Anda di halaman 1dari 7

KULIAH 2

BAB II
FILSAFAT PANCASILA

A. Pengertian Filsafat
Untuk memahami tentang pengertian filsafat, maka dipandang
penting untuk terlebih dahulu memahami istilah dan pengertian Filsafat.”
Secara Etimologis istilah “filsafat” berasal dan bahasa Yunani “Philein” yang
artinya “Cinta” dan “Shopia” yang artinya “Hikmah” atau “Kebijaksanaan”
atau” Visdom”. Jadi secara harafiah istilah filsafat adalah mengandung
makna cinta kebijaksanaan.
Pengertian filsafat menurut para tokoh :
1. Pengertian filsafat menurut  Harun Nasution filsafat adalah berfikir
menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tak terikat tradisi, dogma atau
agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar
persoalan 
2. Menurut Plato ( 427-347 SM) filsafat adalah pengetahuan tentang segala
yang ada 
3. Aristoteles (384-322 SM) yang merupakan murid Plato menyatakan filsafat
menyelidiki sebab dan asas segala benda. 
4. Marcus Tullius Cicero (106 – 43 SM)  mengatakan bahwa filsafat adalah
pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha untuk
mencapainya. 
5. Al Farabi (wafat 950 M) filsuf muslim terbesar sebelum Ibn Sina
menyatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang maujud
dan bertujuan  menyelidiki hakekatnya yang sebenarnya. 
Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya
bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Jadi manusia dalam
kehidupannya pasti memilih apa pandangan dalam hidupnya yang dianggap
paling benar, paling baik dan membawa kesejahteraan dalam
kehidupannya, dan pilihan manusia sebagai suatu pandangan dalam
hidupnya itulah disebut filsafat.
Jikalau ditinjau dan lingkup pembahasannya, maka filsafat meliputi
banyak bidang bahasan antara lain tentang manusia, masyarakat, alam,
pengetahuan, etika, logika, agama, estetika dan bidang lainnya. Oleh karena
itu seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka muncul dan
berkembang juga ilmu filsafat yang berkaitan dengan bidang-bidang ilmu
tertentu, misalnya filsafat sosial, filsafat hukum, filsafat politik, filsafat
bahasa, filsafat ilmu pengetahuan, filsafat lingkungan, filsafat agama dan
filsafat yang berkaitan dengan bidang ilmu lainnya.

B. Pengertian Filsafat Pancasila


Secara Etimologis istilah Filsafat diterjemahkan dengan “cinta
kebijaksanaan”. Kebijaksanaan yang dimaksudkan adalah dalam
melakukan perbuatan atas dorongan kehendak yang baik berdasarkan
putusan akal yang benar sesuai dengan rasa kemanusiaan. Jadi filsafat
adalah mencintai perbuatan yang baik berdasarkan putusan akal yang
sesuai dengan rasa kemanusiaan. Istilah “Pancasila” berasal dari kata
Sansekerta “Pancasyila” (panca = Lima, syila = Dasar atau Azas) yang di
artikan “lima dasar”. Selanjutnya kedua istilah itu digabungkan menjadi
“Filsafat Pancasila” yang secara etimologik berarti: “Cinta kebijaksanaan
yang berlandaskan Lima Asas”, atau “cinta kebijaksanaan dengan
berpedoman pada lima prinsip”.
Filsafat adalah pemikiran secara kritik dan sistematik untuk mencari
hakikat atau kebenaran sesuatu.
Definisi ini secara ontologis, yakni: untuk mencari hakikat sesuatu,
dan secara epistemologis, yakni: untuk mencari kebenaran sesuatu. Jika
filsafat hukum maka sesuatu itu adalah hukum, dan jika filsafat ilmu maka
sesuatu itu adalah hal-hal yang berkaitan dengan ilmu, dan jika filsafat
Pancasila maka sesuatu itu adalah tentang Pancasila, sehingga Filsafat
Pancasila adalah: Pemikiran secara kritik dan sistematik untuk mencari
hakikat atau kebenaran lima prinsp kehidupan manusia.
Pemikiran secara kritik yang dimaksudkan di sini selalu menanyakan,
tentang hakikat atau kebenaran, misal:
1. Mengapa Pancasila itu dinyatakan sebagai jiwa bangsa Indonesia,
2. Apa benar kepribadian bangsa Indonesia adalah Pancasila.
Dua pertanyaan ini membutuhkan pembuktian dan penelitian yang
mendalam untuk menjawab pertanyaan tersebut dan jawabannya
berhubungan satu dengan yang lain sebagai satu kesatuan dan tidak ada
kontradiksi di dalamnya, sehingga merupakan suatu uraian yang
sistematik.
Istilah “Pancasila” secara terminologis dapat bermacam-macam
makna, namun secara sederhana dapat dibedakan menjadi dua kelompok
atas dasar penghayatan material dan penghayatan formal. Atas dasar
penghayatan material Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa didefinsikan:
“Suatu pandangan hidup bangsa yang berketuhanan berkemanusiaan
berpersatuan berkerakyatan dan berkeadilan atas dasar penghayatan formal
Pancasila sebagai dasar filsafat negara didefinisikan “suatu ideologi negara
yang berketuhanan berkemanusiaan berpersatuan berkerakyatan dan
berkeadilan “.
Filsafat secara umum termasuk juga filsafat Pancasila mempunyai tujuan
yang sesuai dengan dasar filsafat tersebut. Pancasila dengan dasar sebagai
pandangan hidup bangsa dan dasar filsafat negara, maka tujuan filsafat
Pancasila secara umum adalah untuk menanclingi filsafat komunis dan
filsafat liberalis, tujuan ini berhasil atau tidaknya tergantung dan
ketangguhan Pancasila yang didukung oleli penalaran kefilsafatan. Tujuan
khusus atau tujuan ke dalam adalah:
Untuk memahami dan menjelaskan lima prinsip kehidupan manusia
dalam bermasyarakat dan bernegara, mengajukan kritik dan menilai prinsip
tersebut, menemukan hakikatnya secara manusiawi serta mengatur
semuanya itu dalam bentuk yang sistematik sebagai pandangan dunia.

C. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.


Pancasila sebagai hasil perenungan yang mendalam dan para tokoh
kenegaraan Indonesia yang semula untuk merumuskan dasar negara yang
akan merdeka adalah merupakan suatu sistem filsafat, karena hasil dari
perenungan. Demikian juga Pancasila sebagai sistem filsafat, yang secara
khusus sebagai filsafat hidup bangsa, adalah berlandaskan pada hakikat
kodrat manusia.
Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan kumpulan dan ajaran-
ajaran yang terkoordinasikan, hal-hal yang bersangkutan dengan sistem
adalah sebagai berikut:
1. Dalam suatu sistem termuat adanya sejumlah unsur atau
bagian. Dalam suatu sistem abstrak unsur ini berwujud
pandangan dan ajaran tentang suatu hal.
2. Unsur-unsur yang termuat dalam sistem saling
berhubungan sehingga merupakan kesatuan yang menyeluruh.
3. Hubungan di antara unsur-unsur tersebut bersifat tetap,
dan tidak mengandung kontradiksi.
4. Dalam suatu sistern termuat adanya maksud atau tujuan
yang ingin dicapai.
Sejalan dengan pengertian sistem, maka unsur-unsur atau ajaran
tentang realitas, haruslah saling berhubungan satu dengan yang lain dalam
hubungan yang menyeluruh (komprehensif). Dalam suatu sistem filsafat ada
hubungan antara pemikiran teoretis dengan Tuhan, dengan alam semesta,
dan dengan manusia. Yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa suatu
sistem filsafat mengandung maksud atau tujuan tertentu sebagaimana yang
diharapkan oleh mereka yang mempercayainya bahwa sistem filsafat yang
dianutnya itu sudah merupakan kebenaran.
Dalam mengembangkan Pancasila secara kefilsafatan yang berusaha
mengemukakan hakikatnya secara manusiawi dan menyusunnya secara
sistematik, pertama yang harus dipelajari adalah tentang perenungan
kefilsafatan untuk mengetahui dan membuktikan bahwa Pancasila sebagai
sistem filsafat.
Pancasila sebagai hasil perenungan filsafati telah memenuhi juga ciri-
ciri pokok filsafat, sehingga merupakan suatu sistem filsafat, yaitu sistem
filsafat harus bersifat koheren, bersifat menyeluruh, bersifat mendasar, dan
bersifat spekulatif. Dan sebagai filsafat hidup bangsa, Pancasila
berlandaskan pada hakikat kodrat manusia monopluralis.

D. Perenungan Kefilsafatan Pancasila


Perenungan adalah merupakan pemikiran tentang hal-hal bersifat
umum sebagai suatu konsep yang terlepas dari fakta. Perenungan
kefilsafatan berusaha memahami segenap kenyataan dengan jalan
menyusun suatu pandangan dunia serta mencari dasar-dasar bagi
kepercayaan maupun pengetahuan untuk memberikan keterangan tentang
kehidupan manusia dari dunia serta semua hal yang ada di dalamnya.
Merenung sebagai kegiatan kefilsafatan bukanlah melamun, juga
bukan berpikir secara kebetulan yang bersifat untung-untungan, tetapi
berpikir yang di dahului oleh dasar-dasar tertentu. Perenungan kefilsafatan
dapat dirumuskan sebagai berikut: Pemikiran secara rasional untuk
menyusun suatu sistem pengetahuan yang memadai guna memahami dunia
dan alam semesta maupun manusia dari kehidupannya serta memahami
semua yang ada.
Pemikiran dalam bentuk perenungan kefilsafatan adalah berusaha
untuk menyusun suatu bagan konsepsional. Konsepsi merupakan hasil
generalisasi serta abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal maupun
proses-proses satu demi satu. Oleh karena itu, filsafat merupakan
pemikiran tentang hal-hal maupun proses-proses dalam hubungan yang
umum.
Perenungan filsafati dapat merupakan suatu usaha seseorang untuk
menemukan alasan serta penjelasan dengan cara mengajukan pertanyaan
pada dirinya sendiri secara mendalam tentang sesuatu hal untuk
diselesaikan. Atau, perenungan itu dapat juga dilakukan oleh beberapa
orang dalam suatu dialog ketika melakukan analisis, mengkritik dan
menghubungkan hasil analisis tersebut secara timbal balik dan
menyusunnya kembali secara sistematik. Hasil dari perenungan ini disebut
filsafat. Pancasila pada masa proses perumusannya juga merupakan hasil
dari perenungan dan dialog antar tokoh-tokoh pemikir kenegaraan
Indonesia. Oleh karena itu, jelaslah bahwa Pancasila bukan hasil
pengamatan, tetapi hasil perenungan, sehingga Pancasila memang tepat
sebagai sistern filsafat, yaitu sebagai filsafat negara dalam hubungan antar
manusia bernegara dan juga sebagai filsafat hidup bangsa dalam hubungan
antar manusia bermasyarakat.

E. Ciri-ciri Filsafat Pancasila


Dalam perenungan filsafati haruslah diusahakan untuk mulai dari
bahan bahan yang ditetapkan secara baik dan runtut sebagai pangkal pikir,
dan berusaha menarik kesimpulan dan bahan-bahan tersebut secara logis
berhubungan satu dengan yang lain, sehingga hasilnya adalah berisi
kesimpulan sebagai bagan yang bagian-bagiannya secara logis dan saling
berhubungan. Bagan yang demikian ini disebut sebagai “bagan
konsepsional yang bersifat rasional”. Bagan konsepsional merupakan suatu
sistem filsafat, harus memenuhi ciri-ciri bersifat koheren, bersifat
menyeluruh, bersifat mendasar, dan bersifat spekulatif.
a) Sistem filsafat harus bersifat koheren. Artinya, berhubungan satu
dengan lainnya secara runtut tidak mengandung pernyataan-
pemyataan dan hal-hal yang saling bertentangan. Pancasila sebagai
sistem filsafat bagian-bagiannya tidak saling bertentangan meskipun
berbeda dan saling melengkapi dari tiap bagian mempunyai fungsi
dan kedudukan tersendiri. Bagian-bagian tersebut merupakan satu
kesatuan yang bersifat organik, bentuk susunannya adalah hierarkis-
piramidal. Demikian juga pelaksanaan Pancasila dalam kenegaraan
dipancarkan keempat pokok pikiran dalam Pembukaan dan
dijelmakan ke pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 yang juga
runtut dan tidak ada bertentangan dengan konsep dasar sebagai
nilai-nilai yang diyakini kebenarannya, atau juga tidak ada
penjabaran Pancasila yang berlawanan dengan aksioma kehidupan,
yang digunakan dalam masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
b) Sistem filsafat karus bersfat menyeluruh. Artinya kosepsional
yang merupakan hasil perenungan filsafat harus bersifat menyeluruh,
yakni memadai semua hal dari gejala yang tercakup dalam
permasalahannya sehingga tidak ada sesuatu yang di luar
jangkauannya. Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa di dalamnya
telah tersusun suatu pola yang dapat memadai semua permasalahan
kehidupan serta menampung dinamika masyarakat. Dari Pancasila
sebagai dasar filsafat negara dapat mencakup semua permasalahan
kenegaraan yang berlandaskan hakikat kodrat manusia. yang pada
dasarnya dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. masalah hidup menghadapi diri sendiri,
2. masalah hidup menghadapi manusia,
3. masalah hidup menghadapi Tuhan.
Dalam menghadapi diri sendiri diuraikan di dalam sila
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam menghadapi manusia
diuraikan juga dalam sila kemanusiaan adil dan beradab beserta
persatuan dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh
rakyat.
c).Sistem filsafat harus bersfat mendasar. Artinya konsepsi itu
merupakan hasil perenungan kefilsafatan yang mendasar, yakni
mendalam sampai ke inti-mutlak permasalahannya sehingga
merupakan hal yang sangat fundamental. Pancasila sebagai sistem
filsafat dirumuskan atas dasar inti-mutlak tata kehidupan manusia
menghadapi diri sendiri, sesama manusia, dan menghadapi Tuhan,
dalam bermasyarakat dan bernegara, yang mewujudkan
berketuhanan berkemanusiaan berpersatuan berkerakyatan dan
berkeadilan. Lima hal ini sebagai inti mutlak atau sifat hakikat
eksistensi manusia dalam hidup bersama dalam menghadapi tiga
persoalan hidup manusia yang disebutkan di diatas. Inti-mutlak ini
ada dalam diii setiap manusia, tidak ada manusia yang tidak ada lima
hal itu dalam hidup bersama, yang kemudian dalam pelaksanaan
hidup disertai dengan ciri khas masing-masing inti-mutlak tersebut,
misal: Persatuan “Indonesia”, Keadilan “sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Dengan demikian jelas bahwa Pancasila sebagai sistem
filsafat telah terpenuhi adanya inti-mutlak yang dicari dan dibahas
dalam pemikiran kefilsafatan.
d).Sistem filsafat adalah bersifat spekulatif, Artinya, konsepsional
yang merupakan hasil perenungan kefilsafatan adalah bersifat
spekulatif, yakni merupakan buah pikir hasil perenungan sebagai pra
anggapan yang menjadi titik awal serta pangkal tolak pemikiran
sesuatu hal. Pra anggapan bukanlah secara kebetulan, tetapi suatu
pola dasar yang dapat diandalkan dengan penalaran yang logis.
Pancasila sebagai dasar negara pada permulaannya adalah
merupakan buah pikir dan tokoh-tokoh kenegaraan yang merupakan
suatu pola dasar sebagai titik awal yang kemudian dibuktikan
kebenarannya. Jadi pada mulanya tokoh-tokoh pemikir kenegaraan
hanya berspekulasi bahwa Pancasila yang tepat digunakan sebagai
dasar filsafat negara, sekaligus sebagai pemersatu bangsa Indonesia.
Dengan dasar uraian di atas maka jelaslah bahwa Pancasila
sebagaimana sistem filsafat adalah bersifat koheren, bersifat menyeluruh,
bersifat mendasar dan bersifat spekulatif. Bersifat koheren dalam hubungan
antar bagian bagian atau antar sila-sila dan tidak ada yang saling
bertentangan. Bersifat menyeluruh dalam hal meliputi semua tata
kehidupan manusia bermasyarakat bernegara. Bersifat mendasar dalam hal
sampai ke inti-mutlak tata kehidupan dan hubungan antar manusia bersifat
spekulatif yang merupakan pra anggapan sebagai hasil perenungan pada
awal permulaannya.

Anda mungkin juga menyukai