO2. Pemantauan saturasi oksigen arteri dengan oksimetri
denyut merupakan hal yang penting dilakukan pada anak dengan kelainan jantung
kongenital sianotik karna kemungkinan terjadinya penurunan aliran darah paru
dan hipoksemia yang memberat akibat anestesia dan manipulasi bedah.
Penggunaan monitor bispectal pada anak – anak yang menjalani bedah non –
kardiak dapat bermanfaat dalam melakukan titrasi obat – obatan yang sesuai
sehingga tercapai kedalaman anestesia yang adekuat tanpa depresi sirkulasi.
Keputusan menggunakan monitor invasif bergantung pada tingkat
prosedur pembedahandan derajat disfungsi jantung. Kateter arteri dan vena sentral
sangat bermanfaat dalam memantau pasien dengan fungsi jantung yang buruk dan
dalam memandu penggunaan cairan intravena atau vasopresor
Ketika menginterpretasi hasil pemantauan end-tidal CO2 pada anak-anak
dengan kelainan jantung kongenital, harus diperhatikan efek shunting terhadap
perbedaan CO2 arteri dengan end-tidal CO2 (PaET CO2). Perbedaan tersebut
biasanya stabil pada anak-anak dengan shunting asianotik, meskipun anak-anak
dengan kelainan jantung kongenital campuran dapat menunjukkan variasi
individu. Pada anak dengan shunting sianotik, PaET CO2 tidak selalu konstan dan
tidak bisa digunakan untuk memperkirakan Pa CO2 selama pembedahan.
Pemantauan yang lebih extensif dilakukan jika fungsi kardiovaskuler anak
derajat anestetik dan manipulasi bedah, atau keduanya beresiko menyebabkan
instabilitas sirkulasi. Konsekuensi hemodinamik pembedahan lebih diutamakan
daripada kelainan jantung itu sendiri dalam menentukan perlu tidaknya monitor
invasif dalam kebanyakan kasus.
Akses intravena dan puasa preoperatif. Pentingnya puasa sebelum bedah
elektif pada pasien pediatrik normal telah menjadi kontroversi. Studi
menunjukkan bahwa anak-anak yang diijinkan minum air sampai 2 jam sebelum
induksi anestesi tidak bermanifestasi pada peningkatan isi keasaman lambung,
dibandingkan pada pasien puasa sepanjang malam. Makanan padat belum
diijinkan pada hari pembedahan. Balita juga diijinkan untuk diberi ASI sampai 4
jam perioperatif. Keuntungan dari waktu puasa yang lebih pendek termasuk
mengurangi rasa haus dan ketidaknyamanan selama menunggu pembedahan,
mencegah hipovolemia selama induksi. Mencegah hemokonsentrasi yang
berlebihan pada anak sianotik dan menurunkan resiko terjadinya hipoglikemia
Walaupun waktu puasa lebih pendek, kebanyakan anestesiolog masih
mempertimbangkan akses intravena pada anak-anak dengan penyakit jantung
kongenital selama bedah non-kardiak. Hal ini menjamin hidrasi yang adekuat,
mempermudah akses manipulasi farmakologik terhadap hemodinamik, pemberian
antibiotik profilaksis dan pemberian obat-obatan resusitasi secara cepat jika
diperlukan.
Gelembung udara yang terdapat pada pembuluh darah anak dengan right to
left shunt dapat menyebabkan terjadinya embolisasi sistemik. Bahkan pada lesi
yang dominan mengalami left to right shunt dapat bersifat bidireksional dan
menyebabkan udara bergerak dari sisi kanan ke sisi kiri.
Pengawasan embolisasi. Perhatian khusus penting diberikan selama
pemasangan akses intravena dan pemberian obat-obatan intravena. Langkah –
langkah efektif dapat dilakukan untuk mencegah embolisasi vena-arteri. Seluruh
perlengkapan intravena (tube, connection sites, injection ports, stopcocks) harus
diperiksa untuk memastikan bebas udara sebelum dihubungkan ke pasien. Selama
injeksi kedalam kateter intravena atau arteri, harus diperhatikan tidak
memasukkan udara atau partikel lainnya. Beberapa anestesiolog memilih tidak
memberikan N2O setelah induksi pada anak dengan kelainan jantung kongenital
(right to left shunt atau tercampurnya aliran vena sistemik dan pulmonal) untuk
menghindar penambahan ukuran gelembung udara yang masuk ke dalam jalur
intravena.

• Tatalaksana Anestesi pada Periode Intraoperatif


Tujuan utama penanganan intraoperatif pasien dengan kelainan jantung
kongenital baik yang terkoreksi sebagian (paliatif) maupun belum dalam
menjalani bedah non-kardiak adalah untuk mempertahankan oksigenasi dan
ventilasi adekuat, serta mengatasi aritmia dan kelebihan caiaran. Secara umum
oksigenasi lebih penting untuk diperhatikan pada pasien dengan right to left shunt,
sedangkan kelebihan cairan dan gagal jantung merupakan tantangan pada pasien
dengan left to right shunt dan kelainan obstruktif. Pasien dengan kelainan yang
telah dikoreksi dapat diberikan pertimbangan khusus, bergantung pada waktu
dilakukannya koreksi dan sekuel kelainan yang tersisa.
Oksigenasi yang adekuat dapat dicapai dengan memahami penyebab
terjadinya hipoksemia pada setiap pasien. Bergantung pada proses patofisiologi
hipoksemia dengan kelainan jantung kongenital. Tehnik anestesi yang dilakukan
juga berbeda. Terdapat dua kategori umum pasien, pasien dengan aliran darah
paru yang terbatas dan right to left shunt, serta pasien dengan aliran darah paru
yang normal dan left to right shunt.
Pasien dengan aliran darah paru terbatas right to left shuntditujukan untuk
mengurangi sebanyak mungkin jumlah darah yang belum teroksigenasi untuk
memintas sirkulasi pulmoner (misalnya menangis atau bergerak berlebihan).
Strateginya adalah dengan menjaga tekanan darah sistemik dengan
mempertahankan volume intravaskuler, tahanan pembuluh darah sistemik dan
hidrasi yang adekuat, menghidari peningkatan tahanan pembuluh darah pulmonal
lebih lanjut dan memeberikan tingkat sedasi, anestesi yang adekuat.
Pasien dengan aliran darah paru normal atau meningkat dan left to right
shunt ditujukan untuk mempertahankan perbandingan aliran darah paru dengan
aliran darah sistemik (Qp : Qs) yang rasional dan mendukung fungsi ventrikel.
Strategi ini meliputi : menghindari peningkatan tahanan pembuluh darah sistemik,
mempertahankan tahanan pembuluh darah pulmonal dan mendukung secara
inotropik.
Permasalahan Ventilasi. Pada pasien dengan penurunan aliran darah paru
sementara ventilasi normal berakibat pada peningkatan ruang rugi dan pengukuran
end-tidal CO2 yang menyebabkan PaCO2 arteri jauh lebih rendah. Volume
intravaskuler dan fungsi ventrikel tetap dipertahankan selama ventilasi dengan
tekanan positif. Pada pasien dengan peningkatan aliran darah paru dapat
mengalami peningkatan tahanan pulmonal, edema paru, noncompliant lungs, dan
peningkatan tahanan jalan nafas yang dapat menyebabkan komplikasi ventilasi
pada pasien selama periode intraoperatif dan bahkan pascaoperatif. Ventilasi
tekanan positif yang adekuat akan sulit dilakukan tanpa peningkatan tekanan jalan
nafas. Pascaoperatif peningkatan frekuensi nafas dapat menjadi indikasi untuk
melanjutkan penggunaan ventilasi tekanan positif.
• Pemilihan Anestesi
Pemilihan obat anestesi untuk anak dengan penyakit jantung kongenital
bergantung pada tipe pembedahan yang dilakukan. Durasi pembedahan,
pertimbangan anestesiolog terhadap status kardiovaskuler pasien. Meskipun tidak
ada tehnik anesteis yang terbukti lebih baik untuk anomali tertentu, klasifikasi
kelainan menurut perubahan aliran darah dan gambaran klinis dapat menjelaskan
parameter hemodinamik yang akan memperbaiki atau mempertahankan sirkulasi
pasien. Pemilihan tehnik induksi anestesi bergantung pada usia anak, kesiapan
psikologik, status kardiovaskuler dan ketersediaan kateter intravena. Efek
kardiovaskuler obat-obatan anestetik yang telah diketahui oleh faktor yang
mengubah ambilan dan distribusi obat inhalasi atau intravena.
Kecepatan induksi oleh anestetik inhalasi ditentukan oleh kecepatan aliran
masuk anestetik ke dalam paru, pemindahan anestetik dari paru ke darah arteri dan
pemindahan anestetik dari darah arteri. Keseimbangan anestetik antara alveoli dan
darah arteri, serta otak pada umumnya tercapai dalam waktu singkat. Dalam
kebanyakan kondisi, kecepatan induksi bergantung pada faktor yang menentukan
laju peningkatan kadar anestetik alveolar. Pada anak dengan kelainan jantung
kongenital dengan aliran darah paru berkurang, pemindahan anestetik dari paru ke
darah arteri lebih lambat.
Induksi pada right to left shunt berlangsung lebih lama karena darah yang
dialihkan mengencerkan tekanan parsial anestetik dalam darah yang sedang
menuju ke otak, dibandingkan dengan tekanan partial dalam darah yang
meninggalkan paru. Konsentrasi obat anestetik terlarut yang lebih tinggi,
dikombinasikan dengan ventilasi yang dilebihkan, dapat digunakan untuk
mengatasi efek tersebut.
Pada pasien dengan left to rigth shunt, kecepatan induksi inhalasi tidak
berubah. Resirkulasi melalui paru dengan darah left to right shunt, yang telah
membawa sirkulasi konsentrasi anestetik yang tinggi, mengurangi ambilan
anestetik dari alveoli dan menyebabkan peningkatan tekanan partial alveolar yang
lebih cepat. Namun peningkatan aliran darah paru dapat meningkat ambilan
anestetik dari alveoli, sehingga memperlambat peningkatan kadar anestetik
alveolar, oleh sebab itu meskipun left to right shunt meningkatkan aliran darah
paru, hal tersebut tidak merubah kecepatan induksi anestetik.
Ketika curah jantung sistemik tidak dipertahankan, pengurangan aliran
darah balik sistemik ke paru menyebabkan peningkatan kadar anestetik alveolar
yang lebih cepat. Pada pasien dengan right to left shunt yang besar akan dengan
sendirinya mengurangi kecepatan induksi, jika bersamaan dengan left to right
shunt akan meningkatkan kecepatan induksi, sehingga berlawanan dengan
penundaan awal. Efek shunting pada kecepatan induksi inhalasi lebih nyata pada
N2O dibandingkan dengan anestetik volatil lain yang lebih lanjut.
Farmakologik obat intravena dapat juga dipengaruhi oleh adanya pintasan
aliran darah. Pada pasien dengan kelainan left to right shunt atau peningkatan
aliran darah paru, bolus obat intravena yang diberikan mencapai otak dalam waktu
yang sama seperti tidak ada shunt. Konsetrasi puncak awalnya lebih rendah,
namun efeknya lebih lama. Pada kelainan dengan right to left shunt dimana darah
vena sistemik melewati sirkulasi paru, bolus mencapai otak lebih cepat dari yang
diperkirakan. Baik efek anestesi maupun toksisitas kardiovaskuler dapat muncul
lebih cepat setelah pemberian obat intravena pada pasien tersebut.
N2O sering digunakan sebagai zat pembawa anestetik volatil lainnya
untuk memfasilitasi induksi inhalasi pada anak. Namun harus diperhatikan bahaya
potensial pembesaran air bubble pada anak dengan kelainan shunting dan fakta
bahwa pemakaian N2O dapat mempengaruhi pemberian konsentrasi O2 yang
tinggi. N2O juga dapat menyebabkan peningkatan tahanan pembuluh pulmonal
pada anak non sianotik.
Obat anestetik volatil banyak digunakan selama bedah kardiak dan non
kadiak pada anak dengan penyakit jantung kongenital. Induksi sungkup
menggunakan sevofluran (dan hingga ke yang lebih ringan halotan) dihubungkan
dengan komplikasi yang lebih minimal dan sering dipilih ketika menghantarkan
konsentrasi oksigen yang tinggi. Meskipun seluruh anestetik volatil merupakan
depresan miocardium, efek pada curah jantung dan tekanan darah arteri akan
dimodifikasi oleh faktor lainnya seperti efek pada tahanan pembuluh sistemik.
Baik halotan dan isofluran dalam dosis tertentu dapat menyebabkan penurunan
tekanan darah arteri dengan mekanisme yang berbeda, pada halotan yaitu dengan
pengurangan curah jantung sedangkan tahanan pembuluh sistemik tetap tidak
berubah. Penurunan tekanan darah pada isofluran disebabkan penurunan tahanan
pembuluh sistemik sementara curah jantung masih dalam rentang normal.
Perbedaan kedua anestetik inhalasi yang sering digunakan ini terdapat pada
tahanan pembuluh sistemik penting untuk mengenali anak dengan balanced shunt,
dimana penurunan tahanan sistemik dapat menyebabkan peningkatan right to left
shunt dan hipoksia. Penting juga untuk mengenali bahwa efek sirkulasi obat
volatil tersebut berhubungan dengan dosis, dapat dititrasi dan ditoleransi baik oleh
kebanyakan anak dengan kelainan jantung kongenital. Sevofluran dihubungkan
dengan bradikardia atau disritmia yang lebig ringan dibandingkan dengan halotan.
Sevofluran juga menyebabkan penurunan curah jantung yang lebih sedikit
dibandingkan halotan. Halotan menyebabkan penurunan denyut jantung dan
indeks jantung yang lebih besar dibandingkan dengan sevofluran.
Bahaya potensial anestetik volatil biasanya berhubungan dengan overdosis
anestetik relatif. Depresi miocardium akibat overdosis anestetik akan mengurangi
curah jantung dan berakibat hipotensi sistemik pada pasien dengan stenosis aorta
berat. Pada anak dengan stenosis pulmoner berat, halotan dapat mengurangi aliran
darah paru dan mempengaruhi oksigenasi. Efek hemodinamik dari obat ini dapat
bermanfaat pada kasus lainnya, misalnya efek kronotropik negatif dan inotropik
dari halotan dapat mengurangi derajat obstruksi aliran keluar dan meningkatkan
curah jantung pada pasien dengan stenosis aorta subvalvuler, atau meningkatkan
aliran darah paru pada pasien dengan stenosis pulmoner atau tetralogi fallot.
Efek anestetik volatil pada denyut jantung juga berhubungan dengan dosis.
Depresi fungsi ventrikel pada anak selama anestesi dengan halotan dapat
menyebabkan penurunan nyata curah jantung, denyut jantung dan tekanan darah.
Pemeberian atropin menyebabkan perbaikan curah jantung dan tekanan darah
yang cepat.
Penggunaan opioid dalam anestesi untuk anak dengan penyakit jantung
kongenital dihubungkan dengan stabilitas hemodinamik yang sangat baik. Tehnik
anestesi berbasis narkotik dosis tinggi dapat digunakan pada anak yang menjalani
prosedur bedah mayor yang membutuhkan bantuan ventilasi pascaoperatif. Baik
fentanyl (25-75 mcg/kg) dan sufentanyl (5-20 mcg/kg) dapat digunakan pada
balita dan anak dengan semua jenis penyakit jantung kongenital, karena kedua
obat tersebut menghasilkan perubahan hemodinamik pulmoner dan sistemik
minimal. Remifentanil dapat digunakan bahkan pada anak yang menjalani
prosedur bedah yang singkat tanpa perpanjangan waktu penyembuhan.
Pancuronium atau obat vagolitik spesifik biasanya dikombinasikan dengan opioid
pada anak ini karena cenderung mencegah terjadinya perlambatan denyut jantung.
Dosis rendah narkotik dapat digunakan untuk mensuplementasi konsentrasi
anestetik volatil yang berkurang pada anak yang menjalani prosedur bedah yang
tidak terlalu ekstensif. Opioid juga dapat dikombinasikan dengan pelumpuh otot
dan N2O dalam tehnik balanced intravenous. Tehnik anestetik ringan dapat
mempertahankan tonus simpatis, curah jantung dan tahanan pembuluh sistemik,
yang diinginkan pada anak dengan stenosis valvuler berat atau gagal jantung
ventrikuler. Kebanyakan anak dengan kelainan penurunan aliran darah paru dapat
dapat mentoleransi tehnik balanced anesthetic, karena tonus simpatis yang
berlebihan tidak menyebabkan peningkatan tahanan pembuluh pulmonal.
Ketamin dapat diberikan secara intramuskuler untuk induksi anestesi (4-8
mg/kg) atau sedasi (2-3 mg/kg) pada anak dengan penyakit jantung kongenital
yang tidak kooperatif. Efek simpatomimetik ketamin dapat mempertahankan
kontraktilitas dan tahanan pembuluh sistemik. Bila tidak terjadi hipoventilasi,
ketamin dengan dosis 2 mg/kgBB secara intravena tidak meningkat tahanan pada
anak dengan penyakit jantung kongenital, termasuk yang dengan kelainan
pembuluh darah pulmonal.
Thiopental (4-6 mg/kg IV) dapat ditoleransi dengan baik pada anak
normovolemik dengan penyakit jantung kongenital yang terkompensasi.
Pengurangan dosis harus dilakukan pada anak dengan fungsi sirkulasi yang tidak
baik. Efek hemodinamik propofol pada anak dengan penyakit jantung kongenital
serupa dengan efek thiopental
Pemilihan obat pelumpuh otot pada anak dengan penyakit jantung
kongenital biasanya didasarkan pada efek kardiovaskuler dan durasi kerja obat
tersebut. Pancuronium merupakan pilihan populer pada kebanyakan kasus karena
efek vagolitik yang meningkatkan denyut jantung dan curah jantung, terutama
pada anak yang mendapat opioid dosis tinggi. Jika tidak diinginkan terjadi
takikardia, atau prosedur yang lebih singkat, mivacurium, atracurium,
vecuronium, rocuronium, atau rapacuronium dapat digunakan dengan efek
minimal pada fungsi hemodinamik. Suksinilkolin intravena dapat menyebabkan
bradikardia atau henti jantung pada anak. Penggunaannya harus didahului oleh
atau dikombinasi dengan atropin.

• Penanganan Pascaoperatif dan Analgesia


Rencana penanganan pascaoperatif bergantung pada status kardiak anak
dan luasnya intervensi bedah yang dilakukan. Anak dengan penyakit jantung
terkompensasi yang dijadwalkan menjalani prosedur bedah minor merupakan
pasien yang sesuai untuk segera menjalani pembedahan dan dapat dipulangkan
seperti anak lainnya jika memenuhi kriteria. Anak dengan penyakit jantung
sianotik, dapat membutuhkan rawat inap untuk memastikan hidrasi intravena yang
adekuat bahkan setelah prosedur bedah minor sekalipun. Pencegahan dan atau
penanganan mual dan muntah pascaoperatif penting untuk memastikan asupan
oral yang adekuat dan hidrasi yang baik. Pasien yang telah menjalani prosedur
pembedahan yang ekstensif dan atau yang mempunyai status kardiak tidak
terkompensasi dapat ditangani dengan satu atau kombinasi dari beberapa metode
berikut.
- Anestesi ringan. Asetaminofen merupakan analgetik ringan yang paling
sering digunakan pada pasien pediatrik. Untuk anak yang lebih muda dosis
awal biasanya diberikan perektal (sampai dosis 45mg/kgBB) sebelum
terbangun dari anestesi. Dosis suplementasi diberikan peroral (10-20
mg/kgBB) setiap 4-6 jam untuk mempertahankan kadar dalam darah yang
adekuat dan memberikan analgesia yang efektif. Dosis harian maksimum
asetaminofen tidak boleh melebihi 100 mg/kgBB. Asetaminofen dapat
dikombinasikan dengan kodein untuk kontrol yang lebih efektif terhadap
nyeri yang berat dan atau ketidaknyamanan. Asetaminofen dengan eliksir
kodein mengandung 120 mg asetaminofen dan 12 mg kodein per 5 ml.
Dosis lazim adalah 5 ml untuk anak usia 3-6 tahun, 10 ml untuk anak usia
7-12 tahun.
- Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs (NSAID). NSAID seperti ketorolak
terbukti efektif menguranginyeri pascaoperatif setelah bedah minor pada
anak. Ketorolak merupakan NSAID yang efektif. Pemberian awal segera
setelah induksi tampaknya memberikan analgesia pascaoperatif yang
optimal beberapa studi telah menunjukkan efek analgesik dan opioid-
sparing dari ketorolak, yang akan mengurangi insidens efek samping yang
berhubungan dengan opioid seperti depresi nafas, mual dan muntah.
Ketorolak, seperti NSAID lainnya, mempunyai beberapa efek samping,
seperti berkurangnya bone repair setelah osteotomi, bronkospasme, gagal
ginjal akut dan kemungkinan perdarahan yang lebih banyak akibat
perubahan fungsi trombosit. Beberapa studi terakhir melaporkan
peningkatan insiden perdarahanpascaoperatif pada pasien yang
mendapatkan ketorolak. Beberapa studi lainnya tidak menunjukkan
perdarahan yang meningkat ketika ketorolak diberikan pada akhir
prosedur. Studi lebih lanjut diperlukan untuk menentukan dosis optimal
dan rute pemberian ketorolak, juga dengan efektivitasnya sebagai
analgesik setelah prosedur pembedahan pada anak. NSAID yang lebih
baru diharapkan dapat segera tersedia yang akan menghambat reseptor
nyeri secara selektif dengan efek samping yang minimal.
- Analgesik Narkotik Poten. Ketika narkotik diindikasikan dalam periode
penyembuhan, diperlukan obat yang bersifat short-acting. Penggunaan
intravena membuat titrasi dosis yang lebih adekuat menghindari
penggunaan dosis standar berdasarkan berat badan yang akan
menyebabkan overdosis relatif. Jika remifentanyl digunakan intraoperatif,
perencanaan analgesia pascaoperatif harus dimulai sebelum pasien
terbangun. Fentanyl, sampai dosis 2,0 mcg/kg, merupakan obat pilihan
untuk penggunaan intravena. Meperidin (0,5 mg/kg) dan kodein (1,0-1,5
mg/kg) dapat digunakan secara intramuskuler jika kanula intravena belum
terpasang. Kodein yang diberikan secara intramuskuler dapat mengurangi
muntah dibandingkan opioid lain, terutama morfin.
- Analgesia Regional. Anestesia regional dapat dikombinasikan dengan
anestesia umum yang ringan untuk mengurangi nyeri pascaoperatif,
dengan kebutuhan opioid yang minimal atau tidak sama sekali. Tehnik
anestesi blok yang dilakukan sebelum pembedahan dimulai namun setelah
anak tertidur akan mengurangi kebutuhan obat anestesi umum selama
pembedahan yang akan menyebabkan stabilitas hemodinamik yang lebih
baik, penyembuhan yang lebih cepat, pemulangan lebih awal, kembalinya
nafsu makan yang lebih cepat dan mual/muntah yang berkurang. Tipe blok
yang secara aman dapat digunakan pada pasien jantung pediatrik dibatasi
oleh keterampilan dan minat anestesiolog. Tehnik yang dipilih harus
mudah dilakukan, mempunyai efek minimal pada tahanan pembuluh
pulmonal dan tidak mengganggu fungsi motorik. Infiltrasi sederhana pada
area operasi dengan anestesi lokal mengurangi nyeri pascaoperasi setelah
prosedur ekstraksi gigi dan lesi superfisial.
Blok Kaudal memberikan analgesia pascaoperatif yang sangat baik setelah
beberapa prosedur bedah dibawah persarafan setinggi vertebra thorakal 4.
Larutan bupivacain 0,25% dengan dosis 0,5-0,7 ml/kgBB tidak
menyebabkan paralisis motorik. Hipotensi akibat blok simpatik jarang
terjadi pada anak dibawah 6 tahun. Analgesia dengan tehnik ini akan
berlangsung selama 4-6 tahun. Pada dasarnya penanganan anestetik pada
anak dengan kelainan jantung kongenital dalam menjalani bedah baik
kardiak maupun non kardiak adalah sama. Pemahaman menyeluruh
mengenai anatomi dan fisiologi kelainan jantung pasien sebelum bedah
elektif sangat diperlukan. Evaluasi harus dilakukan cukup mendalam
dengan melakukan konsultasi tambahan jika diperlukan untuk
mengumpulkan informasi penting. Perencanaan preoperatif yang adekuat
dapat secara signifikan mengurangi resiko perioperatif disertai konsultasi
dengan kardiolog yang merawat pasien dengan kelainan jantung
kongenital akan sangat bermanfaat. Karena ahli bedah non jantung dapat
kurang memperhatikan keseimbangan homeostatik dari patofisiologi
jantung anak, penting bagi anestesiolog selama bedah non kardiak untuk
memahami patofisiologi permasalahan pada pasien. Selain itu mengingat
anestesiologi bertugas mempertahankan keseimbangan sirkulasi yang
rentan selama pembedahan, ketidakseimbangan sirkulasi yang rentan
selama pembedahan, pengenalan terhadap patofisiologi anak, persiapan
preoperatif, pemilihan monitor, induksi, rumatan, kegawat daruratan
anestesia dan rencana untuk periode pascaoperatif seharusnya dapat
menghindari timbulnya permasalahan dalam penanganan anestetik.

D. Perhatian anestesi pada pasien down syndrome

Down Syndrom adalah salah satu penyakit yang disebabkan kelainan pada
kromosom yang merupakan serat-serat khusus yang terdapat didalam setiap sel
didalam badan manusia. Serat-serat khusus ini terdapat bagan-bagan genetik yang
menentukan sifat-sifat seseorang. Down syndrom juga sering disebabkan oleh hasil
penyimpangan kromosom saat konsepsi.
Ciri utama kelainan struktur muka dan satu atau ketidakmampuan fisik dan
juga waktu hidup yang singkat. Bayi normal dilahirkan dengan jumlah 46 kromosom
(23 pasang) yaitu hanya sepasang kromosom 21 (2 kromosom 21). Sedangkan bayi
dengan Kelainan Down Syndrom terjadi disebabkan kelebihan kromosom 21 dimana
3 kromosom 21 menjadikan jumlah kesemua kromosom ialah 47 kromosom.

Penyebab Down Syndrom


Ibu hamil dengan usia diatas 35 tahun, mempunyai risiko yang lebih tinggi
melahirkan anak dengan kelainan Down Syndrom. Dan diketahui bahwa 95%
penderita down syndrom disebabkan oleh kelebihan kromosom 21, yang disebabkan
oleh non-dysjunction kromosom yang terlibat yaitu kromosom 21. Hal ini
menyebabkan proses pembagian sel secara mitosis pemisahan kromosom 21 tidak
berlaku dengan sempurna.
5 % penderita down syndrom disebabkan oleh mekanisma yang
dinamakan Translocation. Hal ini disebabkan pemindahan bahan genetik dari
kromosom 14 kepada kromosom 21. Bilangan kromosomnya normal yaitu 23 pasang
atau berjumlah 46 kromosom. Untuk penyebab yang kedua ini biasanya terjadi pada
bayi yang dilahirkan dari ibu-ibu dengan umur yang terlalu muda.

Ciri-ciri Down Syndrom


Adapun bayi atau anak-anak yang mempunyai kelainan Down Sindrom
mempunyai ciri-ciri fisik yang unik, diantaranya adalah:
• Ciri fisik pada kepala, muka dan leher : Mereka mempunyai muka yang mirip
dengan muka orang Mongol. Pangkal hidungnya lembek. Jarak 2 mata jauh dan
berlebihan kulit di sudut dalam. Ukuran mulut kecil sedangkan ukuran lidah yang
besar menyebabkan lidah selalu terjulur. Pertumbuhan gigi lambat dan tidak
teratur. Letak telinga lebih rendah, mempunyai bentuk kepala lebih kecil dan agak
lebar dari bagian depan ke belakang dan Lehernya agak pendek.
• Ciri fisik pada tangan dan lengan : Jari-jari penderita Down Sindrom biasanya
pendek dan jari kelingking membengkok ke dalam. Tapak tangan biasanya hanya
mempunyai satu garisan urat dinamakan "simian crease".
• Ciri fisik pada kaki: Kaki penderita Down Sindrom agak pendek dan jarak di
antara ibu jari kaki dan jari kaki kedua agak jauh terpisah.
• Sifat pada otot : penderita Down Sindrom mempunyai otot yang lemah, sehingga
menyebabkan kondisi tubuh lebih lemas dan menghadapi masalah dalam
perkembangan motorik yang kasar

Relevansi Sindrom down


• Jalan nafas : dengan lidah besar, tonsil atau adenoid yang besar, rahang sempit
dan laring yang sempit, leher pendek dan ketidakstabilan tulang belakang servikal,
sehingga intubasi dan penatalaksanaan jalan nafas dapat menjadi sulit. Bila
diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang foto tulang servikal sebelum
pembedahan
• Jantung : 40-60% disertai kelainan jantung kongenital. Masalah yang sering
mengikuti kelainan Down Sindrom jantung adalah jantung berlubang seperti
Ventricular Septal Defect (VSD). Dimana kondisi jantung yang berlubang
diantara bilik jantung kiri dan kanan atau Atrial Septal Defect (ASD) yaitu jantung
berlubang diantara atria kiri dan kanan. Masalah lain adalah termasuk salur
ateriosis yang berkekalan (Patent Ductus Ateriosis / PDA).
• Paru – paru : OSA, resiko hipertensi pulmonal pada left to right shunt
• Neuromuskular : gangguang pertumbuhan, hipotonia
TINJAUAN PUSTAKA

1. Baum and O’Flaherty. Anesthesia for Genetic, Metabolic, and Dysmorphic


Syndromes of Childhood, 2nd Edition. p 105-107, 2007
2. Morgan, GE, Mikhail, MS & Murray, MJ (editors): Anesthesia for Patients With
Cardiovascular Disease. In: Clinical Anesthesiology, third edition, McGrawHill
Companies, New York. 2002, p424- 5
3. Harrington JS. Shukla AC. Hickey PR. Anesthesia for Surgical Treatment of
Congenital Heart Disease: A Problem-Oriented Approach. Anesthesiology. Mc Graw
Hill Medical Companies. Inc. USA. 2008;52:1174-1212
4. Congenital Heart Defects (diunduh 2 Maret 2015). Tersedia dari: https://
www.heart.org/HEARTORG/Conditions/ CongenitalHeartDefects
5. Menghraj SJ. Anaesthetic consideration in children with congenital heart disease
undergoing non-cardiac surgery. Indian J Anaesth. 2012;56(5):491–5. 6. Anaesthetic
considerations for congenital heart disease patient (diunduh 2 Maret 2014) Tersedia
dari: https: //www. intechopen.com/download/pdf/ 30197.

Anda mungkin juga menyukai