Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH PROMOSI KESEHATAN

‘NILAI DAN MODEL PROMOSI KESEHATAN’


DOSEN PEMBIMBING
SEKAR HANDAYANI

DISUSUN OLEH :
ARNIDA P07224119004
POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTRIAN KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa , karena berkat rahmat dan
perkenannya kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini berisikan tentang penyelesaian Model dan Nilai dalam Promosi
Kesehatan . makalah ini disusun dengan maksud memenuhi tugas mata kuliah Promosi
Kesehatan . adapun isi makalah ini disusun secara sistematis dan merupakan referensi
dari beberapa sumber yang menjadi acuan dalam penyusuan tugas.
Kami selaku penyusun tugas makalah ini sangat sadar bahwa masih jauh dari
kesempurnaan . oleh karena itu , kritik dan saran dari teman teman , dosen yang sangat
kami harapkan agar tugas berikutnya dapat lebih baik lagi.

Balikpapan, 20 Februari 2020

Penyusun

4
Daftar Isi
KATA PENGANTAR______________________________________________________2
Daftar Isi________________________________________________________________3
BAB I__________________________________________________________________4
PENDAHULUAN________________________________________________________4
1.1 Latar Belakang____________________________________________________4
1.2 Rumusan Masalah__________________________________________________5
1.3 Tujuan____________________________________________________________5
BAB II__________________________________________________________________6
PEMBAHASAN__________________________________________________________6
2.1 Model Promosi Kesehatan Health Belief Model______________________________6
2.2 Model Promosi Kesehatan Transteoritical Model__________________________9
2.3 model promosi kesehatan Social Cognitif Theory____________________________12
2.4 Model Promosi Kesehatan Stress dan Koping____________________________22
2.5 Model Promosi Kesehatan Dalam Praktek Promosi Kebidanan______________25
BAB III________________________________________________________________29
PENUTUP______________________________________________________________29
3.1 Kesimpulan______________________________________________________29
3.2 Saran____________________________________________________________30
Daftar Pustaka___________________________________________________________31

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah
upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan
pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan.Salah
satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan bangssa, yang berarti memenuhi
kebutuhan dasar manusia, yaitu pangan, sandang, pangan, pendidikan, kesehatan,
lapangan kerja dan ketenteraman hidup.

Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat


bagi setiap penduduk, jadi tanggung jawab untuk terwujudnya derajat kesehatan yang
optimal berada di tangan seluruh masyarakat Indonesia, pemerintah dan swasta bersama-
sama.Salah satu usaha pemerintah dalam menyadarkan masyarakat tentang hidup sehat
dan pelaksanaanya bagaimana cara hidup sehat adalah dengan cara melakukan
pendidikan kesehatan yang tidak hanya didapat dibangku sekolah tapi juga bisa dilakukan
dengan cara penyuluhan oleh tim medis. Yang biasa disebut dengan promosi kesehatan
ataupun penyuluhan kesehatan.

Bergesernya pendidikan kesehatan menjadi promosi kesehatan, tidak lepas dari


sejarah praktik pendidikan kesehatan pada masyarakat indonesia dan praktik kesehatan
masyarakat secara global. Praktik pendidikan kesehatan pada waktu lampau, sekurang
kurangnya pada tahun 1990 an, sangat menekankan pada perubahan prilaku masyarakat.
Para praktisi pendidikan kesehatan telah bekerja keras untuk memberi informasi melalaui
berbagai media dan teknologi pendidikan dan kepada masyarakat, dengan harapan
masyarakat mau melakukan hidup sehat sesuai yang diharapkan.

Peran promosi kesehatan sangat penting dalam memelihara dan meningkatkan


kesehatan dalam berbagai kegiatan program kesehatan. Karena kesehatan merupakan
totalitas dari faktor lingkungan prilaku, pelayanan kesehatan, dan faktor lingkungan.
Lingkungan merupakan faktor terbesar, selain langsung mempengaruhi kesehatan dan
mempengaruhi prilaku, begitu juga sebaliknya, prilkau juga mempengaruhi lingkungan
dan faktor yang lain. Dapat diartikan bahwa prilaku merupakan faktor terbesar ke dua
setelah faktor lingkungan yang memepengaruhi kesehtan individu, kelompok, dan
masyarakat. Oleh sebab itu, sebagai upaya dalam rangka membina dan meningkatkan
kesehatan masyarakat, pemerintah membuat intervensi natau upaya untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat agar tujuan yang telah ditetapkan dalam visi pembangunan dapat
tercapai secara optimal.

6
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud model promosi kesehatan Health Belief Model?
2. Apa yang dimaksud model promosi kesehatan Transteoritical Model?
3. Apa yang dimaksud model promosi kesehatan Social Cognitif Theory?
4. Apa yang dimaksud model promosi kesehatan Stress dan Koping?
5. Apa yang dimaksud model promosi kesehatan dalam praktek promosi Kebidanan?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui model promosi kesehatan Health Belief Model
2. Mengetahui model promosi kesehatan Transteoritical Model
3. Mengetahui model promosi kesehatan Social Cognitif Theory
4. Mengetahui model promosi kesehatan Stress dan Koping
5. Mengetahui model promosi kesehatan dalam praktek promosi Kebidanan

7
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Model Promosi Kesehatan Health Belief Model

1. Pengertian
Health Belief Model adalah perubahan prilaku kesehatan dan model psikologis
dikembangkan oleh M. Rosenstock pada tahun 1966 untuk mempelajari dan
mempromosikan peningkatan pelayanan kesehatan. Model ini ditindaklanjuti oleh Becker
dan rekan pada 1970-an dan 1980-an. Teori Health Belief Model didasarkan pada
pemahaman bahwa seseorang akan mengambil tindakan yang akan berhubungan dengan
kesehatan. Teori ini dituangkan dalam lima segi pemikiran dalam diri individu, yang
mempengaruhi upaya yang ada dalam diri individu untuk menentukan apa yang baik bagi
dirinya, yaitu perceived susceptibility (kerentanan yang dirasakan/ diketahui), perceived
severity (bahaya/ kesakitan yang dirasakan), perceived benefit of action (manfaat yang
dirasakan dari tindakan yang diambil), perceived barrier to action (hambatan yang
dirasakan akan tindakan yang diambil), cues to action (isyarat untuk melakukan
tindakan). Hal tersebut dilakukan dengan tujuan self efficacy atau upaya diri sendiri
untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya.

2. Konsep dalam Health Belief Model:

1. Perceived Susceptibility (persepsi kerentanan)


Sebuah pemikiran (keyakinan) mengenai perubahan atau kerentanan karena kondisi
yang akan dialami. Penerapan: menjelaskan bahwa populasi (masyarakat) memiliki
resiko, tingkat resiko bisa tinggi, sedang, atau rendah berdasarkan kepada kecenderungan
perilaku tidak sehat, meningkatkan persepsi kerentanan (Perceived susceptibility) jika
memang masyarakat memiliki keyakinan atau presepsi yang rendah.

2. Perceived Severity (persepsi keparahan/kegawatan)


Sebuah pemikiran (keyakinan) tentang bagaimana seriusnya sebuah kondisi.
Penerepan: akibat yang sepesifik dari resiko dan kondisi tersebut.

3. Perceived Benefit (persepsi keuntungan/manfaat)


Sebuah pemikiran (keyakinan) mengenai keberhasilan dari pelaksanaan sebuah
tindakan (anjuran) untuk mengurangi resiko atau dampak serius. Penerapan: Menjelaskan
mengenai bagaimana tindakan yang harus dilakukan, bagaimana caranya, dimana, dan
kapan tindakan itu dilakuakan. Klarifikasi manfaat/keuntungan yang didapatkan apakah
sesuai dengan yang diharapkan.

8
4. Perceived Barrier (persepsi hambatan/halangan)
Sebuah pemikiran (keyakianan) mengenai harga atau nilai yang harus dibayar saat
menjalankan anjuran (faktor penghalang). Penerapan: Indentifikasi berbagai faktor
penghambat dan kurangi berbagai faktor penghambat melalui upaya penentraman ,
pemberian dorongan, dan bimbingan.

5. Cues to action (isyarat tindakan)


Strategi untuk mengaktifkan kesiagaan (kesiapan). Penerapan: Berikan informasi,
dukung kesadaran, dan pengingatan agar lebih cenderung untuk menerima anjuran.

6. Self efficacy (kemajuran/keberhasilan diri)


Kepercayaan diri mengenai kemampuan untuk melakukan tindakan. Penerapan:
Berikan pelatihan, panduan dalam melakukan tindakan.

3 faktor penting dalam Health Belief Model, yaitu :

1. Kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu penyakit
atau memperkecil risiko kesehatan.
2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku.
3. Perilaku itu sendiri.

Ketiga faktor di atas dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi tentang


kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil kerentanan
terhadap penyakit, adanya kepercayaan bahwa perubahan perilaku dapat memberikan
keuntungan, penilaian individu terhadap perubahan yang ditawarkan, interaksi dengan
petugas kesehatan yang merekomendasikan perubahan perilaku, dan pengalaman
mencoba perilaku yang serupa.

4 Aspek-aspek pokok perilaku kesehatan menurut Rosenstock:


a) Ancaman
• Persepsi tentang kerentanan diri terhadap penyakit (atau kesediaan menerima diagnosa
penyakit).
• Persepsi tentang keparahan penyakit / kondisi kesehatannya.

b) b) Harapan
• Persepsi tentang keuntungan suatu tindakan
• Persepsi tentang hambatan-hambatan untuk melakukan tindakan itu.

c) c) Pencetus tindakan:
• Media (media masa seperti Televisi, radio, dll)
• Pengaruh orang lain

9
• Hal-hal yang mengingatkan (reminders)

d) Faktor-faktor Sosio-demografi
•pendidikan,umur,jeniskelamin/gender,sukubangsa

e) Penilaian diri (Persepsi tentang kesanggupan diri untuk melakukan tindakan itu)
Ancaman suatu penyakit dipersepsikan secara berbeda oleh setiap individu. Contoh:
kanker. Ada yang takut tertular penyakit itu, tapi ada juga yang menganggap penyakit itu
tidak begitu parah, ataupun individu itu merasa tidak akan tertular olehnya karena
diantara anggota keluarganya tidak ada riwayat penyakit kanker. Keputusan untuk
mengambil tindakan/upaya penanggulangan atau pencegahan penyakit itu tergantung dari
persepsi individu tentang keuntungan dari tindakan tersebut baginya, besar/kecilnya
hambatan untuk melaksanakan tindakan itu serta pandangan individu tentang kemampuan
diri sendiri. Persepsi tentang ancaman penyakit dan upaya penanggulangannya
dipengaruhi oleh latar belakang sosio-demografi si individu. Untuk menguatkan
keputusan bertindak, diperlukan faktor pencetus (berita dari media, ajakan orang yang
dikenal atau ada yang mengingatkan). Jika faktor pencetus itu cukup kuat dan individu
merasa siap, barulah individu itu benar-benar melaksanakan tindakan yang dianjurkan
guna menanggulangi atau mencegah penyakit tersebut.

5. Model Kepercayaan kesehatan oleh Becker (1974, 1979) :


1. Percaya bahwa mereka rentan terhadap masalah kesehatan tertentu
Bagaimana menyadarkan masyarakat tersebut bilamana dirinya dapat mengalami
diare setiap saat. Oleh karena adanya lingkungan dengan sanitasi yang buruk dan perilaku
yang buruk terhadap kesehatan, seperti cakupan jamban yang rendah serta sumber air
bersih yang dikonsumsi berpotensi tercemar oleh kuman. Tidak adanya WC
memungkinkan adanya lalat sebagai vektor penyebab terjadinya penularan ke manusia
yang sehat lainnya. Sumber air yang digunakan dari sumur pinggir sungai/menggali
lubang pasir di pinggir sungai sangat membahayakan bilamana ada penderita cholera
yang BAB disungai tersebut.

2. Menganggap masalah ini serius


Terjadinya diare bukan saja dapat menyebabkan kesakitan tetapi juga bahaya
kematian. Terutama akibat dehidasi berat oleh diare. Penyakit ini setiap tahunnya
merupakan pembunuh no 1 atau no 2 di Indonesia.

3. Meyakini efektifitas tujuan pengobatan dan pencegahan


Model pengobatan dini dapat mencegah ke tahapan diare berat dengan dehidasi
hebat, sehingga tidak perlu dirujuk ke RS. Pencegahan merupakan upaya terbaik dan
murah melalui kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat terutama sumber air yang steril,
penggunaan WC dan kebiasaan cuci tangan dengan sabun. Dimaksudkan memutuskan

10
penularan penyakit diare.
4. Tidak mahal
Biaya yang tidak mahal karena hanya dengan merubah kebiasaan buruk
dimasyarakat. Jika dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk
kesembuhan ditambah dengan hilangnya produktifitas (waktu kerja).

5. Menerima anjuran untuk mengambil tindakan kesehatan


Melaksanakan anjuran oleh petugas kesehatan merupakan tujuan dari perubahan
perilaku.

2.2 Model Promosi Kesehatan Transteoritical Model

1. Pengertian
Suatu model yang teoritis tentang perilaku ubah, yang telah (menjadi) basis untuk
mengembangkan intervensi yang efektif untuk mempromosikan perubahan perilaku
kesehatan. Transtheoretical Model ( Prochaska & Diclemente, 1983; Prochaska,
DiClemente, & Norcross, 1992; Prochaska & Velicer, 1997) adalah suatu model yang
integratif tentang perubahan perilaku. Kunci membangun dari teori lainnya terintegrasi.
Model menguraikan bagaimana orang-orang memodifikasi suatu perilaku masalah atau
memperoleh suatu perilaku yang positif. Pengaturan yang pusat membangun dari model
adalah Langkah-langkah perubahan. Model juga meliputi satu rangkaian variabel yang
mandiri, proses merubah perilaku, dan satu rangkaian hasil mengukur, termasuk
Decisional Balance dan timbangan Temptation. Processes from Change adalah sepuluh
aktivitas perilaku dan teori yang memudahkan perubahan. Model ini akan diuraikan di
detil yang lebih besar di bawah.

2. Proses Transtheoretical Model


Kemunduran terjadi ketika individu berbalik ke suatu lebih awal langkah perubahan.
Berbuat tidak baik lagi adalah satu format dari kemunduran, menyertakan kemunduran
dari Maintenance atau Action [bagi/kepada] suatu langkah yang lebih awal.
Bagaimanapun, orang-orang dapat mundur dari langkah apapun pada suatu langkah yang
lebih awal. Berita yang tidak baik adalah itu berbuat tidak baik lagi menuju ke sebagai
aturan ketika tindakan dikira kebanyakan permasalahan perilaku kesehatan. Berita
gembira adalah itu untuk merokok dan latihan hanya sekitar 15% dari orang-orang
mundu di semua jalan langkah Precontemplation. Mayoritas yang luas mundur ke
Preparation atau Contemplating.

1. Precontemplation
Langkah dimana orang-orang tidak mempunyai niat untuk bertindak dimasa depan
yang dapat diduga pada umunya 6 bulan ke depan. Orang-orang yang mungkin termasuk
di langkah ini adalah mereka yang tidak diberitahu tentang konsekuensi dari perilaku
mereka. Mereka bersifat menentang atau tanpa motivasi atau mempersiapkan promosi
kesehatan.
Untuk individu seperti ini program promosi kesehatan tradisional sering tidak dirancang
sesuai dengan keputusan mereka.

11
Pada tahap precontamplation menuju ke contamplation melalui proses :
Peningkatan kesadaran : memberikan informasi.
Dramatic relief : adanya reaksi seara emosional
Environmental reevaluation : mempertimbangkan pandangan ke lingkungan.

2. Contemplation / Perenuangan.
Orang-orang berniat untuk merubah ke 6 bulan berikutnya. Mereka sadar akan pro
menguvbah perilaku tetapi juga sangat sadar akan memberdayakan. Tahapan ini
menyeimbangkan anatara biaya dan keuntungan untuk menghasilkjan 2 sifat bertentangan
yang dapat menyimpan dalam periode lama.
Belum membuat keputusan yang tepat suatu reaksi. Pada tahap contemplation ke
preparation melalui proses : Self-reevaluation : penilaian kembali pada diri sendiri

3. Preparation / Persiapan.
Langkah dimana orang-orang berniat untuk mulai bertindak di masa mendatang.
Secara khas mereka mengambil keputusan penting dari masa yang lalu. Individu ini
mempunyai suatu rencana kegiatan seperti sambungan suatu kelas pendidikan kesehatan,
bertemu dengan dokter mereka, membeli suatu buku bantuan diri atau bersandar pada
suatu perubahan.
Pada tahap preparation ke action melalui proses : self liberation

4. Action/ Tindakan
Langkah dimana orang sudah memodifikasi spesifik antara pikiran dengan perilaku.
Banyaknya anggapan tindakan sama dengan perilaku. Namun dalam model ini perilaku
tidak menghitung semua tindakan. Langkah action adalah juga langkah dimana
kewaspadaan melawan terhadap berbuat tidak baik lagi adalah kritis.
Mulai aktif berperilaku yang baru.

Pada tahap action ke maintenance melalui proses :


1. Contingency management : adanya penghargaan, bisa berupa punishment juga.
Helping relationship : adanya dorongan / dukungan dari orang lain untuk mengubah
perilaku.
2. Counter conditioning : alternatif lain dari suatu perilaku.
3. Stimulus control : aadanya control pengacu untuk merubah perilaku.

5. Maintenance / Pemeliharaan
Dimana orang-orang sedang aktif untuk mencegah berbuat tidak baik lagi tetapi
mereka tidak menggunakan proses perubahan sering seperti halnya orang-orang dalam
perang. Suatu langkah yang mana diperkirakan untuk terakhir. Ketika hasil dari
maintenance positif / dapat mengubah perilaku yang lebih baik maka akan terjadi
termination / perhentian.
Ketika setelah maintenance terjadi relaps maka bisa kembali pada tahap contemplation-
preparation-action-maintence. Tidak lagi kembali ke Precontemplation, karena sudah ada
kesadaran / niat.

12
Transtheoretical Model mengusulkan satu set membangun format itu adalah suatu
ruang hasil multivariate dan meliputi ukuran yang adalah sensitif untuk maju di seluruh
langkah-langkah. Ini membangun meliputi yang pro dan kontra dari Decisional Balance
Scale, Temptation atau Self-efficacy, dan perilaku target. Suatu lebih terperinci presentasi
dari aspek/pengarah ini pada model disajikan di tempat lain ( Velicer, Prochaska, Rossi,
& Diclemente, 1996).

Decisional Balance. Decisional Balance membangun cerminan individu yang


menimbang dari baik buruknya dari mengubah. Berasal dari model Mann’s dan Janis dari
pengambilan keputusan ( Janis dan Mann, 1985) itu mencakup empat kategori dari pro
( laba yang sebagai penolong/musik untuk persetujuan dan orang lain dan diri untuk yang
lain dan diri sendiri). Empat kategori dari memperdayakan adalah biaya-biaya sebagai
penolong/musik ke penolakan dan yang lain dan diri dari yang lain dan diri.
Bagaimanapun, suatu test yang empiris dari model mengakibatkan suatu banyak struktur
yang lebih sederhana. Hanya dua faktor, yang pro dan contra, ditemukan ( Velicer,
DiClemente, Prochaska, & Brandenberg, 1985). Dalam suatu merindukan rangkaian dari
studi ( Prochaska, et al. 1994), sebanyak ini; sekian struktur yang lebih sederhana telah
selalu ditemukan.

Self-Efficacy membangun menghadirkan keyakinan situasi yang spesifik yang orang-


orang mempunyai bahwa mereka dapat mengatasi situasi yang resiko-tinggi tanpa
relapsing kepada kebiasaan tak sehat atau yang resiko-tinggi mereka. Situational
Temptation Measure ( Diclemente, 1981, 1986; Velicer, DiClemente, Rossi, & Prochaska,
1990) cerminkan intensitas dari himbauan untuk terlibat dalam suatu perilaku yang
spesifik ketika di tengah-tengah situasi yang sulit. Itu ada di efek, sebaliknya dari
kemajuan diri dan yang sama satuan materi dapat digunakan untuk kedua-duanya ukuran,
menggunakan format tanggapan yang berbeda. Situational Self-efficacy Measure tidak
cerminkan keyakinan dari individu untuk terlibat dalam suatu perilaku yang spesifik ke
seberang satu rangkaian situasi yang sulit.

Keduanya ukuran Temptation dan Self-efficacy mempunyai yang sama struktur


( Velicer et al., 1990). Di riset mereka secara khas temukan tiga faktor yang
mencerminkan paling umum jenis mencoba situasi: hal negatif mempengaruhi atau
kesusahan emosional, situasi sosial yang positif, dan permohonan. Ukuran
Temptation/Self-efficacy adalah terutama sekali sensitif pada perubahan yang dilibatkan
sedang dalam proses di langkah-langkah yang kemudiannya adalah meramal yang baik
dari berbuat tidak baik lagi.

2.3 model promosi kesehatan Social Cognitif Theory

1. Pengertian
Teori kognitif sosial merupakan salah satu teori perilaku kesehatan yang
dikembangkan oleh Albert Bandura pada tahun 1963, tidak saja memperhatikan faktor
individual tetapi juga memperhatikan faktor sosial dan lingkungan. Menurut Bandura,
perilaku seseorang dapat dijelaskan melalui hubungan tiga faktor yang satu sama lainnya

13
saling menentukan (triadic reciprocity). Prinsip dasar dari teori ini adalah adanya
pengaruh timbal balik (reciprocal determinism) pada tiga faktor yang ada, yaitu individu,
lingkungan dan perilaku. Teori ini mencoba menggambarkan antara faktor pribadi,
lingkungan dan perilaku mempunyai interaksi yang bersifat dinamis dan
berkesinambungan dan juga bersifat timbal balik, dimana perubahan pada satu faktor
akan mempengaruhi perubahan pada dua faktor lainnya.
Bandura menguraikan bahwa individu atau pribadi memiliki suatu kemampuan
dasar manusiawi yang bersifat kognitif. Suatu pribadi akan memiliki karakteristik
tertentu, antara lain aspek emosi, kemampuan bertindak, keyakinan, harapan, mengatur
diri, kemampuan belajar, dan lain-lain. Sedangkan faktor lingkungan juga memiliki
karakteristik tersendiri, seperti misalnya karakteristik fisik, sosial, budaya, politis.

2. Konsep Teori Sosial Kognitif


Michel (1973) dan Bandura (1977b, 1986) merumuskan sejumlah konsep teori sosial
kognitif yang penting pada pemahaman dan intervensi dalam perilaku kesehatan.

1. Reciprocal Determinism
Pada teori sosial kognitif, perilaku bersifat dinamis. Tergantung pada aspek
lingkungan dan manusia dimana semuanya saling mempengaruhi satu sama lain. Interaksi
ini berlanjut antara karakteristik manusia, perilaku manusia dan lingkungan dimana
perilaku ditunjukkan yang disebut pengaruh timbal balik (reciprocal determinism).
Perilaku ini bukanlah hasil sederhana dari lingkungan dan manusia dimana lingkungan
bukanlah hasil sederhana dari manusia dan perilaku. Bahkan, tiga komponen ini
berinteraksi secara terus menerus. Sebuah perubahan pada satu komponen akan berakibat
pada komponen lainnya (Bandura, 1978, 1986). Reciprocal determinism menjadi bagian
dari prinsip atau postulate dari teori sosial kognitif.dan tidak diajukan untuk tes empiris.

2. Lingkungan dan Situasi


Istilah lingkungan berkenaan dengan sebuah gagasan objektif dari semua faktor yang
dapat mempengaruhi perilaku seseorang tetapi merupakan faktor eksternal. Contoh dari
lingkungan sosial termasuk anggota keluarga, teman, rekan di tempat kerja atau di ruang
kelas. Lingkungan fisik termasuk diantaranya ukuran ruangan, temperature sekitar atau
tersedianya makanan tertentu. Istilah situasi berhubungan dengan kognitif atau mewakili
keadaan mental dari lingkungan (seperti kenyataan, penyimpangan atau faktor imajinasi)
yang mungkin mempengaruhi perilaku seseorang. Situasi ini merupakan tanggapan

14
seseorang terhadap lingkungan dan termasuk juga tempat, waktu, ciri fisik, aktivitas,
partisipan dan peran dirinya sendiri dalam situasi. Korespondensi dari konsep ini
terhadap gagasan Lewin semasa hidupnya (1942-1951) atau ide microsystem
Bronvenbrenner (1977). Lingkungan dan situasi memberikan suatu kerangka ekologis
untuk pemahaman perilaku (Parraga 1990).

Di satu sisi, lingkungan dapat mempengaruhi perilaku tanpa disadari manusia (Moos,
1976). Sebagai contoh, jika buah-buahan dan sayur-sayuran segar banyak disukai
disediakan dalam lingkungan anak-anak, anak-anak mungkin akan belajar memasukkan
makanan itu pada menu sehari-harinya. Bagaimanapun, ketika seseorang tidak sadar
memiliki kesempatan penting dalam lingkungan, pengaruh lingkungan terhadap perilaku
akan terbatas secara korespondensi. Di sisi lain, keadaan ini memandu dan membatasi
pikiran serta perilaku. Sebagai contoh, keadaan sosial dan keadaan fisik dapat
memberikan isyarat mengenai jenis perilaku yang tepat (Rotter, 1955).

Karakteristik lingkungan biasanya merupakan hasil dari interaksi perilaku dan personal
antar manusia. Pola kebiasaan interaksi antara anggota keluarga merupakan sebuah aspek
dari lingkungan: emergeni family characteristics (Barranowski, 1996). Sebagai contoh,
ketika kebiasaan interaksi keluarga diidentifikasikan sebagai konflik, jika dan bagaimana
anggota keluarga mencari informasi atau bantuan dari orang lain akan berubah secara
konstan dari interaksi sebagai bentuk dukungan. Dalam konsep ini, perilaku merupakan
sebuah fungsi dari lingkungan yang anggota keluarga saling berbagi serta perilaku dan
karakteristik personal mereka dimana semua fungsi berada diantara lingkungan yang luas.
Oleh karena itu, pola makan anak-anak terhadap makanan tertentu merupakan bagian dari
hasil pilihan anak-anak terhadap makanan tersebut (Domel dkk, 1993b), makanan yang
tersedia dirumah dan cepat disajikan oleh orang tua (Iannotti, O’Brien, dan Spillman,
1994).

Lingkungan telah menjadi sesuatu yang penting dalam perubahan perilaku sehat.
Kebijakan negara dan di tempat kerja mengenai larangan merokok telah ditingkatkan
dalam hal pencegahan dan penghentian penggunaan rokok (Biener, Abrams, Follick, dan
Dean, 1989). Tidak tersedianya makanan yang seharusnya ada dalam rumah membatasi
peningkatan konsumsi mereka (Kirby dkk, 1995). Modifikasi makanan pada kantin
sekolah meningkatkan konsumsi murid terhadap daging rendah kalori (Simons-Morton
dkk, 1991). Tabel 1 mengidentifikasikan kategori umum dari lingkungan, kemungkinan

15
besar karakteristik fisik dan sosial mereka, dan kategori penggambaran kesiapan dari
pengaruh dalam perilaku sehat. Organisasi dan karakteristik suasana keluarga merupakan
komponen-komponen yang kontekstual yang layak dimana pengaruh lain dapat
mempengaruhi perilaku.

3. Observational Learning
Lingkungan merupakan bagian yang penting dalam teori sosial kognitif karena
menyediakan models untuk perilaku. Seseorang dapat belajar dari orang lain tidak hanya
dari menerima penguatan dari mereka tetapi juga pengamatan mereka. Observational
learning terpikir ketika seseorang menyaksikan tindakan orang lain dan kekuatan yang
diterima seseorang. Proses ini juga disebut penghargaan pada diri sendiri (vicarious
reward) atau pengalaman diri sendiri (vicarious experience) (Bandura, 1972, 1986).

Observational learning merupakan pendekatan yang lebih efisien daripada operant


learning untuk mempelajari perilaku yang kompleks. Pada pendekatan operant, seseorang
harus memperlihatkan sebuah perilaku yang dikuatkan setelahnya. Melalui proses
percobaan dan kesalahan, seseorang melanjutkan untuk memperlihatkan perilakunya
yang mendekati sesuatu yang diinginkannya. Percobaan dan kesalahan adalah proses
yang tidak efisien. Dalam observational learning, pengamat tidak perlu melalui proses
yang membutuhkan waktu dan dalam keadaan yang tidak tentu. Bahkan, pelajar
menemukan aturan yang mencatat perilaku lainnya dengan pengamatan dan kekuatan
yang diterima pada perilaku mereka. Seseorang belajar dengan tepat dari pengamatan
perilaku kesuksesan dan kesalahan orang lain. Banyak tipe dari perilaku yang dapat
dipelajari selama observational learning (Bandura dan Walters, 1963; Bandura, 1972,
1986). Proses pencatatan ini untuk mengetahui pola perilaku umu yang dimiliki anggota
keluarga. Anak-anak mengamati orang tua mereka ketika mereka makan, merokok,
minum dan menggunakan sabuk pengaman, dan mereka melihat berbagai jenis
penghargaan atau hukuman yang diberikan orang tua untuk aktivitas ini. Beberapa anak-
anak mengamati anak-anak lain yang merokok di sekolah dan hukuman yang diterima
perokok. Jika perokok mendapat respon dimana peneliti menyadari hukuman (dukungan
dari teman sebaya atau gambaran yang diinginkan), pengamat menjadi lebih suka untuk
merokok.

4. Behavioral Capability

16
Perilaku sangat kompleks dan dapat dilihat dari banyak level (Frederiksen, Martin,
dan Webster, 1979), dari pemilihan makanan, memakan makanan yang spesifik,
mengambil sejumlah makanan ke dalam mulut, sebagai contoh pendidik kesehatan harus
menentukan dengan jelas perilaku target. Konsep behavioral capability menegaskan
bahwa jika seseorang memperlihatkan satu perilaku khusus, dia harus tahu apakah
perilaku ini (pengetahuan dari perilaku) dan bagaimana memperlihatkannya
(keterampilan). Konsep behavioral capability membolehkan perbedaan antara belajar dan
penampilan karena sebuah tugas dapat dipelajari tidak ditampilkan, sebaliknya
menunjukkan pembelajaran. Behavioral capability merupakan hasil dari latihan individu,
kemampuan kapasitas intelektual, dan gaya pembelajaran. Teknik kemampuan disebut
mastery learning yang memberikan pengetahuan kognitif dari apa yang ditampilkan,
latihan untuk menampilkan suatu aktivitasnya dan umpan balik untuk mendapatkan
penampilan yang baik sampai dengan orang tersebut menampilkan perilaku pada tingkat
yang dapat diterima (Block, 1971).

5. Reinforcement
Reinforcement merupakan konsep utama dalam bentuk operant dari teori
pembelajaran. Positif reinforcement atau penghargaan merupakaan respon perlaku
seseorang yang meningkatkan kemungkinan dimana perilaku akan berulang. Dalam teori
operant tradisional reinforcement bekerja dengan cara mekanisme yang tidak dikenal
untuk mempengaruhi perilaku. Sebagai contoh, pemberian masukan yang positif (“Nice
job!”) akan meningkatkan kemungkinan seseorang akan mengulangi perilaku yang baik,
khususnya jika seseorang menilai opini komentator. Negatif reinforcement juga
meningkatkan kemungkinan suatu perilaku tetapi melalui penarikan kembali stimulus
negatif perilaku yang diingkan ditampilkan. Sebagai contoh, merokok merupakan
penguatan negatif karena inhalasi nikotin memindahkan efek negatif (depresi,
kegelisahan dan kemarahan), dan permohonan. Hukuman dapat mengurangi
kemungkinan suatu perilaku akan ditampilkan dalam situasi dimana seseorang berharap
menerima hukuman tetapi tidak dalam situasi yang lain. latihan diantara anak-anak
obesitas akan meningkat dengan adanya perilaku penguat aktif pada perilaku sebelumnya
(Epstein, Saelens, dan O’Brien, 1995).
Teori sosial kognitif terbagi dalam tiga tipe reinforcement, yaitu: penguat secara
langsung (direct reinforcement, seperti dalam kondisi operan), penguatan yang dialami
orang lain (vicarious reinforcement, seperti dalam observational learning), dan penguatan
dari dalam diri sendiri (seperti dalam self-control). Selanjutnya, teori sosial kognitif

17
membagi jenis-jenis reinforcement ke dalam reinforcement eksternal (atau ekstrinsik) dan
reinforcement internal (atau intrinsik) (Lepper dan Green, 1978). Reinforcement eksternal
adalah kejadian dari suatu peristiwa atau tindakan yang diketahui untuk memiliki nilai
reinforcement yang dapat diramalkan. Reinforcement internal adalah pengalamanan
pribadi seseorang atau persepsi dimana suatu peristiwa memiliki beberapa nilai.
Reinforcement internal mencatat untuk perilaku yang tidak diperkuat secara eksternal
atau bahkan negatif diperkuat secara eksternal. Sebagai contoh, seseorang memilih untuk
mengembalikan uang kembalian $10 yang salah diterimanya, karena ini merupakan
sesuatu tindakan yang benar, meskipun $10 ini dapat memenuhi beberapa keinginan
pribadi, reinforcement eksternal. Program pendidikan yang pada hakekatnya memperkuat
hasil di beberapa pembelajaran, ingatan, dan perhatian dalam pokok permasalahan
(Lepper dan Cordova, 1992). Partisipan yang melaporkan bahwa jika motivasi intrinsik
lebih tinggi daripada ekstrinsik maka kemungkinan besar akan lebih mudah menjauhi
rokok (Curry, Wagner, dan Grothaus, 1990).

Perbedaan antara mekanisme hukuman terutama sekali penting dalam suatu istilah
yang dikenal dengan overjustification effect. Jika seseorang diberikan hukuman untuk
tugas yang menarik secara intrinsik, dia mungkin akan mengetahui bahwa tugas tersebut
menjadi kurang menarik secara intrinsik di kemudian hari (Lepper dan Green, 1978).
Oleh sebab itu, jika seseorang yang biasanya menyukai jogging dibayar untuk jogging
selama seminggu, dia mungkin akan menyadari bahwa jogging menjadi tidak sama
menyenangkannya lagi seperti sebelum pembayaran diberikan. Penelitian menunjukkan
bahwa beberapa paksaan eksternal membebankan pada perilaku yang mungkin
mengurangi tingkat motivasi internal (Lepper dan Green, 1978). Pelaksanan dapat
menggunakan hukuman eksternal untuk perilaku yang merupakan bagian dari program
perubahan perilaku, sebagai contoh memelihara makanan sehari-hari dimana dapat
dihentikan di akhir program sementara mereka menegaskan hukuman intrinsik dari
perilaku berubah sengan sendirinya (Perry, 1988).

6. Outcome Expectation
Outcome expectation adalah aspek perilaku yang sudah ada lebih dulu dimana
Bandura menyebutnya perilaku antecedent determinants. Seseorang belajar bahwa
kejadian-kejadian tertentu kemungkinan besar menimbulkan respon pada perilakunya
dalam kondisi tertentu dan kemudian berharap terjadi ketika keadaan tersebut muncul
lagi. Untuk perilaku yang tidak termasuk dalam kebiasaan, orang-orang mengantisipasi

18
beberapa aspek dari keadaan dimana kemungkinan perilaku dilakukan, berkembang, dan
pengujian strategi yang berhubungan dengan keadaan dan antisipasi apa yang akan
mungkin terjadi sebagai hasil dari perilaku mereka pada keadaan tersebut. Pada keadaan
seperti itu, orang-orang mengembangkan ekspektasinya mengenai keadaan dan
ekspektasi untuk hasil dari perilaku mereka sebelum mereka benar-benar mengalami
keadaan tersebut. Pada kasus yang paling banyak, perilaku yang sudah ada lebih dulu
mengurangi kegelisahan mereka dan meningkatkan kemapuan mereka untuk
mengendalikan situasi.
Ekspektasi dipelajari dalam empat cara:
- Pengalaman sebelumnya dalam situasi yang hampir sama (performing
attainment)
- Observasi lain dalam situasi yang hampir sama (vicarious experience)
- Mendengar situasi yang hampir sama dari orang lain atau kepercayaan
sosial
- Respon emosional atau psikologi perilaku (physiological arousal)

Pencegahan merokok pada remaja memberikan contoh bagaimana ekspektasi


dapat berkembang dan berubah. Secara umum, remaja belajar menduga-duga dari iklan,
kawan orang yang lebih tua darinya, atau mencontoh dari peranan orang dewasa bahwa
merokok dapat menjadi menyenangkan atau pengalaman yang menarik atau dia dapat
mencapai kedewasaan atau bahkan penampilan yang lebih menarik dengan merokok.
Pendekatan ini telah berhasil dalam menangulangi bahaya merokok (Flay, 1985). Hal ini
berhasil karena konsekuensi sosial negatif (akibat negatif ekspektasi) untuk remaja yang
lebih muda, hal ini telah berubah.

7. Outcome Expectancies
Outcome expectancies (disebut incentives oleh Bandura, 1997b, 1996) berbeda
dengan harapan (expectation) dimana ekspetasi (expectancies) merupakan nilai dimana
seseorang bertempat pada hasil tertentu. Ekspetasi memiliki besaran, nilai kuantitatif bisa
positif atau negatif dan biasanya mewakili dalam suatu rangkaian dari -1 sampai +1.
Ekspektasi mempengaruhi perilaku menurut pada prinsip hedonic, yaitu jika semua
barang adalah sama, seseorang akan memilih untuk melakukan aktivitas yang maksimum
hasilnya positif atau minimal hasilnya negatif. Mischel (1973) mengusulkan bahwa
ekspektasi menjelaskan kondisi klasik. Sebagai contoh, ketika mengajar kemampuan
mengurangi berat badan pada orang dewasa yang kelebihan berat badan, salah satunya

19
mungkin dibutuhkan untuk menolong orang tersebut menggantikan hasil positif dari
komsumsi makanan dengan hasil yang negatif.
Harapan positif seseorang akan bisa menafsirkan secepatnya dalam beberapa
proyek membentuk perubahan dalam perilaku sehat, agar dapat mengidentifikasi
motivator untuk perilaku tersebut. Beberapa peneliti telah mengobservasi, sebagai contoh
, seseorang akan lebih menyukai untuk menyewa dalam kativitas fisik untuk
menghasilkan keuntungan yang sementara (menjadi lebih baik, kompetitif dengan teman
dalam tennis) dibandingan dengan menghasilkan penambahan dalam jangka panjang
(sebagai contoh, menghindar dari serangan jantung selama 30 tahun dari sekarang).
McAlister (1980) menunjukkan bahwa program pencegahan merokok bagi remaja lebih
berhasil jika mereka mengemukakan efek negatif dari rokok secara serta merta, seperti
sulit bernapas dibandingan dengan efek jangka panjang, seperti kesaitan dan kematian
akibat kanker dan penyakit hati. Oleh sebab itu, penekanan secara serta merta akan lebih
mempengaruhi terhadap perilaku dibandingkan dengan penekanan dalam jangka yang
lama.

8. Self-Efficacy
Self-efficacy adalah keyakinan seseorang dalam melakukan suatu kegiatan
tertentu, termasuk keyakinan dalam mengatasi masalah saat melakukan tindakan.
Bandura mengemukakan bahwa self-efficacy adalah prasyarat yang paling penting dalam
perubahan perilaku karena hal ini mempengaruhi seberapa besar usaha yang dilakukan
dalam suatu tugas dan pada tingkat berapa suatu tindakan dapat dicapai (Erwart, Taylor,
Reese, dan Debusk, 1983). Self-efficacy merupakan suatu peramal utama dalam
pemilihan makanan sehat antara anak-anak kelas 3 dan 4 (Parcel dan lain-lain, 1995).

Tehnik observasional dan interactive learning dapat digunakan dalam


memperkenalkan dan mempromosikan setiap rangkaian perilaku target (Badura, 1986).
Pengulangan tindakan dalam suatu tugas tunggal membangun self-efficacy seseorang
dengan terjadinya perubahan tindakan ekspetasi seseorang. Sebagai contoh, ahli
kesehatan yang melatih penderita diabetes untuk melakukan sendiri injeksi insulin. Proses
penginjeksian insulin terbagi dalam sejumlah tahapan-tahapan kecil dimana setiap
individu dapat belajar secara berulang-ulang (contohnya, mengisi suntikan dengan jumlah
insulin yang tepat, memastikan bahwa semua alat steril, melihat bahwa tidak ada
gelembung yang masuk ke dalam suntikan, dan memastikan bahwa cairan tepat pada
tanda dalam suntikan). Kemudahan setiap tahapan dan keikutsertaan individu dalam

20
berlatih pada setiap tahapan secara terpisah disertai beberapa pengulangan tindakan,
memungkinkan mereka untuk membentuk self-efficacy hampir di setiap tahapan. Ketika
seseorang memiliki keyakinan di setiap tahapan, mereka akan menempatkan setiap
tahapan secara bersama-sama dan membangun self-efficacy hampir di seluruh kegiatan.
Pengukuran self-efficacy harus lebih spesifik pada perilaku target serta dalam
menghadapi masalah yang berdasarkan pada pemahaman dan kemampuan target
pendengar dan anggota pendengar (Maibach dan Murphy, 1995).

9. Self-Control of Performance
Istilah performance berkenaan tentang perilaku manusia yang berfokus pada
pencapaian sebuah tujuan. Salah satu tujuan dari pendidikan kesehatan adalah
mengarahkan tindakan perilaku sehat agar dapat dikendalikan oleh individu. Bandura
(1991) mengemukakan bahwa sistem self-control memiliki beberapa komponen
subfungsi.
Subfungsi ini mencakup:
- Pemantauan terhadap salah satu perilaku yang dimiliki dan faktor-faktor
yang mempengaruhi serta efeknya
- Perbandingan perilaku dan hasilnya terhadap standar pribadi, khususnya
tujuan-tujuan pribadi
- Penghargaan diri sendiri, khususnya kecenderungan reaksi diri sendiri

Self-efficacy memiliki peranan penting dalam self-control dimana mempengaruhi


pemilihan seseorang dalam perubahan perilaku secara luas dan kebiasaannya membentuk
keyakinan dalam aturannya sendiri. Pengaturan dalam standar suatu tindakan atau tujuan,
kemungkinan merupakan faktor yang paling penting. Self-control dapat meningkat
dengan memfokuskannya dalam suatu jenis perilaku yang spesifik. Dalam program
pengaturan berat badan, sebagai contoh, seseorang yang ingin mengurangi makanan yang
manis-manis akan menunjukkan hasil observasi yang samar-samar karena ada
kemungkinan seseorang dalam program tersebut menjadi bingung mengenai tujuan
sesungguhnya atau hanya ada sedikit perubahan tetapi tidak menjadi pengurangan berat
badan. Seseorang dapat mengurangi makanan yang manis-manis dengan melakukan
program makan kue 8 buah dibandingan dengan memakan 11 kue sehari.

10. Management of Emosianal Arousal


Bandura (1977b) mengakui bahwa timbulnya emosi yang berlebih menghambat

21
pembelajaran dan penampilan, dan dia mengusulkan stimulus tertentu memberikan
peningkatan pada pemikiran ketakutan yang berlebih (stimulus-outcome-expectancies).
Pikiran takut yang berlebih ini mengakibatkan timbulnya emosi dan perilaku bertahan
yang cepat. Perilaku bertahan berhubungan secara efektif dengan stimulus, sehigga
adanya penurunan rasa ketakutan, kegelisahan, permusuhan, atau emosi.

Kategori dari mnajemen perilaku untuk emosi dan psikologi diidentifikasi oleh
Moos (1976). Salah satu kategrori termasuk psikologi bertahan (penolakan, penekanan,
dan sublimasi). Kategori yang lain termasuk di dalamnya beberapa tehnik kognitif,
seperti merestrukturisasi masalah. Kategori ketiga, yaitu tehnik manajemen stress
(relaksasi atau olah raga) dimana merawat gejala penderitaan secara emosional. Kategori
keempat termasuk metode-metode penyelesaian masalah secara efektif (klarifikasi
masalah dan identifikasi, seleksi, dan implementasi solusi yang dapat mengakibatkan
timbulnya emosi). Konsep dan metode teori sosial kognitif biasanya direalisasikan untuk
mempelajari kemampuan manajemen perilaku tersebut.

Meskipun banyak program menggunakan strategi manajemen perilaku, strategi ini


berbeda berdasarkan individu dan budayanya(Diaz-Guerrero, 1979). Sebagai contoh,
beberapa orang yang mengalami kelebihan berat badan menemukan bahwa sulit untuk
menolak atau menahan kondisi mereka. Orang-orang sering bereaksi negatif pada orang
yang kelebihan berat badan, dan reaksi ini dapat meningkatkan kegelisahan mengenai
kelebihan berat badan (Hudson dan William, 1981). Untuk orang yang obesitas,
kegelisahan ini mengakibatkan reaksi yang berlebihan di kemudian hari (Slochower dan
Kaplan, 1980). Kegelisahan yang tinggi juga dapat membuat hal ini sulit bagi orang
tersebut untuk menghadiri pesan kesehatan dari ahli kesehatan (Ley dan Spelman, 1965).
Oleh karena itu, pendidik kesehatan dan sarjana jurusan perilaku dapat membantu orang
belajar metode yang membantu meminimalisasi timbulnya emosi sebelum mereka
menolong mereka merubah perilaku mereka atau menunda intervensi sampai dengan
kegelisahan mereda.

11. Reciprocal Determinism Revisited


Ini merupakan pembelajaran untuk mengembalikan pada konsep pengaruh timbal
balik (resiprocal determinism) dan mengujinya dalam keterangan konsep komponen teori
kognitif sosial. Jika karakteristik seseorang, lingkungan, atau perilaku berubah, situasi
berubah, dan perilaku, situasi, dan orang-orang dievaluasi ulang. Sebagai contoh, seorang

22
pria mungkin akan sangat menentang dimana temannya datang untuk membujuknya agar
tetap pada pola hidupnya yang sekarang. Pria memiliki ekspektasi yang kuat mengenai
olag raga untuk menghindar dari lingkungan fisik atau sosial yang mana dia terima dari
berolah raga (seperti gym atau lapangan). Di satu sisi, peristiwa yang dramatis (seperti,
kematian salah seorang saudara terdekat akibat serangan jantung dan mendapatkan
informasi bahwa serangan jantung dapat diakibatkan oleh pola hidup tetap) dapat terjadi
pada kehidupan pria ini dan membuatnya memilih untuk mulai berolag raga.
Bagaimanapun, pria akan menghadapi bujukan dari temannya yang dapat menekannya
untuk tidak berolah raga. Untuk menghindari tekanan negatif ini, dia dapat melihat teman
barunya (lingkungan sosial yang baru) yang menghargai dan mendukung perilaku
barunya (pengaruh timbal balik). Perubahan ini, selanjutnya dapat memotivasi teman
untuk mulai berolah raga sebaik mungkin (pengaruh timbal balik pada teman tersebut)
dan teman tersebut kemudian juga akan merubah kebiasaan berolah raga dari teman-
temannya yang lain atau membutuhkan teman-teman baru yang tertarik dengan olah raga.

Perubahan perilaku yang seperti ini menegaskan bagaimana pentingnya hal ini
bagi para ahli untuk menghindari kesederhanaan pemikiran dari single direction of
change. Pengaruh timbal balik dapat berguna dalam mengembangkan program yang tidak
berfokus pada perilaku dalam keterpencilan tetapi fokus pada perubahan dalam
lingkungan dan bahkan dalam individu. Program promosi kesehatan yang baru-baru ini
berdasarkan pada teori sosial kognitif termasuk di dalamnya lingkungan dan perubahan
individu yang merupakan Child and Adolescent Trial for Cardiovascular Health
(CATCH), yang mana dibentuk untuk memperbaiki nutrisi dan perilaku aktivitas fisik.
Pada percobaan yang multicenter, intervensi untuk anak-anak sekolah tingkat 3 sampai 5
diuji pengaruh mereka terhadap faktor perubahan kognitif sampai dengan pedoman dalam
kelas dan perubahan lingkungan. Intervensi memodifikasi progran pelayanan makanan
dan program pendidikan fisik dan diperkirakan dalam pengaruh timbal balik,
menunjukkan kemampuan berperilaku, self-efficacy, dan sikap menghargai dalam
ruangan kelas. Mereka menyediakan kesempatan bagi anak-anak untuk berlatih perilaku
baru dalam kantin sekolah dan dalam pendidikan fisik dan menyediakan reinforcement
dari sisi yang penting lainnya pada lingkungan anak (guru dan orang tua). Evaluasi
mengindikasi perubahan yang signifikan pada komponen–komponen kognitif, kondisi
lingkungan, dan nutrisi dan perilakuaktivitas fisik (Leupker, 1996; Edmundson)

2.4 Model Promosi Kesehatan Stress dan Koping

23
1. Pengertian
Stress adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan tubuh yang
terganggu. Stress menimbulkan dampak secara total pada individu yaitu terhadap fisik,
psikologis, mental, intelektual, social dan spiritual.

Koping adalah proses yang di lalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi
stressfull, merupakan respon individu terhalang situasi yang mengancam dirinya baik
fisik maupun
Strategi coping adalah suatu cara yang di lakukan untuk merubah lingkungan/ situasi/
masalah yang sedang di rasakan atau di hadapi.

2. Macam – macam stress :


- Stress ringan : Merusak aspek fisiologis, biasanya di rasakan oleh setiap orang dan
biasanya berakhir dalam beberapa menit/jam.
- Stres sedang : Terjadi lebih lama
- Stress berat : Stress kronis yang terjadi beberapa minggu atau sampai beberapa tahun.

3. Gejala yang bisa di amati seperti :


a. Rasa cemas yang berlebihan
b. Marah
c. Menangis
d. Tertawa sendiri
e. Teriak
f. Memukul dan menyepak

4. Metode Copping :
Jangka panjang : Merupakan cara yang efektif dan realisasi dalam menangani psikologis
untuk kurun waktu yang lama.
Jangka pendek : Cara yang digunakan untuk mengurangi stress/ ketegangan psikologis
dan cukup efektif untuk waktu sementara.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman stress

Reaksi terhadap stress bervariasi antara orang satu dengan yang lain dan dari waktu
ke waktu pada orang yang sama. Perbedaan ini sering disebabkan oleh faktor psikologi
dan sosial yang tampaknya dapat merubah dampak stressor bagi individu. Banyaknya
variabel yang diteliti dalam pandangan ini adalah sebagai berikut (Smet, 1994) :
a.Variabel dalam kondisi individu: umur, tahap kehidupan, jenis kelamin, temperamen,
faktor-faktor genetik, intelegensi, pendidikan, suku, kebudayaan, status ekonomi dan
kondisi fisik.
b.Karakteristik kepribadian : introvert-ekstrovet, stabilitas emosi secara umum, tipe A,
kepribadian ’ketabahan’ (hardiness), locus of control, kekebalan dan ketahanan.
c.Variabel sosial-kognitif : dukungan sosial yang dirasakan, jaringan sosial, kontrol
pribadi yang dirasakan. .
d.Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima, integrasi dalam

24
jaringan sosial.
e.Strategi coping.

6. Pengelolaan Stress
Bagaimana mengelola stress? Bagaimana mengatasi stress? Individu akan
mernberikan reaksi yang berbeda-beda untuk mengatasi stress. Dewasa ini proses coping
terhadap stress menjadi ’pedoman’ untuk rnengerti reaksi stress (Smet, 1994).
Berikut ini diuraikan beberapa Cara untuk mengatasi stress. Adakah Cara yang
efektif untuk coping terhadap stress? Bagaimana caranya mengurangi stress? Bila
individu berhadapan dengan stress, bagaimana caranya mengurangi ketegangan yang
muncul?
Coping adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang
ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan
yang berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam
menghadapi situasi stressful.
Secara umum, stress dapat diatasi dengan melakukan transaksi dengan lingkungan di
mana hubungan transaksi ini merupakan suatu proses yang dinamis.

7. Fungsi dan Jenis Coping


Secara umum coping itu sendiri mempunyai 2 macam fungsi (Smet, 1994), yaitu :
a.Emotion-focused coping
Digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stress. Pengaturan ini melalui
perilaku individu, seperti penggunaan alkohol, bagaimana memadakan fakta-fakta yang
tidak menyenangkan, melalui strategi kognitif. Bila individu tidak mampu mengubah
kondisi yang 'stressful’, individu akan cenderung untuk mengatur emosinya.

b. Problem-focused coping
Untuk mengurangi stressor, individu akan mengatasi dengan mempelajari Cara-Cara
atau keterampilan-keterampilan yang baru, individu akan cenderung menggunakan
strategi ini, bila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi. Metode atau fungsi masalah
ini lebih sering digunakan oleh para dewasa.
Perbedaan antara strategi problem-focused dengan emotion-focused coping seperti
yang dikemukakan oleh Lazarus & Folkman, menjadi konseptualisasi yang paling
berpengaruh, dan bermacam-macam versi dari ‘Ways of Coping Checklist' mereka telah
digunakan dalam banyak penelitian.
Meskipun demikian, penelitian yang dilakukan dengan menggunakan alat tersebut
menyatakan bahwa strategi coping lebih bervariasi. Taylor (1991), mengemukakan 8
strategi coping yang berbeda:
(a) konfrontasi,
(b) mencari dukungan sosial, dan
(c) merencanakan pemecahan masalah dikaitkan dengan ’problem focused coping’.
Strategi coping lainnya lebih memfokuskan pada pengaturan emosi:
(d) kontrol diri,
(e) membuat jarak,
(f) penilaian kembali secara positif (positive reappraisal),
(g) menerima tanggung jawab, dan

25
(h) lari/ penghindaran (escape/avoidance).

Perlu diketahui, bahwa tidak ada satu pun metode yang dapat digunakan untuk semua
situasi stress. Tidak ada strategi coping yang paling berhasil. Strategi coping yang paling
efektif adalah strategi yang sesuai dengan jenis stress dan situasi. Keberhasilan coping
lebih tergantung pada penggabungan strategi coping yang sesuai dengan ciri-ciri masing-
masing kejadian yang penuh stress, dari pada mencoba menemukan satu strategi coping
yang paling berhasil.

8. Reduksi potensi untuk stress dan pengelolaan stress


Beberapa aspek kehidupan manusia dapat mengurangi potensi untuk berkembangnya
stressor den membantu individu-individu mengatasi stress. Prevensi merupakan
penjagaan yang pertama terhadap stress. Usaha-usaha untuk mempengaruhi aspek
kehidupan manusia ini dapat menghinclari permunculan stress dan mengurangi dampak
stress (Smet, 1994).
Meningkatkan dukungan sosial merupakan salah satu cara yang lebih jelas diantara
usaha-usaha tersebut. Kemungkinan intervensi lainnya adalah : meningkatkan kontrol
pribadi atau kontrol yang dirasakan, mengatur kehidupan seseorang lebih baik (misalnya
pengaturan waktu-time management), mempersiapkan diri terhadap kejadian yang penuh
stress, fitness, modifikasi perilaku tipe A.
Manajemen stress memfokuskan pada pengurangan reaksi stress. Teknik-teknik
dalam pendekatan 'cognitive behavioral' diantaranya, adalah relaksasi dan disensitisasi
sistematis, biofeedback, modeling, restrurisasi kognitif, 'stress-inoculation training', terapi
multi-modal, meditasi dan hipnose. lndividu dapat belajar juga bagaimana menggunakan
gaya coping yang lebih memadai sesuai dengan situasi yang dihadapinya.
Teknik-teknik pengelolaan stress ini antara lain dapat digunakan untuk mengurangi
resiko penyakit-penyakit jantung melalui pengubahan faktor seperti perilaku tipe A dan
Hipertensi.

2.5 Model Promosi Kesehatan Dalam Praktek Promosi Kebidanan

Upaya promosi kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan


meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintash dan masyarakat. Hal ini berarti
derajat kesehatan, baik kesehatan individe, kelompok, atau masyarakat, harus di
uapayakan. Upaya mewujudkan kesehatan ini di lakukan oleh individu, kelompok, atau
masyarakat baik secara institusional oelh pemerintah atau pun swadaya masyarakat
(LSM).
Promosi kesehatan jika dilihat dari segi seni, yakni praktisi atau aplikasi kesehatan
merupakan penunjang bagi program kesehatan lainnya, misalnya pemberantasan
penyakit, perbaikan gizi, program pelayanan kesehatan, program kesehatan ibu dan anak
(KIA) dan sebagainya, sangat perlu di tunjang oleh promosi kesehatan. Pembangunan
kesehatan pada hakikatnya di arahkan guna mencapai kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap hidup, yang menyangkut setiap fisik, mental maupun
sosial budaya dan ekonomi. Untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal di lakuakn
berbagai uapaya pelayanan kesehatan yang menyeluruh, terarah dan berkesinambung.
Dalam globalisasi ekonomi, kita di hadapakan pada persaingan global yang semakin ketat

26
yang menuntut kita semua untuk menyiapkan manusia indonesia yang berkualitas tinggi
sebagai generasi penerus bangsa yang harus di persiapkan sebaik mungkin secara
terencana, terpadu dan bersinambung. Pencapaian derajat kesehatan yang optimal
tersebut tertuang daslam kesepakatan global yang di sebut millenium development
goals ,SDGS. SDGS atau tujuan pembangunan millenium adalah upaya memenuhi hak
dasar kebutuhan manusia untuk hidup sehat.

SDGS adalah upaya untuk memenuhi hak hak dasar kebutuhan, yang tertuang dalam
8 sasaran pembangunan. Bidan meruapakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki
posisi penting dan strategis terutama dalam sasaran pembangunan millenium no 4 dan 5,
ytaitu penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Bidan
memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambung dan paripurna, berfokus pada
aspek pencegahan, promosi dalam berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan
masyarakat bersama sama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa siap
melayani siapa saja yang membutuhkan, kapan, dan dimana pun berada. Beberapa upaya
promosi kesehatan dalam lingkup kebidanan untuk mendukung tercapainya MDGs adalah
sebagai berikut.

1. Promosi Kesehatan Pranikah.


Promosi kesehatan pranikah adalah suatu proses untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya yang ditujuakan kepada
masyarakat reproduktif pranikah. Pelayanan kebidanan di awali dengan pemeliharaan
kesehatan pada calon ibu. Remaja wanita yang akan memasuki jenjang perkawinan perlu
menjaga menjaga kondisi kesehatan. Remaja di beri pengertian tentang hubungan seksual
yang sehat, kesiapan mental dalam menghadapi kehamilan, dan pengetahuan tentang
proses kehamilan dan persalinan, pemeliharaan kesehatan dalam masa pra-dan pasca-
kehamilan.
Promosi kesehatan pada masa pra kehamilan di sampaiakn pada kelompok remaja
wanita atau para wanita yang akan meikah. Penyamapaian nasehat tenmtang kesehatan
pada masa pra nikah ini di sesuaikan dengan tingkat intelektual para calon ibu. Nasehat
yang diberikan menunggakan bahasa yang mudah di menegrti karena informasi yang
diberikan bersifat pribadi dan sensitif. Remaja calon ibu yang mengalami masalah
kesehatan akibat gangguan sistem reproduksi segera di tangani. Gangguan sistem
reproduksi tidak berdiri sendiri, gangguan tersebut dapat berpengaruh pada kondisi
psikologis dan lingkungan sosial remaja itu sendiri. Jika masalah kesehatan remaja
tersebut sangat kompleks perlu di konsultasikan ke ahli yang relevan atau di rujuk di unit
pelayanan keserhatan remaja yang akan memasuki masa perkawinan dan kehamilan.
Pemeriksaan kesehatan bagi remaja yang akan menikah sangat di anjurkan. Tujaun
pemeriksaan tersebut adalah mengetahui secara dini tentang kondisi kesehatn para
remaja. Jika di temuakn penyakit atau kelainan di dalam diri remaja maka tindakan
pengobatan dapat segera di lakukan. Jika penyakit atau kelaianan tersebut tidak di atasi
maka di upayakan untuk menjaga agar masalahnya tidak bertambah berat atau menular
pada pasangannya. Misalnya, pada remaja yang mengidap PMS (Penyakit Menular
Seksual), salah satu alternatif pemecahan agar tidak menularkan kepada pasangannya
adalah dengan menganjurkan menggunakan kondom pada saat berhubungan.
Upaya pemeliharaan kesehatan pada calon ibu dapat dilakukan melalui kelompok

27
atau perkumpulan para remaja, seperti karang taruna, pramuka, organisasi remaja putri
dan posyandu remaja. Para remaja yang terhimpun dalam organisasi masyarakat perlu di
organisasikan agar pelaytanan kesehatan dan kesiapan untuk menjadi istri dapat di
lakukan dengan baik. Pembinaan kesehtan remaja, terutama wanita, tidak hanya di
tujukan semata pada masalah masdalah gangguan kesehatan (penyakit reproduksi). Fakta
perkembangan psikologis dan sosialnya serta alam dan pikiran remaja perlu di ketahui.
Remaja yang berjiwa muda memiliki sifat menentang sesuatu yang dia nggap kaku dan
kolot, serta menginginkan kebebasan, dapat menimbulkan konflik di dfalam diri remaja.
Pendekatan keremajaan di dalam membina kesehatan sangat diperlukan. Penyampaian
pesan kesehatan (promosi kesehatan) di lakukan dengan bahasa remaja. Upaya pemberian
informasi terhadap remaja, terutama wanita yang akan mengahadapi pernikahan
(pranikah) meliputi :
1. Perkawinan yang sehat. Informasi yang di sampaikan adalah cara mempersiapakan
diri dalam menhadapi perkawinan di tinajua dari sudut kesehatan. Perkawinan bukan
hanya sekedar hubungan dengan suami dan istri. Perkawinan memebrikan buah untuk
mengahsilkan keturunan yang sehat, dalam arti bayi dilahirkan sehat dan memang
direncanakan.
2. Keluarga yang sehat. Bagaimana mewujudkan dan membina keluarga yang sehat.
Keluarga yang diidamkan adalah keluarga yang memiliki norma keluarga kecil, bahagia
dan sejahtera. Jumlah keluarga yang ideal adalah suami istri dan 2 anak. Keluarga
bahagia adalah kelurga yang aman, tentram disertai dengan ketakwaan kepada Tuhan
YME. Keluraga sejahtera adalah keluarga yang sosial ekonominya mendukung kehidupan
anggota keluarganya dan mampu menabung untuk persiapan masa depan. Selain itu
keluarga sejahtera juga dapat membuat dan mendorong peningkatan taraf hidup keluarga
lain.
3. Sistem reproduksi dan masalahnya. Kalangan remaja belum semuanya memahami
sitem reproduksi. Mereka amsih menganggap tabu jika membicarakan tentang masalah
sekita sistem reproduksi. Padahal informai ini sangat penting di ketahui agar mereka
mengetahui perubahan yang terjadi dalam dirinya, terutama remaja putri yang banyak
mengalami perubahan, misalnya perubahan secara fisik maupun biologis atau
reproduksinya (mis., pembesaran payudara, tumbuhnya rambut pada alat kelamin, dan
menstruasi). Jika mereka tidak di beri informasi yang cukup tentang perubahan tersebut
maka dapat saja terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan, misalnya krisi percaya diri.
Remaja perlu di beri informasi tentang gangguan pada sistem reproduksi, misalnya
gangguan menstruasi, kelaianan sistem reproduksi dan penyakit reproduksi (PMS), serta
pemberian informasi tentang sistem reproduksi saat hamil, bersalin dan nifas, juga
perawatan bayi.
4. Penyakit yang berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan atau sebaliknya.
Remaja putri yang nantinya akan menjadi seorang ibu seharusnya diberikan informasi
tentang penyakit atau masalah yang berpengaruh pada kehamilan atau persalianan secara
jelas. Tujuannya agar jika sudah menjalani menjadi perannya menjadi calon ibu (hamil)
dapat menajlankannya dengan baik dan jika ada masalah dapat mencari pemecahan
permasalahannya, misalnya segera datang ke tenaga kesehatan.
5. Sikap dan prilaku pada masa kehamilan dan persalinan. Perubahan sikap dan
prilaku dapat terjadi pada saat kehamilan dan persdalinan, karena pada saat tersebut
terjadi perubahan secara fisik maupun biologis selain perubahan psikologis. Oleh sebab

28
itu, seorang remaja putri yang menjalani peran sebagai ibu harsu benar benar siap secara
fisik, biologis dan psikologis, karena jika tidak maka keadaan tersebut akan
mempengaruhi kesehatannya yang akan berdampak pada perkembangan janin di dalam
kandungan ibu tersebut. Bidan harus benar benar memberi bimbingan (pemberian
informasi) yang adekuat pada remaja putri tentang perubahan selama kehamilan dan
persalinan.

2. Promosi Kesehatan Pada Saat Hamil


Salah satu unsur penting untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi adalah
memelihara kesehatan ibu hamil. Bidan harus memiliki data ibu hamil diwilayah
kerjanya. Data ini dapat diperoleh dari pencatatan yang dilakukan sendiri atau
dipuskesmas. Dari data tersebut dapat diatur strategi pemeliharaan kesehatan ibu hamil.
Semua ibu hamil dianjurkan agar memeriksakan kesehatannya sedini mungkin. Anjuran
tersebut disampaikan kepada masyarakat melalui kelomppk ibu-ibu atau kader kesehatan
ataupun tokoh masyarakat, karena dengan cara tersebut diharapkan pesan yang
dianjurkan dapat disampaikan kepada ibu hamil. Pemeriksaan kehamilan dilakukan
minimal 4 kali, yaitu satu kali pada trimester 1, satu kali pada trimester 2, dan 2 kali pada
trimester 3. Pada ibu hamil yang mengalami resiko tinggi pemeriksaan dilakukan lebih
sering dan lebih intesif. Untuk itu, bidan harus melakukan pendekatan langsung pada ibu
hamil atau pendekatakan dapat dilakukan, melalui dukun terlatih, kader posyandu, atau
peminat KIA. Melalui pemeriksaan teratur dapat diketahui perkembangan kesehatan ibu
dan janinnya. Jika ditemukan adanya gangguan kesehatan maka tindak lanjut dilakukan
sesegera atau sedini mungkin. Pemeriksaan ibu hamil dilakukan dengan pendekatan
managemen kebidanan.

3. Promosi Kesehatan Nifas


Pemberian promosi kesehatan pada masa nifas adalah dengan cara dnegan
memberikan informasi atau pengetahuan tentang perawata selama nifas untuk ibu dan
bayi. Informasi tersebut dapat diberikan langsung kepada ibu nifas ataupun kepada suami
ataupun keluarganya. Tujuan promkes pada masa nifas adalah menjaga kesehatan ibu dan
bayinya baik fisik maupun psikologinya, mendukung dan memperkuat keyakinan ibu
dalam menjalankan parahnya sebagai ibu, dan memberikan pendidikan dan pengetahuan
kesehatan seputar masa nifas. Promkes pada masa nifas meliputi :
1. Perawatan kesehatan diri
2. Nutrisi
3. Keluarga berencana
4. Memberikan ASI eksklusif, yakni pemberian ASI saja sampai 6 bulan
5. Perawatan payudara
6. Pemberian imunisasi lengkap
7. Perawatan bayi sehari-hari
8. Memberitahu tanda-tanda bahaya masa nifas

4. Promosi Kesehatan Menyusui

29
Promosi kesehatan menyusui merupakan suatu proses untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat meningkatkan pengetahuannya tentang manfaaft menyusui,
khususnya ibu pasca bersalin sehingga ibu mengetahui dan mau menyusui bayinya segera
setelah lahir. Dalam promosi kesehatan, inisiasi menysusui dini, bidan member dukungan
dalam pemberian ASI secara eklusif, member tahu manfaat pemberian ASI, komposisi
gizi yang terkandung dalam ASI, hal-hal yang memengaru produksi ASI (termasuk
perawatan payudara), tanda-tanda bayi cukup ASI, IMD, cara menyususi yang benar,
serta masalah dalam menyusui dan cara menanganinya. Dengan didirikannya
pengetahuan tentang menyususi ini, diharapkan tingkat kesehatan masyarakat semakin
meningkat. Hal ini berhubungan dengan manfaat ASI, yaitu menjaga tubuh agar tidak
mudah sakit dan terserang penyakit. (meningkatkan imunitas pada tubuh) dan terlebih
lagi akan menjadikan anak lebih cerdas.

BAB III

30
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Health Belief Model (HBM) akan sangat berguna jika diaplikasikan kepada model
perilaku yang awal mulanya dijelaskan oleh teori model HBM yaitu kepada upaya-upaya
yang bersifat preventif. Teori HBM akan kurang bermanfaat jika digunakan pada perilaku
yang berkaitan dengan efek jangka waktu lama, komplek, dan berkaitan dengan masalah
sosial, sehingga masalahnya sangat kompleks sehingga tidak cocok dijelasakan oleh teori
HBM.
Theoritical model adalah Suatu model yang teoritis tentang perilaku ubah, yang telah
(menjadi) basis untuk mengembangkan intervensi yang efektif untuk mempromosikan
perubahan perilaku kesehatan. Transtheoretical Model ( Prochaska & Diclemente, 1983;
Prochaska, DiClemente, & Norcross, 1992; Prochaska & Velicer, 1997) adalah suatu
model yang integratif tentang perubahan perilaku. Kunci membangun dari teori lainnya
terintegrasi. Model menguraikan bagaimana orang-orang memodifikasi suatu perilaku
masalah atau memperoleh suatu perilaku yang positif. Pengaturan yang pusat
membangun dari model adalah Langkah-langkah perubahan.
Teori kognitif sosial merupakan salah satu teori perilaku kesehatan yang
dikembangkan oleh Albert Bandura pada tahun 1963, tidak saja memperhatikan faktor
individual tetapi juga memperhatikan faktor sosial dan lingkungan. Menurut Bandura,
perilaku seseorang dapat dijelaskan melalui hubungan tiga faktor yang satu sama lainnya
saling menentukan (triadic reciprocity). Prinsip dasar dari teori ini adalah adanya
pengaruh timbal balik (reciprocal determinism) pada tiga faktor yang ada, yaitu individu,
lingkungan dan perilaku
Stress adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan tubuh yang
terganggu. Stress menimbulkan dampak secara total pada individu yaitu terhadap fisik,
psikologis, mental, intelektual, social dan spiritual. Koping adalah proses yang di lalui
oleh individu dalam menyelesaikan situasi stressfull, merupakan respon individu
terhalang situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun Strategi coping adalah suatu
cara yang di lakukan untuk merubah lingkungan/ situasi/ masalah yang sedang di rasakan
atau di hadapi.
Upaya promosi kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintash dan masyarakat. Promosi
kesehatan jika dilihat dari segi seni, yakni praktisi atau aplikasi kesehatan merupakan
penunjang bagi program kesehatan lainnya Bidan meruapakan salah satu tenaga
kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis terutama dalam sasaran
pembangunan millenium no 4 dan 5, ytaitu penurunan angka kematian ibu (aki) dan
angka kematian bayi (akb). Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang
berkesinambung dan paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, promosi dalam
berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama sama dengan tenaga
kesehatan lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang membutuhkan, kapan,
dan dimana pun berada. Beberapa upaya promosi kesehatan dalam lingkup kebidanan
untuk mendukung tercapainya mdgs adalah sebagai berikut : promosi kesehatan pranikah,

31
promosi kesehatan pada saat hamil, promosi kesehatan nifas, promosi kesehatan
menyusui

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengerti dan mengetahui
tentang upaya promosi kesehatan dalam pelayanan kebidanan. Dan kami juga menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca sekalian demi perbaikan makalah ini di masa
mendatang.

Daftar Pustaka

32
Maggie davies and Wendy Macdowall. 2006. Understanding Public Health: Health
Promotion Theory. England: London School of Hygiene & tropical medicine. Available at
: http://www.openup.co.uk (diakses 2013)
National Institutes of Health. Theories of Health Behavior. United States of America.
Available at : http://oc.nci.nih.gov (diakses 2013)
Hergenhahn, B.R., Olson, Matthew H. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar),
edisi ke-7. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.s
Djamarah, Syaiful Bahri. (2002). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
Pervin, L.A. & John O.P. (2005). Personality : Theory and Research. New York: John
Wiley & Sons, Inc
Hergenhahn, B.R., Olson, Matthew H. 1997. An Introduction to Theories of Learning,
3rd edition. New Jersey: Prentice-Hall International
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Grafindo Persada
Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian, edisi Revisi. Malang:UMM Press
Feist Jess & Feist J. Gregory. Theories of Personalits. Terj. Santoso, Yudi, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
http://www.hhpublishing.com/_onlinecourses/BSL/bsl_demo/bsl/motivation/F2.html
diakses tanggal 12 Februari 2014 pukul 23.58

33

Anda mungkin juga menyukai