Tembakau sebagai salah satu produk komoditas perkebunan termasuk dalam kategori
barang kena cukai. Hal tersebut disebabkan tingginya konsumsi masyarakat atas
produk hasil tembakau di Indonesia dan adanya dampak negatif atas konsumai
tembakau bagi kesehatan masyarakat. Besamya tarif pungutan negara atas
tembakau pada tahun 2018 telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 1-46/PMK.01012017 tentang Tarif Cukal Hasll Tembakau.
Hasil pungutan negara atas tembakau dikelola dan dibukukan oleh Direktur
Jenderal Bea dan Cukai sebagal penerimaan cukai hasil tembakau. Penerimaan
atas cukai hasil tembakau telah berkontribusi besar dalam mendukung
pembiayaan pembangunan di Indonesia, dengan rata-rata hampir mencapai
Rp 150.000.000.000.000,00 (seratus lima puluh triliun rupiah) setiap tahunnya.
Tiap tahunnya, realisasi penerimaan cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia
disampaikan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai kepada Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan Berdasarkan Undang-undang Nomor 39 tahun 2007
tentang Perubahan Alas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai
sebesar 2% (dua persen) dari realisasi penerimaan tersebut dibagihasilkan dalam
bentuk Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBH CHT) kepeda provinsi penghasil
cukai hasil tembakau Merujuk kepada keberatan Provinsi Nusa Tenggara Barat
atas tldak dibagihasilkannya DBH CHT bagi provinsi penghasil tembakau
sebagaimana keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 54/PUU- Vl/2008. mulai
Tahun Anggaran 2010 DBH CHT telah diputuskan oleh Mahkamah Konstiusi Juga
dibagikan kepada provinsi penghasil tembakau.
Provinsi penerima DBH CHT terbagi menjadi tiga kategori, yaitu provinsi penghasil
cukai, provinsi penghasil tembakau, dan provinsi penghasil cukai dan tembakau.
Termasuk dalam kategori provinsi penghasil cukai adalah provinsi yang tercatat
telah berkontribusl menyumbang penerimaan cukai melalui pembelian pita
cukai dalam lingkup wilayah administrasinya. Provinsi penghasil tembakau
adalah provinsi yang tercatat telah menghasilkan produk daun tembakau
kering rata-rata selama tiga tahun terakhir. Sementara provinsi penghasil cukai dan
tembakau adalah provinsi yang tercatat ada penerimaan cukai dan produksi daun
tembakau kering dalam wilayah administrasinya.
Pada Tahun 2018 daerah provinsi penerima DBH CHT tercatat sebanyak 18 (delapan
belas) provinsi, yang terdiri dari 3 (tiga) provinsi peoghasil cukai 6 (enam) provinsi
penghasil tembakau. dan 9 (sembilan) Provinsi penghasil cukai dan tembakau.
Provinsi penghasil cukai tersebut terdiri dari provinsi Kepulauan Riau, provinsi
Kalimantan Barat, dan provinsi Kalimantan Tengah. Provinsi penghasil tembakau
meliputi Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera, Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan,
Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Sementara provinsi penghasil cukai dan tembakau terdiri dari Provinsi Sumatera
Utara. Provinsi Lampung, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi
Daerah lstimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat,
Provinsi Sulawesi Selatan, dan Provinsi Sulawesi Tengah. Status daerah penghasll
tersebut telah ditetapkan dalam Surat Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
DBH CHT sebagai bagian dan Transfer ke daerah dan Dana Desa disalurkan kepada
pemerintah daerah penghasil cukai dan tembakau, melalui pemindah bukuan
dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah provinsi.
kabupaten, dan kota. Mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
50/PMK 07/2017 sebagamana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 112/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke daerah dan Dana
Desa. Pemindah bukuan tersebut dilakukan secara triwulanan. dengan ketentuan
sebagal berikut :
1. Triwulan I paling lambat bulan Maret. sebesar 25% (dua puluh lima
persen) dari pagu alokasi.
2. Triwulan II pa!ing lambat trulan Junl, sebesar 25% (dua puluh lima
persen) dari pagu alokasi.
3. Triwulan Ill paling lambat bulan September, sebesar 30% (tiga puluh persen)
dan pagu alokasi.
4. Triwulan IV palmg lambat bulan Desember, sebesar selisih antara pagu
alokasl dengan Jumlah dana yang telah disalurkan pada Triwulan I,
Triwulan II, dan Triwulan III
Ketentuan terkait Dana Bagi Hasil Cukal Hasil Tembakau (DBH-CHT) awalnya diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.07/2016 tentang Penggunaan,
Pemantauan dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau. Pada akhir Tahun
2017, terbit Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222/PMK.07/2017 tentang
Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
yang merupakan perubahan atas PMK Nomor 28/PMK.07/2016. Perubahan ini
perlu dilakukan mengingat PMK Nomor 28/PMK.07/2016 belum mengakomodir
ketentuan pada Pasal 11 ayat (7) huruf a dan ayat (17) Undang-undang Nomor 15
Tahun 2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran
2018, yaitu penerimaan DBH-CHT dialokasikan untuk mendanai program dengan
prioritas pada bidang kesehatan untuk mendukung Program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN).
Sisa Dana DBH-CHT yang terdapat pada daerah wajib untuk dianggarkan kembali
seluruhnya dalam APBD Perubahan Tahun Anggaran berjalan dan/atau APBD
Tahun Anggaran berikutnya. Surat pernyataan penganggaran kembali sisa DBH
CHT disampaikan oleh Kepala Daerah kepada DJPK.
b. Fasilitasi kepemilikan hak atas kekayaan lntelektual bagi industri kecil dan
menengah;
Sebagai salah satu objek barang kena cukai ilegal, tembakau perlu diawasi
peredaran dan konsumsinya perlu dikendalikan. Hal ini tidak terlepas karena
konsumsi tembakau memberikan dampak negatif bagi masyarakat, khususnya
dampak bagi kualitas rokok sebagai produk kesehatan masyarakat sudah menjadi
berita umum bahwa konsumsi utama tembakau dapat mengganggu kondisi
Dalam rangka menangani dampak negatif dari konsumsi rokok, maka sesuai amanat
PMK Nomor 222/PMK.07/2017 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, DBH CHT diatur penggunaannya dan
diwajibkan sebesar 50% dan alokasi diprioritaskan untuk mendukung program
Jaminan Kesehatan Nasional dalam bentuk kegiatan di bidang kesehatan pada
program pembinaan lingkungan sosial. Kegiatan di bidang kesehatan dimaksud
tidak hanya berfokus pada penanggulangan dampak kesehatan akibat konsumsi
rokok, tetapi juga mencakup kegiatan pencegalan dan promotif untuk memberikan
edukasi kepada masyarakat akan pentingnya kesehatan sehingga meminimalisir
terjadinya penyakit akibat dampak kosumsi rokok. Kegiatan di bidang kesehatan
meliputi :
a. Ketenagakerjaan:
b. lnfrastruktur
c. Pemberdayaan ekonoml masyarakat; dan
d. Lingkungan hidup
Dalam peredaran rokok di masyarakat, rokok sebagai produk hasil tembakau yang
dikenakan cukai telah banyak ditemukan produk ilegal dengan ciri–ciri dilekati cukai
palsu, tidak dilekati pita cukai, dilekati pita cukai yang bukan haknya atau salah
personalisasi, dilekati pita cukai yang salah peruntukan, dan dilekati pita cukai bekas.
Oleh sebab itu, untuk meminimalisir peredaran rokok ilegal, diatur menggunakan DBH
CHT dalam PMK Nomor : 222/PMK.07/2017 Tentang Penggunaan, Pemantauan, Dan
Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau salah satunya untuk program
pemberantasan barang kena cukai ilegal
Tahun 2016 merupakan tahun Pertama kepemimpinan Bupati Bandung pada periode
2016-2021, dengan rencana kerja tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2016 – 2021. Periode ini merupakan tahap ketiga
dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Bandung
Tahun 2005 – 2025. Pada tahap ini perlu perhatian lebih, tidak hanya untuk
Isu utama yang dihadapi Kabupaten Bandung antara lain : Kualitas Sumber Daya
Manusia, Infrasrturtur wilayah dan tata tuang, Lingkungan Hidup, Masalah
Pendidikan, Kesehatan, Penataan Ruang dan Perencanaan Pembangunan,
Lingkungan Hidup, Ekonomi dan Ketahanan Pangan. Dalam menangani isu tersebut
diperlukan penguatan kepemimpinan yang didukung oleh segenap komponen
masyarakat dan penyelenggara pemerintahan.
Dengan mempertimbangkan isu yang ada, maka visi Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung, yang dituangkan dalam RPJMD tahun 2016 – 2021, yang hendak dicapai
adalah “Memantapkan Kabupaten Bandung yang Maju, Mandiri dan Berdaya
Saing, melalui Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Sinergi
Pembangunan Perdesaan, Berlandaskan Religius, Kultural dan
Berwawasan Lingkungan”. Visi ini dibuat untuk menentukan fokus dan arah gerak
Pemerintah Kabupaten Bandung dalam bekerja menuntaskan isu-isu yang ada dan
meminimalisasi potensi permasalahan di masa mendatang dengan harapan
Kabupaten Bandung dapat lebih berperan dalam perubahan yang terjadi di lingkup
regional, nasional maupun global. Perumusan dan penjelasan terhadap visi di
maksud, menghasilkan pokok-pokok visi yang diterjemahkan pengertiannya,
sebagaimana berikut :
Untuk mewujudkan tujuan dan sasaran dari setiap misi serta dijabarkan dengan
beberapa strategi dan arah kebijakan pembangunan lima tahun (2016 – 2021)
Kabupaten Bandung, nampak keterkaitan antara misi, tujuan, sasaran, strategi dan
arah kebijakan di masing – masing misi.
Adapun definisi pendidikan dalam hal ini yaitu mengacu pada Undang- Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dimana lingkup
pendidikan tidak hanya meliputi pendidikan formal, tetapi juga meliputi
pendidikan nonformal seperti pendidikan anak usia dini serta pendidikan informal
seperti kursus dan pelatihan.
1. Efisiensi jumlah siswa per rombel dengan mengacu pada Standar Pelayanan
Minimal;
2. Optimalisasi daya tampung pada sarana pendidikan agar sesuai dengan
standar pelayanan minimal;
3. Peningkatan penyediaan sarana ruang kelas bagi siswa dengan kapasitas
yang memadai;
4. Peningkatan pendirian sekolah menengah kejuruan berbasis vokasional
sesuai kebutuhan pasar tenaga kerja;
5. Pengembangan kawasan pendidikan terpadu;
6. Peningkatan sarana pendidikan berakreditasi A;
7. Perluasan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini yang dikelola oleh
masyarkat dan dunia usaha;
8. Peningkatan minat masyarakat untuk mengikuti dan pendidikan sekolah
dasar;
9. Peningkatan minat masyarakat untuk mengikuti dan pendidikan sekolah
menengah;
10. Pengurangan angka putus sekolah pada tingkat sekolah menengah
pertama/ sederajat;
11. Peningkatan minat masyarakat untuk mengikuti pendidikan sekolah
menengah;
12. Peningkatan minat masyarakat untuk melanjutkan pendidikan sekolah
menengah kejuruan berbasis vokasional;
13. Peningkatan penyediaan sarana pendidikan bagi masyarakat berkebutuhan
khusus;
14. Peningkatan pemberian beasiswa pendidikan bagi tenaga pendidik dan
kependidikan;
15. Penyelenggaraan pendidikan bahasan dan budaya sunda pada setiap
jenjang pendidikan (dasar dan menengah);
16. Peningkatan jumlah kebudayaan daerah yang dilestarikan;
17. Peningkatan atlet berprestasi di ajang PON dan PORDA;
18. Peningkatan ketersediaan fasilitas dan sarana olah raga bagi kelompok
disabilitas;
19. Peningkatan pembinaan kegiatan olahraga bagi aparatur;
20. Peningkatan ketersediaan fasilitas dan sarana olahraga pada fasilitas
pendidikan di setiap kecamatan;
pergerakan eksisting yang mengarah ke Bandung dan Cimahi sebagai kota inti
perlu ditanggulangi dengan segera. Konsep transportasi yang sesuai untuk
menanggulangi permasalahan tersebut adalah dengan menyediakan sarana
transportasi massal antarwilayah. Dengan mempertimbangkan hal tersebut,
kebijakan transportasi yang direncanakan di Kabupaten Bandung, antara lain:
c. Sektor Permukiman
Untuk sektor permukiman, arah kebijakan lebih ditekankan pada upaya yang
sejalan dengan strategi mengembangkan serta meningkatkan kualitas
kawasan permukiman. Beberapa arah kebijakan tersebut antara lain sebagai
berikut:
Untuk sektor listrik dan energi, kebijakan di arahkan pada upaya peningkatan
cakupan layanan jaringan listrik di setiap kecamatan
f. Sektor Tata Ruang
Penataan ruang merupakan komponen krusial yang penanganannya bersifat
mutlak diperlukan dalam menjamin keberlangsungan pembangunan. Pada
dasarnya pengembangan tata ruang di Kabupaten Bandung diarahkan pada
tiga komponen yang meliputi perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang
serta pengendalian pemanfaatan ruang. Sehubungan hal tersebut, maka arah
kebijakan dalam sektor tata ruang pun sejalan dengan upaya
penyelenggaraan ketiga komponen tersebut.
Selain dari pada itu, dalam rangka menyelenggarakan penataan ruang yang
komprehensif mempertimbangkan berbagai potensi dan tantangan,
penyelenggaraan tata ruang Kabupaten Bandung juga akan diarahkan pada
penyelenggaraan tata ruang yang terpadu dengan memperhatikan aspek
kebencanaan.
Terkait dengan aspek kebencanaan, mengacu pada hasil Kajian Lingkungan
hidup Strategis (KLHS) kabupaten Bandung, terdapat beberapa rekomendasi
c. Sektor Pariwisata
Sektor perdagangan/ jasa, industri dan agrobisnis, sektor lain yang
berkontribusi terhadap perkembangan ekonomi Kabupaten Bandung yaitu
sektor pariwisata. Untuk sektor pariwisata ini, arah kebijakan meliputi:
Mengacu pada hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk RPJMD
yang telah disusun oleh Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH)
Kabupaten Bandung, rekomendasi bentuk mitigasi terhadap lingkungan hidup
yang terkait dengan pencemaran udara antara lain: