Laporan Kasus Anestesi Pada Pediatri Dengan Kelainan Jantung Kongenital, Down Syndrome Menghadapi Operasi Non Jantung
Laporan Kasus Anestesi Pada Pediatri Dengan Kelainan Jantung Kongenital, Down Syndrome Menghadapi Operasi Non Jantung
2018
STATUS PASIEN
Anamnesis
Pasien dengan keluhan utama tampak mata terlihat keruh sejak lahir , kemudian
orangtua pasien membawa ke rumah sakit untuk diperiksakan. Didapatkan diagnosis
Dextra et Sinistra katarak kongenital.
Pemeriksaan kelainan kongenital lainnya yaitu kelainan katup jantung. Pasien
direncanakan aspirasi lensa. Selama hamil ibu pasien tidak pernah disertai infeksi atau
minum obat selain vitamin dan penambah darah yang diberikan saat kunjungan antenatal.
Ibu pasien tidak mempunyai riwayat Diabetes mellitus, hipertensi atau kelainan jantung.
Pasien lahir dari usia kehamilan aterm saat ibu berusia 36 tahun / BBL 3200 gram /
panjang 50 cm / spontan
Kelainan kongenital pada vertebra , anal atresia , tracheoesophageal fistule , renal ,
limb dalam tidak ditemukan. Riwayat alergi, asma, batuk pilek 2 minggu terakhir tidak
ada
Pemeriksaan Fisik
Berat 7.2kg , BMI 10 kg/m2, suhu 37.4 oC ; FLACC 0/10 cm
Sistem saraf : aktifitas , tonus , reflek baik
Respiratori
Frekuensi 30 x/m, vesikuler dikedua lapang paru, rhonki dan whezing tidak ada,
saturasi 99%. Foto thorax (pulmo tidak tampak kelainan , hyperaerated paru)
Kardiovaskuler
Nadi 92 x/m ; S1S2 reguler, tunggal , murmur (+) . Foto thorax : cor tidak
membesar
Echocardiografi : EDV 19 ml ; ESV 4 ml ; EF 76% ; SV 14 ml ; minimal
pericardial effusi ; normal LV sistolik function ; small PDA (L-R shunt), PFO ,
minimal cardial effusion , mild TR
Gastrointestinal
bising usus normal , distensi tidak ada
Hepatobilier
Hepar tidak teraba membesar , SGOT 33,30 U/L ; SGPT 24,90 U/L ; Albumin
4,9 g/dl
Urogenital
buang air kecil spontan ; BUN 11,00 mg/dl ; creatinin 0,6 mg/dl
Muskuloskeletal
flexi defleksi leher normal, mallampati sulit ditentukan , spina bifida tidak ada
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium darah 14.08.14:
WBC 8,71. 10’3/uL ; RBC 4,67.10’6/Ul ; HB 12.60 g/dl ; HCT 37,30 % ; PLT
298.10’3/uL ;
Faal hemostasis : BT 1’00’’; CT 09’00’’ ; PT 14.4(14.2) ; APTT 32.7(29.9) ; INR
1.23
GDS 107,00 mg/dl ; Natrium 135 mmol/ L ; Kalium 4,0 mmol/L
TSH 4.10 IU/ml (normal 0.25-5.00) ; FT4 1.22 ng/ml (normal 0.9-1.7)
b. Lapisan Jantung
• Endokardium : merupakan lapisan jantung yang paling dalam yang terdiri dari
jaringan endotel atau selaput lendir yang melapisi permukaan rongga jantung.
• Miokardium : merupakan lapisan inti dari jantung yang terdiri dari otot-otot jantung,
otot jantung ini membentuk ruangan yaitu :
o Otot atria yang terdapat di bagian kiri/kanan dan basis kordis yang membentuk
serambi atau aurikula kordis.
o Otot ventrikel yang membentuk bilik jantung dimulai dari cincin
atrioventrikuler sampai apeks jantung.
• Pericardium : lapisan jantung sebelah luar yang merupakan selaput pembungkus
terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan parietal dan visceral yang bertemu di pangkal
jantung membentuk kantung jantung. Diantara dua lapisan jantung ini terdapat lendir
sebagai pelicin untuk menjaga agar pergesekan antara pericardium pleura tidak
menimbulkan gangguan terhadap jantung
d. Ruang Jantung
• Atrium kanan dan Atrium kiri yang dipisahkan oleh septum Intratrial
Atrium kanan menerima darah de-oksigen dari tubuh melalui vena kava superior
(kepala dan tubuh bagian atas) dan inferior vena kava (kaki dan dada yang lebih
rendah). Simpul sinoatrial mengirimkan impuls yang menyebabkan jaringan otot
jantung dari atrium berkontraksi dengan cara yang terkoordinasi seperti gelombang.
Katup trikuspid yang memisahkan atrium kanan dari ventrikel kanan, akan terbuka
untuk membiarkan darah de-oksigen dikumpulkan di atrium kanan mengalir ke
ventrikel kanan. Atrium kiri menerima darah beroksigen dari paru-paru melalui vena
paru-paru. Sebagai kontraksi dipicu oleh node sinoatrial kemajuan melalui atrium,
darah melewati katup mitral ke ventrikel kiri.
• Ventrikel kanan dan Ventrikel kiri yang dipisahkan oleh septum Intervertikular.
Ventrikel kanan menerima darah de-oksigen sebagai kontrak atrium kanan. Katup
paru menuju ke arteri paru tertutup, memungkinkan untuk mengisi ventrikel dengan
darah. Setelah ventrikel penuh diikuti dengan kontraksi. Karena kontraksi ventrikel
kanan, katup trikuspid menutup dan katup paru terbuka. Penutupan katup trikuspid
mencegah darah ke atrium kanan dan pembukaan katup paru memungkinkan darah
mengalir ke arteri pulmonalis menuju paru-paru. Ventrikel kiri menerima darah yang
mengandung oksigen sebagai kontraksi atrium kiri. Darah melewati katup mitral ke
ventrikel kiri. Katup aorta menuju aorta tertutup, memungkinkan untuk pengisian
ventrikel kiri. Sebagai kontrak ventrikel kiri, menutup katup mitral dan katup aorta
terbuka. Penutupan katup mitral mencegah darah dari dukungan ke atrium kiri dan
pembukaan katup aorta memungkinkan darah mengalir ke aorta dan mengalir ke
seluruh tubuh.
e. Katup jantung
• Katup Trikuspid
Katup trikuspidalis berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan. Bila katup ini
terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan menuju ventrikel kanan. Katup
trikuspid berfungsi mencegah kembalinya aliran darah menuju atrium kanan dengan
cara menutup pada saat kontraksi ventrikel. Sesuai dengan namanya, katup trikuspid
terdiri dari 3 daun katup.
• Katup Pulmonal
Setelah katup trikuspid tertutup, darah akan mengalir dari dalam ventrikel kanan
melalui trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis bercabang menjadi arteri pulmonalis
kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan jaringan paru kanan dan kiri. Pada
pangkal trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri dari 3 daun katup
yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila ventrikel kanan
relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari ventrikel kanan menuju arteri
pulmonalis.
• Katup Bikuspid
Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri menuju
ventrikel kiri..Seperti katup trikuspid, katup bikuspid menutup pada saat kontraksi
ventrikel.Katup bikuspid terdiri dari dua daun katup.
• Katup Aorta
Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta. Katup ini akan
membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga darah akan mengalir
keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup pada saat ventrikel kiri relaksasi,
sehingga mencegah darah masuk kembali kedalam ventrikel kiri
h. Bunyi Jantung
• S1 (lub) terjadi saat penutupan katup AV karena vibrasi pada dinding ventrikel &
arteri; dimulai pada awal kontraksi/ sistol ventrikel ketika tekanan ventrikel melebihi
tekanan atrium.
• S2 (dup) terjadi saat penutupan katup semilunar; dimulai pd awal relaksasi/ diastol
ventrikel akibat tekanan ventrikel kiri & kanan lebih rendah dari tekanan di aorta &
arteri pulmonal.
• S3 disebabkan oleh vibrasi dinding ventrikel krn darah masuk ke ventrikel secara tiba-
tiba pada saat pembukaan AV, pada akhir pengisian cepat ventrikel. S3 sering
terdengar pada anak dengan dinding toraks yang tipis atau penderita gagal ventrikel.
• S4 terjadi akibat osilasi darah & rongga jantung yang ditimbulkan oleh kontraksi
atrium. Jarang terjadi pada individu normal.
• Murmur adalah kelainan bunyi jantung atau bunyi jantung tidak wajar yang berkaitan
dengan turbulensi aliran darah. Bunyi ini muncul karena defek pada katup seperti
penyempitan (stenosis) yang menghambat aliran darah ke depan, atau katup yang
tidak sesuai yang memungkinkan aliran balik darah
i. Persarafan jantung
Impuls eferen menjalar ke jantung melalui saraf simpatis dan parasimpatis
susunan saraf otonom. Pusat refleks kardioakselerator adalah sekelompok neuron
dalam medulla oblongata.Efek impuls neuron ini adalah untuk meningkatkan
frekuensi jantung.Impuls ini menjalar melalui serabut simpatis dalam saraf jantung
menuju jantung.Ujung serabut saraf mensekresi neropineprin, yang meningkatkan
frekuensi pengeluaran impuls dari nodus S-A, mengurangi waktu hantaran melalui
nodus A-V dan sistem Purkinje, dan meningkatkan eksitabilitas keseluruhan
jantung.Pusat refleks kardioinhibitor juga terdapat dalam medulla oblongata.Efek
impuls dari neuron ini adalah untuk mengurangi frekuensi jantung.Impuls ini menjalar
melalui serabut parasimpatis dalam saraf vagus.Ujung serabut saraf mensekresi
asetilkolin, yang mengurangi frekuensi pengeluaran impuls dari nodus S-A dan
memperpanjang waktu hantaran melalui nodus V-A.Frekuensi jantung dalam kurun
waktu tertentu ditentukan melalui keseimbangan impuls akselerator dan inhibitor dari
saraf simpatis dan parasimpatis.Impuls aferen (sensorik) yang menuju pusat kendali
jantung berasal dari reseptor, yang terletak di berbagai bagian dalam sistem
kardiovaskular.Presoreseptor dalam arteri karotis dan aorta sensitive terhadap
perubahan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah akan mengakibatkan suatu
refleks yang memperlambat frekuensi jantung.
j. Penurunan tekanan darah akan mengakibatkan suatu refleks yang menstimulasi
frekuensi jantung yang menjalar melalui pusat medular. Proreseptor dalam vena cava
sensitif terhadap penurunan tekanan darah. Jika tekanan darah menurun, akan terjadi
suatu refleks peningkatan frekuensi jantung untuk mempertahankan tekanan darah.
Pengaruh lain pada frekuensi jantung : Frekuensi jantung dipengaruhi oleh stimulasi
pada hampir semua saraf kutan, seperti reseptor untuk nyeri, panas, dingin, dan
sentuhan, atau oleh input emosional dari sistem saraf pusat. Fungsi jantung normal
bergantung pada keseimbangan elektrolit seperti kalsium, kalium, dan natrium yang
mempengaruhi frekuensi jantung jika kadarnya meningkat atau berkurang
Pada saat berdenyut, setiap ruang jantung relaksasi dan terisi darah (disebut
diastol). Selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah keluar dari ruang
jantung (disebut sistol). Kedua serambi mengendur dan berkontraksi secara
bersamaan, dan kedua bilik juga mengendur dan berkontraksi secara bersamaan.Darah
yang kehabisan oksigen dan mengandung banyak karbondioksida (darah kotor) dari
seluruh tubuh mengalir melalui dua vena berbesar (vena kava) menuju ke dalam
serambi kanan. Setelah atrium kanan terisi darah, dia akan mendorong darah ke dalam
bilik kanan. Darah dari bilik kanan akan dipompa melalui katup pulmoner ke dalam
arteri pulmonalis, menuju ke paru-paru. Darah akan mengalir melalui pembuluh yang
sangat kecil (kapiler) yang mengelilingi kantong udara di paru-paru, menyerap
oksigen dan melepaskan karbondioksida yang selanjutnya dihembuskan. Darah yang
kaya akan oksigen (darah bersih) mengalir di dalam vena pulmonalis menuju ke
serambi kiri. Peredaran darah di antara bagian kanan jantung, paru-paru dan atrium
kiri disebut sirkulasi pulmoner.
C. Anestesia untuk operasi non jantung pada pasien anak dengan kelainan jantung
kongenital
Faktor – faktor yang paling mempengaruhi pemilihan tehnik anestesia, obat –
obatan dan pengawasan pada pasien dengan kelainan jantung yang menjalani
pemebedahan non-kardiak adalah derajat penurunan fungsi jantung dan paru yang
disebabkan kelainan jantungkongenital dan tingkat prosedur pembedahan yang akan
dilakukan.
• Patofisiologi kelainan jantung kongenital
Buatlah klasifikasi sederhana dan efektif yang dapat dibuat berdasarkan
patofisiologi menjadi 3 kelompok
- Kelainan yang menyebabkan aliran darah paru meningkat akibat left-to-right
shunt (ventricular septal defect, atrial septal defect, patent ductus arteriosus,
endocardial cushion defect, anomalous origin of coronary arteries,
transpotition of the great arteriesa, anomalous pulmonary venous draignagea,
truncus arteriosusa, single ventriclea). Bila tidak dikoreksi kelainan ini akan
menyebabkan volume dan atau tekanan pada sirkulasi paru dan terjadi gagal
jantung kongestif
- Kelainan yang menyebabkan aliran darah paru berkurang akibat right-to-left
shunt (tetralogi falot, pulmonary atresia, tricuspid atresia, ebstein anomaly,
truncus arteriosusa, transposition of the great arteriesa, single ventriclea) hal
ini disebabkan ketidakmampuan relatif pertukaran oksigen darah lebih lanjut
dapat menyebabkan sianosis. Sianosis juga dapat terjadi akibat bercampurnya
aliran darah balik sistemik dan paru. Suatu fenomena yang dapat terjadi pada
pasien dengan ventrikel tunggal atau transposisi arteri besar
- Kelainan yang menghambat aliran darah (aortic stenosis, pulmonary stenosis,
coarctation of the aorta, asymmetric septal hypertrophy) Kelainan ini terjadi
akibat penurunan aliran darah bagian distal dari lesi obstruktif seiring dengan
dengan peningkatan beban jantung, dan pada beberapa kasus terjadi gagal
jantung kongestif
Pengetahuan kelainan jantung kongenital terletak pada konsekuensi fisiologi dari
pintas (shunting) atau obstruksi untuk mengetahui konsekuensi hemodinamik pada
kelainan jantung kongenital. Fisiologi pintas (shunting) atau obstruksi aliran darah
dijelaskan oleh rumus Q = P/R, aliran darah sesuai dengan perbedaan tekanan
dibagi tahanan terhadap aliran darah. Pengalihan aliran darah antara sirkulasi
sistemik dan paru dengan adanya defek yang menghubungkan keduanya
bergantung pada perbedaan tekanan antara kedua sirkulasi tersebut. Kualitas dan
arah pengalihan aliran dapat dipengaruhi lebih lanjut oleh obstruksi aliran keluar
pada salah satu sisi jantung.
• Penilaian Fungsional
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap penting untuk
mengevaluasi diagnosis penyakit jantung dan menilai implikasi potensialnya pada
penanganan anestetik. Pemeriksaannya adalah EKG, foto toraks, ECG dan
kateterisasi jantung. Merupakan langkah preanestetik tanpa mempertimbangkan
prosedur bedah yang direncanakan. Penilaian fungsional dapat digolongkan
menjadi
- Tidak ada penyakit jantung, meskipun ditemukan kelainan yang berhubungan
dengan jantung seperti bising jantung inosen
- Kelainan jantung dengan gejala atau kelainan fisik yang minimal (ASD/ VSD
ringan). Meskipun tidak ada tehnik khusus, pengawasan ketat terhadap
pemberian antiembolisasi dan antibiotik profilaksis harus dipertimbangkan.
- Kelainan jantung yang telah diketahui dan belum dikoreksi dengan gejala yang
signifikan (gagal jantung kongestif, sianosis atau obstruksi aliran keluar)
- Kelainan jantung yang telah diketahui yang telah menjalani pembedahan
paliatif.
- Kelainan jantung yang telah diketahui yang telah menjalani pembedahan
korektif
Hipoksemia sistemik terjadi akibat bercampurnya aliran darah balik
sistemik dan paru. klasifikasi sebagai kelainan dengan peningkatan atau
penurunan aliran darah paru bergantung dari ada tidaknya variasi anatomik pada
obstruksi aliran darah paru.
• Aspek pertimbangan tatalaksana anestesi
Oksigenasi
Hipoksemia terjadi akibat tercampurnya darah yang belum tersaturasi
(pintas sirkulasi pulmoner) dengan darah yang sudah tersaturasu dan distribusi
campuran darah ini ke sirkulasi sistemik dan jaringan perifer. Masalah ini
biasanya terjadi pada right-to-left shunts dan penurunan aliran darah paru,
sehingga tehnik anestesi yang meningkat right-to-left shunting dapat
memperburuk hipoksemia.
Disritmia
Disritmia terjadi akibat perubahan pembentukan atau konduksi impuls
jantung. Pada pasien dengan kelainan jantung kongenital, kelainan sistemik
konduksi – baik kongenital maupun didapat lebig lazim ditemukan dibandingkan
dengan kelainan pembentukan impuls. Etiologi gangguan sitem konduksi yang
menyebabkan disritmia adalah sebagai berikut.
a. Cedera yang terjadi saat pembedahan (dengan status pasca perbaikan VSD,
TGA, AV Canal, TOF atau fontan)
b. Kelainan anatomik atau fisiologik intrinsik
c. Kerusakan akibat hipoksia kronik atau stres hemodinamik
d. Kombinasi dari ketiganya
Gagal Jantung
Gagal jantung dapat terjadi akibat aritmia atau kelebihan cairan,
berdasarkan usia pasien gambaran klinis gagal jantung dapar sedikit berbeda. Pada
balita gejala dapat berupa kesulitan makan dan peningkatan berat badan. Pada
anak yang lebih besar gejala gagal jantung yang predominan termasuk berat badan
tidak meningkat, takikardia, takipneu, dispneu, intoleransi terhadap aktifitas fisik,
ekstremitas dingin, bunyi jantung gallop dan rales. Evaluasi pasien gagal jantung
dilakukan berdasarkan gejala klinis ECG, ngiografi radionuklida, kateterisasi
jantung dan analisa gas darah arteri dapat dipertimbangkan. Fungsi jantung harus
optimal sebelum dilakukan bedah elektif. ECG merupakan pemeriksaan
noninvasif yang berguna dalam memberikan informasi tentang ukuran ruang
jantung, fungsi katup, ada tidaknya shunt, kontraktilitas dan fraksi jantung
Pintasan (Sunting)
Defek yang menyebabkan terjadinya pengalihan (shunting) bersifat
non-restriktif jika tidak ada perbedaan tekanan antara kedua ruang yang
dipisahkan defek tersebut, dan bersifat restriktif juka tahanan yang signifikan pada
defek tersebut, sehingga menghasilkan gradien antara kedua ruang. Akibat yang
nyata dari shunting termasuk desaturasi arteri (right-to-left), embolisasi paradoks,
peningkatan sirkulasi paru dengan perubahan vaskuler (left-to-right), peningkatan
volume ventrikel kanan, dan perubahan ventilasi. Sindrom Eisenmenger terjadi
pada pasien dengan hipertensi pulmoner akibat left-to-rigt shunt yang
berkepanjangan, sehingga menyebabkan perubahan arah shunt, cor pulmonale dan
sianosis yang memburuk. Aliran dan tekanan darah paru yang berlebihan dapat
menyebabkan penyakit obstruksi pembuluh darah paru. Penanganan anestetik
pada pasien – pasien ini termasuk pencegahan hipovolemia dan penurunan
tahanan pembuluh pulmonal akibat dingin, asidosis, hiperkarbia, hipoksia dan
katekolamin.
Respirasi
Pasien dengan kelainan jantung kongenital selain akan lebih udah
mengalami kelainan anatomi jalan nafas, sistem respirasi juga dapat dipengaruhi
aliran darah paru yang abnormal. Peningkatan aliran darah paru dapat dipengaruhi
aliran darah paru abnormal. Peningkatan aliran darah paru dalam jangka waktu
yang lama dapat menyebabkan hipertensi pulmoner sampai tingkat yang setara
dengan tekanan sistemik, perubahan let-to-right shunt menjadi right-to-left shunt,
serta terjadi hipoksemia dan sianosis (sindrom eisenmenger). Bahkan pada pasien
dengan defek yang telah dikoreksi, hipertensi pulmoner dapat bersifat irreversible
dan menyebabkan peningkatan beban akhir ventrikel kanan. Selain itu
kemungkinan terdapatnya penyakit paru intrinsik seperti pneumonia dan penyakit
paru obstruksi kronik harus diperhatikan.
• Medikasi Preanestetik
Keputusan untuk menggunakan medikasi preanestetik termasuk juga
pemilihan obat – obatan didasarkan pada usia anak, status psikologis dan fungsi
kardiovaskuler. Tujuan premedikasi adalah untuk menghilangkan stres psikologis
dan kardiovaskuler sebelum dan selama induksi anestetik. Hal ini dapat
mengurangi stimulasi simpatis yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya
sianosis atau gagal jantung kongestif. Anak – anak dengan penyakit jantung
kongenital yang terkompensasi dapat menerima dosis standar yang biasa
digunakan (misalnya midazolam 0,5 mg/kg). Untuk mengurangi resiko episode
hipersianotik, premedikasi harus lebih diutamakan pada anak – anak sianotik
dibandingkan dengan non sianotik. Hal ini sangat bermanfaat jika anak tersebut
memiliki riwayat hipoksemia yang memburuk ketika mengalami stres psikologi.
Pengawasan ketat dan pemantauan saturasi oksigen dibutuhkan pada anak- anak
tersebut. Suplementasi oksigen harus tersedia untuk mempertahankan saturasi
oksigen pada tingkat meinimal jika dibutuhkan.
Profilaksis antibiotik. Endokarditis bakterial merupakan komplikasi berat
dari penyakit jantung kongenital namun jarang terjadi. Pasien yang menjalani
prosedur bedah yang melibatkan permukaan mukosa atau jaringan yang
terkontaminasi biasanya mengalami bakteremia transien. Bakteri yang
ditransmisikan lewat darah dapat menetap pada katup yang rusak atau abnormal
atau pada endotel di sekitar defek anatomik kongenital, yang menyebabkan
terjadinya endokarditis bakterial. Karena tidak mungkin untuk memperkirakan
pasien mana yang akan mengalami infeksi atau prosedur mana yang harus
bertanggung jawab, antibiotik profilaksis disarankan pada semua pasien yang
beresiko mengalami endokarditis karena telah mengalami prosedur yang
memudahkan terjadinya bakteremia oleh organisme yang biasanya menyebabkan
endokarditis. Pada pasien dengan prolaps katup mitral, profilaksis disarankan jika
terjadi regurgitasi mitral.
Kategori resiko tinggi pemberian antibiotik profilaksis pada : katup
jantung buatan, termasuk bioprostetik dan katup homograf, endokarditis jantung
kongenital sianotik kompleks (misalnya ventrikel tunggal), transposisi arteri besar,
tetralogi fallot, shunt/ conduit sistemik pulmonal yang telah dibedah rekonstruksi.
Sedangkan kategori resiko sedang terdapat pada malformasi jantung kongenital
lainnya, disfungsi katup yang didapat (penyakit jantung rematik), kardiomiopati
hipertropik, prolaps katup mitral dengan regurgitasi katup dan atau penebalan
daun katup. Kategori resiko rendah pada ASD sekunder terisolasi, ASD, VSD,
PDA yang telah dibedah reparasi (tanpa residu dalam 6 bulan), bedah pintas
koroner sebelumnya, prolaps katup mitral tanpa regurgitasi katup, bising jantung
fisiologik, fungsional atau inosen, penyakit kawasaki sebelumnya tanpa disfungsi
katup, demam rematik sebelumnya tanpa disfungsi katup, alat pacu jantung
(intravaskuler dan epikardial) dan defibrilator implan
Prosedur yang disarankan mendapatkan profilaksis endokarditis adalah :
ekstraksi gigi, prosedur periodontal, pemasangan implan gigi dan reimplantasi,
instrumen endodontik atau pembedahan sampai bagian apeks, pemasangan
fiber/strip antibiotik pada subgingiva, pemasangan awal kawat gigi, injeksi
anestetik lokal intraligamen, pembersihan gigi atau implan. Prosedur lainnya
adalah : tonsilektomi dan atau adenoidektomi, pembedahan yang melibatkan
mukosa pernafasan, bronkoskopi dengan bronkoskop yang kaku. Prosedur saluran
cerna yaitu pada skleroterapi untuk varises esofagus, dilatasi striktur esofagus,
endoscopic retrograde cholangiography dengan obstruksi bilier, pembedahan
saluran bilier, pembedahan yang melibatkan mukosa usus. Prosedur pembedahan
saluran kemih yaitu bedah prostat, sistoskopi, dilatasi uretra.
Down Syndrom adalah salah satu penyakit yang disebabkan kelainan pada
kromosom yang merupakan serat-serat khusus yang terdapat didalam setiap sel
didalam badan manusia. Serat-serat khusus ini terdapat bagan-bagan genetik yang
menentukan sifat-sifat seseorang. Down syndrom juga sering disebabkan oleh hasil
penyimpangan kromosom saat konsepsi.
Ciri utama kelainan struktur muka dan satu atau ketidakmampuan fisik dan
juga waktu hidup yang singkat. Bayi normal dilahirkan dengan jumlah 46 kromosom
(23 pasang) yaitu hanya sepasang kromosom 21 (2 kromosom 21). Sedangkan bayi
dengan Kelainan Down Syndrom terjadi disebabkan kelebihan kromosom 21 dimana
3 kromosom 21 menjadikan jumlah kesemua kromosom ialah 47 kromosom.