Anda di halaman 1dari 8

\

Hemera Zoa I Majalah Ilmu Kehewanan Indonesia I Indonesian Journal of Veterinary Science & Medicine

Gambaran Histopatologi lnsang, Usus dan Otot Ikan Mujair (Oreochromis


mossambicus) yang Berasal dari Daerah Ciampea, Bogor

Histopathological Lesions of Gill, Intestines and Muscle Tissue of Mujair Fish (Oreochromis
mossambicus) from Ciampea, Bogor

B.P. Priosoeryanto 1)*, I. M. Ersal), R. Tiuria2) danS. U. Handayani 2)

Bagian Patologil), Bagian Parasitologi2), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor
*Korespondensi: E-mail: bpontjo@indo.net.id

Abstract
The aim of the present study is to describe th'! hisiopathological lesions of gill, intestines and
muscle tissu~ of MUjair fish from Ciampea, Bogor. Totally of 30 lvfujair fish randomly .wmpied
from 6 different fishpond<; in Ciampea, Bogor was used. The observed organs were process for
histopathology and stained by Hematoxylin and Eosin. Result of the study showed that there were
hyperplasia, fusion, oedema, epithelial necrose~ and metazoan parasitic infestation in gills lamella.
Degeneration and cells necroses were commonly found in the tissue muscle; while in the intestines
proliferation of goblet cells and c:ells necrosis were also common. Based on the result mention
above, we concluded that thete were several types of histopathological iesions on these three
observed organs of Oreochromis mossambicus fish and these lesions were due to infections of
microbes and parasite. Poor water quality seemed to play an important role in this case.

Keywords : Histopatologi, insang, kulit, mujair (Oreochromis mossambicus), usus

Pend~huluan mineral yang diperlukan oleh tubuh. Insang,


usus dan otot ikan mujair mempakan organ
Budidaya perairan salah sar. .mya adalah yang sering terpapar oleh agen dan bagian
budidaya ikan, baik diperairan air tawar, payau penting da1am hubungannya dengan penyakit.
maupun laut. Di tahun 1996, hampir 22 % Organ-organ ini dapat mengalami perubahan
produksi total ikan dunia dari 120 juta ton patologi yang dapat disebabkan oleh perubah2.n
berasal dari budi daya perairan. Data statistik fisik dan kimiawi pada air.
terakhir menyatakan bahwa 32% produksi total
ikan di dunia yang dikonsumsi manusia berasal Penyakit ikan merupakan salah satu masalah
oan budidaya perairan Bardach (1993). utama yang sering dihadapi o1eh pembudi daya
Pertambahan penduduk dunia meningkatkan ikan. Kerugian yang terjadi akibai penyakit
kebutuhan akan sumber protein hewani baik bukan hanya pada jumlah papulasi dan kualitas
yang berasal dari daging maupun ikan. Manfaat ikan saja, melainkan secara ekonomi sangat
ikac. semakin disadari sebagai pemacu merugikan bagi para pembudidaya ikan. Di
pertumbuhan tubl!h, peningkatan kemampuan Indonesia, pwduksi ikan melalui budi daya
otak manusia, mencegah penyakit kolestrol perairan, baik air tawar maupun air payau telah
/penyakit jantung, serta banyak manfaat lainnya memberikan kontribusi yang signiflkan kepada
bagi kesehatan manusia. Ikan mengandung perekonomian negara. Adanya penyakit ikan
protein sekitar 16-24%, lemak 0,2-2,2%; erat hubungannya dengan lingkungan dimana
karbohidrat, garam-garam mineral, dan vitamin ikan itu berada. Oleh karena itu dalam
(Susanto 1999). pencegahan dan pengobatan penyakit ikan,
selain dilakukan pengendalian terhadap
Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) sejak lingkungan juga perlu diketahui hal-hal yang
dahulu telah dikonsumsi manusia dan berkaitan dengan timbulnya penyakit ikan.
merupakan sumber protein, vitamin, dan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

Volume II Nomor 1. Desember 2010


t

Hemera Zoa I Majalah I/mu Kehewanan Indonesia I Indonesian Journal of Veterinary Science & Medicine

mengetahui gambaran histopatologi organ Bahan dan Metode


insang, usus dan otot ikan mujair (Oreochromis
mossambicus) yang ada di daerah Ciampea Sebanyak 30 ekor ikan mujair (Oreochromis
Bogor dan hasil studi ini berguna bagi upaya mossambicus) dengan berat ± 200 gram per ekor
pencegahan, pengobatan dan penanganan diambil secara acak dari 6 kolam ikan di daerah
kesehatan ikan secara umum dalam budidaya Ciainpea Bogor (Gambar 1).
ikan mujair.

Gamba:- 1. Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) (gambar kiri) dan s&lah satu kolam tempat
pengambilan.

Pengamatan Patologi ke dalam parafin yang dicetak menjadi blok-


blok parafin dalam wadah khusus berupa tissue
Setiap ikan di nekropsi dan diamati perubahan cassette/blok besi. Setelah parafin menjadi blok-
makroskopik (patolcgi anatominya) yang blok, maka selanjutnya spesimen dipotong
terjadi. Organ tubuh insan¥, otot dan usus dengan ketebalan 4-5 ll· Sediaan potongan-
dengan ukuran 0,5 - 1 em dimasukkan ke potongan jaringan diletakkan pada gelas obj~k
dalam lamtan fiksatif Netral Buffer Fom1alin yang telah ditetesi perekat. Kemudian disimpan
10% (BNF 10%). Selaf\iutnya diproses untuk di dalam inkubator selama 24 jam dengan suhu
dibuat sediaan histopatologi dengan pewamaan 56°C melekatkan jaringan pada gelas objek
Hematoksilin dan Eosin. secara sempuma. Preparat yang telah difiksasi
pada gelas objek diproses lebih lanjut dan
terakhir diwamai dengan Haematoxillin dan
Pembuatan Sediaan Histopatologi Eosin. Setelah tahap pewamaan selesai, maka
dilakukan perekatan (mounting) menggunakan
Spesimen organ (insang, usus dan otot) zat perekat permount dengan entelan, kemudian
dipotong dengan ukuran 1x 1em dengan ditutup dengan gelas penutup (cover glass).
ketebalan 2-3 mm dan diletakkan dalam Selanjutnya sediaan preparat siap diamati.
cassette. Selanjutnya dilakukan proses
dehidrasi, yaitu proses untuk menarik air dari Hasil dan Pembahasan
jaringan dengan merendam organ basil fiksasi
ke dalam larutan alkohol dengan konsentrasi
Hasil pengamatan secara histopatologi pada
b~rtingkat, yaitu mulai dari alkohol 70%,
berbagai organ ikan yang diperiksa
alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 95% dan
menunjukkan bahwa semua contoh ikan yang
alkohol absolut 100%. (Humason 1967). Tahap
berasal dari semua kolam yang diambil
selanjutnya adalah clearing, yaitu proses yang
memperlihatkan adanya perubahan histopatologi
dilakukan dengan cara merendam organ hasil
yang bervariasi mulai dari perubahan ringan
dehidrasi pada larutan xylol. Setelah dilakukan
sampai berat dan juga ditemukan adanya agen
proses clearing, maka dilakukan infiltrasi, yaitu
patogen baik bakterial maupun parasit. Secara
proses pengisian parafin ke dalam pori-pori
garis besar perubahan yang ditemukan disajikan
Jarmgan organ. Embedding (blocking)
pada Tabel 1.
merupakan proses penanaman spesimen organ

Volume II Nomor 1, Desember 2010


Heme11a Zoa I Majalah Ilmu Kehewanan Indonesia I Indonesian Journal of Veterinary Science & Medicine

• Tabell. Garis besar perubahan histopatologi yang ditemukan pada setiap organ ikan .
Organ (ekor)
Perubahan Hi5topatologi
In sang Otot Usus
Oedema 23 17 13
Deskuamasi 23 5
Hiperplasia 27 19
Teleangiektasis/Pembendungan 22 4 7
Proliferasi sel mukus 25 23
Pe~darahan 18 8 11
Degenerasi 8 12
Atropi 15 4
Nekwtik :L9 II 14
lnfeksi mikroba 13 7 9
Parasit Cacing 17 18
Parasit Protozoa 12 9

Perubahan pada Insang telangiektasis. Telangiektasis ditemukan di


ujung lamela atau pada dasar lamela sekunder
Perubahan yang ditemukan pada insang ikan dan menyebabkan ruptumya sel tiang.
Mujair adaiah teleangiektasis (Gambar 2). Adakalanya, 2 atau 3 lamela melebur (fusi), dan
Insang ikan rentan terhadap parasit, bakteri dan biasanya terjadi edema maupun deskuamasi
penyakit jamur serta sangat sensitif terhadap epitel. Telangiektasis (dilatasi lokal lamela
perubahan fisik dan kimiawi yang ada pada insang) telah dilaporkan terjadi akibat
media air. Menurut Robert (2001), suatu pemaparan NHJ, kerusakan mekanis, bahan
karakteristik perubahan patologis pada insang toksik, virus, bakteri, toksin bakteri, parasit dan
yang dihubungkan dengan trauma fisik atau dalam beberapa kasus defisiensi nutrisi (Plumb
kimia adalah kondisi yang dikenal sebagai 1994).

Gambar 2. Pada gambar kiri tampak adanya teleangiektasis Iamela sekunder (bintang), edema filamen yang
menyebabkan deskuamasi epitellamela (panah hitam), dan proliferasi sel mukus (panah putih). Pada gambar
kanan tampak adanya Clubbing atau fusi Iamela sekunder pada ujung filamen insang. Lamela memanjang
dan bengkok disertai adanya hemoragi. Pewamaan HE.

Perubahan patologis yang paling umum terjadi lebih rendah dan biasanya disertai peningkatan
pada insang adalah hiperplasia sel-sel lamela jumlah sel-sel mukus di dasar lamela dan
insang, yaitu peningkatan jumlah sel lamela. mengakibatkan fusi dari lamela. Hiperplasia
Hiperplasia terjadi pada tingkat iritasi yang juga mengakibatkan penebalan jaringan epitel di

Volume II Nomor 1, Desember 2010 3


Hemera Zoa I Majalah Ilmu Kehewanan Indonesia I Indonesian Jourr.al of Veterinary Science & Medicine

ujung filamen yang memperlihatkan bentuk dan peleburan (fusi) dari lamela akibat
seperti pemukul bisbol (clubbing distal) hiperplasia epitelium insang (Gambar 2). •
(Gambar 2) atau penebalan jaringan epitelium
yang terletak di dekat dasar lamela (basal Ada beberapa permasalahan yang dapat
hiperplasia). Hiperplasia ini dapat terjadi akibat mempcngaruhi struktur dan fungsi insang ikan
stimuli kimia dari polutan-polutan, infeksi Mi1jair yang disebabkan oleh cacing parasit.
parasit, bakteri, defisiensi 'l.sam pantotenat dan Moncgenea Dactylogyridaea dapat
bentuk pencemaran lingkungan yang lain, dikategorikan sebagai salah satu dari cacing
misalnya pH yang rendal1 (Feist 2002, Olurin et parasit yang sering mempengaruhi kulit dan
al, 2006). insang sehingga dapat menyebabkan iritao:;i dan
nekrosis insang menuju ke arah perusakan
Penyakit-penyakit insang yang disebabkan oleh pernafasan (Snieszko dan Axe lord 1971 ). Pada
defisiensi asam pantotenat dapat menyebabkan gambar 2 tampak adanya parasit yaitn
kondisi-kondisi patoiogis khu::ms, misalnya Monogenea Dacty!ogyridae. Dactylogyridae
pertum buhan yang buruk, hemoragi, kematian merupakan cacing parasit insang yang paling
yang tinggi, anemia, hiperplasia dari sel-sel umum ditemukan pada ikan air tawac khususnya
epitel insang, penebalan dan fusi lamela (Lasee ikan mnda (Ronald 1989). Pada ikan Mujair
2004). Penyakit akibat defisiensi asam perubahan histopatologi akibat cacing parasit
pantot~nat dapat meningkat menjadi penyakit Monogenea sebagian besar berupa hiperplasia,
bakteri jika defisiensi tersebut tidak dapat desquamasi lamela insang sekunder, kongesti
segera ditangani dan didukung oleh kondisi pembuluh darah yang disertai oleh peningkatan
lingkungan kurang baik. Pada kasus-kasus yang jumlah sel-sel radang~ sel-sel mukus dan
ekstrim, infeksi mengakibatkan proliferasi hemoragi(Gambar 2), hal ini juga sejalan
epitelium insang dan fusi filamen insang. Pada dengan penelitian kami terdahulu (Tiuria et al,
insang, kasus yang utama pada lamela, yaitu 2010).
"Clubbing" atau bentuk seperti pemukul bisbol

Gambar 3. Parasit Ivtonogenea (gambar kin) pada insang. Terjadi edema. Pada gambar kanan tampak
Myxospora plasmodia cii epitel antara lamela insang (panah hitam). Terjadi pula hemoragi, desquamasi
lamela, edema filamen dan hipertropi. Pewrnaan HE.

Myxospora merupakan parasit kulit dan insang di filamen insang. Pada insang infeksi tipe ini
yang paling umum menginvasi ikan air laut dan (Gambar 3, kemungkinannya disebabkan oleh
ikan air tawar. Banyak spesies dari myxospora protozoa Myxospora. Plasmodia berkembang di
telah teridentifikasi, tetapi hanya beberapa dalam epitel banyak lapis lamela insang, yaitu
spesies yang bersifat pathogen. Beberapa jenis diantara dua lamela yang bersebelahan.
myxospora pada umumnya membentuk Plasmodia mayoritas hanya menglSl ruang
plasmodia di dalam lamela insang dan lainnya interlamelar (Molnar 2002).

Volume II Nomor 1, Desember 2010


' Hemerd Zoa 1 Majalah 1/mu Kehewanan Indonesia !Indonesian Journal of Veterinary Science & Medicine

otot dapat berupa atropi (Gambar 4). Atropi


Perubahan pada Otot adalah suatu proses berkurangnya ukuran dari
suatu bagian tubuh atau organ karena
Perubahan-perubahan histopatologi yang pengurangan ukuran atau jumlah dari sel-sel
muncul pada otot ikan muJair, yaitu yang ada dan biasanya berlangsung lambat.
perubahan-perubahan yang melibatkan Atropi dapat disebabkan oleh kelaparan atau
pertumbuhan b~rlebihan, pertumbuhan tidak malnutrisi (pcnyebab paling umum),
sempurna, atau pola pertumbuhan abnormal kekurangan suplai darah yang cukup, atau
pada jaringan otot. Perubahan yang terjadi pada infeksi kronis (Plumb 1994).

Garnbar 4. Pada gambar kiri tampak atropi sel otot berwama lebih merah (panah hitam), n~krotik serabut
otot (bintang putih). Gam bar kanan menunjukkan adanya edema (bintang hitarn). Pewamaan HE.

Perubahan lain yang terjadi pada otot ikan virus, bakteri, dan penyakit parasitik. Kerusakan
Mujair adalah degenerasi. Degenerasi dapat mekanis atau penyakit dapat mempengaruhi
disebabkan oleh kekurangan dari bahan esensial ikan terhadap infeksi lebih lanjut, karena
(misalnya, oksigen atau asam panthotenat), edematus menyediakan suatu medium yang baik
kekurangan sumber energi yang mengganggu untuk pertumbuhan bakteri (Takashima dan
metabolisme, pemanasan mekanik, luka akibat Hibiya 1995).
listrik, akumulasi subtansi yang abnormal di
dalam sel-sel yang disebabkan oleh virus, Perubahan-perubahan patologis pada sel otot
bakteri, atau parasit atau oleh bahan-kimia yang ikan Mujair dapat juga disebabkan o1eh parasit
beracun, ketidakseimbangan nutrisi, dan zat-zat protozoa yang kemungkinannya adalah salah
iritan yang ringan (Hoole 2001 ). Perubahan satu parasit protozoa Microspora. Microspora
awal biasanya berupa migrasi nukleus, nekrosis merupakan satu-satunya protozoa yang
sarkoplasma, dan hemorgi atau edema yang memiliki spora Gram-positif dan parasit intrasel
terlokalisir yang disertai infiltrasi oleh yang banyak menginfeksi grup hewan,
makrofag. Dege!lerasi dapat berupa granuler, termasuk ikan air tawar yang dibudidayakan
hyalin, vakuola dan degenerasi lemak. (Gambar 5). Microspora muncul sebagai kista
individu atau ganda yang dapat membesar
Perubahan lain yang ditemukan pada otot adalah (dengan diameter sampai beberapa mm). Kista-
edema. Edema merupakan suatu akumulasi kista yang besar ini berisi spora-spora refraktil
cairan yang abnormal di dalam rongga tubuh disebut xenomas yang berukuran antara 1
atau di dalam ruang interstitial dari jaringan dan sampai 2 Jlm dan dapat menyebabkan
organ yang dapat mengakibatkan kebengkakan myoliquefaksi. Kista parasit dapat menginduksi
(Gambar 4 & 5). Edema pada otot ikan Mujair hipertropi sel yang terinfeksi Glugea spp, Lorna
dapat dihubungkan dengan bahan-bahan kimia, spp, Spraguea spp, dan Ichthyosporidium spp.

Volume II Nomor 1, Desember 2010


Hemera Zoa I Majalah llmu Kehewanan Indonesia I Indonesian Journal of Veterinary &ience & Medicine

atau tidak menyebabkan hipertropi sel yang sarkosit otot ikan Pleistophora spp. serta
terinfeksi Pleistophora spp. dan menginfeksi Heterosporis spp.

Gambar 5. Pada gambar kiri terlihat per•Jbahan edema pada otot berupa rongga antar serabut otot. Terlihat
pula adanya dislokasi nukleus dan endomisium pada serabu! otot akibat edema. Pada gambar kanan terlihat
jaringan otot yang terinfeksi Microspora. Multifokal sporocysts dan myoliquefaksi (panah) disertai dengan
perdarahan. Pewam<tan HE.

Perubahan pada Usus submukosa kadang-kadang mengikuti


degenerasi tersebut. Lesio ini dapat
Usus adalah salah satu organ yang sering menyebabkan saluran pencernaan berdilatasi,
terpapar oleh agea-e<gen penyakit. Perubahan epitelium mukosa menebal dan konstriksi lumen
patologis yang terjadi pada ikan Mujair, yaitu saluran pencernaan.
proliferasi sel goblet, hemoragi, dan atropi viii
usus. Pada kondisi pembudidayaan yang MMCs (Melano-makrofag centers) banyak
intensif, peluang untuk terinfeksi berat oleh ditemukan di dalam Janngan limfoid
parasit ada dan perubahan patologi usus ikan kebanyakan ikan, dan juga pada lesio-lesio
dapat terjadi sebagai contoh penyakit protozoa akibat peradangan (Gambar 6). Menurut Ellis
seperti koksidiosis. Pacta Gambar 6 (1982), melanin pada organ viscera dapat
kemungkinan merupakan protozoa koksidia. sebagai alat perlindungan dari kerusakan akibat
Organisme berkembang di dalam epitelium dan radikal bebas. Menurut Robert (2001), pada
adakalanya di dalam lamina propria. Parasit ini kondisi toksik akut yang disebabkan oleh toksin
menyebabkan atropi usus dan pengaruh bakteri, virus, parasit, zat kimia atau alga,
patologis terbatas pada kehancuran sel-sel mukosa usus dapat terangkat seluruhnya. Sel-sel
epitelia yang terinfeksi. Mukus dilepaskan dari epitel mukosa usus individu dapat menggulung
sel epitel, melindungi usus dalam bentuk seperti yang disertai penebalan kromatin dan
tabung dan berisi massa ookista (Molnar 1989). sitopiasma eosinofil yang dapat terjadi akibat
kelaparan dan kondisi kaheksia. Pada bentuk
Perubahan lain yang juga ditemukan berupa khusus lebih seperti apoptosis atcm pelepasan
atropi viii dan nekrosis dari sel epitelium mukosa ke dalam lumen, kadang-kadang
mukosa. Deskuamasi epitelium mukosa atau disertai hemoragi dan edema submukosa.
infiltrasi limfosit ke dalam lamina propria dan

Volume II Nomor 1, Desember 2010


..
Nemera ZJa 1 Majalah !lmu Kehewanan Indonesia I bulonesian Journal of Veterinary Science & Medicine

Gambac 6. Protozoa pada usus (panah hitam), aocysts bersporulasi pada ~pithelium, tampak terjadi pula
proliferasi set goblet (panah pui:ih) dan edcmCl. (gambar kiri). Limfoid folikel (bintang putih), MMC (panah
hitam) edema submucosa nekrosa dan atropi viii usus (gambar kanan). Pewamaan HE.

Ucapan Terima Kasih GeerTS dan Kamila S. 2005. Training Course


on Tilapia Seed Production. Mon Repos,
Penulis mengucapkan terima kasih kepada East Coast Demerara.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Kementerian Pendidikan Nasional, Republik Hibiya T dan Fumio T. 1995. An Atlas of Fish
Indonesia atas bantuan finansial yang diberikan Histology: Normal and Pathological
melalui Program Hibah Penelitian Dasar kepada Features. Edisi kedua. Japan. Kodansha
Risa Tiuria melalui kontrak No: Ltd.
012/SP2H/PP/DP2MIIIIi2007 tanggal 2 April
2007. Hoole D, D.Bucke, P. Burgess a..1d I. Wel!by.
2001. Diseases of Carp and other
Daftar Pustaka Cyp!'inid Fishes. Blackwell Science.
USA. 264p.
Bardach JE. 1993. Fish as Food and the Case for Humason LG. 1967. Animal Tissue Techniques.
Aquaculture. P 1. In John E. Bardach 2nd edition. W.H. Freeman Company.
(Eds.). Sustainable Aquaculture. John San Fransisco.
Wiley and Sons Inc. Canada.
Molnar K. 2002. Site preference of fish
Ellis AE. 1982. Differences Between The myxosporeans in the gill. Journal. Dis.
Immune Mechanism of Fish and Higher aquat. Org. 48: 197-207.
Vertebrates. In R. J. Roberts (Eds.).
Microbial Diseases of Fish. Society for Olurin KB, Olojo EAA, Mbaka GO and
General Microbiology. Chapter 5 Akindele AT. 2006. Histopathological
Crown. Copyright. responses of the gill and liver tissues of
Clarias gariepinus fingerlings to the
Feist S, Thain J dan Forlin C. 2003. Molecular herbicide, glyphosate, African Journal of
or cellular Process and The Health of Biotechnology. Academic Journals 5
The Individual. p 147-152. In A. J (24): 2480-2487.
Lawrence and K. L Hemingway (Eds.).
Effects of Pollution on Fish. Blackwell Plumb JA. 1994. Health Maintenance of
Publishing. UK. Cultured Fishes: Principal Microbial
Diseases. CRC Press Inc. USA. 254 p.

Volume II nomor 1, Desember 2010 7


Hemera Zva I Majaiah Jlmu Kehewanan Indonesia I Indonesian Journal of Veterinary Science & Medicine

Robert RJ. 2001. Fish Pathology. W. B. Susanto H. 1999. Budi Daya Ikan Di
Saunders, USA. Pekarangan. Jakarta: Penebar Swadaya.
R Tiuria, D. Susanto, I.M. Ersa, D.F. Pazra and
B. P. Prisoeryanto. 2010. Gill Goblet Snieszko SF and Axelrod. 1971. Diseases of
Cell Proliferation of Parasites Infestated- Fishes. T.F.H publications Inc. USA.
Fresh Water Fish From Bogor 77-81p.
Surrounding Area. Proceeding of 1st
Congress of South-East Asia Veterinary
School Association (SEAVSA). Bogor
July 20-22. p214- 215.

Volume II Nomor 1, Desember 2010

Anda mungkin juga menyukai